DISUSUN OLEH
KELOMPOK II :
T.A 2023/2024
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus Asuhan Keperawatan
Pada Ny.P Post Sectio Caesarea dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) Di Ruang
Melati Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan. Laporan kasus ini dibuat
untuk memenuhi tugas dari Keperawatan Maternitas.
Dalam penyusunan Makalah ini penulis mengucapkan Terimakasih kepada Bapak/Ibu:
1. dr. H. Raja Imron Ritonga., M.Sc., selaku Ketua Yayasan Imelda.
2. Dr. dr. Imelda L. Ritonga S.Kp., M.pd., MN., selaku Rektor Universitas Imelda
Medan.
3. dr. Hedy Tan, MARs., MOG., Sp. OG selaku Direktur Rumah Sakit Umum Imelda
Pekerja Indonesia Medan.
4. Edisyah Putra Ritonga, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Ketua Prodi Ners Universitas
Imelda Medan
5. Hamonangan Damanik, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Sekretaris Prodi Ners Universitas
Imelda Medan.
6. Nataria Yanti Silaban, S.Kep., NS., M.Kep., selaku pembimbing akademik praktik
Keperawatan Maternitas Universitas Imelda Medan.
7. Lamtiur Purba, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku preseptor klinik Keperawatan Maternitas
Universitas Imelda Medan.
8. Mulia Am.keb., selaku preseptor klinik Keperawatan Maternitas Universitas Imelda
Medan.
Medan, 25 November 2023
(Kelompok II)
ii
DAFTAR ISI
COVER………………………………………………………………………... i
KATA PENGANTAR………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….. 2
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………….. 3
1.3 Tujuan Penulis……………………………………………………………... 3
1.3.1 Tujuan Umum………………………………………………………... 3
1.3.2 Tujuan Khusus……………………………………………………….. 3
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………. 32
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………….. 32
4.2 saran………………………………………………………………………. 32
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya tanda tanda
persalinan, yang ditandai dengan pembukaan serviks 3 cm pada primipara atau 5 cm pada
multipara (Maryunani, 2013). Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm yaitu, pada usia
kehamilan lebih dari 37 minggu maupun pada kehamilan preterm yaitu sebelum usia
kehamilan 37 minggu (Sujiyantini, 2009). Ketuban pecah dini merupakan salah satu kelainan
dalam kehamilan. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam ilmu obstetri,
karena berkaitan dengan penyulit yang berdampak buruk terhadap kesehatan dan
kesejahteraan maternal maupun terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin,
sehingga hal ini dapat meningkatkan masalah kesehatan di Indonesia (Soewarto, 2010).
Insidensi ketuban pecah dini berkisar antara 8 % sampai 10 % dari semua kehamilan.Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6% sampai 19 %, sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2 % dari semua kehamilan (Sualman, 2009). Kejadian ketuban pecah
dini di Amerika Serikat terjadi pada 120.000 kehamilan per tahun dan berkaitan dengan
resiko tinggi terhadap kesehatan dan keselamatan ibu, janin dan neonatal (Mercer, 2003).
Sebagian besar ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau
persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85%
morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematusitas.
Ketuban pecah dini merupakan salah satu penyebab prematuritas dengan insidensi 30 %
sampai dengan 40 % (Sualman,2009). Ketuban pecah dini belum diketahui penyebab
pastinya, namun terdapat beberapa kondisi internal ataupun eksternal yang diduga terkait
dengan ketuban pecah dini. Yang termasuk dalam faktor internal diantaranya usia ibu,
paritas, polihidramnion, inkompetensi serviks dan presentasi janin. Sedangkan yang termasuk
dalam faktor eksternal adalah infeksi dan status gizi. Beberapa penelitian yang menunjukkan
adanya keterkaitan dengan infeksi pada ibu. Infeksi dapat mengakibatkan ketuban pecah dini
karena agen penyebab infeksi tersebut akan melepaskan mediator inflamasi yang
menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini dapat menyebabkan perubahan dan pembukaan
serviks, serta pecahnya selaput ketuban (Sualman, 2009). Selain infeksi yang terjadi terutama
pada genitalia wanita, status gizi juga diduga mempengaruhi selaput ketuban, karena
penurunan asupan zat gizi terutama protein akan menganggu proses metabolisme yang
1
membutuhkan asam amino, salah satunya pembentukan selaput amnion yang tersusun dari
kolagen tipe IV. Hal ini akan mengakibatkan rendahnya kekuatan selaput amnion dan
meningkatkan resiko ruptur (Funai, 2008). Selanjutnya, faktor internal yang mungkin berpern
pada kejadian ketuban pecah dini, diantaranya usia ibu, paritas, dan polihidramnion,
inkompetensi serviks dan presentasi janin (Funai, 2008).
Ketuban pecah dini pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) berada pada
level kompetensi 3A, yaitu lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik, memberi terapi
pendahuluan pada keadaan bukan gawat darurat, menentukan rujukan yang tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya dan mampu menindaklanjuti setelah kembali dari rujukan. 4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Pada ibu dapat terjadi komplikasi berupa infeksi
masa nifas, partus lama, perdarahan post partum, bahkan kematian. Sedangkan pada janin,
dapat timbul komplikasi berupa kelahiran prematur, infeksi perinatal, kompresi tali pusat,
solusio plasenta, sindrom distres pada bayi baru lahir, perdarahan intraventrikular, serta
sepsis neonatorum (Caughey, 2008). Lebih lanjut Mitayani (2009) menyatakan bahwa resiko
infeksi pada ketuban pecah dini sangat tinggi, disebabkan oleh organisme yang ada di vagina,
seperti E. Colli, Streptococcus B hemolitikus, Proteus sp, Klebsiella, Pseudomonas sp, dan
2
Stafilococcus sp. Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Adnan W D Payakumbuh, pada tahun 2014 dan 2015 kejadian ketuban pecah dini
merupakan komplikasi yang dominan. Pada tahun 2014, dari 1488 orang pasien ibu hamil
yang dirawat inap, terdapat 231 pasien dengan diagnosis ketuban pecah dini. Sedangkan pada
tahun 2015 terdapat peningkatan kasus, yaitu dari 1498 orang pasien ibu hamil yang dirawat
inap terdapat 266 orang pasien yang didiagnosis ketuban pecah dini (RSUD Dr.Adnan WD
Payakumbuh, 2016).
Dari latar belakang di atas maka kelompok ingin mengetahui bagaimana asuhan
keperawatan terhadap pasien dengan diagnosa G2P1 post sectio caesarea dengan indikasi
ketuban pecah dini (KPD) di ruang Melati Rumah Sakit Umum Imelda Pkerja Indonesia (IPI)
Medan.
3
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk melakukan pengkajian pada Ny.P dengan masalah ketuban pecah dini
2. Untuk merumuskan diagonasa utama keperawatan Ny.P dengan diagnosa medis G2P1
dengan Ketuban Pecah Dini (KPD).
5. Untuk melakukan evaluasi keperawatan terhadap Ny.P dengan masalah ketuban pecah
dini
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai
persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu (Manuaba, 2009). Ketuban pecah
dini adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan mulai pada tahapan kehamilan manapun
(Arma, dkk 2015). Sedangan menurut (Sagita, 2017) ketuban pecah dini ditandai dengan
keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu dan dapat
dinyatakan pecah dini terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Cairan keluar melalui
selaput ketuban yang mengalami robekan, muncul setelah usia kehamilan mencapai 28
minggu dan setidaknya satu jam sebelum waktu kehamilan yang sebenarnya. Dalam keadaan
normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami Ketuban Pecah Dini (KPD).
Jadi ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan.
Ketuban pecah dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak antara
pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten atau dengan sebutan Lag
Period. Ada beberapa perhitungan yang mengukur Lag Period, diantaranya 1 jam atau 6 jam
sebelum intrapartum, dan diatas 6 jam setelah ketuban pecah. Bila periode laten terlalu
panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi pada ibu dan juga bayi
(Fujiyarti, 2016).
Adapun penyebab terjadinya ketuban pecah dini merurut (Manuaba, 2007) yaitu sebagai
berikut:
b. Hidramnion
e. Kehamilan ganda
5
f. Pendular abdomen (perut gantung)
Adapun hasil penelitian yang dilakukan (Rahayu and Sari 2017) mengenai penyebab
kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin bahwa kejadian KPD mayoritas pada ibu
multipara, usia ibu 20-35 tahun, umur kehamilan ≥37 minggu, pembesaran uterus normal dan
letak janin preskep.
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, aroma air
ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, berwarna pucat, cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai kelahiran mendatang. Tetapi, bila
duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau
“menyumbat” kebocoran untuk sementara. Sementara itu, demam, bercak vagina yang
banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi
yang terjadi (Sunarti, 2017).
Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas pada daerah tepi
robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya
dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya
kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas (Mamede dkk, 2012).
Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertantu terjadi perubahan biokimia yang
menyebabkan selaput ketuban mengalami kelemahan. Perubahan struktur, jumlah sel dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput
ketuban pecah. Pada daerah di sekitar pecahnya selaput ketuban diidentifikasi sebagai suatu
zona “restriced zone of exteme altered morphologi (ZAM)” (Rangaswamy, 2012). Penelitian
oleh Malak dan Bell pada tahun 1994 menemukan adanya sebuah area yang disebut dengan
“high morphological change” pada selaput ketuban di daerah sekitar serviks. Daerah ini
merupakan 2 – 10% dari keseluruhan permukaan selaput ketuban. Bell dan kawan-kawan
kemudian lebih lanjut menemukan bahwa area ini ditandai dengan adanya penigkatan MMP-
6
9, peningkatan apoptosis trofoblas, perbedaan ketebalan membran, dan peningkatan
myofibroblas (Rangaswany dkk, 2012).
Penelitian oleh (Rangaswamy dkk, 2012), mendukung konsep paracervical weak zone
tersebut, menemukan bahwa selaput ketuban di daerah paraservikal akan pecah dengan hanya
diperlukan 20 -50% dari kekuatan yang dibutuhkan untuk robekan di area selaput ketuban
lainnya. Berbagai penelitian mendukung konsep adanya perbedaan zona selaput ketuban,
khususnya zona di sekitar serviks yang secara signifikan lebih lemah dibandingkan dengan
zona lainnya seiring dengan terjadinya perubahan pada susunan biokimia dan histologi.
Paracervical weak zone ini telah muncul sebelum terjadinya pecah selaput ketuban dan
berperan sebagai initial breakpoint (Rangaswamy dkk, 2012). Penelitian lain oleh (Reti dkk,
2007), menunjukan bahwa selaput ketuban di daerah supraservikal menunjukan penigkatan
aktivitas dari petanda protein apoptosis yaitu cleaved-caspase-3, cleaved-caspase-9, dan
penurunan Bcl-2. Didapatkan hasil laju apoptosis ditemukan lebih tinggi pada amnion dari
pasien dengan ketuban pecah dini dibandingkan pasien tanpa ketuban pecah dini, dan laju
apopsis ditemukan paling tinggi pada daerah sekitar serviks dibandingkan daerah fundus
(Reti dkk, 2007).
Apoptosis yang terjadi pada mekanisme terjadinya KPD dapat melalui jalur intrinsik
maupun ektrinsik, dan keduanya dapat menginduksi aktivasi dari caspase. Jalur intrinsik dari
apoptosis merupakan jalur yang dominan berperan pada apoptosis selaput ketuban pada
kehamilan aterm. Pada penelitian ini dibuktikan bahwa terdapat perbedaan kadar yang
signifikan pada Bcl-2, cleaved caspase-3, cleaved caspase-9 pada daerah supraservikal, di
mana protein-protein tersebut merupakan protein yang berperan pada jalur intrinsik. Fas dan
ligannya, Fas-L yang menginisiasi apopsis jalur ekstrinsik juga ditemukan pada seluruh
sampel selaput ketuban tetapi ekspresinya tidak berbeda bermakna antara daerah
supraservikal dengan distal. Diduga jalur ekstrinsik tidak berperan banyak pada remodeling
selaput ketuban (Reti dkk, 2007). Degradasi dari jaringan kolagen matriks ektraselular
dimediasi ole enzim matriks metalloproteinase (MMP). Degradasi kolagen oleh MMP ini
dihambat oleh tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TIMP). Pada saat menjelang
persalinan, terjadi ketidakseimbangan dalam interaksi antara matrix MMP dan TIMP,
penigkatan aktivitas kolagenase dan protease, penigkatan tekanan intrauterin (Weiss, 2007).
7
8
2.1.5 Pathway
KALA 1 PERSALINAN
peningkatan kontraksi dan Kanalis servikalis Kelainan letak janin Infeksi genitalia Serviks inkompeten Gemeli, hidramnion
pembukaan seviks uteri selalu terbuka akibat (sungsang)
kelainan serviks uteri
(abosrtus dan riwayat Proses biomekanik Dilatasi berlebih Ketegangan uterus
Mengiritasi nervus
kuretase) Tidak ada bagian bakteri serviks berlebih
pudendalis
terendah yang mengeluarkan
Stimulus nyeri menutupi pintu enzim proteolitik Selaput ketuban Serviks tidak bisa
atas panggul yang menonjol dan menahan tekanan
Mudahnya Selaput ketuban
menghalangi mudah pecah intrauterus
pengeluaran air mudah pecah
Nyeri akut tekanan terhadap
ketuban
membrane bagian
bawah
Rasa mulas dan
ingin mengejan KETUBAN PECAH DINI
Klien melaporkan tidak Air ketuban terlalu banyak keluar Klien tidak mengetahui Tidak adanya pelindung dunia luar
nyaman penyebab dan akibat KPD dengan daerah rahim
Distoksia (partus kering)
Gangguan Rasa Defisit Pengetahuan Mudahnya mikroorganisme masuk
Laserasi pada jalan lahir
Nyaman secara asendens
Kecemasan ibu
Resiko Infeksi
Ansietas terhadap keselamatan
janin dan dirinya
9
2.1.6 Faktor yang mempengaruhi Ketuban Pecah Dini
Menurut (Morgan, 2009), Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat disebabkan oleh beberapa
faktor meliputi :
a. Usia
Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap kesiapan ibu selama
kehamilan maupun mengahdapi persalinan. Usia untuk reprosuksi optimal bagi seorang ibu
adalah antara umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut akan meningkatkan
risiko kehamilan dan persalinan. Usia seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi
sistem reproduksi, karena organ-organ reproduksinya sudah mulai berkuarng kemampuannya
dan keelastisannya dalam menerima kehamilan (Sudarto, 2016).
b. Sosial Ekonomi
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas kesehatan di suatu
keluarga. Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi seseorang dalam
mempengaruhi kehidupannya. Pendapatan yang meningkat merupakan kondisi yang
menunjang bagi terlaksananya status kesehatan seseorang. Rendahnya pendapatan merupakan
rintangan yang menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai
kebutuhan (BPS, 2005).
c. Paritas
Paritas merupakan banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak pertama sampai
dengan anak terakhir. Adapun pembagian paritas yaitu primipara, multipara, dan grande
multipara. Primipara adalah seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana janin
mencapai usia kehamilan 28 minggu atau lebih. Multipara adalah seorang wanita yang telah
mengalalmi kehamilan dengan usia kehamilan 28 minggu dan telah melahirkan buah
kehamilan 2 kali atau lebih. Sedangkan grande multipara merupakan seorang wanita yang
telah mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah
kehamilannya lebih dari 5 kali (Wikjosastro, 2007). Wanita yang telah melahirkan beberapa
kali dan pernah mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang
terlampau dekat diyakini lebih berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya
(Helen, 2008). Kehamilan yang terlalu sering, multipara atau grademultipara mempengaruhi
proses embriogenesis, selaput ketuban lebih tipis sehingga mudah pecah sebelum waktunya.
Pernyataan teori dari menyatakan semakin banyak paritas, semakin mudah terjadinya infeksi
amnion karena rusaknya struktur serviks pada persalinan sebelumnya. KPD lebih sering
terjadi pada multipara, karena penurunan fungsi reproduksi, berkurangnya jaringan ikat,
vaskularisasi dan servik yang sudah membuka satu cm akibat persalinan yang lalu (Nugroho,
2010).
d. Anemia
Anemia pada kehamilan merupakan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Jika
persendian zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan mengurangi persendian zat besi
tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah
ibu hamil mengalami hemodelusi atau pengencangan dengan penigkatan volume 30% sampai
40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Pada ibu hamil yang mengalami
anemia biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat, cepat lelah, mata berkunang-kunang.
Pemeriksaan darah dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yang pada trimester pertama
dan trimester ke tiga. Dampak anemia pada janin antara lain abortus, terjadi kematian
intrauterin, prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat bawaan dan mudah infeksi. Pada ibu,
saat kehamilan dapat mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas, ancaman
dekompensasikordis dan ketuban pecah dini (Manuaba, 2009).
e. Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas tinggi dapat
berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok menggandung lebih dari 2.500 zat kimia yang
teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain.
Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan gangguan-gangguan seperti kehamilan
ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko lahir mati yang lebih tinggi (Sinclair, 2003).
f. Riwayat KPD
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian ketuban pecah dini
dapat berpengaruh besar terhadap ibu jika menghadapi kondisi kehamilan. Riwayat KPD
sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya
KPD secara singkat ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga
memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah preterm. Wanita yang pernah
mengalami KPD pada kehamilan menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya
akan lebih beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD sebelumnya karena
komposisi membran yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.
11
g. Serviks yang Inkompetensik
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otototot leher atau
leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-
tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar.
Inkompetensia serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan
laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital pada
serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules
dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya: 1) Trauma: berupa hubungan seksual,
pemeriksaan dalam, amniosintesis. 2) Gemelli: Kehamilan kembar dalah suatu kehamilan dua
janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli terjadinya distensi uterus yang berlehihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlehihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya
berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan
mudah pecah (Novihandari, 2016).
Adapun pengaruh KPD terhadap ibu dan janin menurut (Sunarti, 2017) yaitu:
a. Prognosis Ibu
Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada ibu yaitu infeksi intrapartal/ dalam
persalinan, infeksi puerperalis/ masa nifas, dry labour/ partus lama, perdarahan post partum,
meningkatnya tindakan operatif obstetric (khususnya SC), morbiditas dan mortalitas
maternal.
b. Prognosis Janin
12
Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada janin itu yaitu prematuritas (sindrom distes
pernapasan, hipotermia, masalah pemberian makanan neonatal), retinopati premturit,
perdarahan intraventrikular, enterecolitis necroticing, ganggguan otak dan risiko cerebral
palsy, hiperbilirubinemia, anemia, sepsis, prolaps funiculli/ penurunan tali pusat, hipoksia
dan asfiksia sekunder pusat, prolaps uteri, persalinan lama, skor APGAR rendah,
ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, gagal ginjal, distres pernapasan), dan
oligohidromnion (sindrom deformitas janin, hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan
pertumbuhan janin terhambat), morbiditas dan mortalitas perinatal (Marmi dkk, 2016).
Pastikan diagnosis terlebih dahulu kemudian tentukan umur kehamilan, evaluasi ada
tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin serta dalam keadaan inpartu terdapat gawat
janin. Penanganan ketuban pecah dini dilakukan secara konservatif dan aktif, pada
penanganan konservatif yaitu rawat di rumah sakit (Prawirohardjo, 2009). Masalah berat
pada ketuban pecah dini adalah kehamilan dibawah 26 minggu karena mempertahankannya
memerlukan waktu lama. Apabila sudah mencapai berat 2000 gram dapat dipertimbangkan
untuk diinduksi. Apabila terjadi kegagalan dalam induksi makan akan disetai infeksi yang
diikuti histerektomi.
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada ibu hamil aterm atau preterm dengan atau
tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Apabila janin hidup serta terdapat prolaps tali
pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan
posisi sujud. Dorong kepala janin keatas degan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala
janin. Tali pusat di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi plastik. Apabila terdapat
demam atau dikhawatirkan terjadinya infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6
jam, makan berikan antibiotik penisilin prokain 1,2 juta UI intramuskular dan ampisislin 1 g
13
peroral. Pada kehamilan kurang 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu tidah
baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan antibiotik selama 5 hari dan
glukokortikosteroid, seperti deksametason 3 x 5 mg selama 2 hari. Berikan pula tokolisis,
apanila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan. Pada kehamilan 33-35 miggu, lakukan terapi
konservatif selama 24 jam kemudian induksi persalinan.
Pada kehamilan lebih dari 36 minggu dan ada his maka pimpin meneran dan apabila
tidak ada his maka lakukan induksi persalinan. Apabila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan
pembukaan kurang dari 5 cm atau ketuban pecah lebih dari 5 jam pembukaan kurang dari 5
cm (Sukarni, 2013). Sedangkan untuk penanganan aktif yaitu untuk kehamilan > 37 minggu
induksi dengan oksitosin, apabila gagal lakukan seksio sesarea. Dapat diberikan misoprostol
25µg – 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali (Khafidoh, 2014).
14
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Pengkajian
Pasien Ny.P, Usia 29 tahun, agama islam, suku jawa, Bahasa sehari-hari bahasa
Indonesia, pekerjaan Ibu rumah tangga, no Rekam Medik : 28.79.13, pendidikan terakhir: D3,
alamat JL. Mulyo No 49 Kec. Medan Timur. Identitas penanggung jawab Tn. A, Alamat : JL.
Mulyo no 49 Kec. Medan Timur, Pekerjaan : wiraswasta , hubungan dengan klien : Suami
klien.Klien masuk ke IGD Kebidanan di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI)
Medan pada tanggal 6 November 2023 pukul 12:30 WIB. Klien mengeluh keluar cairan dari
kemaluan terus menerus, pergerakan janin berkurang. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
diperoleh: Tekanan darah: 110/80 mmHg, Frekuensi Nadi: 88x/i, Frekuensi nafas : 20x/i, suhu
tubuh 36,2°C, Usia kehamilan 35 minggu 2 hari, pemeriksaan dalam dengan pembukaan masih
tertutup. Pemeriksaan leopold 1 : TFU 30 cm, leopold 2 : punggung kanan, leopold 3 : persentasi
kepala, leopold 4 : kepala sudah masuk PAP. Riwayat antenatal pasien HPHT 20 februari 2023,
Pada trimester 2 pasien mengalami keputihan dan hipotensi dengan Tekanan darah : 94/51
mmHg sehingga klien dianjurkan mengonsumsi Vit. Fe tab dan personal higyene, klien
klinik, dan trimester ketiga 2x di klinik, BB sebelum hamil 53 kg, BB setelah hamil 62 kg,
riwayat persalinan kehamilan pertama mengalami kematian janin dalam kandungan (KJDK).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan USG dengan hasil Oligohidramnion
dengan usia kehamilan 35 minggu 2 hari. Diagnosa medis G2P1 BOH Reduced Metal Movement
17
Pada tanggal 6 November 2023 pukul 13.00 WIB klien dipindahkan ke ruangan VK. Di ruang
VK dilakukan pemeriksaan TFU (30 cm), pemeriksaan CTG (Cardiotocography) dengan hasil
Detak Jantung Janin (DJJ) 130 x/i, His 1x10 menit durasi 10 detik dan dilakukan tindakan
induksi pertama misoprostol ¼ tab/vaginal pada pukul 14.00WIB. Setelah 1 jam pemberian
induksi misoprostol dilakukan pemeriksaan CTG dengan hasil DJJ : 168x/i, His 1x10 menit
durasi 10 detik. Setelah 6 jam pemberian induksi misoprostol dilakukan kembali pemerikasaan
CTG dengan hasil DJJ : 160x/i, His 1x10 durasi 10 detik dan dilakukan pemeriksaan dalam VT
dengan pembukaaan 1cm. Pada tanggal 7 November 2023 dilakukan kembali tindakan induksi
misoprostol¼ tab/vaginal pada pukul 08.00 WIB. Setelah 1 jam pemberian induksi misoprostol
dilakukan pemeriksaan CTG dengan hasil DJJ:170x/i, His 1x10 durasi 10 detik. Setelah 6 jam
pemberian induksi misoprostol dilakukan kembali pemeriksaan CTG dengan hasil DJJ: 160x/i,
His 1x10 durasi 10 detik dan di lakukan pemeriksaan dalam dengan pembukaan 1 cm.Pada pukul
14.00 WIB dilakukan kembali tindakan induksi misoprostol ¼ tab/vaginal. Setelah 1 jam
pemberian induksi misoprostol dilakukan pemeriksaan CTG dengan hasil DJJ : 168x/i, His 1x10
durasi 10 detik. Setelah 6 jam pemberian induksi misoprostol dilakukan kembali pemeriksaan
CTG dengan hasil DJJ: 160x/i, His 1x10 durasi 10 detik. Kemudian pada pukul 22.00 WIB
dilakukan pemeriksaan dalam dengan pembukaan 2 cm. Pada tanggal 8 November 2023 pukul
05.30 WIB dilakukanpemeriksaan CTG dengan hasil DJJ : 157x/i, His 1x10 durasi 10 detik dan
di lakukan pemeriksaan dalam dengan pembukaan 3 cm. Pada pukul 09.00 WIB dilakukan
pemeriksaan dalam dengan pembukaan 4 cm. Kemudian anjuran dari dokter diberikan terapi
dextro 5% + syntocinon. Pada pukul 11.00 WIB dilakukan pemeriksaan dalam dengan
pembukaan 5cm, kepala bayi kaput 3x3 sehingga dianjurkan untuk tindakan operasi. Kemudian
sebelum dilakukan Tindakan Sectio Caesarea dilakukan kembali pemeriksaan CTG pada pukul
18
11.04 WIB dengan hasil DJJ :163x/i kemudian dalam waktu 15 menit DJJ menurun 100x/i,
His :3 x 10 menit dengan durasi 20 detik. Persiapan pasien sebelum operasi adalah diminta surat
persetujuan tindakan operasi dan anastesi kepada keluarga, dengan IVFD RL 2 fls cor, inj.
Ceftriaxone 2 gr (skintest terlebih dahulu dan hasil tidak alergi dengan obat), kateter menetap
(dipasang di OK).
Pada tanggal 8 November 2023 Pukul 11.20 WIB Pasien dipindahkan ke ruangan operasi
untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan metode Eracs dan anastesi Spinal (regifel : ½ cc +
morpin 0,2 cc fentalin 25 mikrogram. Operasi dimulai pukul 12.05 WIB sampai dengan 12.50
WIB dan bayi lahir pukul 12.10 WIB dengan jenis kelamin laki-laki, berat badan 2470 gram,
panjang badan 45 cm, Lingkar Kepala 34cm, Lingkar Dada: 33cm, anus ( +), apgar score 8-9 dan
Pada pukul 18.00 WIB klien dipindahkan keruangan Melati, keadaan umum pasien pasca
bedah pasien tampak lemas, nyeri luka op (+), skala nyeri 7, buang angin (-). Untuk pemeriksaan
tanda – tanda vital diperoleh tekanan darah: 120/70 mmHg, frekuensi nadi 84 x/i, frekuensi nafas
20x/i, suhu tubuh 36,5C. Terapi obat yang diberikan IVFD RL, clindamycin 3x1, paracetamol
Setelah dilakukan observasi ulang pada pukul 19.00 WIB diperoleh hasil sebagai berikut :
klien tampak lemas, flatus (+) klien mengatakan nyeri pada bagian luka operasi seperti di tusuk-
tusuk, skala nyeri 7, Pasien mengatakan nyeri terus menerus dan jika bergerak nyeri bertambah.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh hasil tekanan darah : 115/60, frekuensi nadi 84x/i,
19
Pemeriksaan Laboratorium
Terapi Obat
No Nama Obat Dosis Indikasi
.
1. Misoprostol ¼ tab Induksi persalinan
2. Paracetamol 2 tab Meredakan gejala demam dan nyeri
3. Clindamycin 300 mg Mengatasi berbagai infeksi bakteri
3x1
4. Ibuprofen 3x1 Mengatasi nyeri ringan hingga
sedang
5. Vitamin C 3x1 Membantu meningkatkan daya
tahan tubuh, memperkuat jaringan
tubuh
6. Ceftriaxone 2gr Mengatasi infeksi bakteri
7. Hufabion 1x1 Mengatasi anemia yang disebabkan
karena kekurangan zat besi
8. Anastesi spinal regifel : ½ cc Anastesi sc metode eracs
+ morpin 0,2
cc fentalin
20
25mikrogram
II Post Operatif
1 DS: Klien Mwenatakan Ketuban Pecah Dini Nyeri Akut
nyeri pada luka bekas
operasi. Tindakan SC
P: Nyeri pada bagian luka
post operasi Insisi
Q : Nyeri seperti ditusuk
tusuk Luka
21
R: Nyeri pada bagian
abdomen akibat luka bekas Nyeri akut
operasi
S : Skala nyeri 7
T: Klien mengatakan nyeri
dan bertambah nyeri jika
bergerak.
DO :
- Skala nyeri 7
- Klien tampak
meringis kesakitan.
Tanda-Tanda Vital :
- Tekanan Darah:
115/60mmHg
- Frekuensi nadi : 84x/i
- Frekuensi nafas :20x/i
- Suhu tubuh 36,5C.
22
Tanda-Tanda Vital :
- Tekanan
Darah :115/60
mmHg
- Frekuensi nadi : 84x/I
- Frekuensi nafas :20x/i
- Suhu tubuh 36,5C.
1. Ansietas berhubungan dengan kondisi yang dialami ( keluar air-air, pergerakan janin
berkurang, dan Ketuban Pecah Dini ) ditandai dengan klien tampak gelisah
2. Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan klien tampak meringis
3. Resiko Infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan adanya luka sayat
13cm
23
3.4 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi
.
PRE OPERATIF
24
1. Ansietas Setelah dilakukan Terapi Relaksi
tindakan keperawatan Observasi :
berhubungan
selama 1x 24 jam tingkat 1. Identifikasi penurunan
dengan kondisi
ansietas menurun. tingkat energi,
yang dialami Kriteria hasil: ketidakmampuan
- Verbalisasi berkonsentrasi atau
( Pergerakan
khawatir kondisi gejala lain yang
janin berkurang,
yang dihadapi mengganggu
dan Ketuban menurun kemampuan kognitif
- Perilaku gelisah 2. Identifikasi teknik
Pecah Dini )
menurun relaksasi yang pernah
ditandai dengan
efektif digunakan
tampak gelisah 3. Identifikasi kesedian,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu tubuh
Terpeutik :
1. Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruangan nyaman, jika
memungkinkan
2. Gunakan pakaian
longgar
3. Gunakan suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
4. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
dengan
26
tampak
gelisah
POST OPERATIF
1. Nyeri akut 08 - 09 - Mengkaji nilai skala S: klien mengatakan nyeri S: klien mengatakan nyeri
berhubungan
November nyeri P:Nyeri pada bagian luka sudah berkurang
dengan luka
post operasi 2023 - Mengajarkan teknik post operasi P : Nyeri pada bagian luka
ditandai
relaksasi napas dalam Q :Nyeri seperti ditusuk post operasi
dengan
tampak ( saat nyeri) tusuk Q : Nyeri berkurang
meringis
- Memberikan posisi R :dibagian luka jahitan R : dibagian luka jahitan
semi fowler bekas operasi bekas operasi
- Kolaborasi dengan S : Skala 7 S : Skala nyeri 3
dokter dalam T: Klien mengatakan T: Klien mengatakan
pemberikan obat anti nyeri saat melakukan nyeri berkurang saat
nyeri : Ibuprofen 3x1, mobilisasi melakukan mobilisasi
Paracetamol 3x2 O: O:
- Pasien tampak - Pasien tampak tenang
meringis dan tidak meringis
Tanda-Tanda Vital : Tanda-Tanda Vital :
- Tekanan - Tekanan Darah :
Darah :115/60
27
mmhg 122/80
- Frekuensi nadi : - Frekuensi nadi :
84x/i 82x/i
- Frekuensi - Frekuensi
nafas :20x/i nafas :20x/i
- Suhu tubuh 36,5C. - Suhu tubuh 36C.
- Skalanya 3
A:
- Masalah keperawatan A:
belum teratasi - Masalah keperawatan
P: teratasi sebagian
- Intervensi P:
keperawatan Intervensi keperawatan
dilanjutkan dilanjutkan (edukasi
pasien dan keluarga
pemberian obat pulang
dan teknik relaksasi napas
dalam)
2. Resiko 08 -09 - Menjelaskan tanda dan S: S:
Infeksi
November gejala infeksi - Klien mengatakan - Pasien mengatakan
berhubungan
dengan luka 2023 - Mengajarkan cuci nyeri dan gatal di gatal di bagian post
post operasi
tangan dengan benar bagian post operasi SC mulai berkurang
ditandai
dengan - Kolaborasi dengan ahli O: luka operasi tampak O: luka operasi tampak
28
adanya luka gizi dalam pemberian kering, tidak ada keluar kering, tidak ada keluar
sayat 13 cm
asupan nutrisi tinggi darah dan nanah. darah dan nanah.
protein (putih telur 8 Tanda-Tanda Vital : Tanda-Tanda Vital :
butir/hari, ikan, sayur, - Tekanan - Tekanan
daging, buah, ) Darah :115/60 Darah :122/80
- Kolaborasi dengan mmhg mmhg
perawatan luka (1x3 - Frekuensi nadi : - Frekuensi nadi :
hari sekali) 84x/i 82x/i
- Kolaborasi dengan - Frekuensi - Frekuensi
dokter pemberian nafas :20x/i nafas :20x/i
antibiotik (clindamysin - Suhu tubuh 36,5C. - Suhu tubuh 36C.
3x1 300gr)
A: A:
- Masalah belum - Masalah teratasi
teratasi sebagian
P: P:
- Intervensi dilanjutkan - Intervensi dilanjutkan
(kontrol)
29
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan, ketuban
Pecah Dini yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut sebagai “Ketuban Pecah Dini
Prematur” (KPD Prematur). Ketuban Pecah Dini menyumbang persentase sebesar 65% dalam
kejadian infeksi, yang mana infeksi adalah salah satu dari 75% penyebab kematian ibu. Insiden
KPD ini dinilai cukup tinggi jika dibanding dengan masalah kehamilan lainnya dan kasus
Ketuban Pecah Dini (KPD) menyebabkan tingkat morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin
meningkat, sehingga Ketuban Pecah Dini perlu mendapatkan penanganan segera atau lebih baik
dicegah untuk menghindari berbagai komplikasi. Faktor risiko perlu diidentifikasi agar dapat
membantu diagnosis antenatal dari Ketuban Pecah Dini (KPD) dan mendidik wanita dengan
menjelaskan faktor-faktor risikonya sebagai kebutuhan untuk melaporkan lebih awal jika ada
diantaranya yang terjadi. Beberapa faktor risiko yang perlu diindentifikasi meliputi; infeksi
genital pada ibu, riwayat obstetri ibu, persentasi janin, gangguan hipertensi, diabetes mellitus,
kenaikan berat badan yang buruk, pekerjaan dan pendapatan, kebiasaan merokok dan polusi ozon
(O3).
4.2 Saran
Diharapkan tenaga kesehatan khususnya bidan untuk lebih berpartisipasi aktif dalam
memberikan asuhan kepada wanita secara holistik tentang Ketuban Pecah Dini baik saat
pelayanan kebidanan primer maupun kolaborasi. Diharapkan masyarakat khususnya ibu hamil
30
untuk mengetahui dan berpartisipasi aktif dalam pendidikan terkait faktor risiko Ketuban Pecah
DAFTAR PUSTAKA
SAP
LEAFLET
POSTER
DOKUMENTASI PENKES
31