Anda di halaman 1dari 22

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN KASUS GAWAT

DARURAT: FRAKTUR TERBUKA

Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pembimbing: Uun Nurulhuda, M. Kep, Sp. KMB

Disusun Oleh

Kelompok 5B

1. Dita Luciana Poetri (P17120018010)


2. Raudina Adhzani (P17120018030)
3. Resmita Rosania (P17120018031)
Kelas 3A Keperawatan

PROGRAM STUDI D. III KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA 1

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas anugerah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Konsep Dasar dan Asuhan
Keperawatan Kasus Gawat Darurat: Fraktur Terbuka”. Ucapan terimakasih kami sampaikan
kepada dosen pembimbing kami yaitu Ibu Uun Nurulhuda M. Kep, Sp.KMB yang tak henti
hentinya membimbing serta membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Ucapan
terimakasih pula ditujukan kepada semua pihak yang membantu dalam proses pembuatan
makalah ini.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan serta
memberi pemahaman kepada para mahasiswa mengenai konsep dasar dan asuhan keperawatan
pada klien dengan fraktur dan khususnya bagi kami sebagai penulis.

Kami telah berusaha untuk menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, namun kami
menyadari bahwa kami memiliki banyak keterbatasan dikarenakan pengetahuan kami yang
masih minim dan terbatas. Oleh karena itu,kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan,
maupun dari isi makalah, kami memohon maaf. Kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami
harapkan demi perbaikan kami dalam tugas selanjutya.

Jakarta, Agustus 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................................4
B. Tujuan............................................................................................................................................5
C. Manfaat..........................................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................................7
TINJAUAN TEORI...................................................................................................................................7
A. KONSEP DASAR FRAKTUR TERBUKA.................................................................................7
1. Pengertian..................................................................................................................................7
2. Klasifikasi fraktur terbuka.......................................................................................................7
3. Pathway......................................................................................................................................8
4. Etiologi........................................................................................................................................9
5. Tanda dan Gejala......................................................................................................................9
6. Komplikasi...............................................................................................................................10
7. Tes Diagnostik..........................................................................................................................10
8. Penatalaksanaan......................................................................................................................11
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR...................14
1. Pengkajian Keperawatan........................................................................................................14
2. Diagnosis Keperawatan...........................................................................................................14
3. Perencanaan Keperawatan.....................................................................................................15
4. Implementasi Keperawatan....................................................................................................17
5. Evaluasi Keperawatan.............................................................................................................18
BAB III.....................................................................................................................................................19
PENUTUP................................................................................................................................................19
A. Kesimpulan..................................................................................................................................19
B. Saran.............................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................21

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindakan keperawatan gawat darurat merupakan rangkaian kegiatan yang
sistematis dan professional, cepat, dan tepat yang diberikan kepada pasien yang
dilaksanakan oleh perawat yang kompeten. Kondisi gawat darurat yang sering muncul
pada suatu insiden maupun bencana yang sering kali tidak terprediksi jumlah korbannya
dan tindakan yang dilakukan menjadi salah satu keterbatasan, seperti kasus pada fraktur.
Fraktur adalah terputusnya diskontinuitas susunan tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik (Rendy & Margareth, 2012). Salah satu jenis fraktur adalah
fraktur terbuka yang merupakan salah satu kegawatdaruratan dalam ortopedi ditandai
dengan hilangnya kontinuitas tulang, adanya luka terbuka, serta tulang terpapar dengan
lingkungan luar sehingga memiliki risiko tinggi terjadinya infeksi. Luka terbuka
disebabkan oleh serpihan tulang yang menembus kulit saat cedera. Badan kesehatan
dunia mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan
insiden kecelakaan dan sekitar 1,3 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu
insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur
ekstrimitas bawah sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
Fraktur di Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga dibawah
penyakit jantung koroner dan tuberculosis. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 didapatkan bahwa angka kejadian cedera mengalami peningkatan
dibandingkan dari hasil pada tahun 2007. Kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera
antara lain karena terjatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau tumpul.
Kecenderungan prevalensi cedera menunjukkan kenaikan dari 7,5 % pada tahun 2007
menjadi 8,2% pada tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013). Peristiwa terjatuh terjadi sebanyak
45.987 dan yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (58 %) turun menjadi 40,9%,
dari 20.829, kasus kecelakaan lalu lintas yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang
(25,9%) meningkat menjadi 47,7%, dari 14.125 trauma benda tajam atau tumpul yang
mengalami fraktur sebanyak 236 orang (20,6%) turun menjadi 7,3%.

4
Fraktur terbuka pada ekstremitas sering menimbulkan komplikasi seperti
perdarahan hebat, nyeri, infeksi, dan bahkan amputasi. Pada fraktur terbuka sering
membutuhkan pmbedahan segera untuk membersihkan area yang mengalami cidera yang
berguna untuk menghentikan perdarahan dan mencegah terjadinya infeksi pada tulang.
Perawat bersama tenaga kesehatan lainnya melakukan penanganan pada klien.
Pengkajian menjadi modal utama yang dibutuhkan perawat dalam
kegawatdaruratan. Perawat dalam kegawatdaruratan juga harus memiliki kemampuan
komunikasi yang baik, karena mungkin saat itu keluarga sedang mengalami kedukaan
dan krisis akibat kondisi korban sehingga perawat perlu mendengarkan dan
menyamankan mereka. Selain berkomunikasi dengan keluarga korban, perawat juga
perlu melakukan komunikasi dengan efektif kepada tenaga kesehatan lain guna
mengusahakan keselamatan korban dan memberi pelayanan terbaik yang dapat
dilakukan.
Berdasarkan uraian di atas, kelompok menilai perlu dilakukannya asuhan
keperawatan yang tepat pada pasien dengan fraktur. Maka dari itu, kelompok menulis
makalah dengan judul “Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Kasus Gawat Darurat:
Fraktur Terbuka”
B. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Setelah dilakukan pembelajaran mahasiswa mampu mahami dan melakukan tindakan
askep kegawatdaruratan dengan fraktur terbuka dan mengetahui bagaimana konsep
dasar dan asuhan keperawatan pada pasien gawat darurat dengan fraktur terbuka.
2. Tujuan Khusus:
a. Mengetahui pengertian fraktur dan klasifikasinya.
b. Mengetahui patofisiologi pada fraktur.
c. Mengetahui etiologi pada fraktur.
d. Mengetahui tanda dan gejala pada pasien dengan fraktur.
e. Mengetahui komplikasi akibat fraktur.
f. Mengetahui tes diagnostik yang dilakukan pada kasus fraktur.
g. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada pasien dengan fraktur terbuka
dalam kegawatdaruratan .

5
h. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur terbuka dari
pengkajian sampai perencanaan dalam kondisi kegawatdaruratan.
i. Dapat mengkaji, merumuskan perencaan serta menegakkan diagnose pada kasus
gawat darurat fraktur terbuka
C. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat digunakansebagai literatur alternatif bagi mahasiswa
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur.

6
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR FRAKTUR TERBUKA


1. Pengertian
Fraktur menurut Smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Menurut Marlene (2016) fraktur merupakan
kerusakan kontinuitas tulang, yang dapat bersifat complete (inkanplet diseluruh tulang,
dengan dua ujung tulang terpisah) atau (patah senagian atau pecah). Menurut Linda
Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Documentation menyebutkan bahwa
fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan dari luar yang
datang lebih besar dari yang dapat di serap oleh tulang. Menurut Gustilo (1990), fraktur
terbuka merupakan salah satu kegawatdaruratan dalam ortopedi ditandai dengan
hilangnya kontinuitas tulang, adanya luka terbuka, serta tulang terpapar dengan
lingkungan luar sehingga memiliki risiko tinggi terjadinya infeksi.

2. Klasifikasi fraktur terbuka


Gustilo et al mengklasifikasikan fraktur terbuka menajdi tiga tipe yaitu:
a. Tipe I : Luka lebih kecil dari 1 cm, bersih dan disebabkan oleh fragmen tulang yang
menembus kulit
b. Tipe II : Ukuran luka antara 1-10cm, tidak terkontaminasi dan tanpa cedera jaringan
lunak yang major
c. Tipe III : Luka lebih besar dari 10 cm dengan kerusakan jaringan lunak yang
signifikan. Tipe III juga dibagi menjadi beberapa sub tipe:
 IIIA : Luka memiliki jaringan yang cukup untuk menutupi tulang tanpa
memerluka flap coverage
 IIIB : Kerusakan jaringan yang luas membuat diperlukannya local atau distant
flap coverage
 IIIC : Fraktur apapun yang menyebabkan cedera arterial yang membutuhkan
perbaikan segera

7
3. Pathway

Gangguan
mobilitas
Shock
fisik
hipovolemik

Gangguan
perfusi jaringan

4. Etiologi
Fraktur terjadi ketika kekuatan (tekanan) yang diberikan pada tulang melebihi
kemampuan tulang untuk meredam syok. Tiga kategori penyebab
adalah:
 Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulangsehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya.

8
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari ototyang kuat.
 Cedera stres atau penggunaan berlebih, seperti yang terjadi pada kaki pemain
basket dan tulang kering pada pelari.
 Patologi/gangguan tulang yang melemahkan integritas tulang. Dalam hal ini
kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan:
a. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yangtidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain,biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

5. Tanda dan Gejala


Pasien yang mengalami fraktur tulang pada awalnya memiliki tanda dan gejala berikut:
 Nyeri yang kontinu dan meningkat saar bergerak, dan spasme otot terjadi segera
setelah fraktur.
 Kehilangan fungsi: Sokongan terhadap otot hilang ketika tulang patah. Nyeri juga
berkontribusi terhadap kehilangan fungsi.
 Deformitas: Ekstremitas atau bagiannya dapat membengkok atau berotasi secara
abnormal karena pergeseran lokasi akibat spasme otot dan edema.
 Pemendekan ekstremitas: Spasme otot menarik tulang dari posisi kesejajarannya dan
fragmen tulang dapat menjadi dari sisi ke sisi bukan sejajar ujung-ke-ujung.
 Krepitus: Krepitus merupakan sensasi patahan atau suara yang berkaitan dengan
pergerakan fragmen tulang ketika saling bergesekan, yang bahkan dapat
menimbulkan trauma lebih besar pada jaringan, pembuluh darah, dan saraf.

9
 Edema dan diskolorasi: Kondisi tersebut dapat terjadi sekunder akibat trauma
jaringan pada cedera.

6. Komplikasi
a. Komplikasi Umum
Syok dan gagguan fungsi pernafasan yang dapat terjadi dalam 24 jam pertama setelah
trauma dan setelah beberapa hari kemudian akan terjadi gangguan metabolism berupa
peningkatan katabolisme. Komplikasi umum yang lain dapat berupa syndrome
peremukan (crushing syndrome), emboli lemak, thrombosis vena dalam, infeksi
tetanus atau gas gangrene.
b. Komplikasi Lokal Dini
Komplikasi 1 minggu pertama pasca trauma disebut sebagai komplikasi local dini dan
lebih dari 1 minggu setelah trauma disebut komplikasi local lanjut. Macam
komplikasi local dini dapat mengenai tulang, otot, jaringan lunak, sendi, pembuluh
darah, syaraf, organ viscelar maupun timbulnya sindrom kompartemen atau nekrosis
vaskuler.
c. Komplikasi Lokal Lanjut
Komplikasi pada tulang, osteomelitis kronis, kekakuan sendi (joint stiffness),
degenerasi sendi, batu saluran kemih maupun neurosis pasca trauma. Dalam
penyembuhan fraktur dapat juga terjadi komplikasi karena teknik, perlengkapan
ataupun keadaan yang kurang baik, sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi,
nonunion, delayed union, malunion, kekakuan sendi.

7. Tes Diagnostik
1. X-Ray
Dengan pemeriksaan klinis, biasanya sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian, pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan,
lokasi serta ekstensi fraktur dengan mengingat rule of twos.
a. Two views, minimal dua jenis proyeksi (anteroposterior dan lateral) harus
diambil.
b. Two joints, sendi yang berada diatas dan dibawah fraktur harus difoto.

10
c. Two limbs, X-Ray pada sisi anggota gerak yang tidak cedera dibutuhkan sebagai
pembanding.
d. Two injuries, trauma keras biasanya menyebabkan cedera lebih dari satu daerah
tulang. Maka dari itu, pada fraktur femur, penting untuk memfoto X-Ray pada
pelvis dan vertebra.
e. Two occasions, beberapa fraktur sulit kelihatan pada hasil foto X-Ray pertama,
sehingga pemeriksaan ulang X-Ray dalam satu atau dua minggu kemudian dapat
menunjukkan lesi yang ada.
2. Pemeriksaan Khusus
CT Scan dan MRI memperlihatkan hasil yang lebih optimal pada cedera tulang dan
jaringan lunak, namun keduanya sering tidak diperlukan dalam manajemen awal dari
fraktur terbuka. CT Scan digunakan untuk melihat lebih detail bagian tulang sendi
dengan membuat irisan foto lapis demi lapis. Sementara MRI digunakan untuk
mengidentifikasi cedera pada tendon, ligament, otot, dan tulang.
3. Pemeriksaan profil koagulasi
Pemeriksaan laboratorium yang menguji kelainan dalam plasma disebut sebagai
pemeriksaan koagulasi. Pemeriksaan koagulasi ini menilai aktifitas faktor
pembekuan seperti uji masa protrombin, uji activated partial thromboplastin time
(APTT), thrombin time dan kadar fibrinogen. Pemeriksaan ini penting dilakukan
pada pasien untuk mengetahui penyebab perdarahan atau untuk mengetahui kelainan
pada pasien yang cenderung mengalami perdarahan.

8. Penatalaksanaan
Merupakan kasus emergency karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai pendarahan yang hebat dalam waktu 6 sampai 7 jam atau golden periode.
a. Pembidaian
Pembidaian adalah berbagai tindakan dan upaya untuk menghindari pergerakan, untuk
melindungi serta menstabilkan bagian tubuh yang cedera.
Pembidaian bertujuan mencegah pergerakan atau pergeseran dari ujung tulang yang
patah, mengurangi terjadinya cedera baru di sekitar bagian tulang yang patah,
mengistirahatkan anggota badan yang patah, mengurangi rasa nyeri, mengurangi
perdarahan dan mempercepat penyembuhan.

11
Macam-macam bidai :
- Bidai keras
Dibuat dari bahan yang keras, kaku, kuat, dan ringan untuk mencegah
pergerakan bagian yang cedera. Pada dasarnya ini adalah bidai yang paling baik
dan sempurna pada keadaan darurat. Bahan yang sering dipakai adalah kayu,
alumunium, karton, plastik, dan lain-lain.
- Bidai yang dapat dibentuk
Jenis bidai ini dapat diubah menjadi berbagai bentuk dan kombinasi untuk
disesuaikan dengan bentuk cedera. Contohnya selimut, bantal, bidai kawat, dan
lain-lain.
- Gendongan/belat dan bebat
Pembidaian ini dilakukan dengan menggunakan kain pembalut, biasanya
menggunakan mitella (kain segitiga) dan gendongan lengan. Prinsipnya adalah
dengan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan
pergerakan bagian yang cedera.
- Bidai improvisasi
Bila tidak tersedia bidai apaun, maka penolong dituntut untuk mampu
berimprovisasi membuat bidai yang cukup kuat dan ringan untuk menopang
bagian tubuh yang cedera. Misalnya majalah, koran, karton, dan lain-lain.

b. Pemberian Antibiotik Profilaksis


Pemberian antibiotik profilaksis pada fraktur terbuka dapat menurunkan risiko
infeksi. Pemberian antibiotik direkomendasikan sesegera mungkin dan dapat dipilih
berdasarkan derajat fraktur, dengan rekomendasi sebagai berikut :
o Derajat I-II : Cefazolin 1-2 g dosis awal, dilanjutkan dengan 1 gram setiap 8 jam
selama 48 jam. Diberikan secara intravena. Apabila pasien memiliki riwayat
alergi terhadap sefalosporin, dapat digunakan clindamycin 900 mg intravena
setiap 8 jam selama 48 jam.
o Derajat III : Ceftriaxone 1 g intravena setiap 24 jam selama 48 jam. Alternatif lain
adalah clindamycin 900 mg intravena setiap 8 jam dan aztreonam 1 gram
intravena setiap 8 jam selama 48 jam
o Derajat III dengan keadaan khusus seperti crush injury atau gangguan vaskular :
Tambahkan Penicillin G 4 juta IU intravena setiap 4 jam selama 48 jam yang
berfungsi untuk mencegah infeksi Clostridium pada luka yang terkontaminasi
tanah, terutama pada area pertanian.

o Pemberian Profilaksis Tetanus


Berikut indikasi pemberian profilaksis tetanus:
- Jika pemberian booster tetanus dalam 5 tahun terakhir, maka tidak perlu
mendapatkan profilaksis tetanus.

12
- Jika pemberian booster tetanus > 5 tahun atau vaksin tidak lengkap, maka
perlu diberikan Tetanus Toksoid (TT) 0,5 mL.
- Jika pemberian booster tetanus >10 tahun atau pasien imunokompromais,
maka perlu diberikan Tetanus Toksoid (TT) 0,5 mL
dan Tetanus immunoglobulin (HTIG) sesuai dengan usia. Anak < 5 tahun
mendapatkan 75 U, usia 5-10 tahun mendapatkan 125 U, dan usia >10 tahun
mendapatkan 250 U. [13,15]

c. Pembedahan
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) :
Reduksi terbuka dengan fiksasi dalam atau open reduction internal
fixation (ORIF) merupakan prosedur pembedahan untuk menyatukan fraktur dengan
menggunakan pelat logam, pins, rods, atau screws.  Indikasi pemasangan ORIF, antara
lain pada fraktur tidak stabil dan cenderung displaced setelah reposisi, fraktur yang
berlawanan posisi dengan gerak otot, fraktur yang memiliki waktu penyatuan lama,
fraktur patologis, fraktur multipel, dan fraktur pada penderita dengan asuhan
keperawatan sulit (pasien geriatri dan paraplegia).
Open Reduction External Fixation (OREF) :
Reduksi terbuka dengan fiksasi luar atau open reduction external fixation (OREF)
merupakan prosedur pembedahan untuk menyatukan dan menstabilkan fraktur dan
jaringan lunak dengan memasukkan pin melalui kulit kedalam tulang lalu ditahan
dengan external frame. Indikasi pemasangan OREF, antara lain fraktur dengan
kerusakan jaringan lunak yang berat sehingga luka harus dirawat terbuka, fraktur
disertai infeksi, fraktur pada area persendian, fraktur multipel berat terutama jika
terdapat fraktur pada os femur bilateral, dan fraktur pelvis dengan pendarahan masif.
Debridement
Dilakukan irigasi dengan larutan garam fisiologis atau air steril untuk
membersihkan luka dari material asing dan jaringan mati sehingga memperbaiki suplai
darah pada daerah tersebut. Kemudian luka ditutup dengan kasa steril dan sekitar luka
dipastikan bersih, lalu disiapkan untuk operasi. Beberapa prinsip dalam melakukan
debridement, antara lain eksisi luka, ekstensi luka, penilaian terhadap fraktur,
membersihkan jaringan mati, dan membersihkan debris. Penggunaan povidone iodine
dan H2O2 tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
Pada proses ini diperlukan anestesi untuk membuang ajringan yang mati atau rusak
serta profil koagulasi.
Stabilisasi
Stabilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan splint, brace, TLSO, atau traksi
sementara. Tujuan tindakan ini untuk mengurangi rasa nyeri, meminimalkan trauma
jaringan lunak dan mencegah terjadinya gangguan pembekuan.

13
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR
1. Pengkajian Keperawatan
 Pengkajian Primer
o Airway atau dengan control servikal ketika ditemukan trauma kapitis dengan
penurunan kesadaran, adanya jejas, adanya multiple trauma, dan biomekanik
trauma.
o Breathing dan ventilasi dilakukan dengan Look (melihat retraksi dada), Listen
(suara nafas atau suara nafas tambahan) dan Feel (merasakan hembusan udara).
o Circulation dengan control pendarahan
Perdarahan pada arteri ciri-cirinya adalah darah memancar, berwarna lebih terang,
dan kaya akan O2. Sementara perdarahan pada vena ciri-crinya adalah darah
mengalir, berwarna lebih gelap dan kaya akan CO2.
o Disability (evaluasi neurologis) pada kasus trauma, DefIbrilation, Drugs,
Diagnosa diferensial pada kasus non trauma.
o Exposure pada kasus trauma, EKG, Elektro Imbalance buka baju untuk melihat
jelas, jaga suhu badan dengan selimut untuk mencegah kedinginan atau hipotermia.
 Pengkajian Sekunder
o Head to toe.
o Periksa semua lubang (setiap lubang harus diperiksa dengan memasukkan jari).
o Tanda-tanda vital.
o Anamnesis.
o Pemeriksaan penunjang: Foto rontgen, laboratorium.
o Persiapan rujukan.

2. Diagnosis Keperawatan
1. Syok Hipovolemik b.d kehilangan cairan aktif D.0023
2. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d kekurangan volume cairan D.0005
3. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik (trauma) D.0077
4. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang D.0054
5. Ganguan Integritas Kulit/Jaringan b.d perubahan sirkulasi, kekurangan volume
cairan, faktor mekanis D.0129
6. Resiko Infeksi b.d kerusakan integritas kulit D.0142

14
3. Perencanaan Keperawatan
1. Syok Hipovolemik
Tujuan : setelah dilakuakn perawatan selama 10 menit, klien menunjukkan perbaikan
cairan dengan kriteria hasil turgor kulit elastis, kekuatan nadi meningkat, ortopnea
menurun, dispnea menurun, edema anasarka dan perifer menurun, frekuensi nadi
membaik, tekanan darah membaik, tekanan nadi membaik, membran mukosa lembab.
Intervensi :
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia
- Monitor intake dan output cairan
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan asupan cairan oral
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL), IV hipotonis (mis. Glukosa
2,5%, NaCl 0,4%) dan cairan koloid (mis. Albumin, plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk darah
- Kolaborasi pemeriksaan laboratorium series elektrolit

2. Perfusi perifer tidak efektif


Tujuan : setelah dilakuakn perawtan selama 10 menit, lien menunjukkan perfusi perifer
membaik dengan kriteria hasil denyut nadi perifer meningkat, warna kulit pucat
menurun, pengisian kapiler membaik, akral hangat, turgor kulit membaik, tekanan darah
dalam rentang normal.
Intervensi :
- Periksa sirkulasi perifer
- Identifikasi faktor resiko gangguan sirukulasi
- Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
- Hindari pemasangan infuse dan pengukuran tekanan darah di area sekitar ekstremitas
dengan keterbatasan perfusi
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan hidrasi
- Informasikan tanda dna gejala darurat yang harus dilaporkan

3. Nyeri akut
Tujuan : setelah dilakukan perawtan selama 10 menit, klien mengatakan nyeri berkurang
dengan criteria hasil keluhan nyeri menurun, tidak meringis, tidka gelisah, tanda-tanda
vital dalam rentang normal, pola tidur membaik.
Intervensi :
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
15
- Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurasi rasa nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetik

4. Gangguan mobilitas fisik


Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 15 menit, klien menunjukkan mobilitas fisik
meningkat dengan kriteria hasil pergerakan ekstremitas meningkat, kekuatan otot
meningkat, rentang gerak (ROM) meningkat, nyeri menurun, kecemasan menurun, kekau
sendi menurun, kelemahan fisik menurun.
Intervensi :
- Monitor bagian distal area cedera pada bagian tubuh yang cedera
- Monitor adanya perdarahan pada area cedera
- Identifikasi material bidai yang sesuai
- Tutup luka terbuka dengan balutan
- Atasi perdarahan
- Minimalkan pergerakan, terutama pada bagian yang cedera
- Berikan bantalan (padding) pada bidai
- Imobilisasi sendi di atas dan dibawah area cedera (gips, backslab, traksi, sling,
armsling dst)
- Topang kaki menggunakan penyangga kaki, jika tersedia
- Pasang bidai pada posisi tubuh seperti saat ditemukan
- Gunakan kedua tangan untuk menopang area cedera
- Gunakan kain gendongan (sling) secara tepat
- Anjurkan membatasi gerak pada area cedera

5. Gangguan integritas jaringan/kulit


Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 15 menit, klien menunjukkan integritas kulit
dan jaringan meningkat/membaik dengan kriteria hasil kerusakan jaringan menurun,
kerusakan lapisan kulit menurun, perbaikan tanda-tanda infeksi, pigmentasi normal,
jaringan parut menurun, tekstur membaik.
Intervensi :
- Monitor karakteristik luka
- Monitor tanda-tanda infeksi
- Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka

16
- Berikan terapi TENS
- Kolaborasi prosedur debridement
- Kolaborasi pemberian antibiotik

6. Resiko infeksi
Tujuan : setelah dilakukan perawtan selama 10 menit, klien menunjukkan tingkat infeksi
menurun dengan kriteria hasil demam menurun, kemerahan menurun, nyeri menurun,
bengkak menurun, kadar sel darah putih meningkat, kultur area luka membaik.
Intervensi :
- Siapkan pembedahan cito untuk debridement,ORIF dan OREF
- Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
- Berikan perawatan kulit pada area edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi

4. Implementasi Keperawatan
Pada proses implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan, perawat di RS
melakukan tindakan keperawatan mengacu pada standar prosedur operasional yang telah
ditentukan sesuai dengan tingkatan kegawatan pasien, berdasarkan prioritas tindakan
Pelayanan keperawatan gawat darurat rumah sakit:
1. Melakukan triase:
1) Priotitas 1 Emergensi (warna/tabel : merah)
› Bila tidak segera ditangani, mengancam jiwa
› Waktu tunggu 0-5 menit
› Memerlukan operasi/tindakan bedah segera
2) Priotitas 2 Tidak gawat tetapi darurat (warna/tabel : kuning)
› Apabila tidak ditilong maka korban tidak terjadi kolap paru & jantung
› Perawatan dan pengobatan tidak lebih dari 30 menit
3) Priotitas 3 Tidak gawat tidak darurat (warna/tabel : hijau)
› Kondisi korban tidak seruis
› Membutuhkan perawatan <2 jam
4) Prioritas 4 Meninggal (warna/tabel : hitam)
› Korban yang terluka parah atau dalam keadaan kritis medis yang
mengancam jiwa sehingga tidak mungkin bertahan hidup dengan perawatan
yang tersedia
2. Melakukan tindakan sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul
A: sering terjadi pada trauma kepala, trauma wajah, trauma jalan napas.
Implementasi untuk airway: memonitor pernapasan (rate, irama, pengembangan
dinding dada, rasio inspirasi maupun ekspirasi, penggunaan oto tambahan
pernapasan, atas, bunyi napas, bunyi napas abnormal dengan atau tanpa stetoskop).

17
B: bila terjadi masalah pada pernapasan maka dilakukan tindakan seperti pulse
oximetry, kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi.
C: bila terjadi perdarahan banyak perlu dilakukan manajemen syok dengan
memberikan terapi cairan atau transfuse darah.
D: bila terjadi penrunan kesedaradan maka perlu dilakukan pengkajian GCS untuk
mengetahui tingkat kesadaran pasien.
E: bila terjadi cedera atau luka pada area sekitar fraktur maka dilakukan perawatan
luka dan pecegahan infeksi untuk mencegah perburukan luka.

Selain itu, dalam implementasi perawat harus :


 Menggunakan prinsip keselamatan pasien (patient safety) dan privasi
 Menerapkan prinsip standar baku atau standar precaution
 Mendokumentasikan tindakan keperawatan

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keadaan pasien setiap 5 menit, 10 menit, 30 menit atau 1 jam
berdasarkan kondisi/kebutuhan pasien. Evaluasi menggunakan pendekatan SOAP yang
berdasarakan pada pengkajian primary survey untuk menentukan rencana tindak lanjut
yang akan dilakukan kepada pasien.
Kriteria proses evaluasi keperawatan adalah sebagai berikut:
 Melakukan evaluasi terhadap respon pasien pada setiap tindakan yang diberikan atau
evaluasi proses
 Melakukan evaluasi dengan cara membandingkan hasil tindakan dengan tujuan dan
kriteria hasil yang ditetapkan atau evaluasi hasil
 Melakukan revaluasi dan menentukan tindak lanjut
 Mendokumentasikan respon klien terhadap intervensi yang diberikan

18
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya diskontinuitas susunan tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik . Salah satu jenis fraktur adalah fraktur terbuka yang
merupakan salah satu kegawatdaruratan dalam ortopedi ditandai dengan hilangnya
kontinuitas tulang, adanya luka terbuka, serta tulang terpapar dengan lingkungan luar
sehingga memiliki risiko tinggi terjadinya infeksi.

Fraktur terbuka pada ekstremitas sering menimbulkan komplikasi seperti


perdarahan hebat, nyeri, infeksi, dan bahkan amputasi. Pada fraktur terbuka sering
membutuhkan pmbedahan segera untuk membersihkan area yang mengalami cidera yang
berguna untuk menghentikan perdarahan dan mencegah terjadinya infeksi pada tulang.

Peran perawat kegawat daruratan adalah memberikan asuhan keperawatan yang


cepat dan tepat. Perawat dalam memberikan asuhan keperawtaan meliputi melakukan
pengkajian, menegakkan diagnose, menyusun perencanaan, melaksanakan implementasi
dan evaluasi. Penangan yang dilakukan pada pasien gawat darurat pada kasus fraktur
terbuka meliputi manajemen syok, perbaikan perfusi, manajemen nyeri, perawatan luka,
imobilisasi fraktur, pencegahan infeksi.

Dalam pemberian asuhan kepada pasien gawat darurat pada kasus fraktur terbuka
dikatakan berhasil jika telah mencapai criteria hasil seperti, status cairan membaik,
perfusi membaik, tanda-tanda vital dalam rentang normal, pasien tidak mengeluh nyeri,
dapat mobilitasi ringan dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Pemberian asuhan juga
dilakukan berdasarkan kebutuhan klien dan perawat mengevaluasi ulang tindakan yang
telah dilakukan serta merencanakan tindak lanjut untuk perbaikan kondisi pasien.

Setelah pasien mendapatkan penangan di UGD, pasien fraktur terbuka langsung


dilakukan tindakan bedah untuk memperbaiki kerusakan integritas jaringan pasien.
Tindakan bedah meliputi debridement, ORFI, OREM, dan stablisasi. Setelah itu pasien
akan dibawa diruang rawat ICU atau HCU untuk perawatan lebih lanjut pasca bedah.

19
B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini, mahasiswa khususnya mahasiswa
keperawatan dapat mengerti, memahami dan dapat menjelaskan tentang fraktur baik
dalam pengertian, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksanaan,
pemeriksaan penunjang hingga asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur terbuka
pada kondisi gawat darurat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Blom A, Warwick D, Whitehouse MR. 2018. Apley & Solomon’s System of Orthopaedics and
Trauma. 10th ed. New York: CRC press.

Chaerudin, Rasjad. 1998. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang: Bintang
Lamumpatue

Cross WW, Swiontkowski MF. Treatment Principles in The Management of Open Fractures.
Indian J Orthop. 2008; 42(4): 377–386.

Doengoes, Marilynn. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Frink M., Ruchholtz S. (2016) Open Fractures: Initial Management. In: Pape HC., Sanders R.,
Borrelli, Jr. J. (eds) The Poly-Traumatized Patient with Fractures. Springer, Berlin,
Heidelberg.

Gustilo RB, Merkow RL, Templeman D. The Management of Open Fractures. J Bone Joint
Surg Am. Feb 1990:72(2):99-304

Haurts, Marlene. 2015. Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Helmi, Zairin N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Kemenkes RI. 2013. RISKESDAS 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan RI

Lukman dan Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguann
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Maria, Insania. 2019. Caring dan Comfort Perawat Dalam Kegawatdaruratan. Jakarta;
Deepublish Publisher.

Nusdin. 2014. Keperawatan Gawat Darurat. Surabaya: CV Jakad Medi Publishing.

Tim Pengajar BTCLS. 2012. Modul Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: AGD Dinkes
DKI Jakarta

21
Pharaon, S. K., Schoch, S., Marchand, L., Mirza, A., & Mayberry, 2018. Orthopaedic
traumatology: fundamental principles and current controversies for the acute care surgeon.
Trauma Surgery & Acute Care Open. 3(1): e000117. doi:10.1136/tsaco-2017-000117

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Rendy dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika

Rosyidi, Kholid. 2013. Muskuloskeletal. Jakarta: CV Trans Info Media

Suddart dan Brunner. 2018. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC

22

Anda mungkin juga menyukai