I. Definisi
Sinusitis adalah merupakan radang penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman
atau virus
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal sesuai anatomi sinus yang terkena,dapat
dibagi
menjadi
sinusitis
maksila,sinusitis
etmoid,sinusitis
frontal,dan
sinusitis
sfenoid(Soepardi 2001)
Sinusitis adalah radang sinus yang ada disekitar hidung,dapat berupa sinusitis maksilaris
atau frontalis sinusitis dapat berlangsung akut maupun kronik.dapat mengenai anak yang
sudah besar.pada sinusitis paranasal sudah berkembang pada anak umur 6-11tahun
(Ngstiya 1997)
II. Etiologi
Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan
gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat
terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam.
1. Etiologi sinusitis dentogen adalah:
a. Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai gigi
molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus akar gigi
yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang
ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal.
b. Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu akan
diusahakan mencabutnya, atau terbukanya dasar sinus sewaktu dilakukan
pencabutan gigi.
c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi dari membran
2. Sinusitis Rinogen
Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :
Rinitis Akut (influenza)
Polip, septum deviasi
III. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman
yang masuk bersama udara pernafasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat.
Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya
transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bakterial dan
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk
tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai
rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut,
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini
merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik
yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin
diperlukan tindakan operasi.
Perubahan patologik yang terjadi dalam mukosa dan dinding tulang sinus saat
berlangsungnya peradangan supuratif ialah seperti yang biasa terjadi dalam rongga yang dilapisi
mukus.
Ada 4 tipe yang berbeda dari infeksi hidung sinus: kongestif akut, purulen akut, purulen
kronik, dan hiperplastik kronik.
Penyakit sinus supuratif kronik dapat diklasifikasikan secara mikroskopik sebagai 1)
edematous, 2) granular dan infiltrasi, 3) fibrous, dan 4) campuran dari beberapa atau semua
bentuk ini. Sering terjadi perubahan jaringan penunjang, dengan penebalan di lapisan subepitel.
Penebalan ini di dalam struktur seluler terdiri dari timbunan sel-sel spiral, bulat, bentuk bintang,
plasmosit, eosinofil, dan pigmen.
Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti di bawah ini, yang
menunjukan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan:
1.
Kapiler berdilatasi, dan mukosa sangat menebal dan merah akibat edem dan
pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan epitel.
3.
Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui epitel
yang melapisi mukosa, kemudian bercampur dengan bakteri, debris epitel, dan mukus. Pada
beberapa kasus, perdarahan kapiler terjadi, dan darah bercampur sekret. Sekret yang mula-mula
encer dan sedikit kemudian menjadi kental dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dari
serum.
4.
Pada banyak kasus, resolusi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya pengeluaran
Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe
purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih mungkin,
meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap. Kecuali proses segera
berhenti, perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka terjadi keadaan kronis. Tulang
dibawahnya dapat memperlihatkan tanda oeteitis dan akan diganti dengan nekrosis tulang.
Perluasan infeksi dari sinus ke bagian lain dapat terjadi: 1) melalui suatu tromboflebitis
dari vena yang perforasi; 2) perluasan langsung melalui bagian sinus yang ulserasi atau nekrotik;
3) dengan terjadinya defek; dan 4) melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakteremia.
Pada sinusitis kronik, perubahan permukaan mirip dengan peradangan akut supuratif yang
mengenai mukosa dan jaringan tulang lainnya. Bentuk permukaan mukosa dapat granular,
berjonjot-jonjot, penonjolan seperti jamur, penebalan seperti bantal, dan lain-lain. Pada kasus
lama terdapat penebalan hiperplastik. Mukosa dapat rusak pada beberapa tempat akibat ulserasi,
sehingga tampak tulang yang licin dan telanjang, atau dapat menjadi lunak atau kasar akibat
karies. Pada beberapa kasus, didapati nekrosis dan sekuestrasi tulang, atau mungkin ini telah
diabsorpsi. Pemeriksaan mikroskop pda bagian mukosa kadang-kadang memperlihatkan
hilangnya epitel dan kelenjar, yang digantikan oleh jaringan ikat. Ulserasi pada mukosa sering
dikelilingi oleh jaringan granulasi, terutama jika ada nekrosis tulang. Jaringan granulasi dapat
meluas ke periosteum, sehingga mempersatukan tulang dengan mukosa. Jika hal ini terjadi,
bagian superfisial tulang diabsorpsi sehingga menjadi kasar. Osteofit, atau kepingan atau
lempengan tulang, yang terjadi akibat eksudasi plastik, kadang-kadang terbentuk di permukaan
tulang.
IV.Pathway
V. Klasifikasi
A.
Sinusitis Akut
Penyakit ini dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks ostiomeatal oleh infeksi,
obstruksi mekanis atau alergi. Selain itu juga dapat merupakan penyebaran dari infeksi gigi.
GEJALA SUBYEKTIF
Gejala subyektif dibagi dalam gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik ialah demam
dan rasa lesu. Lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dan
dirasakan mengalir ke naso faring.
GEJALA OBYEKTIF
Pada pemeriksaan sinusitis akut akan tampak pembengkakan pada sinusitis maksila terlihat
di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal di dahi dan kelopak mata atas. Pada
sinusits etmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau
nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah
tampak ke luar dari meatus superior.
B.
Sinusitis Kronis
Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam berbagai aspek. Harus dicari faktor
gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan sekret pasca nasal
gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya tuba eustachius
GEJALA OBYEKTIF
Pada sinusitis kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak
terdapat pembengkakan pada wajah.
Yang termasuk dalam sinusitis paranasal (Akut, Subakut, Kronik) :
A.
Sinusitis Maksila
Sinusitis maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar dinding anterior sinus ialah
permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan
intra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung.
Anatomi Sinus Maksila :
1.
Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas
2.
3.
Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari sinus, sehingga drenase kurang baik
B.
Sinusitis Frontal
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm sinus frontal
berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resescuss frontal.
C.
Sinusitis Etmoid
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal,
yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut pula et moid.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding
lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis.
D.
Sinusitis Sfenoid
Batasan-batasannya ialah, sebelah-sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. karotis interna.
VI.
Manifestasi Klinis
Anamesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas ,berupa pilek,dan batuk
ini sama dengan manifestasi klinis pada sinusitis subakut merupakan tanda-tanda radang akutny
mulai mereda.
b). Sinusitis kronik merupakan gejala subjektif bervariasi dari ringan hingga berat seperti:
- gejala hidung dan nasofaring,berupa sekret dihidung dan nasofaring (post nasal drip).sekret
dinasofaring secara terus menerus akan menyebabkan batuk kronik
- gejala faring berupa rasa tidak nyaman di tenggorok
- gejala saluran nafas ,berupa batuk dan kadang komplikasi diparu
- gejala saluran cerna dapat terjadi gasoentritis akibat mukopus yang tertelan
- nyeri,kepala biasanya pada pagi hari dan berkurang disiang hari
- gejala mata,akibat perjalanan infeksi melalui duktus nasolakrimalis.
c.
d.
e.
f.
g.
Sinusitis Kronis
Gejala : Flu yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus
di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis,
batuk kering, dan sering demam.
VII. Penatalaksanaan
Diberikan terapi medika mentosa berupa antibiotik selama 10-14hari,namun dapat
diperpanjang sampai semua gejala hilang.antibiotik dipilih yang mencakup anerob,seperti
penisilinV.klidamisin atau augmentin merupakan pilihan yang tepat bila penisilin tidak
efektif.jika dalam 48-72jam tidak ada perbaikan klinis diganti dengan antibiotik untuk kuman
yang menghasilkan beta laktamase,yaitu amoksisilin atau ampisilin dikombinasikan dengan asam
klavulanat.steroid nasal topikal seperti beklometason berguna sebagai antiinflamasi dan
antialergi.Diberikan pula dekongestan untuk memperlancar drainase sinus.dapat diberikan
sistemik maupun topikal.khusus yang topikal harus dibatasi selama 5hari untuk menghindari
terjadinya rinitis medika mentosa.Bila perlu,diberikan analgesik untuk menghilangkan
nyeri;mukolitik
untuk
mengencerkan
sekret,meningkatkan
kerja
silia,dan
merangsang
Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita
namun pus belum terbentuk.
Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.
Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini
disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius.
Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva
merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena
kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.
Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :
a. Oftalmoplegia.
b. Kemosis konjungtiva.
c. Gangguan penglihatan yang berat.
Kelemahan pasien.
Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf
kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.
2. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini
paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan
biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui
atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai
pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus
sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf
didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun
lebih akut dan lebih berat.
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa
yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.
3. Komplikasi Intra Kranial
Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi
dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang
berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di
dekat sistem sel udara ethmoidalis.
Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali
mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri
kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.
Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak.
Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi
perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.
Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada
ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.
4. Osteomielitis dan abses subperiosteal
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah
infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise,
demam dan menggigil
IX. Pemeriksaan Penunjang
1.
2.
Pemeriksaan radiologi
Bila dicurigai adanya kelainan di sinus para nasal, maka dilakukan pemeriksaan
radiologi.
3.
Pemeriksaan histopatologik
Dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinuskopi
4.
Sinoskopi
Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan ensdoskopi, dapat dilihat
keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi.
5.
Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan untuk mengetahui adanya meatus medinus dan meatus superior.
Pengkajan :
1. Biodata :
: (tekanan darah)
: (nadi)
: (suhu)
: (pernafasan)
- Keadaan Umum:
Biasanya klien terlihat lemah,namun tampak sakit pada daerah kepala sinus(daerah
rongga/saluran tempat nanah keluar)
- Melakukan observasi tingkat kesadaran:
a.
b.
Apatis:keadaan
kesadaran
yang
segan
untuk
berhubungan
dengan
kehidupan
d.
e.
f.
Koma:keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan
rangsangan apapun
Kaji kebisaan pola makan klien selama dirumah ataupun dirumah sakit.biasanya nafsu
makan
Palpasi
- Amati jika ada rangsangan nyeri
Skala nyeri : 0 3 (ringan)
4 7 (sedang)
8 10 (berat)
- Adakah krepitasi pada tulang hidung (lakrimaris)
- Sistem Penglihatan
Pergerakan bola mata kadang-kadang dirasakan nyeri pada bola mata atau
dibelakangnya dan nyeri akan bertambah bila mata digerakkan
- Sistem Pernafasan :
Inspeksi
Palpasi
Adanya nyeri/ sakit kepala pada pagi hari dan akan berkurang di siang hari
Gejala saluran napas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat komplikasi di paru
berupa asma bronkial sehingga terjadi penyakit sinobronkitis kadang-kadang gejala
sangat ringan hanya terdapat sekret di nasofaring yang menganggu.
- Sistem kardiovaskuler:
Biasanya bunyi jantung normal,pola nadi normal
- Sistem Persyarafan :
Sedangkan pada sistem syaraf (nervus) dipengaruhi oleh saraf penghidu nervus I,
offaktorius jika terjadi kelainan pada sistem penghidu
- Sistem Pencernaan :
Adanya gejala pada saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan dapat
menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak
- Sistem Reproduksi :
Tidak adanya penyakit kelamin, scrotum normal (laki-laki).
- Sstem Perkemihan :
Tidak adanya perubahan pada warna urine,tidak terdapat Albumin dalam kemih
(protein yang terdapat pada jaringan tubuh).
Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi (penumpukan secret hidung) sekunder
dari peradangan sinus
2.
3.
4.
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis (irigasi/operasi)
5.
Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu,nyeri sekunder dari proses
peradangan
Diagnosa Keperawatan 1
Jalan nafas tidak efektik berhubungan dengan obtruksi (penumpukan sekret hidung) sekunder
dari peradangan sinus
Tujuan : jalan nafas efektif setelah sekret (seous, purulen)dikeluarkan
Kriteria hasil :
-
INTERVENSI
RASIONAL
c. Kolaborasi
dengan
tim
medis
penumpukan sekret/masalah
Diagnosa Keperawatan 2
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria Hasil:
- Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan
INTERVENSI
RASIONAL
a. Mengetahui tigkat nyeri klien dalam
Dengan
sebab
dan
akibat
nyeri
d.
sehingga
dapat
keadaan
umum
dan
berupa
puyer
atau
tablet.
dengan
operasi
dari
luar
mengeluarkan
sekret
yang
Operasi
Cadwell
luc.
untuk
Diagnosa Keperawatan 3
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dai kebutuhan berhubungan dengan nafsu makan menurun
sekuder dari peradangan sinus
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
Kriteria hasil
-
INTERVENSI
RASIONAL
Diagnosa Keperawatan 4
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis (irigasi/operasi)
Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
INTERVENSI
RASIONAL
kenyamanan
Temani klien
Perlihatkan
rasa
empati
(datang
stimulasi
berlebihan misalnya :
-
yang
d. Dengan menghilangkan stimulus yang
yang
kecemasan
kemungkinan
mengalami
mencemaskan
ketenangan klien
akan
meningkatkan
berupa
puyer
atau
tablet.
dengan
operasi
dari
luar
mengeluarkan
sekret
yang
Operasi
dapat
kecemasan klien
medis
Obat
Cadwell
luc.
untuk
menurunkan
tingkat
Diagnosa Keperawatan 5
Gangguan Istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder dari proses
peradangan
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria hasil :
- Klien tidur 6-8 jam sehari
INTERVENSI
a. Kaji kebutuhan tidur klien
RASIONAL
a.
IV. IMPLEMENTASI
Merupakan tindakan pelaksanaan dari interfensi yang telah dibuat untuk dapat mengatasi
diapnosa keperawatan yang telah ada
V. EVALUASI
1.
2.
3.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA