Hari :
Tanggal :
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Pembidaian dan Pembebatan’’. Shalawat beserta salam semoga selalu
tercurah limpahkan kepada Nabi besar alam, Muhammad SAW. Penulisan
makalah berjudul “Pembidaian dan Pembebatan” ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat II di Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong. Kami berharap makalah ini bisa
menambah pengetuahuan, wawasan dan mendatangkan manfaat bagi
pembaca.
Kebumen,
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan gawat darurat (emergency nursing) merupakan
pelayanan keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan
injuri akut atau sakit yang mengancam kehidupan. Kegiatan pelayanan
keperawatan menunjukkan keahlian dalam pengkajian pasien, setting
prioritas, intervensi krisis dan pendidikan kesehatan masyarakat.
Fraktur merupakan salah satu contoh dari kegawatdaruratan. Fraktur
adalah diskontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan adanya
kekerasan yang timbul secara mendadak. Fraktur dapat terjadi dengan
patahan tulang dimana tulang tetap berada di dalam atau disebut fraktur
tertutup atau di luar dari kulit yang disebut fraktur terbuka. Fraktur tertutup
dan terbuka dapat dilakukan pembidaian dan pembebatan dimana tujuannya
untuk tetap mempertahankan posisi tulang.
Pada kegawatdaruratan fraktur terbuka dan tertutup dapat ditangani
dengan pertama yaitu pembidaian dan pembebatan. Pembidaian adalah
memasang alat untuk imobilisasi dengan mempertahankan kedudukan tulang
yang patah. Pembebatan luka merupakan tindakan keperawatan untuk
melindungi luka dengan drainase tertutup, kontaminasi mikroorganisme yang
dapat dilakukan dengan menggunakan kasa steril yang tidak melekat pada
jaringan luka.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
untuk mengetahui teknik pembidaian dan pembebatan pada kegawat
daruratan
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui Macam – macam pembidaian dan pembebatan
b. Untuk mengetahui kegunaan pembidaian pembebatan
c. Untuk mengetahui Teknik pembidaian dan pembebatan
1
C. Manfaat
Manfaat Pelaksanaan pembidaian dan pembebatan yang sesuai dengan
standar akan membantu dalam menyelesaikan masalah klien dan
meminimalkan timbulnya masalah baru
2
BAB II
PEMBIDAIAN DAN PEMBEBATAN
PEMBIDAIAN
Pembidaian (splinting) merupakan prosedur yang sering dilakukan pada
berbagai cedera muskuloskeletal akut maupun kronis, seperti fraktur dan
dislokasi, untuk membantu mengurangi nyeri serta membantu imobilisasi dan
penyembuhan pascaoperasi. Bidai (splint) dapat menjadi pertolongan pertama
dalam kasus kegawatdaruratan fraktur ekstremitas. Pembidaian yang sesuai
akan mengurangi perdarahan akibat trauma dengan membantu imobilisasi dan
memperkaya efek tamponade oleh otot.
3
Secara garis besar, aspek dari teknik pembidaian (splinting) meliputi
bantalan yang tepat, penggunaan elastik perban yang sesuai, memposisikan
area yang mau dibidai sesuai dengan posisi anatomis, dan menggunakan
panjang bidai yang sesuai. Pada keadaan tertentu, akan diperlukan anestesi
untuk mengurangi nyeri. Bidai yang digunakan dapat bervariatif sesuai dengan
bagian tubuh serta variasi indikasi pemakaian bidai.
Tujuan Pembidaian adalah untuk imobilisasi dengan maksud :
Mencegah pergerakan atau pergeseran fragmen atau bagian tulang
yang patah.
Menghindari trauma soft tissue(terutama syaraf dan pembuluh
darah pada bagian distal yang cedera) akibat pecahan ujung
fragmen tulang yang tajam.
Mengurangi nyeri
Mempermudah transportasi dan pembuatan foto rontgen.
Mengistirahatkan anggota badan yang patah.
Macam-macam Bidai
1) Splint improvisasi
Tongkat : payung, kayu, koran, majalah
Dipergunakan dalam keadaan emergency untuk memfiksasi ekstremitas
bawah atau lengan dengan badan.
2) Splintkonvensional
Universal splintextremitas atas dan bawah
4
1. Pembidaian Sesuai Jenis Cedera
Berbeda jenis cedera, maka berbeda pula teknik pembidaian yang
direkomendasikan. Berikut ini adalah beberapa contoh pemilihan bidai
berdasarkan jenis cedera.
a. Fraktur Cruris (patah tulang tungkai bawah)
Pertolongan :
Pasang bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang
patah, kadangjuga bisa ditambahkan pada sisi posterior dari tungkai
( syarat : do no harm )
Di antarabidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.-Bidai
dipasang mulai dari sisi proximal sendi lutut hingga distal dari
pergelangan kaki.
Bawa korban ke rumah sakit.
5
Lengan digendong.
Bawa korban ke rumah sakit
6
c. Fraktur Clavicula (patah tulang selangka)
a) Tanda-tanda patah tulang selangka :
Korban tidak dapat mengangkat tangan sampai ke atas bahu
Nyeri tekan daerah yang patah.
b) Pertolongan :
Dipasang ransel verban.
Bagian yang patah diberi alas lebih dahulu.
Pembalut dipasang dari pundak kiri disilangkan melalui punggung
ke ketiak kanan.
Dari ketiak kanan ke depan dan atas pundak kanan, dari pundak
kanan disilangkan ke ketiak kiri, lalu ke pundak kanan,akhirnya
diberi peniti/ diikat.
Bawa korban ke rumah sakit
d. Fraktur Femoral
Pada fraktur femoral dapat dilakukan imobilisasi dengan traction splint.
Pembalutan bidai dilakukan dari distal (pergelangan kaki) ke proksimal
(area paha dan pinggang). Perhatikan untuk tidak melakukan traksi
berlebihan karena akan menyebabkan kerusakan kulit pada kaki,
pergelangan kaki, dan perineum. Pada keadaan darurat dengan
7
keterbatasan alat dan bahan, bidai sederhana dapat dilakukan dengan
“mengikat” tungkai yang cedera dengan tungkai yang sehat.
Contoh Pertolongan pada Fraktur Fremur :
Pasang bidai(melewati dua sendi)dari proksimal sendi panggul
hinggamelalui lutut.
Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang
patah.
Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut untuk
mengurangi pergerakan.
Bawa korban ke rumah sakit
8
e. Fraktur Pelvis
Fraktur pelvis yang serius disebut juga dengan open book fracture,
yaitu fraktur yang menyebabkan pelvic ring terbuka seperti buku,
biasanya pada cedera yang mengenai simfisis pubis. Tanda khas pada
open book fracture ini adalah asimetri kedua tungkai, nyeri pada area
pelvis, nyeri saat menggerakkan pinggang, dan edema serta nyeri
tekan pada simfisis (pada fraktur pelvis anterior).
Pada fraktur pelvis dapat digunakan pelvic binder. Pelvic binder akan
“membalut” pelvis untuk stabilisasi fragmen fraktur sementara, sebelum
pasien dirujuk atau dievaluasi oleh dokter spesialis.
f. Cedera Lutut
Pada keadaan cedera lutut, dapat menggunakan knee immobilizers
atau bidai sepanjang tungkai untuk membantu imobilisasi temporer.
Lutut tidak boleh diimobilisasi dalam keadaan ekstensi maksimal,
namun harus dilakukan fleksi 10 derajat untuk mengurangi tekanan
pada struktur neurovaskular.
g. Dislokasi Patella
Pada dislokasi patella, dapat dilakukan imobilisasi juga dengan
menggunakan posterior split ataupun flexion-limited brace. Durasi
penggunaan bidai posterior ini tidak dapat dipastikan, namun dapat
bervariasi antara 3-6 minggu.
h. Fraktur Pergelangan Kaki (Ankle)
Fraktur pergelangan kaki dapat diimobilisasi dengan bidai yang
berbentuk seperti bantalan atau bidai cardboard dengan batalan untuk
menghindari tekanan pada tonjolan tulang. Cedera pergelangan kaki
dengan luka pada bagian dorsal memerlukan kontrol posisi telapak kaki
dengan posisi plantar flexi untuk meregangkan bagian kulit dorsal,
serta diposisikan pada posisi netral secara bergantian untuk mencegah
pemendekan tendon Achilles.
i. Cedera Ekstremitas Atas dan Telapak Tangan
Tangan dapat dilakukan bidai temporer sesuai dengan fungsi
anatomisnya dengan posisi pergelangan tangan sedikit dorsofleksi dan
jari-jari difleksikan 45 derajat pada sendi metacarpophalangeal. Posisi
9
ini biasanya akan dicapai dengan perlahan mengimobilisasi tangan
dengan kasa dan short arm splint.
Siku biasanya diimobilisasi pada posisi fleksi, dengan
menggunakan bidai yang diberikan bantalan atau imobilisasi dengan
menggunakan sling dan swath device. Lengan atas biasanya
diimobilisasi dengan membidainya ke tubuh atau menggunakan
sling/swath dengan perban thoracobrachial. Cedera bahu dapat
ditatalaksana dengan sling-and-swath atau velcro type dressing.
Pada pasien dengan carpal tunnel syndrome (CTS) derajat ringan
sampai sedang, disarankan untuk imobilisasi setiap malam dan pada
pagi sampai sore hari sesering mungkin dibantu dengan menggunakan
soft splint yang terbuat dari bahan poliester.
Selain hal-hal tersebut di atas, perlu dilakukan penanganan nyeri
dengan memberikan analgesik terutama pada cedera sendi dan fraktur.
Sedatif dan relaksasi otot dapat diberikan secara hati-hati pada pasien
dengan cedera ekstremitas yang terisolasi.
2. Persiapan Pasien
Persiapan pasien dalam melakukan pembidaian yang pertama adalah
menempatkan pasien pada posisi yang terbaik agar seluruh bagian yang
mengalami cedera dapat diakses dengan mudah, lalu melepaskan seluruh
perhiasan dan pakaian pada bagian tubuh yang akan dibidai. Kemudian,
lakukan pemeriksaan fisik dengan cermat pada bagian yang mau dilakukan
pembidaian, termasuk denyut nadi pada distal area yang cedera, fungsi
motorik dan sensorik.
Perawatan luka pada area kulit maupun jaringan penyambung lainnya
perlu dilakukan sebelum memasang bidai. Selain itu, dilakukan reduksi apabila
diperlukan. Analgesik maupun anestesi mungkin diperlukan pada prosedur
pembidaian, terutama apabila perlu dilakukan reduksi terlebih dahulu.
Pada fraktur terbuka, maka perlu dilakukan kontrol perdarahan
terlebih dahulu serta mengembalikan fragmen tulang yang “menonjol” keluar
lewat luka. Apabila perdarahan sudah dikontrol, maka baru dilakukan
pembidaian.
10
Pada keadaan dislokasi sendi, maka perlu dilakukan reduksi tertutup
terlebih dahulu untuk merelokasi sendi. Kemudian pembidaian baru dilakukan
untuk mempertahankan ekstremitas pada posisi anatomisnya.
Apabila tidak ada tanda-tanda gangguan vaskular atau keadaan yang
mengancam terjadinya kerusakan kulit, serta gangguan hemodinamik, maka
perlu dilakukan rontgen sebelum diberikan terapi.
3. Peralatan
Petugas kesehatan yang akan melakukan pembidaian perlu
menggunakan alat pelindung diri (APD). Untuk pembidaian itu sendiri, alat dan
bahan tergantung dari jenis bidai yang digunakan. Untuk soft splint, maka bidai
yang digunakan dapat berupa plaster atau perban elastik dengan klip plester,
dapat juga berupa keluaran pabrik seperti posterior splint.
Untuk bidai keras yang konvensional dapat menggunakan bahan kayu
yang diberikan bantalan (padding) sehingga memberikan ruang pada keadaan
edema akut. Panjang bidai harus melewati 2 sendi yang berhubungan dengan
bagian yang akan dibidai. Di indonesia, bidai yang masih sering digunakan
pada terutama kasus fraktur adalah bidai yang terbuat dari kayu yang dibalut
dengan kapas dan perban (spalk), dengan panjang kayu melewati dua sendi
bagian yang cedera dan jumlah minimal 2 spalk pada ekstremitas atas, 3 spalk
untuk ekstremitas bawah.
Untuk wrist splint biasanya tersedia dalam bentuk yang sudah jadi
dari pabrik, terbuat dari fiberglass atau plaster dengan ketebalan yang
berbeda-beda. Untuk traction splint, terdapat set yang dapat disesuaikan
dengan panjang tungkai bawah pasien serta ankle strap-nya.
Selain itu, ada pula thermoplastic splints. Bidai ini bisa dibentuk
sesuai keperluan dan cocok digunakan untuk berbagai jenis keperluan,
termasuk sindrom terowongan Karpal dan rheumatoid arthritis. Thermoplastic
splints dapat dibagi menjadi 3 jenis. Jenis yang tidak memerlukan panas dapat
terbuat dari material seperti fiberglass atau karet silikon. Jenis temperatur
rendah (60-77 C) dapat terbuat dari material seperti plastik dan karet, cocok
digunakan untuk ekstremitas atas atau area yang tidak membutuhkan tenaga
11
yang besar. Jenis temperatur tinggi (149-177 C) lebih cocok digunakan pada
cedera spinal dan ekstremitas bawah yang membutuhkan tenaga lebih besar.
4. Posisi Pasien
Pada pembidaian, tidak ada posisi yang khusus, namun disesuaikan dengan
bagian yang akan dilakukan pembidaian. Pada bagian ekstremitas bawah,
posisi yang disarankan adalah supinasi karena mempermudah pemasangan
bidai serta traksi apabila diperlukan.
5. Prosedural
Prinsip Pembidaian :
Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip melalui dua sendi,
sendi di sebelah proksimal dan distal fraktur.
Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera dilepas,
periksa adanya luka terbuka atau tanda-tanda patah dan dislokasi.
Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis
(status vaskuler dan neurologis) pada bagian distal yang mengalami
cedera sebelum dan sesudah pembidaian.
Tutup luka terbuka dengan kassa steril.
Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal daerah trauma
(dicurigai patah atau dislokasi).
Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan pembidaian kecuali
ada di tempat bahaya. Jangan menambahkan gerakan pada area yang
sudah dicurigai adanya fraktur (Do no harm).
Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku.
Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar ataupun terlalu
ketat sehingga menjamin pemakaian bidai yang baik.
Perhatikan respons fisik danpsikis pasien.
Syarat-syarat pembidaian :
Siapkan alat alat selengkapnya.
Sepatu dan seluruh aksesoris korban yang mengikat harus dilepas.
12
Bidai meliputi dua sendi tulang yang patah, sebelumnya bidai diukur
dulu pada anggota badan kontralateral korban yang sehat.
Ikatan jangan terlalu keras atau terlalu longgar.
Sebelum dipasang, bidai dibalut dengan kain pembalut.
Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah
tulang yang patah.
Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah
dibidai.
Penggunaan bidai , jumlah 2 bidai saja diperbolehkan , tetapi 3 bidai
akan lebih baik dan stabil, hanya prinsip nya adalah dalam
pemasangan bidai tidak boleh menambah pergerakan atau nyeri pada
pasien
Prosedur Pembidaian
Persiapkan alat-alat yang dibutuhkan.
Lepas sepatu, jam atau asesoris pasien sebelum memasang bidai.
Pembidaian melalui dua sendi, sebelumnya ukur panjang bidai pada
sisi kontralateral pasien yang tidak mengalami kelainan.
Pastikan bidai tidak terlalu ketat ataupun longgar
Bungkus bidai dengan pembalut sebelum digunakan
Ikat bidai pada pasien dengan pembalut di sebelah proksimal dan distal
dari tulang yang patah
Setelah penggunaan bidai cobalah mengangkat bagian tubuh yang
dibidai.
13
Contoh penggunaan soft splint adalah pada pasien dengan carpal tunnel
syndrome (CTS). Pada CTS digunakan wrist splint buatan pabrik yang
direkatkan pada pergelangan tangan ke telapak tangan, dengan sendi
metacarpophalangeal dibiarkan bebas (tidak ikut difiksasi) agar jari-jari
tangan dapat tetap bergerak. Bagian yang lebih keras diletakkan di dorsal
telapak tangan.
14
atau perban dari distal ke proksimal. Setelah itu, dibuat simpul pada akhir
balutan.
Seluruh prosedur pembidaian selalu diakhiri dengan pemeriksaan
kembali, motorik, sensorik serta pulsasi pada bagian distal.
c. Traction Splint
Sebelum dilakukan bidai, maka tungkai yang cedera harus distabilisasi
terlebih dahulu. Kemudian panjang bidai yang diperlukan diukur sesuai
dengan panjang tungkai sebelahnya. Bidai diletakkan di bawah tungkai
dengan bantalan ischial diletakkan pada tuberositas ischia, kemudian
ikatkan ischial strap pada garis lipat paha serta ankle hitch pada pasien.
Lakukan traksi perlahan pada tungkai yang cedera hingga panjang
menyerupai tungkai yang sehat. Setelah diyakini traksi sudah optimal, maka
velcro straps lainnya dapat diikatkan pada tungkai. Jangan lupa untuk
menilai kembali fungsi neurovaskular setelah prosedur ini.
15
6. Follow Up
Follow up setelah dilakukan pembidaian antara lain adalah memeriksa
kembali apakah bidai yang digunakan sudah sesuai, apakah imobilisasi sudah
melibatkan seluruh sendi, serta apakah posisi imobilisasi sudah sesuai. Selain
itu, perlu diperiksa kembali ada atau tidaknya komplikasi prosedur pembidaian
yang muncul. Lakukan pemeriksaan terkait tanda gangguan neurovaskular,
seperti nyeri, pucat, dingin pada area perifer, dan parestesia.
Tanyakan kepada pasien apakah sudah merasa nyaman dengan bebat
dan bidai yang dipasang, apakah nyeri sudah berkurang, apakah terlalu ketat
atau terlalu longgar. Bila pasien masih merasakan bidai terlalu keras,
tambahkan kapas di bawah bidai. Longgarkan bebat jika dirasakan terlalu
kencang.
Lakukan re-evaluasi terhadap ekstremitas di sebelah distal segera
setelah memasang bebat dan bidai, meliputi :
Warna kulit di distal
Fungsi sensorik dan motorik ekstremitas.
Pulsasi arteri
Pengisian kapiler
Perawatan rutin terhadap pasien pasca pemasangan bebat dan bidai
adalah elevasi ekstremitas secara rutin, pemberian obat analgetika dan anti
inflamasi, serta anti pruritik untuk mengurangi rasa gatal dan untuk
mengurangi nyeri. Berikan instruksi kepada pasien untuk menjaga bebatnya
dalam keadaan bersih dan kering serta tidak melepasnya lebih awal dari
waktu yang diinstruksikan dokter
16
PEMBEBATAN
Pembebatan atau bandage dilakukan sebagai pertolongan pertama pada kasus
trauma yang sifatnya non-fraktur, sedangkan pembidaian atau splint diberikan
pada kasus trauma yang dicurigai adanya tanda-tanda fraktur.
Prosedur pembebatan harus dilakukan dengan tepat yaitu pada saat melakukan
pembebatan harus menutup 2/3 bagian bebat sebelumnya. Pembidaian harus
diperhatikan bahwa prinsipnya adalah harus melewati 2 persendian yaitu
persendian di sebelah proksimal dan distalnya.
Tekanan dari suatu pembebat merupakan fungsi dari tekanan oleh bahan
pembebat, jumlah lapisan pembebat dan diameter dari ekstremitas yang
dibebat. Hubungan faktor-faktor ini telah disusun oleh Hukum Laplace yang
menyatakan bahwa ”tekanan dari tiap lapisan pembebat berbanding lurus
dengan tekanan pembebat dan berbanding terbalik dengan diameter dari
ekstremitas yang dibebat”. Rumus untuk menghitung tekanan tiap lapis
pembebatan (sub-bandage pressure) :
17
Rumus ini hanya berlaku pada saat awal pembebatan dilakukan karena
kebanyakan pembebat kehilangan elastisitas yang signifikan dari tahanan awal
sesuai dengan berjalannya waktu.
Hal yang penting dalam pembebatan adalah metode dari pembebatan itu
sendiri,
karena pada prakteknya pembebatan dilakukan dengan bentuk spiral di mana
terjadi overlapping antar pembebat yang menentukan jumlah lapisan yang
melingkari titik tertentu pada ekstremitas. Overlap 50 % secara efektif
menghasilkan tekanan dua lapis, overlap 66 % secara efektif menghasilkan
tekanan tiga lapisan. Hal ini perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi
penekanan berlebihan pada suatu titik di daerah pembebatan yang dapat
mengakibatkan nekrosis jaringan.
2. Pentingnya pemilihan lebar pembebat yang tepat.
Pada pembebatan diperlukan pemilihan pembebat yang tepat karena hal ini
sangat mempengaruhi besarnya tekanan yang diberikan oleh pembebat pada
bagian yang dibebat. Sesuai formula di atas bahwa tekanan tiap lapis
pembebatan berbanding lurus dengan tahanan yang diberikan serta berbanding
terbalik dengan diameter lokasi pembebatan dan lebar pembebat sehingga
semakin lebar pembebat tekanan yang dihasilkan makin kecil.
3. Pentingnya jumlah lapisan pembebatan yang diberikan
Pada pembebatan diperlukan penentuan jumlah lapisan pembebat yang tepat
karena hal ini sangat mempengaruhi besarnya tekanan yang diberikan oleh
pembebat pada bagian yang dibebat. Sesuai formula di atas bahwa tekanan tiap
lapis pembebatan berbanding lurus dengan tahanan yang diberikan serta
berbanding terbalik dengan diameter lokasi pembebatan dan lebar pembebat
sehingga semakin banyak lapisan pembebatan yang dilakukan tekanan yang
dihasilkan makin besar.
4. Manfaat Pembebatan (Bandage)
Menopang suatu luka, misalnya tulang yang patah.
Mengimobilisasi suatu luka, misalnya bahu yang keseleo.
Memberikan tekanan, misalnya dengan bebat elastik pada ekstremitas
inferior untuk meningkatkan laju darah vena.
18
Menutup luka, misalnya pada luka setelah operasi abdomen yang luas.
Menopang bidai (dibungkuskan pada bidai).
Memberikan kehangatan, misalnya bandage flanel pada sendi yang rematik.
e. Tipe-Tipe Pembebat
1) Stretchable Roller Bandage
Pembebat ini biasanya terbuat dari kain, kasa, flanel atau bahan yang elastis.
Kebanyakan terbuat dari kasa karena menyerap air dan darah serta tidak
mudah longgar. Jenis-jenisnya :
- Lebar 2.5 cm : digunakan untuk jari-kaki tangan
- Lebar 5 cm : digunakan untuk leher dan pergelangan tangan
- Lebar 7.5 cm : digunakan untuk kepala, lengan atas, daerah, fibula dan
kaki.
- Lebar 10 cm : digunakan untuk daerah femur dan pinggul.
- Lebar 10-15 cm : digunakan untuk dada, abdomen dan punggung.
19
2) Triangle Cloth
Pembebat ini berbentuk segitiga terbuat dari kain, masing-masing
panjangnya
50-100 cm. Digunakan untuk bagian-bagian tubuh yang berbentuk melingkar
atau untuk menyokong bagian tubuh yang terluka. Biasanya dipergunakan
untuk luka pada kepala, bahu, dada, tangan, kaki, ataupun menyokong
lengan atas.
3) Tie shape
Merupakan triangle cloth yang dilipat berulang kali. Biasanya digunakan
untuk membebat mata, semua bagian dari kepala atau wajah, mandibula,
lengan atas, kaki, lutut, maupun kaki.
4) Plaster
Pembebat ini digunakan untuk menutup luka, mengimobilisasikan sendi yang
cedera, serta mengimobilisasikan tulang yang patah. Biasanya penggunaan
plester ini disertai dengan pemberian antiseptic terutama apabila digunakan
untuk menutup luka.
5) Steril Gauze (kasa steril)
Digunakan untuk menutup luka yang kecil yang telah diterapi dengan
antiseptik, antiradang dan antibiotik.
20
Gambar 3. Putaran Spiral (Spiral Turns)
21
2) Putaran Sirkuler (Circular Turns)
Biasanya digunakan untuk mengunci bebat sebelum mulai memutar bebat,
mengakhiri pembebatan, dan untuk menutup bagian tubuh yang berbentuk
silinder/tabung misalnya pada bagian proksimal dari jari kelima. Biasanya tidak
digunakan untuk menutup daerah luka karena menimbulkan ketidaknyamanan.
Bebat ditutupkan pada bagian tubuh sehingga setiap putaran akan menutup
dengan tepat bagian putaran sebelumnya.
22
3). Putaran Spiral terbalik (Spiral Reverse Turns)
Digunakan untuk membebat bagian tubuh dengan bentuk silinder yang panjang
kelilingnya tidak sama, misalnya pada tungkai bawah kaki yang berotot. Bebat
yang bebas di sudut bagian atas dari bebat. Bebat diputarkan membalik
sepanjang 14 cm (6 inch), dan tangan yang membawa bebat diposisikan
pronasi, sehingga bebat menekuk di atas bebat tersebut dan lanjutkan putaran
seperti sebelumnya.
23
4). Putaran Berulang (Recurrent Turns)
Digunakan untuk menutup bagian bawah dari tubuh misalnya tangan, jari,
atau pada bagian tubuh yang diamputasi (untuk ujung ekstremitas). Bebat
diputar secara sirkuler di bagian proksimal, kemudian ditekuk membalik dan
dibawa ke arah sentral menutup semua bagian distal. Kemudian kebagian
inferior, dengan dipegang dengan tangan yang lain dan dibawa kembali
menutupi bagian distal tapi kali ini menuju ke bagian kanan dari sentral bebat.
Putaran kembali dibawa ke arah kiri dari bagian sentral bebat. Pola ini
dilanjutkan bergantian ke arah kanan dan kiri, saling tumpang-tindih pada
putaran awal dengan 2/3 lebar bebat. Bebat kemudian diakhiri dengan dua
putaran sirkuler yang bersatu di sudut lekukan dari bebat.
25
g. Prinsip Pembebatan (Bandage)
1) Memilih bebat berdasarkan jenis bahan, panjang, dan lebarnya.
2) Bila memungkinkan, menggunakan bebat baru; bebat elastik
kadangkala elastisitasnya berkurang setelah digunakan atau dicuci.
3) Memastikan bahwa kulit pasien di daerah yang terluka bersih dan kering.
4) Menutup luka sebelum pembebatan dilakukan di daerah yang terluka.
5) Memeriksa neurovaskuler di bagian distal luka, bila relevan.
6) Bila diperlukan, pasang bantalan untuk menekan daerah yang terluka.
7) Mencari asisten bila bagian dari tubuh yang terluka perlu ditopang selama
prosedur pembebatan dilakukan.
8) Meminta pasien memilih posisi senyaman mungkin, dengan bagian yang
akan dibebat ditopang pada posisi segaris dengan sendi sedikit flexi, kecuali
bila hal ini merupakan kontraindikasi.
9) Melakukan pembebatan berhadapan dengan bagian tubuh yang akan
dibebat (kecuali pada pembebatan kepala dilakukan dari belakang pasien).
10) Memegang rol bebat dengan rol menghadap ke atas di satu tangan, ujung
bebat dipegang tangan yang lain.
11) Mulai melakukan pembebatan dari bagian distal menuju proximal, dari bagian
dengan diameter terkecil menuju diameter yang lebih besar dan dari medial
menuju lateral dari bagian tubuh yang terluka. Jangan mulai membebat di
daerah yang terluka.
12) Untuk memperkuat posisi bebat, supaya bebat tidak mudah terlepas/
bergeser, lakukan penguncian ujung bebat sebelum mulai memutar bebat.
26
Gambar 8. Mengunci bebat sebelum memulai memutar
27
Gambar 9. Atas : Mengunci atau menutup bagian akhir bebat; bawah : square knot
h. Prosedur Pembebatan
1) Perhatikan hal-hal berikut :
- Lokasi/ tempat cidera
- Luka terbuka atau tertutup
- Perkiraan lebar atau diameter luka
- Gangguan terhadap pergerakan sendi akibat luka
2) Pilihlah pembebat yang benar, dan dapat memakai kombinasi lebih dari
satu jenis pembebat.
3) Jika terdapat luka dibersihkan dahulu dengan disinfektan, jika terdapat
dislokasi sendi diposisikan seanatomis mungkin.
4) Tentukan posisi pembebat dengan benar berdasarkan :
28
Pembatasan semua gerakan sendi yang perlu imobilisasi
Tidak boleh mengganggu pergerakan sendi yang normal
Buatlah pasien senyaman mungkin pada saat pembebatan
Jangan sampai mengganggu peredaran darah
Pastikan pembebat tidak mudah lepas
29
B. Pembidaian dan Pembebatan di RS PKU Muhammadiyah Sruweng
Standar Prosedur Operasional Pembidaian :
1. Lakukan verifikasi data
2. Siapkan alat
a. Sarung tangan
b. Spalk sesuai kebutuhan
c. Kassa gulung
d. Plester dan gunting
e. alkohol
f. Alat tulis
3. Ucapkan salam
“Assalamu’alaikum / Selamat pagi/sore/malam, Bapak/Ibu”
4. Sebutkan nama dan unit kerja anda
“Saya….(nama), dari unit kerja……(sebutkan )”.
5. Lakukan identifikasi pasien
6. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
7. Lakukan kontrak waktu
8. Tanyakan kesiapan pasien
9. Tempatkan alat didekat pasien dengan benar
10. Jaga privacy pasien
11. Lakukan cuci tangan
12. Ucapkan “ Bismillahirrahmanirrahim “
13. Atur posisi pasien
14. Gunakan sarung tangan
15. Lakukan perawatan luka untuk luka terbuka dan desinfeksi daerah yang
akan dipasang spalk untuk luka tertutup
16. Posisikan area yang cidera secara anatomis
17. Pasang spalk pada area yang cidera
18. Pegang gulungan perban dengan tangan yang dominan dan tangan yang
lain memegang permulaan perban pada bagian distal tubuh. Teruslah
memindahkan gulungan ke tangan yang dominan sampai perban terpasang
19. Pasang perban dari arah distal ke proksimal
30
Buka gulungan perban dan regangkan sedikit, lilitkan perban diatas lilitan
sebelumnya
21. Fiksasi perban pertama sebelum memasang gulungan perban tambahan
22. Atur posisi pasien ke posisi semula
23. Ucapkan “ Alhamdulillahirabbil’alamin “
24. Lakukan evaluasi tindakan
25. Tawarkan bantuan kembali “ Apakah masih ada yang bisa saya bantu “
26. Ucapkan terimakasih dan salam, “Wassalamu’alaikum”
27. Bereskan alat-alat
28. Lakukan cuci tangan
29. Lakukan dokumentasi
C. Kelebihan
• Pelaksanaan pembidaian dan pembebatan jika dilihat dari Standar Prosedur
Operasional sudah cukup lengkap untuk tindakan pembidaian, pemasangan
mitela dan pemasangan collarneck
D. Kekurangan
• Standar Prosedur Operasional masih dibuat pada tahun 2018, sehingga perlu
dilakukan review kembali apakah dokumen masih layak pakai atau perlu
direvisi
• Standar Prosedur Operasional yang ada belum spesifik untuk setiap contoh
kasusnya misalnya pembidaian pada pasien fraktur fremur, yang ada hanya
Standar Prosedur Operasional secara umum saja.
• Belum ada indikator mutu yang mengukur pelaksanaan pembidaian dan
pembebatan sehingga tidak diketahui sejauh mana mutu pelaksanaannya di
RS PKU Muhammadiyah Sruweng
33
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan adalah bantuan pertama yang diberikan
kepada orang yang cedera akibat kecelakaan dengan tujuan menyelamatkan
nyawa, menghindari cedera atau kondisi yang lebih parah dan mempercepat
penyembuhan. Ekstremitas yang mengalami trauma harus diimobilisasi dengan
bidai. Bidai (Splintatau spalk) adalah alat yang terbuat dari kayu, logam atau
bahan lain yang kuat tetapi ringan untuk imobilisasi tulang yang patah dengan
tujuan mengistirahatkan tulang tersebut dan mencegah timbulnya rasa nyeri.
Adapun tujuan dari pembalutan/pembidaian adalah memobilisasi fraktur dan
dislokasi, mengistirahatkan anggota badan yang cedera, mengurangi rasa sakit,
mempercepat penyembuhan
B. Saran
1. Perbaikan untuk Standar Prosedur Operasional dengan menggunakan
literatur terbaru
2. Pembuatan standar prosedur operasional yang spesifik sesuai kasus
3. Hendaknya ada indikator mutu yang mengukur tingkat keefektifan
pelaksanaan pembidaian dan pembebatan di RS PKU Muhammdaiyah
Sruweng
34
DAFTAR PUSTAKA
Junaidi, iskandar, (2011), pedoman pertolongan pertama yang harus dilakukan saat
gawat & darurat medis, penerbit : ANDI yogyakarta, yogyakarta
Komisi Akreditasi Rumah Sakit (2019). Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit
Edisi 1.1
35
LAMPIRAN
36
RS PKU PEMBIDAIAN
MUHAMMADIYAH
SRUWENG No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
151/SPO/KEP/VI/2018 0 1/2
15. Lakukan perawatan luka untuk luka terbuka dan desinfeksi daerah
yang akan dipasang spalk untuk luka tertutup
16. Posisikan area yang cidera secara anatomis
17. Pasang spalk pada area yang cidera
18. Pegang gulungan perban dengan tangan yang dominan dan tangan
yang lain memegang permulaan perban pada bagian distal tubuh.
Teruslah memindahkan gulungan ke tangan yang dominan sampai
perban terpasang
19. Pasang perban dari arah distal ke proksimal
20. Buka gulungan perban dan regangkan sedikit, lilitkan perban diatas
lilitan sebelumnya
21. Fiksasi perban pertama sebelum memasang gulungan perban
tambahan
22. Atur posisi pasien ke posisi semula
23. Ucapkan “ Alhamdulillahirabbil’alamin “
24. Lakukan evaluasi tindakan
25. Tawarkan bantuan kembali “ Apakah masih ada yang bisa saya
bantu “
26. Ucapkan terimakasih dan salam, “Wassalamu’alaikum”
27. Bereskan alat-alat
28. Lakukan cuci tangan
29. Lakukan dokumentasi
1. Instalasi Gawat Darurat
UNIT TERKAIT
181
655
22
RS PKU PEMASANGAN MITELA
MUHAMMADIYAH
SRUWENG No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
146/SPO/KEP/VI/2018 0 1/2
133
522
RS PKU PEMASANGAN MITELA
MUHAMMADIYAH
SRUWENG No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
146/SPO/KEP/VI/2018 0 2/2
134
522
RS PKU PEMASANGAN COLLAR NECK
MUHAMMADIYAH
SRUWENG No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
147/SPO/KEP/VI/2018 0 1/2
97
RS PKU PEMASANGAN COLLAR NECK
MUHAMMADIYAH
SRUWENG No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
147/SPO/KEP/VI/2018 0 2/2
juga bagian sebelah kiri dengan tangan yang lain dengan cara yang
sama
17. Masukkan collar necksecara perlahan ke bagian belakang leher
dengan sedikit melewati leher
18. Letakkan bagian collar neck yang berlekuk tepat pada dagu
19. Rekatkan dua sisi collar necksatu sama lain
20. Ucapkan “ Alhamdulillahirabbil’alamin “
21. Tawarkan bantuan kembali “ Apakah masih ada yang bisa saya
bantu “
22. Ucapkan terimakasih dan salam, “Wassalamu’alaikum”
23. Bereskan alat-alat
24. Lakukan cuci tangan
25. Lakukan dokumentasi
1. Instalasi Gawat Daurat
UNIT TERKAIT
98