Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN LUKA DASAR

‘LUKA TEKAN (PRESSURE ULSER)

DOSEN : Ns. Tutur Kardiatun, M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 2:


Fransiska Eda
Rica Fitriani
Iqbal Tri Putra
Hersan Ramadani

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul: “Luka Tekan (Presssure Ulser)” Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Luka dasar di STIK Muhammadiyah Pontianak.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini banyak mengalami hambatan,
baik materi, tata bahasa, maupun isi. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengalaman
dan pengetahuan penulis, tetapi dengan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak
akhirnya dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari makalah ini
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah selanjutnya. Penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua, khusus nya bagi
perkembangan dan pembangunan dalam bidang keperawatan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Kubu Raya, 18 Februari 2020

Kelo
mpok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

BAB I.............................................................................................................................2

PENDAHULUAN.........................................................................................................2

A. Latar Belakang.....................................................................................................2

B. Rumusan Masalah.................................................................................................3

C. Tujuan....................................................................................................................3

BAB II............................................................................................................................6

LANDASAN TEORI.....................................................................................................6

A. Definisi.................................................................................................................6

A. Etiologi.................................................................................................................6

B. Pencegahan...........................................................................................................7

C. Proses terjadi nya luka.........................................................................................8

D. Pengobatan Luka Dekubitus................................................................................9

E. Penatalaksanaan Medis........................................................................................9

BAB III........................................................................................................................30

ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................................30

A. Pengkajian..........................................................................................................30

B. Intervensi Keperawatan......................................................................................31

BAB IV........................................................................................................................38

PENUTUP....................................................................................................................38

C. Kesimpulan........................................................................................................38

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan struktur anatomis dan


fungsi kulit normal akibat dari tekanan dari luar yang berhubungan
dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu
yang biasa. Gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi
atau di atas tempat tidur, seringkali pada inkontinensia, malnutrisi,
ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta
mengalami gangguan tingkat kesadaran (Potter dan Perry, 2005). Luka
tekan telah lama dikenal di kalangan perawatan kesehatan dan ini
merupakan masalah cukup sulit diatasi bagi para praktisi perawatan
karena memang banyak faktor yang terkait dengan upaya penyembuhan
luka tekan (Fatmawati, 2007). Epidemiologi luka tekan bervariasi di
beberapa tempat. Di Amerika Serikat insiden berkisar antara 0,4% -
38% di unit perawatan akut, 2,2% - 23,9% di unit long term care
(perawatan jangka panjang), 0% - 7% di home care (perawatan di
rumah). Fasilitas perawatan akut di Amerika Serikat memperkirakan
2,5 juta luka tekan ditangani setiap tahunnya (Reddy et al., dalam
Handayani, 2010). Prevalensi luka tekan di Indonesia dilaporkan di RS
Dr. Sardjito Yogyakarta sebesar 40% . Di RS Dr. Moewardi Surakarta
pada bulan Oktober 2002 ditemukan kejadian luka tekan sebesar
38,18% (Handayani, 2010).

B. Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari dekubitus?

2
3

2.      Apa faktor dan penyebab yang mempengaruhi luka dekubitus?


3.      Bagaimana cara mencegah terjadinya dekubitus?
4.      Bagaimana proses terjadinya dekubitus?
5.      Bagaimana cara melakukan perawatan luka dekubitus?
6.      Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawtan luka dekubitus?
7.      Bagaimana interverensi dan implementasi yang diberikan pada klien?

C. Tujuan
1. Mengetahuidefinisidari dekubitus
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi lukadekubitus
3.  Mengetahui cara mencegah terjadinya dekubitus
4. Mengetahui proses terjadinya dekubitus
5.  Mengetahui cara melakukan perawatan luka dekubitus
6.  Mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan luka dekubitus
7. Mengetahui intervensi dan implementasi yang di berikan pada klien
4

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi

Pressure Ulcure (diketahui sebagai luka tekan, luka ranjang atau luka
dekubitus) adalah kerusakan jaringan yang terlokasi karena tekanan yang
berlebihan yang terjadi pada area tertentu yang tidak mengalami reposisi (Moore
& Cowman, 2009).

National pressure Ulcer Advisory panel (NPUAP), (dalam Potter & Perry,
2005) mengatakan luka tekan merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung
terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan
eksternal dalam jangka waktu lama.

B. Etiologi
Berikut faktor dan penyebab terjadinya dekubitus meunurut(Bouwhuizen, 1986):
1. Faktor Dekubitus
a. Tekanan
b. Gesekan dan pergeseran
c. Kelembaban dan kebersihan tempat tidur
2. Penyebab tambahan yang dapat mengakibatkan timbulnya dekubitus adalah:
a. Peredaran darah yang jelek
b. Keadaan gizi penderita yang buruk
c. Akibat pengaruh cairan, misalnya keringat, air kemih dan tinja pada kulit
d. Kerusakan yang terjadi pada kulit akibat lipatan, benda-benda kecil atau karena
kuku yang panjang.
Tempat-tempat yang sering terancam bahaya dekubitus adalah:
a.       Pada penderita yang berbaring terlentang, pada daerah belakang kepala, daerah
tulang belikat, daerah bokong dan daerah tumit
b.      Pada penderita yang berbaring  miring, daerah pinggir kepala, (terutama daun
telinga), bahu, siku, daerah pangkal paha, lutut, pergelangan kaki, dan bagian atas
jari-jari kaki.
5

c.       Daerah-daerah yang mendapat tekanan sebagai akibat pemakaian alat-alat bantu,


misalnya protesa, kantung air kemih, uritif dan sebagainya.

C. Lokasi Luka Tekan


Lokasi luka tekan sebenarnya bisa terjadi diseluruh permukaan tubuh bila
mendapat penekanan keras secara terus menerus. Namun paling sering terbentuk
pada daerah kulit diatas tulang yang menonjol. Lokasi tersebut diantaranya
adalah: tuberositas ischii (frekuensinya mencapai 30%) dari lokasi tersering,
trochanter mayor frekuensinya mencapai 20% dari lokasi tersering, sacrum
(frekuensinya mencapai 15%) dari lokasi tersering, tumit (frekuensinya
mencapai 10%) dari lokasi tersering, maleolous, genu, lainnya meliputi cubiti,
scapula dan processus spinosus vertebrae (Handayani, 2010).

Gambar 2.2 Lokasi luka tekan


(MOH Nanyang University dalam Handayani, 2010)

D. Grade Luka Tekan


National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) pada Tahun 2007 membagi
stage luka tekan menjadi empat dengan karakteristik sebagai berikut:
Stage I : Kulit berwarna kemerahan, pucat pada kulit putih, biru, merah atau
ungu pada kulit hitam. Temperatur kulit berubah hangat atau dingin, bentuk
perubahan menetap dan ada sensasi gatal atau nyeri.
6

Stage II : Hilangnya sebagian lapisan kulit namun tidak lebih dalam dari dermis,

terjadi abrasi, lepuhan, luka dangkal dan superfisial.


Stage III : Kehilangan lapisan kulit secara lengkap meliputi subkutis, termasuk
jaringan lemak dibawahnya atau lebih dalam lagi namun tidak sampai fascia.
Luka mungkin membentuk lubang yang dalam.

Stage IV : Kehilangan lapisan kulit secara lengkap hingga tampak tendon, tulang,
ruang sendi. Berpotensi untuk terjadi destruksi dan risiko osteomyelitis.
7

E. Pencegahan

Beberapa petunjuk untuk mencegah  timbulnya dekubintus menurut (Patricia A.potter


& Anne Griffin Perry,2006)
1. Perbaikan keaadaan umum penderita
Kita dapat ikut bekerjasama dalam usaha memperbaiki keadaan umum penderita
dengan mengikuti segala nasihat yang diberikan oleh dokter yang merawat dan
mengobati. Suatu susunan makanan yang baik, dimana terutama harus terdapat cukup
banyak protein an penting mengusahakan pula agar pemasukan cairan mencukupi.
2. Pemeliharaan dan perawatan kulit yang baik
3. Kulit kita perlu dibasuh dan dibersihkan secara teratur. Disamping itu,kulit harus pula
kita keringkan dengan baik. Kalau perlu lindungilah kulit kita dengan menggosoknya
dengan krem cuci lanette atau suatu krem pelindung yang lain. Dengan pembasuhan
danpengosokan, maka peredaran darah kulit merangsang pembuluh darh yang
terdapat pada permukaaan tubuh kita.
4. Papan/ alas tempat tidur yang baik
Papan/alas tempat tidur, penderita harus berbaring,hendaknya keadaanya rata, kering
dan elastis
Elastisitas alas tempat tidur dapat kita perbaiki dengan:
a. Cincin udara(terutama rumah perawatan keberatan mempergunakan alat tersebut)
b. Lempeng karet busa atau busa plastik
c. Kulit domba
d. Tempat tidur udara atau air
e. Kasur anti dekubitus
f. Tempat tidur khusus
8

g. Bantal gelatin
h. Bye-bye/bantal udara
i. Tumit dan siku penderita dapat kita bungkus dengan bahan yang dapat memegas
dengan baik
5. Pencegahan terjadi luka
Untuk mencegah terjadinya luka pada penderita,maka perawat yang bertugas
mearawat penderita tidak diperkenankan antara lain memakai perhiasan dan
memelihara kuku sampai panjang.
6. Berbaring yang berubah-ubah
Dengan seelang waktu tertentu, misalnya setiap 2-3 jam sekali, secara bergantian
penderita kita baringkan pada punggung, sisi kiri atau sisi kiri atau sisi kanan tubuh
mereka. Dalam melakukan tindakan ini anda hendaknya selalu memperhatikan waktu
berkunjung dan waktu makan. Pada keadaan-keadaan tertentu,dapat juga diterapkan
kedudukan berbaring pada perut atau sikap tubu setengah miring,yang ditompang
dengan sejumlah bantal atau kantung pasir.Sebelum kita menerapkan sikap tubuh lain
pda penderita, mereka lebih dahulu kita gosok,setelah sebelumnya mereka kita basuh.
Berbaring berubah ubah hanya mempunyai arti kalau dapat kita terapkan dengan
baik. Oleh karena itu, kita perlu  membuat sebuah daftar yang berisi waktu
pelaksanaan dan sikap tubuh yang harus diterapkan pada penderita pada masing
masing waktu tersebut. Kita mutlak perlu melaksanakan jumlah dan sikap tubuh yang
lelah ditetapkan setiap 24 jam .
Pada pengobatan dan perawatan dekubitus, pertama tama haru kita terapkan apa
yang telah diketengahkan pada waktu pembicaraan mengenai pencegahan terjadinya
dekubintus. Kalau keadaan penderita mengizinkan, pengeterapan skema berbaring
yang diubah ubah, yang dilaksanakan secara ketat, memang merupakan tuntutan yang
pertama tama harus dikerjakan. Bergantung kepada penderita dan pandangan dan
pendapat yang dianut di masing masing tempat perawatan tersebut, maka
dipergunakan salep yang bekerjanya menyembuhkan, mendesinfektan, atau yang
mempunyai daya kerja yang lain. Dengan permufakatan dan atas nasehat dokter yang
merawat,maka kita berusaha memperbaiki keadaan umu dan peredaran darah
penderita.

F. Manajemen Luka Tekan


1. Pencegahan Luka Tekan
Banyak tinjauan literatur mengindikasikan bahwa luka tekan dapat dicegah.
Meskipun kewaspadaan perawat dalam memberikan perawatan tidak dapat
9

sepenuhnya mencegah terjadinya luka tekan dan perburukannya pada beberapa


individu yang sangat berisiko tinggi. Dalam kasus seperti ini, tindakan intensif
yang dilakukan harus ditujukan untuk mengurangi faktor risiko, melaksanakan
langkah-langkah pencegahan dan mengatasi luka tekan (Handayani, 2010).
2. Pengkajian risiko dengan menggunakan tool
Beberapa tool pengkajian telah dikembangkan seperti Braden’s Scale ,
Norton’s, Waterlow’s, clinical judgment.dan lain- lain. Namun menurut AHCPR
(2008) hanya Braden’s Scale dan Norton’s (asli maupun telah dimodifikasi) yang
telah dan sedang di uji secara ekstensif. Braden’s Scale telah diuji penggunaannya
pada setting perawatan medikal bedah, perawatan intensif dan nursing home.
Sedangkan Norton’s telah diuji pemakaiannya pada unit perawatan usia lanjut di
rumah sakit (Handayani, 2010).
3. Perawatan
Menurut Handayani (2010), perawatan kulit bertujuan untuk mencegah
terjadinya luka tekan melalui upaya-upaya mempertahankan dan memperbaiki
toleransi kulit terhadap tekanan :
a) Pengkajian kulit dan risiko luka tekan
Pengkajian risiko luka tekan dapat dilakukan dengan menggunakan Skala
Braden. Inspeksi kulit dilakukan secara teratur dengan frekuensi sesuai
kebutuhan masing-masing pasien. Inspeksi dilakukan untuk melihat apakah
ada kondisi- kondisi seperti kulit kering, sangat basah, kemerahan, pucat dan
indurasi. Pemeriksaan lain seperti apakah ada tanda hangat yang terlokalisir,
perubahan warna dan pembengkakan.
b) Massage
Massage yang kuat pada area tonjolan tulang atau kulit yang kemerahan
dihindarkan. Penggunaan massage untuk mencegah luka tekan masih
kontroversial, mengingat tidak semua jenis massage bisa digunakan. Namun
massage di area tulang menonjol atau bagian kulit yang telah menunjukkan
kemerahan atau discolorisation patut dihindari karena hasil biopsi post
mortem pada jaringan yang di lakukan massage menunjukkan adanya
degenerasi jaringan, dan maserasi. Teknik Massage yang diperbolehkan
hanya Efflurage namun tidak untuk jaringan di atas tulang yang menonjol
maupun yang telah menunjukkan kemerahan ataupun pucat. Lama waktu
massage yang digunakan masih bervariasi antara 15 menit dan 4 – 5 menit.
Massage umumnya dilakukan 2 kali sehari setelah mandi.
10

c) Manajemen kulit kering


Penanganan kulit kering pada sakrum secara khusus dengan menggunakan
pelembab sederhana. Penting untuk memberikan pelembab secara teratur
untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Mengurangi lingkungan yang
menyebabkan kulit kering dan berkurangnya kelembaban kulit seperti suhu
dingin, dan hidrasi tidak adekuat. Kulit kering meningkatkan risiko
terbentuknya fissura dan rekahan stratum korneum.
Penggunaan pelembab topikal diduga bermanfaat untuk mempertahankan
kelembaban kulit dan keutuhan stratum corneum namun belum ada ketetapan
jenis pelembab apa yang memberikan manfaat terbaik dan memberi evidence
secara langsung pengaruhnya terhadap pencegahan luka tekan,
mempertahankan kelembaban stratum corneum dan mencegah kulit kering.
Penelitian membuktikan penggunaan mephentol (suatu agent topikal terbuat
dari campuran asam lemak hyperoksigenasi dan herbal (Equisetum arvense
and Hypericum perforatum) efektif mencegah timbulnya luka tekan derajat I
pada pasien dengan risiko menengah hingga risiko tinggi mengalami luka
tekan.
d) Manajemen kulit lembab yang berlebihan
Sumber kelembaban yang berlebihan harus diidentifikasi misalnya
keringat, urine atau yang lainnya. Upaya selanjutnya adalah dengan 1)
membersihkan kulit dengan mandi menggunakan air hangat dan sabun dengan
pH seimbang. Aktifitas mandi mungkin mengurangi sedikit pelindung kulit
normal sehingga membuat kulit kering dan mudah iritasi oleh karena itu jenis
sabun yang digunakan harus diperhatikan dengan baik. 2) memberikan
pelembab karena aktifitas membersihkan kulit yang berulang kali membuat
kulit menjadi kering, namun jika sabun atau bahan pembersih yang digunakan
sudah dilengkapi dengan pelembab yang cukup mungkin pemberian
pelembab tidak begitu dibutuhkan. 3) proteksi dengan bahan-bahan pelindung
seperti film, krem, ointment, atau pasta yang biasanya terbuat dari zink oxide,
asam laktat, petrolatum atau dimeticone dan kombinasinya. Penggunaan
pelindung kulit seperti underpad dan celana dapat meminimalkan ekspose
kulit dengan bahan- bahan lembab yang iritan tersebut asal segera diganti
ketika mulai basah atau lembab.
2. Dukungan permukaan
Dukungan permukaan termasuk pelapisan (ditempatkan di atas tempat
11

tidur standar) atau kasur khusus. Ada 2 jenis dukungan permukaan: statis
tanpa bergerak dan dinamis dengan bagian yang bergerak yang dijalankan
oleh energi. Matras udara dan air efektif tetapi mungkin bocor, jadi mereka
perlu terusmenerus dirawat. Kadang-kadang digunakan glove yang diisi air
atau bantalan donat. Namun bantalan donat kini mulai ditinggalkan karena
terbukti menimbulkan efek tekanan baru pada area pinggir donat. Termasuk
upaya memperbaiki dukungan permukaan adalah menjaga alat tenun tetap
licin dan kencang, kasur yang rata dan tebal serta pemberian bantal pada area-
area berisiko tekanan seperti tumit, siku, bahu dan sakrum.
G. Gambaran Luka Tekan
DESIGN adalah penyingkatan atau akronim dari 6 item sebagai alat pengukuran
atau pengkajian (kedalaman luka, eksudate, luas luka, inflamasi atau infeksi,
granulasi jaringan, dan jaringan yang mati). P di tambahkan ketika terdapat kantung
luka pada luka tekan. Setiap item pengukuran pada alat pengukuran DESIGN
memiliki 3 – 7 tingkat dan rentan jumlah score dari 0 – 28 dengan score yang lebih
tinggi mengindikasikan tingkat atau derajat luka tekan yang lebih parah. DESIGN
merupakan alat yang sangat berguna untuk memonitor perkembangan luka tekan,
tetapi keterbatasan dari alat ini adalah ketidak mampuan alat untuk membandingkan
antara luka tekan lain pada pasien lain (Sanada et al., 2004).
a. Penilaian Instrumen DESIGN

Tabel 2.1 Scoring instrumen DESIGN

Depth (Kedalaman luka) D: hilangnya seluruh lapisan


d: hilangnya sebagian lapisan kulit kulit (dari lapisan subkutan
(sampai ke dermis) ke bawah)
Exudate (eksudat) : frekuensi dari E: lebih dari dua kali sehari
pergantian bautan
e: paling sedikit satu kali setiap hari
Size : Ukuran luka S : 100cm² atau lebih
s: kurang dari 100cm²
Infection I : ada tanda dari infeksi
i: tidak ada tanda dari infeksi lokal lokal
jaringan granuasi : Presentasi
jaringan yang sehat G : Kurang dari 50%
g: 50% atau lebih
Jaringan nekrotik N: Jaringan nekrotik ada
n: tidak ada

Pocket : ada tidaknya kantung luka P: adanya pocket (kantung


(pocket/ undermining) luka)
12

Depth (Kedalaman luka)


Tidak ada lesi dan kemerahan
0 3 Lesi sampai lapisan subkutan
pada kulit
Lesi sampai tendon, otot, atau
1 Kemerahan yang menetap 4
d D tulang.
Lesi sampai kavitas, atau
Lesi sampai pada lapisan
2 5 sangat sulit diukur
dermis
kedalamnya
Exudate (eksudat)
0 Tidak ada eksudat
Ringan : Tidak memerlukan
1 Banyak : Memerlukan
e pergantian balutan setiap hari E 3
pergantian balutan setiap hari
Menengah : memerlukan
2
pergantian balutan setiap hari

Size (ukuran)
0 Tidak ada
1 Lebih kecil dari 4cm²
4cm² atau lebih besar,
2 namun lebih kecil dari
6cm²
s 16cm² atau lebih, tetapi S 6 100cm² atau lebih besar
3
lebih kecil dari 16cm²
36cm² atau lebih, tetapi
4
lebih kecil dari 64cm²
64cm² atau lebih, tetapi
5
lebih kecil dari 100cm²

Infection/ inflamation (infeksi/ inflamasi)


Tanda – tanda yang jelas
dari infeksi lokal
0 Tidak ada infeksi 2
(contohnya inflamasi, pus,
dan bau)
i I
Ada tanda dari
inflamasi, (demam, Adanya pengaruh sistemik,
1 3
kemerahan, bengkak, seperti demam
dan nyeri
disekitar luka).

b. Gambaran Penilaian Luka


1) Depth (kedalaman luka)

Kedalaman luka seharusnya diukur pada titik terdalam

luka, gambar di bawah ini menunjukkan tingkat kedalaman

luka yang berbeda.


13

Gambar 2.4 Contoh luka tekan dengan kedalaman yang


berbeda
2) Size (besar luka)

Pengukuran besar luka dilakukan dengan cara

mengalikan panjang dan lebar. Bagian yang terpanjang dari

luka adalah merupakan panjang, sedangkan lebar adalah

pengukuran terpanjang tegak lurus terhadap axis tersebut.

Gambar 2.5 Contoh pengukuran besar dari luka tekan.


3) Inflamasi / infeksi

Gambar 2.6 Contoh luka tekan yang mengalami


inflamasi/infeksi

4) Granulation tissue

Merupakan persentase dari jaringan granulasi pada luka.


14

Gambar 2.7 Contoh luka tekan dengan jaringan granulasi


yang berbeda

5) Jaringan nekrotik.

Ketika jaringan nekrotik dan jaringan non nekrotik

bercampur, jaringan yang mendominasi (antara jaringan

nekrotik dan jaringan nekrotik) seharusnya digunakan untuk

indikator pengkajian.

Gambar 2.8 Contoh luka yang tertutup dengan jaringan


nekrotik.
6) Pocket area/undermining (kantong luka)

Kantong luka (undermining/pocket) adalah merupakan

perluasan dari daerah luka tekan yang terjadi dibawah kulit.

Jadi kadang kadang luka tekan dipemukaannya tidak lebar,

namun ternyata dibawah kulit lukanya melebar. Luka yang

melebar dibawah kulit inilah yang disebut kantong luka/

undermining. Undermining penting sekali untuk dikaji karena


15

terkadang luka tekan dipermukaan kulit terlihat ukuranya kecil,

namun ternyata setelah di kaji, daerah kantong dibawah

permukaan dari luka sudah luas. Luas daerah kantong luka

dapat dihitung dengan cara seperti yang tertera pada gambar

dibawah ini. Perawat di luar negeri biasanya menggunakan P -

light (semacam pena yang ujungnya bercahaya untuk

mengetahui sejauh mana daerah kantong luka).


6
30

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas klien
Nama
Usia
Alamat
Jenis kelamin
Agama
Status

2. Riwayat keperawatan sekarang


Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lama nya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau
memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan
upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan
masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa,
immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati( Carpenito , L.J , 1998)
3. Riwayat Personal dan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka
dapat dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM,
alergi, Hipertensi ( CVA ). Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis
yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah
perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti
: infeksi kronis, kanker, DM(Asmadi, 2008).
4. Riwayat Pengobatan
31

Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji


perawat yaitu:  Kapan pengobatan dimulai, Dosis dan frekuensi,Waktu
berakhirnya minum obat(Asmadi, 2008).
5. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan
makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat
menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang
lama(Asmadi, 2008).
6. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian
yang dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini
memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit(Asmadi, 2008).
7. Status nutrisi
Kondisi malnutrisi atau kakesia dan berat badan kurang dari 90 % berat
badan ideal lebih eresiko terjadinya dekubitus(Asmadi, 2008).
8. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi
ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada
daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan
kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak
dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan
terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah), penurunan
peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit
sensori pada daerah yang paraplegi(Asmadi, 2008).
9. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien
yaitu:  Perasaan depresi , Frustasi , Ansietas/kecemasan ,Keputusasaan
(Asmadi, 2008)
32

B. Intervensi Keperawatan
Fokus interverensi keperawatan dan rasional merujuk pada (NIC) .
Intervensi untuk diagnosis ini belum dikembangkan; akan tetapi, intervensi di
bawah ini mungkin bermanfaat:
1. Manajemen lingkungan: memanipulasi lingkungan di sekitar pasien untuk
manfaat terapiutik, stimulasi sensorik, dan kesejahteraan psikologis
2. Promosi latihan fisik: memfasilitasi aktivitas fisik rutin untuk
mempertahankan atau meningkatkan kebugaran dan kesehatan
3. Fasilitasi meditasi: memfasilitasi individu untuk mengubah tingkat
kewaspadaannya dengan berfokus pada gambaran atau pemikiran secara
spesifik
4. Masase sederhana: menstimulasi kulit dan jaringan dibawahnya dengan
berbagai derajat tekanan tangan untuk meredakan nyeri, prosedur relaksasi
dan/atau memperbaiki sirkulasi
5. Terapi relaksasi sederhana: menggunakan teknik untuk mendorong dan
memperoleh relaksasi dengan tujuan menurunkan tanda dan gejala yang
tidak diharapkan, seperti nyeri, ketegangan otot, atau ansietas
6. Sentuhan terapeutik: membiasakan diri dengan bidang penyembuhan yang
universal, keinginan untuk bertindak sebagai instrument bagi pengaruh
penyembuhan, dan menggunakan sensitivitas alamiah tangan untuk secara
lembut berfokus dan mengarah pada proses intervensi
BAB IV

PENUTUP

C. Kesimpulan
Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal
akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan
tidak sembuh dengan urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini
terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau di atas tempat tidur , sering
kali pada inkontinensia dan malnutrisi ataupun individu yang mengalami
kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat
kesadaran(Margolis 1995)
Jadi dapat disimpulkan bahwa dekubitus adalah luka yang terjadi karena
adanya tekanan eksternal pada penonjolan tulang.

38
DAFTAR PUSTAKA
Bouwhuizen, M. 1986. Ilmu Keperawatan (verpleegkunde zv). EGC: Jakarta.
Dongeos, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC :
Jakarta
Herdman, Heather. 2012-2014.Nanda International Diagnosa
Keperawatan. EGC: Jakarta.
https://rudizr.wordpress.com/2012/05/20/angkakejadian-dekubitus/
Judith M.Wilkinson & Nancy R.Ahern. 2012 . Buku Saku Diagnosis
Keperawatan Edisi 9. EGC: Jakarta.
Patricia A.potter & Anne Griffin Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Edisi 4 Volume 2. EGC: Jakarta

39

Anda mungkin juga menyukai