Anda di halaman 1dari 101

LAPORAN SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA BY. Ny. I


DENGAN RDS (RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)
DIRUANGAN PERINATOLOGI RSUD M. NATSIR SOLOK
TAHUN 2023

OLEH:

1. ADI PUTRA (2210149011538)


2. ANGGI KURNIA UTAMA ( 2210149011269)
3. CHINTIA RAHMI (2210149011272)
4. DEBI ERISKA (2210149011273)
5. ENDAH PUTRI (2210149011274)
6. ELSHAMA RAHMI SAFITRI (2210149011544)
7. FAIZATUL RAHMADANI (2210149011329)
8. FITRI KURNIATI ( 2210149011276)
9. GUSTI A. RANA GHINAYA ( 2210149011326)
10. NOVICA SAPUTRI ( 2210149011283)
11. PHAGIA FEBRIANI ( 2210149011330)
12. YULLY GUSTIA NINGSIH ( 2210149011295)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR
YARSI BUKITINGGI
2022 / 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan seminar ini telah disetujui dan diperiksa untuk dipertahankan

Dihadapan pembimbing akademik dan klinik program Profesi Ners

Universitas Muhammad Natsir Yarsi Bukittinggi

Oleh Kelompok 1

Menyetujui

Tanggal, 30 januari 2023

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns. Liza Merianti,S.Kkep,M.Kep) ( Ns. Khairany,S.Kep )

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
seminar kasus ini dengan judul “ Asuhan Keperawatan Pada By.Ny.I dengan RDS
( Respiratory Distress Syndrom) Di Ruangan Perinatologi RSUD M. NATSIR
SOLOK tahun 2023.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan Seminar Kasus ini penulis
banyak mendapatkan dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, tidak terlepas
dari bantuan tenaga, pikiran, dan dukungan moril. Oleh karena itu penulis
meyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Elvi Fitraneti,Sp.PD,FINASIM selaku direktur RSUD M.Natsir
Solok
2. Bapak dan ibu KOMKORDIK RSUD M.Natsir Solok
3. Ibu Ns. Liza Merianti,S.Kep,M.Kep selaku Dosen Akademik I Universitas
Mohammad Natsir Yarsi Bukittinggi yang telah menyediakan waktu,
tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dalam penyusunan seminar kasus
ini sehingga seminar ini dapat terselesaikan
4. Ibu Ns. Ade Sri Wahyuni,S.Kep,MNS selaku Dosen Akademik I
Universitas Mohammad Natsir Yarsi Bukittinggi yang telah menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dalam penyusunan seminar
kasus ini sehingga seminar ini dapat terselesaikan
5. Ibu Ns. Khairany,S.Kep selaku Pembimbing Klinik Ruangan Perinatologi
RSUD M.Natsir Solok yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran
untuk mengarahkan dalam penyusunan seminar kasus ini sehingga seminar
ini dapat terselesaikan
6. Ibu Ns. Marlina Astuti,S.Kep selaku Pembimbing Klinik Ruangan
Perinatologi RSUD M.Natsir Solok yang telah menyediakan waktu, tenaga
dan pikiran untuk mengarahkan dalam penyusunan seminar kasus ini
sehingga seminar ini dapat terselesaikan

7. Ibu Ns. Salmiati,S.Kep selaku Karu Ruangan Perinatologi yang telah


memberi banyak ilmu dan kemudahan selama masa praktek dinas

1
8. Ibu Ns.Amliza,S.Kep selaku Karu Ruangan Anak yang telah memberi
banyak ilmu dan kemudahan selama masa praktek dinas

9. Uni – Uni di Ruangan Perinatologi dan ruangan anak yang telah memberi
banyak ilmu dan kemudahan selama masa praktek dinas

Akhir kata, saya berharap ALLAH SWT berkenan membalas segala


kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga proposal ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Solok , Januari 2023

Penulis

DAFTAR ISI

1
Kata Pengantar…………………………………………………………
Daftar Isi………………………………………………………………
Bab I Pendahuluan……………………………………………………
A. Latar Belakang……………………………………………….
B. Rumusan Masalah……………………………………………
C. Tujuan Penulisan……………………………………………..
D. Metode Penulisan……………………………………………..
E. Sistematika Penulisan…………………………………………
Bab II Tinjauan Pustaka……………………………………………….
A. Anatomi Dan Fisiologi………………………………………..
1. Anatomi Pernafasan………………………………………
2. Fisiologi Pernafasan………………………………………
B. Respiratory Distress Syndrom ( RDS)………………………..
1. Defenisi RDS………………………………………………….
2. Etiologi RDS…………………………………………………..
3. Faktor Risiko RDS…………………………………………….
4. Klasisfikasi RDS………………………………………………
5. Patofisiologi Dan Woc RDS…………………………………..
6. Manifestasi Klinis RDS………………………………………..
7. Komplikasi RDS……………………………………………….
8. Pemeriksaan Penunjang RDS…………………………………..
9. Penatalaksanaan RDS…………………………………………..
10. Asuhan Keperawatan Teoritis RDS…………………………….
Bab III Tinjauan Kasus………………………………………………….
A. Identitas Bayi / Keluarga………………………………………..
B. Riwayat Kesehatan………………………………………………..
C. Pengkajian Neonatus………………………………………………
D. Riwayat Prenatal (ANC)…………………………………………..

1
E. Pemeriksaan Kehamilan……………………………………………
F. Riwayat Persalinan…………………………………………………
G. Catatan Monitoring Fetus………………………………………….
H. Riwayat Kelahiran………………………………………………….
I. Riwayat Postnatal…………………………………………………..
J. Riwayat Sosial………………………………………………………
K. Pemeriksaan Penunjang…………………………………………….
L. Analisa Data……………………………………………………….
M. Diagnosa Keperawatan…………………………………………….
N. Intervensi Keperawatan……………………………………………
O. Implementasi Dan Evaluasi………………………………………..
Bab IV Pembahasan……………………………………………………….
A. Pengkajian…………………………………………………………
B. Diagnosa Keperawatan……………………………………………
C. Implementasi Keperawatan……………………………………….
D. Evaluasi Keperawatan……………………………………………..
Bab V Penutup……………………………………………………………..
A. Kesimpulan ………………………………………………………..
B. Saran……………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….

1
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) yaitu

menurunkan kematian anak, termasuk di dalamnya adalah kematian anak

bawah lima tahun (balita). Secara global, sekitar 6,6 juta balita meninggal

pada tahun 2012, sebagian besar disebabkan oleh penyebab yang dapat

dicegah (Wright dkk, 2016). Tahun 2019, Sebanyak 7000 Bayi baru lahir di

dunia meninggal setiap harinya (Indonesia: 185/hari, dg AKN 15/1000 Kel

Hidup), Tiga-perempat kematian neonatal terjadi pd minggu pertama, dan

40% meninggal dlm 24 jam pertama. Kematian neonatal berkaitan erat dg

kualitas pelayanan persalinan, dan penanganan BBL yg kurang optimal

segera setelah lahir dan bbrp hari pertama setelah lahir, penyebab utama

kematian (tahun 2016) adalah: prematur, komplikasi terkait persalinan

(asfixia atau kesulitan bernafas saat lahir), infeksi dan cacat lahir (birth

defect) (UNICEF, 2019).

Menurut laporan Save The Childrens yang berjudul Ending Newborn

Death menyebutkan bahwa kematian neonatal bervariasi di berbagai negara,

sekitar 5,9 per 1000 kelahiran hidup (KH) terjadi di Eropa dan empat sampai

lima kali lipat terjadi di Asia dan Afrika (Wright dkk, 2019) . Berdasarkan

data Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2015,

angka kematian bayi (AKB) di Indonesia dalam periode lima tahun(2015-

2020) sebesar 32 per 1000 KH dan kematian balita sebesar 40 Per 1000 KH.

AKB tahun 2012 sebesar 34 per 1000 KH meningkat dibandingkan dengan

data tahun 2010 sebesar 26 per 1000 KH, dengan target tahun 2021 sebesar

1
23 per 1000 KH. Enam puluh persen kematian bayi di Indonesia terjadi

selama periode neonatal dan 80% kematian anak terjadi selama bayi (BPS,

2021).

Salah satu faktor risiko yang berkontribusi besar terhadap kematian

bayi terutama pada masa perinatal yaitu gangguan pernafasan pada bayi atau

Respirasy Distress Syndrome (RDS). Menurut Depkes (2019), penyebab

kematian bayi baru lahir 0-6 hari di Indonesia adalah gangguan pernapasan

38,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,8%, kelainan

darah.ikterus 6,6% dan lain-lain. Penyebab Kematian bayi 7-28 hari adalah

sepsis 20,55, kelainan kongenital 18,1%, pneumonia dan BBLR 12,8% dan

RDS 12,8%.

Penyebab kematian neonatal adalah gangguan atau gangguan

pernafasan 35,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,3%, kelainan

darah atau ikterus 5,6%, post matur 2,8% dan kelainan kongenital 1,4%

(Pritasari, K., 2010). Untuk itu kegawatan pernafasan atau respiratory

distress pada bayi baru lahir merupakan masalah yang dapat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir (Valman & Thomas, 2009).

RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline

membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru

dimana terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari

kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya

(Behrman, 2004 didalam Leifer 2019).

Sindrom gawat nafas atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada

neonatus yang juga disebut sebagai Hyaline Membrane Dosease (HMD),

1
merupakan suatu penyakit paru-paru akut pada neonatus yang disebabkan

karena kekurangan surfaktan, terutama bayi premature, dimana suatu

membran yang tersusun atas protein dan sel-sel mati melapisi alveoli

(kantung udara tipis dalam paru-paru) sehingga membuat kesulitan untuk

terjadinya pertukaran gas (Anik, 2019).

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane

Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi

surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang.

Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan

kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke

dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.

RDS yang tidak dilakukan penatalaksanaan dengan baik bisa

menyebabkan prognosis yang lebih jelek, seperti terjadinya kebocoran

alveoli yang dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,

pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi

dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal apnea, atau

bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. Komplikasi jangka panjang

dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, seperti Bronchopulmonary

Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan

pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperkecil terjadinya

komplikasi pada pasien dengan RDS adalah mengoptimalkan peran perawat

sebagai care giver. Menurut Monica Ester (2003) tindakan yang dapat

dilakukan seperti : mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat,

1
mempertahakan keseimbangan asam basa, mempertahankan suhu lingkungan

netral, mempertahankan perfusi jaringan adekuat, mencegah suhu rendah

pada bayi dan mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat. Selain itu juga

penting untuk melibatkan keluarga dalam perawatan pasien, seperti :

mendorong ibu agar memberikan anaknya ASI Eklusif, mengajarkan ibu

memberi makan kepada anaknya, mengajarkan ibu agar terciptanya Bounding

dengan anak (mengajak berbicara, menyentuh/memeluk anaknya) serta

membudayakan cuci tangan sebelum menyentuh pasien.

Data di RSUD M. Natsir tahun 2020 terdapat kasus RDS sebanyak 15

%, kasus BBLR sebanyak 14%, kasus NCB sebanyak 15%, kasus asfiksia

sebanyak 4%, dan kasus sepsis sebanyak 4%, dari data diatas menunjukkan

kasus RDS dan kasus NBC adalah yang paling tinggi, namun kasus yang

ditemukan dilapangan saat penulis mengambil kasus, masalah yang paling

banyak ditemukan adalah kasus RSD, maka penulis tertarik untuk

mengangkat kasus Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada seminar kasus.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan

masalah dalam proposal ini adalah Bagaimana asuhan keperawatan pada

pasien Respiratory Distress Syndrome(RDS)?

C. Tujuan Penulisan

1
1. Mampu memahami tentang asuhan keperawatan teoritis Respiratory

Distress Syndrome (RDS) di Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad

Natsir Kota Solok

2. Mampu mengumpulkan pengkajian pada pasien Respiratory Distress

Syndrome (RDS) di Rumah Sakit Umum Daerah Rumah Sakit Umum

Daerah Mohammad Natsir Kota Solok

3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien Respiratory

Distress Syndrome (RDS) di Rumah Sakit Umum Mohammad Natsir Kota

Solok

4. Mampu membuat intervensi keperawatan pada pasien Respiratory Distress

Syndrome (RDS) di Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad Natsir Kota

Solok

5. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien Respiratory

Distress Syndrome (RDS) di Rumah Sakit Umum Mohammad Daerah

Natsir Kota Solok

6. Mahasiswa mampu mencatat evaluasi keperawatan pada pasien

Respiratory Distress Syndrome (RDS) di Rumah Sakit Umum Daerah

Mohammad Natsir Kota Solok

7. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien

Respiratory Distress Syndrome (RDS) di Rumah Sakit Umum Daerah

Mohammad Natsir Kota Solok

D. Metode Penulisan

1
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah yang

berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Bayi L Dengan Respiratori Distress

Syndrome” ini adalah Berdasarkan metode literature mengintisarikan buku-

buku pustaka dan informasi didapat dari jaringan internet dan studi kasus.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan makalah ini diantaranya sebagai berikut,

BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan

Teori terdiri dari anotomi fisiologi, pengertian, etiologi, faktor resiko,

klasifikasi, patofisiologi/pathway, manifestasi klinis, komplikasi,

pemeriksaan diagnostic , penatalaksanaan medis dan pencegahan . BAB III

Asuhan Keperawatan, terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan dan

Intervensi keperawatan. BAB IV Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi Pernafasan

Pernapasan adalah proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas

dalam jaringan atau “pernafasan dalam” dan yang terjadi di dalam paru-

paru yaitu “pernapasan luar”.

Manusia membutuhkan suply oksigen secara terus-menerus untuk

proses respirasi sel, dan membuang kelebihan karbondioksida sebagai

limbah beracun produk dari proses tersebut. Pertukaran gas antara oksigen

dengan karbondioksida dilakukan agar proses respirasi sel terus

berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi sel ini

berasal dari atmosfer, yang menyediakan kandungan gas oksigen sebanyak

21% dari seluruh gas yang ada.

a. Hidung

a. Nares Anterior

Nares anterior adalah saluran – saluran di dalam lubang

hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal

sebagai vestibulum (rongga) Hidung. Vestibulum ini dilapisi

epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares

anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu

kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung.

b. Rongga Hidung

Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan

pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput

1
lendir semua sinus yang mempunyai lubang yang masuk ke dalam

rongga hidung. Hidung Berfungsi: penyaring, pelembab, dan

penghangat udara yang dihirup. Septum nasi memisahkan kedua

cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan,

sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi

oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral

cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os.

Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada

dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : conchae

superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh

membrane mukosa.

Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus

sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk

oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa

olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang

berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau.

Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os

frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I

olfaktorius.

Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang


berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi, sinus ini
berfungsi : memperingan tulang tengkorak, memproduksi mukosa
serosa dan memberikan resonansi suara. Sinus ini juga dilapisi
oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi.
Lubang yang membuka kedalam cavum nasi :
a) Lubang hidung

1
b) Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior
c) Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha
superior dan media dan diantara concha media dan inferior
d) Sinus frontalis, diantara concha media dan superior
e) Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior. Pada bagian
belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui
appertura nasalis posterior.
b. Saluran Pernapasan

1) Faring

Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak

sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian

tulang rawan krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung

(nasofaring) dibelakang mulut (orofaring) dan dibelakang laring

(faring-laringeal).

2) Laring

Laring (tenggorokan) terletak didepan bagian terendah faring

yang memisahkannya dari kolumna vertebra. Berjalan dari faring

sampai ketinggian vertebrae servikalis dan masuk ke dalam trakea

dibawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat

bersama oleh ligamen dan membran. Yang terbesar diantaranya

ialah tulang rawan tiroid, dan disebelah depannya terdapat benjolan

subkutaneas yang dikenal sebagai jakun, yaitu disebelah depan

leher. Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang

bersambung di garis tengah. Di tepi atas terdapat lekukan berupa V.

Tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid, berbentuk

seperti cincin mohor dengan mohor cincinnya disebelah belakang

1
( ini adalah tulang rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran

lengkap). Tulang rawan lainnya ialah kedua tulang rawan aritenoid

yang menjulang disebelah belakang krikoid., kanan dan kiri tulang

rawan kuneiform, dan tulang rawan kornikulata yang sangat kecil.

Terkait di puncak tulang rawan tiroid terdapat epiglotis, yang

berupa katup tulang rawan dan membantu menutup laring sewaktu

menelan. Laring dilapisi jenis selaput lendir yang sama dengan

yang di trakea, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi

sel epitelium berlapis.

Pita Suara terletak disebelah dalam laring, berjakan dari

tulang rawan tiroid di sebelah depan sampai dikedua tulang rawan

aritenoid. Dengan gerakan dari tulang rawan aritenoid yang

ditimbulkan oleh berbagai otot laringeal, pita suara ditegangkan

atau dikendurkan. Dengan demikian lebar sela-sela anatara pita-pita

atau rima glotis berubah-ubah sewaktu bernapas dan berbicara.

Suara dihasilkan karena getaran pita yang disebabkan udara

yang melalui glotis. Berbagai otot yang terkait pada laring

mengendalikan suara, dan juga menutup lubang atas laring sewaktu

menelan.

3) Trakea

Trakea atau batang teggorokan kira-kira 9 cm panjangnya.

Trakea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra

torakalis kelima dan ditempat ini bercabanf menjadi dua bronkus

(bronki). Trakea tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tak sempurna

1
lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh

jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di sebelah

belakang trakea; selain itu juga memuat beberapa jaringan otot.

Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium

bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergerak menuju keatas ke arah

laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir-butir halus lainnya

yang turut masuk bersama dengan pernapasan dapat dikeluarkan.

Tulang rawan berfungsi mempertahankan agar trakea tetap terbuka;

karena itu, disebelah belakngnya tidak bersambung, yyaitu di

tempat trakea menempel pada esofagus, yang memisahkannya dari

tulang belakang.

Trakea servikalis yang berjalan melalui leher disilang oleh

istmus kelenjar tiroid, yaitu belahan kelenjar yang melingkari sisi-

sisi trakea. Trakea torasika berjalan melintasi mediastenum, di

belakang sternum, menyentuh arteri inominata dan arkus aorta.

Usofagus terletak dibelakang trakea.

4) Kedua bronkus

Yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-

kira vertebra torakalis kelima mempunyai struktur serupa dengan

trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu

berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampak paru-paru.

Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dari pada yang kiri;

sedikit lebih tinggi daripada arteri pulmonalis dan mengeluarkan

1
sebuah cabang yang disebut bronkus lobus atas; cabang kedua

timbul setelah cabang utama lewat dibawah arteri, disebut bronkus

lobus bawah.

Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing daripada yang

kanan, dan berjalan dibawah arteri pulmonalis sebelum dibelah

menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.

b. Rongga Torak

Batas-batas yang membentuk rongga di dalam toraks :

1. Sternum dan tulang rawan iga-iga di depan,

2. Kedua belas ruas tulang punggung beserta cakram antar ruas ( diskus

intervertebralis) yang terbuat dari tulang rawan di belakang.

3. Iga-Iga beserta otot interkostal disamping

4. Diafragma di bawah

5. Dasar leher di atas,

Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru-paru

beserta pembungkus pleuranya. Pleura ini membungkus setiap belah, dan

memebentuk batas lateral pada mediastinum. Mediastinum adalah ruang di

dalam rongga dada diantara kedua paru-paru. Isinya jantung dan

pembuluh-pembuluh dara besar, usofagus, duktus torasika, aorta

descendens, vena kava superior, saraf vagus dan frenikus dan sejumlah

besar kelenjar limfe.

c. Paru – Paru

Paru-Paru ada dua, merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru

mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan tengah

1
dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur

lainnya yang terletak didalam mediastinum . Paru-paru adalah organ yang

berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan muncul sedikit lebih

tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di

atas landai rongga toraks, diatas diafragma.

2. Fisiologi Pernafasan

Fungsi paru – paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon

dioksida.Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna,

oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen

masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan

erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapis membran,

yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah.

Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah

merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua

bagian tubuh. Darah meninggalkan paru – paru pada tekanan oksigen 100

mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.

Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan

metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke

alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar

melalui hidung dan mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau

pernapasan eksterna :

a. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam

alveoli dengan udara luar.

1
b. Arus darah melalui paru – paru

c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam

jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh

d. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler.

CO2 lebih mudah berdifusi drpd oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang


meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu
gerak badan, lebih banyak darah datang di paru – paru membawa terlalu
banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat
dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini
merangsang pusat pernapasan dalam otak unutk memperbesar kecepatan
dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mngeluarkan CO2
dan memungut lebih banyak O2.
Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah
menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) megintari
seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak
sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk
memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai
gantinya, yaitu karbon dioksida.

B. Respiratory Distress Syndrome

1. Definisi

Respiratory distress syndrome (Sindrom gawat nafas) adalah istilah

yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini

merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan

perkembangan maturitas paru. Gangguan ini biasanya juga dikenal

dengan nama Hyaline Membrane Disease (HMD) atau penyakit membrane

1
hialin, karena pada penyakit ini selalu di temukan membrane hialin yang

melapisi alveoli (Surasmi, 2003). RDS adalah penyakit paru yang akut dan

berat, terutama menyerang bayi-bayi preterm, hal ini dapat terlihat pada

3% sampai 5% bayi-bayi cukup bulan (Donna L. Wong, 2003).

Respiratory Distress Syndrome, (RDS) atau defisiensi surfaktan

adalah suatu gangguan perkembangan paru yang dimulai saat lahir atau

segera setelahnya, menetap selama 48 sampai 96 jam dan sembuh dieresis

inisial dimulai (Paulette S, 2008).

Respiratory Distress Syndrom, (RDS) ialah kumpulan gejala yang

terdiri dari dispnoe atau hipernoe. dengan frekuensi pernafasan lebih dari

60 kali/menit, sianosis, rintihan dan ekspirasi dan kelainan otot-otot

pernafasan pada inspirasi (Arief ZR,2009).

Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah:

Kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi

pernafasan besar 60x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi

didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi

(Ngatisyah.2005 hal 23).

Kumpulan gejala yang terdiri dari frekuensi nafas bayi lebih dari

60x/i atau kurang dari 30x/i danmungkin menunjukan satu atau lebih dari

gejala tambahan gangguan nafas sebagai berikut:- Bayi dengan sianosis

sentral (biru pada lidah dan bibir) - Ada tarikan dinding dada – Merintih -

Apnea (nafas berhenti lebih dari 20 detik) (PONED,2004).

2. Etiologi

1
RDS sering terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena

kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak

kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula

kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi

surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes,

seksual sesaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur.

Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang

dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih

belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi

akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera

setelah bayi lahir dan akan bertambah berat (Julia 2010).

Gomella (2009) yang dikutip dari AHA dan American academy of

pediatrics (AAP) mengajukan penyebab gangguan pernafasan pada bayi

dalah:

a. Faktor Ibu

Faktor yang bisa terjadi selama hamil pada ibu

1) Infeksi

Infeksi pada ibu hamil dapat terjadi karena ibu yang kurang

memperhatikan kebersihan dirinya dan lingkungan, sehingga

mikroorganisme (virus, bakteri, kuman dan jamur) berkembang

didalam darah ibu dan dapat dialirkan ke janin oleh pembuluh

darah. Infeksi pada ibu hamil juga dapat disebabkan oleh

keputihan. Untuk menghindari terjadinya infeksi pada ibu hamil

1
maka ibu diharapkan mampu menjaga personal hygience. Penyakit

pada ibu

2) Penyakit pada ibu hamil

Seperti hipertensi, atau penyakit jantung lainnya maupun

penyakit metabolik seperti diabetes militus serta asma. Ibu dengan

riwayat penyakit tersebut diharapkan terlebih dahulu mengobati

penyakitnya sebelum hamil, karena penyakit tersebut akan

memperburuk keadaan ibu dan janin.

3) Ketuban pecah dini

Penyebab ketuban pecah dini belum pasti, tapi sebagian

besar berkaitan dengan infeksi (sampai 65%).  Misalnya, infeksi

kuman, terutama infeksi bakteri, yang dapat menyebabkan selaput

ketuban menjadi tipis, lemah dan mudah pecah keputihan dan

infeksi vagina.

4) Gizi ibu hamil yang tidak optimalisasi. Kebutuhan gizi ibu hamil

meningkatkan 15% dari kebutuahn biasanya.

b. Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan

kondisi plasenta. Gangguan bernafas spontan pada janin akan terjadi

bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,misalnya perdarahan

plasenta.

c. Faktor Janin

1
Penekanan umbilicus (pusat) akan mengakibatkan terganggunya

aliran darah dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat

pertukatan gas antara ibu dan janin. Hal ini dapat ditemukan pada

keadaan janin terlilit tali pusat.

d. Faktor Neonatus

Gangguan pernafasan pada neonatus dapat terjadi karena

beberapa hal,yaitu:

a) Pemakaian obat anestesi dan analgetik yang berlebihan

b) Trauma persalinan

c) Kelainan bawaan bayi, seperti penyakit jantung bawaan .

3. Faktor Resiko

Meskipun sebagian besar bayi dengan penyakit Membran Hialin

(HMD) adalah bayi premature (Anik,2009). Terdapat faktor-faktor lain

yang bisa menyebabkan timbulnya penyakit ini, seperti:

a. Bayi laki-laki

b. Persalinan Sectio Caesaria

c. Asfiksia perinatal

d. Stress dingin/ cold stress (suatu kondisi yang menekan produksi

surfaktaan)

e. Infeksi perinatal

f. Kelahiran Kembar (bayi-bayi yang dilahirkan kembar biasanya

prematur)

1
g. Bayi dari ibu yang menderita Diabetes Melitus (terlalu banyak

insulin dalam sistem tubuh bayi yang disebabkan karena diabetes

pada ibu dapat memperlambat produksi surfaktan)

h. Bayi dengan kelainan jantung PDA (Patent ductus Arteriosus)

Pada prematuritas :

1) Produksi surfaktan masih sedikit (defisiensi surfaktan).

Komponen utama surfaktan adalah lesitin, yang terdiri dari

cytidine diphosphate cholin (C.D.P cholin) dan

phosphatidyldimethy etanolamine (P.M.D.E).

2) Surfaktan diproduksi oleh sel ponemosit tipe II yang dimulai

tumbuh pada gestasi 22-24 minggu, mulai aktif pada gestasi

24-26 minggu.

3) Surfaktan mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu

4) Rasio lesitin/spingomielin dalam cairan amnion.

4. Klasifikasi

Menurut Gamella (2009), sindrom gawat nafas/ Respiratory Distress

Syndrome (RDS) dikelompokkan sebagai berikut:

a. Syndrom gawat nafas Klasik/Clasik Respyratory distress syndrome

Thoraks/dada berbentuk seperti bel disebabkan karena kekurangan

aerasi (underaration). Volume paru-paru menurun, parenkhim paru-

paru memiliki pola retikulogranuler difusi, dan terdapat gambaran

broncho gram udara yang meluas ke perifer.

b. Sindrom Gawat Nafas Sedang-Berat/Moderately severe Respiratory

Distress Syndrome.

1
Pola retikulogranuler lebih menonjol dan terdisribusi lebih merata.

Paru-paru hypoaerated. Dapat dilihat pada bronkhogram udara

meningkat.

c. Sindrom Gawat Nafas Berat/ Severe Respiratory Distress Syndrome

Terdapat retikulogranuler yang berbentuk opaque pada kedua paru-

paru area cystic pada paru-paru kanan bisa manunjukan alveoli yang

berdilatasi atau empisema interstitial pulmonal dini.

5. Patofisiologi Dan WOC

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS (Respiratory

distress syndroma) pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih

kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna

karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.

Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-

paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru

sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari

normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmunal meningkat dan

terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis

respiratorik. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan

berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan

tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang.

Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari luar rongga udara

bagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli

sehingga menyebabkan desquamasi daro epithel sel alveoli type II.

Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena danya

1
defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan

barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan

kerusakan pada endhothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian

distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari

darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu

setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai

dibentuk pada 36 – 72 jam setelah lahir (Surasmi,dkk, 2003)

Apneu primer dapat memanjang dan diikuti dengan memburuknya

sistem sirkulasi. Hipoksiamiokardium dan asidosis akan memperberat

bradikardi, vasokontriksi dan hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5

menit dan kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu sekunder

denyut jantung, tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah terus

menurun. Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan

upaya pernafasan secara spontan. Kematianakan terjadi kecuali pernafasan

buatan dan pemberian oksigen segera dimulai (Saifuddin, 2002).

1
Primer Sekunder
WOC
Bayi prematur Perdarahan antepartum, Ibu diabetes Seksio sesaria Aspirasi mekonium Asfiksia Resusitasi Pneumotorak,
hipertensi hipotensi (pneumonia aspirasi) neonatorum neonatus sindrom wilson,
Pembentukan (pada ibu) Hiperinsulinemia Pengeluaran mikity
membran hialin janin Janin kekurangan Pemberian kadar
hormon stress oleh
surfaktan paru O2 dan kadar CO2 O2 yang tinggi
Gangguan perfusi darah ibu
belum sempurna Imaturitas paru Pernapasan intra uterin meningkat
uterus
Insufisiensi pada
Sirkulasi utero plasenter Sumbatan jalan napas bayi prematur
kurang baik parsial oleh air ketuban Trauma akibat
Mengalir ke janin Gangguan
dan mekonium kadar O2 yang
pematangan paru
Bayi prematur; dismaturitas tinggi
bayi yang berisi air Kerusakan surfaktan perfusi
Menekan sintesis
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang surfaktan

Penurunan produksi surfaktan


Fungsi organ belum sempurna
Meningkatnya tegangan permukaan alveoli

Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi

Surfaktan menurun Daya imun Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasi

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / RDS


Janin tidak dapat menjaga Resiko infeksi
rongga paru tetap Kolaps paruangguan
mengembang
Hipoksia gg.ventilasi pulmonal
Retensi CO2 Peningkatan pulmonary
Tekanan negatif intra Kerusakan endotel kapiler vaskular resistence (PVR)
toraks yang besar Kontriksi vaskularisasi dan epitel duktus arteriousus Asidosis respiratorik
pulmonal Hipoperfusi Pembalikan parsial
Transudasi alveoli Pe↓ pH dan PaO2 jaringan paru sirkulasi darah janin
Usaha inspirasi yang lebih Masukan oral
P↓ oksigenasi jaringan
kuat tidak adekuat/ Pembentukan fibrin Membran hialin
Vasokontriksi berat Me↓nya aliran Aliran darah dari
menyusu buruk melapisi alveoli kanan ke kiri melalui
- Dispena Metabolisme anaerob darah pulonal
Fibrin & jaringan yang nekrotik
arteriosus dan
- Takipnea membentuk lapisan membran Menghambat Pe↓ sirkulasi paru
Timbunan asam laktat foramen ovale
- Apnea hialin pertukaran gas dan pulmonal
- Retraksi dinding Peningkatan MK: gangguan :
metabolisme Asidosis metabolik Penurunan curah MK : Resti penurunan gpertukaran gas
dada MK : risiko deficit
curah jantung
(membutuhkan Kurangnya cadangan jantung
- Pernapasan cuping nutrisi
hidung glikogen lebih glikogen dan lemak coklat M↓nya perfusi ke Paru Me↓nya aliran darah pulmonal - Pe↓ kesadaran
- Mengorok banyak organ vital
Otak Iskemia Gangguan - Kelemahan otot MK : Resiko
- Kelemahan Respon menggigil pada - Dilatasi pupil cidera
MK : Pola nafas tidak efektif bayi kurang/tidak ada Bayi kehilangan panas tubuh/tdk MK : Termoregulasi fungsi
Hipoglikemia - Kejang
1 dapat me↑kan panas tubuh tidak efektif serebral - Letargi
6. Manifestasi Klinis

Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60

x/menit), pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta,

expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan.

Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda

lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau

asidosis campuran (Bobak, 2005).

Menurut Surasmi, dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah

sebagai berikut :

a. Takhipneu (> 60 kali/menit)

b. Pernafasandangkal

c. Mendengkur

d. Sianosis

e. Pucat

f. Kelelahan

g. Apneu dan pernafasan tidak teratur

h. Penurunan suhu tubuh

i. Retraksi suprasternal dan substernal

1
Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe :

0 1 2

Frekuensi < 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit

Nafas

Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat

retraksi

Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan O2 Sianosis

menetap

walaupun diberi

O2

Air Entry Udara masuk Penurunan ringan udara

masuk

Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan Dapat didengar

stetoskop tanpa alat bantu

Evaluasi Respiratory Distress berdasarkan hasil Skor Downe

Skor < 4 gangguan pernafasan ringan

Skor 4 – 5 gangguan pernafasan sedang

Skor > 6 gangguan pernafasan ringan (pemeriksaan gas darah

harus dilakukan)

1
7. Komplikasi

Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :

a. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara

(pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema

intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan

gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis

yang menetap.

b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan

adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat

timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena,

kateter, dan alat-alat respirasi.

c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan

intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi

terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen,

tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan

oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :

a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru

kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa

gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan

tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,

adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD

meningkat dengan menurunnya masa gestasi.

1
b. Retinopathy premature

Kegagalan fungsi neurologis, terjadi sekitar 10%-70% bayi yang

berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoksia, komplikasi

intracranial, dan adanya infeksi (Ngastiyah, 2005)

8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Ngastiyah,2005 pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk

menengakkan diagnosis RDS adalah :

a. Gambaran radiologis

Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto

rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan

mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya

pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik

yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus

berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi.

b. Gambaran laboratorium

Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium

diantaranya adalah :

1) Pemeriksaan darah

Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya

lebih dari 45 mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin

lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi normal dengan

berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun disebabkan

kurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau

1
arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi

dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH

darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya

asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.

2) Pemeriksaan fungsi paru

Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik,

frekuensi pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan

memperhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya

seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung compliance’ berkurang,

functional residual capacity’ merendah disertai ‘vital capacity’

yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru

akan terganggu.

3) Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler

Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan

beberapa perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa

duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau

kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit),

menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.

c. Gambaran patologi/histopatologi

Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya

atelektasis dan membran hialin di dalam alveolus dan duktus

alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian paru yang

mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan yang

1
terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari

darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.

Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan

Pemeriksaan Kegunaan

Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia

Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam

basa

Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia

dapat menyebabkan atau memperberat takipnea

Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas

Darah rutin dan hitung Leukositosis menunjukkan adanya infeksi

jenis Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri

Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis

Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen

Sumber: Hermansen

9. Penatalaksanaan

Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan (Monica Ester,2013)

meliputi:

a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat

b. Mempertahakan keseimbangan asaam basa.

c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.

d. Mempertahankan perfusi jaringan adekwat.

e. Mencegah hipotermia.

f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

1
Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan (Esty

wahyuningsih,2009)

a. Bebaskan jalan napas dan beri oksigen jika ada gangguan pernapasan

b. Jika terdapat henti napas (apnea), lakukan resusitasi neonatus

c. Pertahankan kadar gula agar tidak turun

d. Beri dosis pertama antibiotic intramuscular

e. Anjurkan agar bayi tetap hangat

f. Lakukan rujukan segera

Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi menurut (Sudarti dan Endang

Khoirunnisa,2010) adalah :

a. Penatalaksana secara umum

1) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang

paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan

infus dektrosa 5 %

2) Pantau selalu tanda vital

3) Jaga kepatenan jalan nafas

4) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)

5) Jika bayi mengalami apneu

6) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.

7) Lakukan penilaian lanjut.

8) Bila terjadi kejang potong kejang.

9) Segera periksa kadar gula darah.

10) Pemberian nutrisi adekuat.

1
11) Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut

sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat

gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:

a) Gangguan nafas ringan (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,2010)

Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan

napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut

“Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi

setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik

dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian,

pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda

awal dari infeksi sistemik.

 Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam

berikutnya.

 Bila dalam pengamatan gangguan pernafasan memburuk

atau timbul gejala sepsis lainya, terapi untuk kemungkinan

besar sepsis dan tangani gangguan sedang atau berat seperti

tersebut diatas

 Berikan ASI bila mampu mengisap. Bila tidak,berikan ASI

peras dengan menggunakan salah satu cara alternaatif

pemberian minuman

 Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan

gangguan nafas, hentikan pemberian O2 jika frekuensi

nafas antara 30-60 kali/menit.

1
 Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi nafas

menetap antaran 30-60kali/menit,tidak ada tanda sepsis, dan

tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan,bayi

dapat dipulangkan.

b) Gangguan nafas sedang (Sudarti dan Endang

Khoirunnisa,2010)

 Lanjutkan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang.

 Bayi jangan diberi minum.

 Jika ada tanda berikut,ambil sempel darah untuk kultur dan

berikan antibiotic ( ampisilin dan gentamisin) untuk terapi

kemungkinan besar sepsis.

i. Suhu aksiler <35 derajat celcius atau >39 derajat

celcius.

ii. Air ketuban bercampur mekonium.

iii. Riwayat infeksi intrauterine,demam curiga infeksi

berat atau ketuban pecah dini (>18 jam).

 Bila suhu aksiler 34-36,5 derajat celcius atau 37,5-39

derajat celcius tangani untuk masalah suhu abnormal,dan

nilai ulang setelah 2 jam.

i. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas

belum ada perbaikan, ambil sempel darah,dan

berikan antibiotic untuk terapi kemungkinan besar

sepsis.

1
ii. Jika suhu abnormal,teruskan amati bayi. Apabila

suhu kembali abnormal ulangi tahapan diatas.

 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis,nilai kembali bayi

setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan

atau tanda-tanda prburukan setelah 2 jam,terapi untuk

kemungkinan besar sepsis.

 Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan

( frekuensi nafar menurun, tarikan dinding dada berkurang

atau suara merintih berkurang)

i. Kurangi terapi O2 secaraa bertahap.

ii. Jangan memberikan terapi O2 yang tidak perlu

secara terus menerus. Hentikan pemberian O2

bilamana bayi tidak ada gangguan nafas dan diudara

ruangan tanpa pemberian O2 bayi tampak

kemerahan.

iii. Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2

jam

iv. Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai

dilatih menyusui. Bila bayi tak bisa menyusui,

berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu

alternatif cara pemberian minum

 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic

dihentikan, jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa

pemberian O2 selam 3 hari, minum baik dan tidak ada

1
alasan bayi tetap tinggal dirumah sakit dirumah sakit, bayi

dapat dipulangkan.

c) Gangguan nafas berat

Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas

semakin sering dan semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir

<2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu) gangguan nafas

kering memburuk dala waktu 36-48 jam pertama dan tidak

banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan

kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.

i. Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang

(antara rendah dan tinggi,lihat terapi oksigen)

ii. Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis.

iii. Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap

terhadap sianosis sentral,naikan pemberian O2 pada

kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan nafas bayi semakin

berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2

100% bila kemungkinan segera rujuk bayi kerumah sakit

rujukan atau ada fasilitas dan mampu memakai ventilator

mekanik.

iv. Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasanng

pipa lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan

udara.

v. Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda

perbaikan.

1
vi. Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekkuensi

nafas menurun,tarikan dinding dada berkurang, warna kulit

membaik).

 Kurangi pemberian O2

 Jangan meneruskan pemberian O2 bila tidak perlu

hentikan pemberian O2 bila bayi diletakkan pada udara

ruangan tanpa pemberian O2 tidak mengalami

gangguan nafas dan tampak kemerahan.

 Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.

 Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi,bayi mulai

dilatih dengn menggunakan salah satu alternafif cara

pemberian minum.

Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:

1. Frekuensi nafas

2. Adanya terikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi.

3. Episode apnea.

4. Periksa kadar glucose darah sekali sehari setengah kebutukan

minum dapat dipenuhi secara oral.

5. Alati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan.

Jika bayi tampak kemerahan tanpa terapi O2 sselama 3 hari,

minum baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan

perawatan dirumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

VENTILASI TEKANAN POSITIF

Konseling antenatal
Pengarahan tim dan pemeriksan
peralatan

1
Lahir
Tetap bersama ibu untuk
perawatan rutin.
Cukup bulan? Hangatkan dan pertahankan suhu
Tonus? Ya normal, posisikan jalan napas,
Bernapas atau menangis bersihkan sekret bila diperlukan,
Tidak keringkan, evaluasi,
berkelanjutan.
Hangatkan dan pertahankan suhu
normal, posisikan jalan napas, bersihkan
sekret biladiperlukan, keringkan,
rangsang

Apnu, megap-megap, atau FJ di Kesulitan bernapas, atau


bawah 100 dpm Tidak sianosis menetap ?

Ya
VTP, pantau SpO2. Pertimbangkan Posisikan dan bersihkan jalan napas,
pasang EKG pantau Spo2. Tambahkan O2 nila
diperlukan. Pertimbangkan CPAP
FJ di bawah 100 dpm ?
Tidak
Perawatan pasca resusitasi.
Pengarahan tim
Lihat gerakan dada. Langkah koreksi
ventilasi bila diperlukan. Pipa ET atau
Yasungkup larings bila diperlukan Target SpO2 praduktal

1. 1 menit 60%-65%
FJ di bawah 60 dpm ? 2. 2 menit 65%-70%
3. 3 menit 70%-75%
4. 4 menit 75 %-80%
Intubasi belum dilakukan. Kompresi dada.
5. 5 menit 80%-85%
Koordinasi dengan VTP. O2 100%. Pasang
EKG 6. 10 menit 85%-95 %

FJ dibawah 60 dpm ?

epinefrin
Epinefrin IV,IV,
bila FJ tetap dibawah 60 dpm,
pikirkan hipovolemi,pikirkan pneumatoraks

1
10.Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Data pasien

Data pasien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, alamat. Nama

orang tua, pekerjaan orang tua

2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Biasanya pasien dengan gawat nafas keluarga akan
mengeluhkan bayinya sesak nafas, sebagian tubuh membiru.
b) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya keluarga akan mengeluhkan nafas anaknya sesak,

sebagian kulit membiru, badan teraba hangat.

c) Riwayat kesehatan dahulu

Apakah pernah mengalami penyakit yang sama

sebelumnya, apakah klien pernah menderita penyakit yang

biasanya menyebabkan terjadinya sindome gawat nafas,

seperti bayi lahir premature, BBLR.

d) Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit

yang sama

e) Riwayat maternal

Kaji apakah ibu menderita penyakit seperti diabetes

mellitus, kondisi seperti perdarahan plasenta, tipe dan lamanya

persalinan, stress fetal atau intrapartus.

f) Status infant saat lahir

1
Kaji apakah bayi lahir prematur, umur kehamilan, apgar

score (apakah terjadi asfiksia), bayi lahir melalui operasi

Caesar atau tidak ?

g) Data dasar pengkajian

1. Cardiovaskuler

a. Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat

b. Murmur sistolik

c. Denyut jantung DBN

2. Integumen

a. Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral

b.   Pitting edema pada tangan dan kaki

c. Mottling

d. Neurologis

e. Immobilitas, kelemahan

f. Penurunan suhu tubuh

3. Pulmonary

a. Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)

b. Nafas grunting

c. Pernapasan cuping hidung

d. Pernapasan dangkal

e. Retraksi suprasternal dan substernal

f. Sianosis\

g. Penurunan suara napas, crakles, episode apnea

4. Status behavioral

1
a, Letargi

3) Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60

kali/menit), pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal,

pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu,

gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada

awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan

menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan

pernapasan dalam.Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan

kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi

dan penilaian fungsi kardiovaskuler.

a) Penilaian fungsi respirasi meliputi:

1. Frekuensi nafas

Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan

pada bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress

pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya

asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi,

ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi

ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler

sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang

merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.

2. Mekanika usaha pernafasan

Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi

cuping hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai

1
pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan

kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang

menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.

3. Warna kulit/membran mukosa

Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit

tubuh terlihat berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat

kelabu, pucat dan teraba dingin.

b) Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:

a. Frekuensi jantung dan tekanan darah

Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum

adanya stress, ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan

atau kelainan fungsi jantung.

b. Kualitas nadi

Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk

mengetahui volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang

tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan

berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah

pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk

dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis.

Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan

dengan cara:

- Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)

- Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan


meninggikan sedikit ekstremitas dibandingkan

1
jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki
tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan.
Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan
menghilang 2-3 detik.
c) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah
diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak
selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot,
kejang dan dilatasi pupil.

4) DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul ;
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar
surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
energi/kelelahan, keterbatasan pengembangan otot.
3. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan penurunan lemak
subkutan, peningkatan upaya pernapasan sekunder akibat RDS.
4. Risiko efisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan metabolisme akibat
stress.
5. Risiko infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif.
6. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan ventilasi
pulmonal
7. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan.
8. Risiko termogulasi tidak efektif berhubungan dengan proses penyakit
9. Risiko gangguan perlekatan berhubungan dengan perpisahan antara ibu
dan bayi akibat hospitalisasi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa SLKI SIKI

1 Gangguan Setelah dilakukan Terapi Oksigen


pertukaran gas intervensi keperawatan Observasi

1
berhubungan selama 3 x 24 jam, maka 1. Monitor kecepatan
dengan pertukaran gas aliran oksigen
ketidakadekuatan meningkat, dengan 2. Monitor posisi alat
kadar surfaktan, kriteria hasil: terapi oksigen
ketidakseimbangan 1. Sesak napas menurun 3. Monitor aliran
perfusi ventilasi 2. Wheezing menurun oksigen secara periodik
3. Takikardia menurun dan pastikan fraksi yang
4. PCO2 membaik diberikan cukup
5. PO2 membaik 4. Monitor efektifitas
6. pH arteri membaik. terapi oksigen (mis.
Oksimetri, Analisa gas
darah), jika perlu
5. Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
6. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor
monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
8. Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
9. Monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
10. Bersihkan sekret pada
mulut, hidung, dan trakea,
jika perlu
11. Pertahankan

1
kepatenan jalan napas
12. Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
13. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
14. Tetap berikan oksigen
saat pasien di transportasi
15. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
16. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
17. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
18. Kolaborasi
penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
2 Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
efektif intervensi keperawatan Observasi
berhubungan selama 3 x 24 jam, maka 1.Monitor pola nafas
dengan penurunan pola nafas membaik, 2.Monitor bunyi nafas
energi/kelelahan, dengan kriteria hasil: tambahan
keterbatasan Terapeutik
1. Dispnea menurun
pengembangan 3. Posisikan semi fowler atau
2. Penggunaan otot bantu
otot. fowler
napas menurun
4.Lakukan penghisapan
3. Frekuensi nafas

1
membaik lender kurang dari 15 menit
4. Kedalaman nafas 5. lakukan hiperoksigenasi
membaik sebelum penghisapan
endotrakeal
5. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
6.Anjurkan asupan cairan
2000 ml/ hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
7.Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,mukolitik, jika
perlu
Risiko Setelah dilakukan Regulasi Temperatur
3
termoregulasi tidak intervensi keperawatan Observasi
efektif selama 3 x 24 jam, maka 1. Monitor suhu tubuh
berhubungan termoregulasi neonatus bayi sampai stabil (36,5 –
dengan proses membaik, dengan kriteria 37,5°C)
penyakit hasil: 2. Monitor suhu tubuh
1. Menggigil menurun anak tiap 2 jam, jika perlu
2. Akrosianosis 3. Monitor tekanan
menurun darah, frekuensi
3. Dasar kuku sianotik pernapasan dan nadi
menurun 4. Monitor warna dan
4. Suhu tubuh membaik suhu kulit
5. Suhu kulit membaik 5. Monitor dan catat
6. Frekuensi nadi tanda dan gejala
menurun hipotermia atau
hipertermia
Terapeutik
6. Pasang alat pemantau

1
suhu kontinu, jika perlu
7. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi yang
adekuat
8. Bedong bayi segera
setelah lahir untuk
mencegah kehilangan
panas
9. Masukkan bayi BBLR
ke dalam plastic segera
setelah lahir (mis: bahan
polyethylene,
polyurethane)
10. Gunakan topi bayi
untuk mencegah
kehilangan panas pada
bayi baru lahir
11. Tempatkan bayi baru
lahir di bawah radiant
warmer
12. Pertahankan
kelembaban incubator
50% atau lebih untuk
mengurangi kehilangan
panas karena proses
evaporasi
13. Atur suhu incubator
sesuai kebutuhan
14. Hangatkan terlebih
dahulu bahan-bahan yang
akan kontak dengan bayi
(mis: selimut, kain

1
bedongan, stetoskop)
15. Hindari meletakkan
bayi di dekat jendela
terbuka atau di area aliran
pendingin ruangan atau
kipas angina
16. Gunakan matras
penghangat, selimut
hangat, dan penghangat
ruangan untuk menaikkan
suhu tubuh, jika perlu
17. Gunakan Kasur
pendingin, water
circulating blankets, ice
pack, atau gel pad dan
intravascular cooling
cathetherization untuk
menurunkan suhu tubuh
18. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien
Edukasi
19. Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion dan heat stroke
20. Jelaskan cara
pencegahan hipotermi
karena terpapar udara
dingin
21. Demonstrasikan
Teknik perawatan metode
kanguru (PMK) untuk

1
bayi BBLR
Kolaborasi
22. Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
4 Risiko defisit Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi intervensi keperawatan Observasi
berhubungan selama 3 x 24 jam, maka 1. Identifikasi status nutrisi
dengan status nutrisi membaik, 2. Identifikasi alergi dan
peningkatan dengan kriteria hasil: intoleransi makanan
metabolisme akibat 1. Porsi makan yang 3. Identifikasi makanan yang
stress. dihabiskan meningkat disukai
2. Berat badan membaik 4. Identifikasi kebutuhan
3. Indeks massa tubuh kalori dan jenis nutrient
(IMT) membaik 5. Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastric
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
9. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
10. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis:
piramida makanan)
11. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
12. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi

1
13. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
14. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
15. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogastik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
16. Ajarkan posisi duduk, jika
mampu
17. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
18.Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis: Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
19.Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
5 Risiko infeksi yang Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
berhubungan intervensi keperawatan Observasi
dengan prosedur selama 3 x 24 jam, maka 1. Monitor tanda dan gejala
invasif. tingkat infeksi menurun, infeksi lokal dan sistemik
dengan kriteria hasil: Terapeutik
1. Demam menurun 2. Batasi jumlah pengunjung
2. Kemerahan 3. Berikan perawatan kulit
menurun pada area edema
3. Nyeri menurun 4. Cuci tangan sebelum dan

1
4. Bengkak sesudah kontak dengan
menurun pasien dan lingkungan
5. Kadar sel darah pasien
putih membaik 5. Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
6. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
7. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
8. Ajarkan etika batuk
9. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
10. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
11. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
12.Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
6 Risiko penurunan Setelah dilakukan Perawatan Jantung
curah jantung intervensi keperawatan Observasi
berhubungan selama 3 x 24 jam, maka 1. Identifikasi
dengan gangguan curah jantung meningkat, tanda/gejala primer
ventilasi pulmonal dengan kriteria hasil: penurunan curah jantung
1. Gambaran aritmia (meliputi: dispnea,
menurun kelelahan, edema,
2. Lelah menurun ortopnea, PND,
3. Dispnea menurun peningkatan CVP).
4. Tekanan darah 2. Identifikasi
membaik tanda/gejala sekunder

1
penurunan curah jantung
(meliputi: peningkatan
berat badan,
hepatomegaly, distensi
vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat)
3. Monitor tekanan
darah (termasuk tekanan
darah ortostatik, jika
perlu)
4. Monitor intake dan
output cairan
5. Monitor berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
6. Monitor saturasi
oksigen
7. Monitor keluhan nyeri
dada (mis: intensitas,
lokasi, radiasi, durasi,
presipitasi yang
mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12
sadapan
9. Monitor aritmia
(kelainan irama dan
frekuensi)
10. Monitor nilai
laboratorium jantung (mis:
elektrolit, enzim jantung,
BNP, NTpro-BNP)

1
11. Monitor fungsi alat
pacu jantung
12. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah
aktivitas
13. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum pemberian obat
(mis: beta blocker, ACE
Inhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)
Terapeutik
14. Posisikan pasien
semi-fowler atau fowler
dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
15. Berikan diet jantung
yang sesuai (mis: batasi
asupan kafein, natrium,
kolesterol, dan makanan
tinggi lemak)
16. Gunakan stocking
elastis atau pneumatik
intermitten, sesuai indikasi
17. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
18. Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stress, jika
perlu

1
19. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
20. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%
Edukasi
21. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
22. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
23. Anjurkan berhenti
merokok
24. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur berat
badan harian
25. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
Kolaborasi
26. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
27. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
7 Risiko tinggi cidera Setelah dilakukan Pencegahan Cedera
berhubungan intervensi keperawatan Observasi
dengan hipoksia selama 3 x 24 jam, maka 1. Identifikasi area
jaringan. tingkat cedera menurun, lingkungan yang
dengan kriteria hasil: berpotensi menyebabkan
cedera
1. Kejadian cedera
2. Identifikasi obat yang
menurun
berpotensi menyebabkan
cedera

1
3. Identifikasi
kesesuaian alas kaki atau
stoking elastis pada
ekstremitas bawah
Terapeutik
4. Sediakan pencahayaan
yang memadai
5. Gunakan lampu tidur
selama jam tidur
6. Sosialisasikan pasien
dan keluarga dengan
lingkungan ruang rawat
(mis: penggunaan telepon,
tempat tidur, penerangan
ruangan, dan lokasi kamar
mandi)
7. Gunakan alas kaki
jika berisiko mengalami
cedera serius
8. Sediakan alas kaki
antislip
9. Sediakan pispot dan
urinal untuk eliminasi di
tempat tidur, jika perlu
10. Pastikan bel panggilan
atau telepon mudah
terjangkau
11. Pastikan barang-
barang pribadi mudah
dijangkau
12. Pertahankan posisi
tempat tidur di posisi

1
terendah saat digunakan
13. Pastikan roda tempat
tidur atau kursi roda
dalam kondisi terkunci
14. Gunakan pengaman
tempat tidur sesuai dengan
kebijakan fasilitas
pelayanan Kesehatan
15. Pertimbangkan
penggunaan alarm
elektronik pribadi atau
alarm sensor pada tempat
tidur atau kursi
16. Diskusikan mengenai
latihan dan terapi fisik
yang diperlukan
17. Diskusikan mengenai
alat bantu mobilitas yang
sesuai (mis: tongkat atau
alat bantu jalan)
18. Diskusikan Bersama
anggota keluarga yang
dapat mendampingi pasien
19. Tingkatkan frekuensi
observasi dan pengawasan
pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi
20. Jelaskan alasan
intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan
keluarga
21. Anjurkan berganti

1
posisi secara perlahan dan
duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri
8 Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
berhubungan intervensi keperawatan Observasi
dengan selama 3 x 24 jam, maka 1. Periksa tanda dan
peningkatan keseimbangan cairan gejala hipovolemia (mis:
permeabilitas meningkat, dengan frekuensi nadi meningkat,
kapiler. kriteria hasil: nadi teraba lemah, tekanan
1. Output urin darah menurun, tekanan
meningkat nadi menyempit, turgor
2. Membrane kulit menurun, membran
mukosa lembab mukosa kering, volume
meningkat urin menurun, hematokrit
3. Tekanan darah meningkat, haus, lemah)
membaik 2. Monitor intake dan
4. Frekuensi nadi output cairan
membaik Terapeutik
5. Kekuatan nadi 3. Hitung kebutuhan
membaik cairan
4. Berikan posisi
modified Trendelenburg
5. Berikan asupan cairan
oral
Edukasi
6. Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
7. Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi

1
8. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis:
NaCL, RL)
9. Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis:
glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
10. Kolaborasi pemberian
cairan koloid (albumin,
plasmanate)
11. Kolaborasi pemberian
produk darah
9 Risiko gangguan Setelah dilakukan Promosi Perlekatan
perlekatan intervensi keperawatan Observasi
berhubungan selama 3 x 24 jam, maka 1. Monitor kegiatan
dengan perpisahan perlekatan meningkat, menyusui
antara ibu dan bayi dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi kemampuan
akibat hospitalisasi 1. Mempraktikkan bayi menghisap dan
perilaku sehat selama menelan ASI
hamil meningkat 3. Identifikasi payudara ibu
2. Menyiapkan (mis: bengkak, puting
perlengkapan bayi lecet, mastitis, nyeri pada
sebelum kelahiran payudara)
meningkat 4. Monitor perlekatan saat
3. Verbalisasi menyusui (mis: areola
perasaan positif bagian bawah lebih kecil
terhadap bayi daripada areola bagian
meningkat atas, mulut bayi terbuka
4. Mencium bayi lebar, bibir bayi berputar
meningkat keluar dan dagu bayi
5. Melakukan menempel pada payudara
kontak mata dengan ibu)
bayi meningkat

1
6. Berbicara dengan Terapeutik
bayi meningkat
5. Hindari memegang
7. Bermain dengan
kepala bayi
bayi meningkat
6. Diskusikan dengan ibu
8. Berespons dengan
masalah selama proses
isyarat bayi
menyusui
meningkat
Edukasi
9. Kekhawatiran
menjalankan peran 7. Ajarkan ibu menopang
orang tua menurun seluruh tubuh bayi
10. Konflik hubungan 8. Anjurkan ibu melepas
orang tua dan pakaian bagian atas agar
bayi/anak menurun bayi dapat menyentuh
payudara ibu
9. Anjurkan bayi yang
mendekati kearah
payudara ibu dari bagian
bawah
10. Anjurkan ibu untuk
memegang payudara
menggunakan jarinya
seperti huruf “C” pada
posisi jam 12-6 atau 3-9
saat mengarahkan ke
mulut bayi
11. Anjurkan ibu untuk
menyusui menunggu
mulut bayi terbuka lebar
sehingga areola bagian
bawah dapat masuk
sempurna
12. Ajarkan ibu mengenali

1
tanda bayi siap menyusu

BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. I DENGAN
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME DI RUANG RAWAT INAP
PERINATOLOGI RSUD MOHAMMAD NATSIR KOTA SOLOK

PENGKAJIAN BAYI DAN NEONATUS


1. Identitas bayi / Keluarga
Nama : By.Ny I
Tanggal masuk : 23 januari 2023
Jenis kelamin : laki-laki
Tanggal lahir/usia : 22 januari 2023 ( 12 jam)

1
Riwayat obstetric : G2 P2 A0 H2
BBL : 3390 gram
BB/PB : 3330 gram /52 cm
Apgar score : 6/7
Anak ke :2
Nama ayah : Tn A
Pekerjaan ayah : tani
Pendidikan ayah : SD
Nama ibu : Ny I
Pekerjaan ibu : tani
Pendidikan ibu : SMP
Agama : islam
Alamat : gantung ciri
Diagnosa medis : RDS
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama : sesak sejak lahir
Riwayat kesehatan sekarang : pada tanggal 22 januari 2023 By. Ny I lahir
di rumah bidan Helveny dengan cara lahir
spontan/pervaginam pukul 17.30 wib dengan jenis
kelamin laki-laki , apgar skor 6/7 ,warna kulit
kemerahan dan bayi saat lahir merintih,tali pusat
layu dan air ketuban hijau. Pada tanggal 22 januari
2022 jam 17.50 By Ny I di bawa ke ponek ugd
Rumah Sakit M Natsir Solok dengan keluhan sesak
napas sejak lahir, dengan pernapasan : 79 x /i, nadi :
145 x/I, suhu : 36,5 celcius, SpO2 : 97% . Keadaan
umum sedang, kesadaran composmentis , bayi
sudah diberi 02 dengan nasal kanul dengan
konsentrasi 1 liter, terpasang ogt, terpasang infus
dengan cairan D10% sebanyak 8,5 tetes/jam. Pada
jam 18.35 wib By Ny I di pindahkan ke
perinatology , bayi terpasang 02 sebanyak 1 liter,

1
D10 8,5 tetes/jam, ogt di alirkan,injeksi yang sudah
diberikan injeksi gentamicin 1x 17 mg, injeksi
ampisilin 2x 175 mg, bolus D10% sebanyak 7 cc
sudah diberikan jam 13.30,Vit K ,cek glukosa darah
70 . Pada saat pengkajian di jam 15.00 wib bayi
tampak menangis kuat, sesak (+), dan tali pusat
berbau, akral teraba hangat, warna kulit kemerahan,
CTR <2 detik, bayi terpasang OGT,infus di tangan
kanan dengan cairan D10 8,5 tetes per menit ,
terpasang CPAP dan reflek menghisap belum ada,
ASI belum berikan, bayi berada dalam inkubator.

3. Pengkajian Neonates
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
Berat badan lahir : 3390 gram ( normal )
Berat badan sekarang : 3330 gram ( normal )
Panjang badan : 52 cm ( normal )
Lingkar kepala : 33 cm ( normal )
Lingkar dada : 34 cm ( normal )
Lingkar perut : 31 cm ( normal )
Panjang lengan : 25 cm ( normal )
Panjang tungkai : 19 cm ( normal )
Tanda tanda vital : Nadi : 132x/menit, SpO2 : 97 %, nafas : 81 x/detik
suhu : 36,1°C
Reflek :moro
Reflek rooting :lemah
Reflek hisap :lemah
Reflek pegang :ada
Tonus/aktivitas :aktif
/ekstremitas Ekstremitas atas dan bawah aktif
Kekuatan otot 5555 5555

1
5555 5555
Akral teraba hangat,CRT < 2 detik.
Kepala :bentuk kepala bulat, simetris, tidak ada jejas,tidak
ada udema, dan tidak ada pembengkakan
Rambut :pertumbuhan rambut rata, berwarna hitam dan tebal
Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tyroid, tidak ada
pembesaran vena jugularis
Mata :konjungtiva tidak anemis, skelera tidak anemis dan
keadaan bersih
Hidung :lubang hidung simetris , tidak ada lesi dan tidak ada
polip atau kelainan,terpasang O2 sebanyak 1 liter
Telinga :telinga kiri dan kanan simetris , tidak ada
pembengkakan
Mulut :mulut simetris tidak ada secret dan dalam keadaan
bersih
Kulit :berwarna kemerahan, tidak ada sianosis ,tidak ada
terdapat tanda lahir
Paru-paru :bunyi napas vesikuler ,tidak ada suara tambahan
Jantung :terdengar reguler, tidak ada mur-mur
Abdomen :perut :BU (+), abdomen mengembang, lingkar
perut 31 cm
Tali pusat/umbilikus :layu dan berbau
Genitalia :jenis kelamin laki-laki ,anus paten dan tidak ada
kelainan
4. Riwayat Prenatal ( ANC )
Tidak didapatkan data karena ibu bayi tidak ada berkunjung
5. Pemeriksaan Kehamilan
Tidak didapatkan data karena ibu bayi tidak ada berkunjung
6. Riwayat persalinan
Tidak didapatkan data karena ibu bayi tidak ada berkunjung
7. Catatan monitoring fetus
Tidak mendapatkan data catatan monitoring fetus

1
8. Riwayat kelahiran
Tidak didapatkan data karena ibu bayi tidak ada berkunjung
9. Riwayat postnatal
Usaha napas dengan bantuan yaitu menggunakan O2 sebanyak 1 liter
Apgar skor ( 5 menit 1) hasilnya 6/7
Tanda 0 1 2
Activity Tidak ada Flexi lengan dan Aktif
tungkai
Pulse Tidak ada < 100 x/ menit >100x / menit
Grimace Lumpuh Respon minimal Respon baik
terhadap rangsangan terhadap stimulasi
Appearance Lumpuh Tubuh kemerahan Kemerahan
Respiration Biru / pucat Lambat, tidak teratur Menangis kuat
Penilaian skor downess

Pernapasan 0 1 2 Nilai
Frekuensi < 60/menit 60-80 menit >80/menit 2
napas
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat 1
retraksi
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang Sianosis 0
dengan O2 menetap
walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan Tidak ada udara 0
ringan udara masuk
masuk
Merintih Tidak merintih Dapat di dengar Dapat didengar 1
dengan tanpa alat bantu
stetoskop
Total nilai 4
Kebutuhan resusitasi : tidak ada
Adanya trauma lahir : tidak ada

1
Adanya nekrosis : tidak ada
Keluarnya urin : tidak ada
Prosedur yang dilakukan : suction bayi
10. Riwayat sosial
Genogram keluarga
Genogram tidak di dapatkan karena ibu bayi tidak ada berkunjung
Budaya
Suku : minang
Agama : islam
Bahasa utama : minang
Perencanaan makanan bayi :
Problem social yang penting :tidak ada data
didapatkan karena ibu
tidak ada berkunjung
Perbedaan bahasa :tidak ada
Kurangnya system dukungan social :ada, bapak bayi
mengatakan tidak ada
nya dukungan moril
atau social dari
keluarga
Riwayat penyalahan penggunaan zat adikti :tidak ada
Lingkungan rumah yang kurang memadai :tidak ada
Keuangan :ada
Dll
Hubungan orang tua dengan bayi

Ibu Tingkah laku Ayah Perawat


- Menyentuh - 
- Memeluk - 
- Berbicara - 
- Berkunjung - 
- Memanggil nama - 

1
- Kontak mata - 

Orang yang dapat dihubungi : tidak ada, karena orang tua bayi tidak
memiliki handphone
Orang tua berespon terhadap penyakit : ya, orang tua merasa sangat sedih
karena anak nya harus di rawat di rumah sakit serta
keterbatasan biaya membuat orang tua bayi susah
untuk berkunjung ke Rumah Sakit untuk menemui
anaknya
Orang tua berespon terhadap rumah sakit : ya, ibu dan ayah bayi
mempercayai anaknya di rawat di rumah sakit
dengan harapan semoga anak nya lekas sembuh .
Riwayat persalinan

Jenis kelamin Riwayat Bb/Pb Kontrasepsi Tempat Imunisasi


persalinan persalinan
Perempuan Spontan - - - -
Laki-laki Spontan 3390 gram - Rumah bidan Hb 0
/42 cm

11. Pemeriksaan penunjang


Jenis : hematologi rutin

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Keterangan


Hemoglobin 19.8 g/dl 14.5-24.5 Normal
Eritrosit 5.80 10⁶/mm₃ 4.1-6.1 Normal
Hematocrit 54.9 % 44-64 Normal
Nilai nilai MC
MCV 94.7 fL 98-112 Rendah
MCH 34.1 Pg/cell 34-40 Normal

1
MCHC 36.1 g/dl 33-37 Normal
RDW-CV 21.1 % 11.5-14.5 Tinggi
Leukosit 31.0 10₃/mm₃ 9.0-29 Tinggi
(leukositosis)
Trombosit 186 10₃/mm₃ 150-450 Normal
Terapi yang di dapat :

No Nama terapi Dosis Fungsi


1. IVFD D10% 8.5 CC/jam Untuk memberikan kalori
pada kondisi yang
membutuhkan pengganti
cairan dan kalori
2 Kaen mg 3 (+ ca) 6,2 cc/jam Untuk proses penyembuhan
aneka macam infeksi bakteri
3 Injeksi ampisilin 2 x 175 mg Untuk antibiotic
4 Injeksi gentamicin 1 x 17 mg Untuk antibiotic

Analisa data

No Data Fokus Etiologi Masalah Keperawatan


1. Ds: - Hambatan upaya nafas Pola nafas tidak
DO:
efektif
1. K/U sedang
2. Composmentis
3. RR = 81 x/i
4. SP02 = 93%
5. Retraksi (+)
6. APGAR SCORE = 6/7
7. Score Down: 4
8. Ada retraksi dada
9. Menangis kuat
10. Klien tampak sesak

1
11. Terpasang CPAP
12. U/K 41 – 42 minggu

2. Ds = bidan mengatakan air ketuban Kurangnya pertahanan Risiko infeksi


berwarna hijau imunologi
Do =
1. Terpasang ventilator dan ETT
2. U/K 41 – 42 minggu
3. Tali pusat layu
4. Hemoglobin 19.8 g/dl
5. Eritrosit 5.80 10⁶/mm₃
6. Leukosit 31.0 10₃/mm₃
7. Suhu 36,1
3 Ds = Proses penyakit Risiko termugulasi
Do = tidak efektif
1. K/U sedang
2. U/K 41 – 42 minggu
3. Diletakkan dalam incubator
dengan suhu 50 derajat
4. Akral teraba hangat
5. CRT < 2 detik
6. Warna kulit kemerahan
7. TTV
N =140 x/i
S = 36,1
RR = 81 x/i
4 Ds= Perpisahan antara ibu Risiko gangguan
Do= dan bayi akibat perlekatan
1. Orang tua bayi tampak tidak hospitalisasi
melakukan kunjungan
2. Bayi tampak hanya dirawat oleh
perawat

1
3. Bayi diberikan susu formula
4. Bayi tampak hiperbilirupin

Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas

1. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas


2. Risiko infeksi d/d kurangnya pertahanan imunologi
3. Risiko termugulasi tidak efektif d/d proses penyakit
4. Risiko gangguan perlekatan d/d perpisahan antara ibu dan bayi akibat
hospitalisasi

Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI

1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan nafas


efektif b/d keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
hambatan upaya maka pola nafas membaik, dengan 1. Monitor pola nafas
nafas kriteria hasil: 2. Monitor bunyi nafas
1. Dispnea menurun tambahan
2. Penggunaan otot bantu napas Terapeutik
menurun 3. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Frekuensi nafas membaik 4.Lakukan penghisapan lender
4. Kedalaman nafas membaik kurang dari 15 menit
5. lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
5. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
6.Anjurkan asupan cairan 2000 ml/
hari, jika tidak kontraindikasi
Kolaborasi
7.Kolaborasi pemberian
bronkodilator,

1
ekspektoran,mukolitik, jika perlu
2 Risiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan infeksi
d/d kurangnya keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
pertahanan maka tingkat infeksi menurun, 1. Monitor tanda dan gejala
imunologi dengan kriteria hasil: infeksi lokal dan sistemik
1. Demam menurun Terapeutik
2. Kemerahan menurun 2. Batasi jumlah pengunjung
3. Nyeri menurun 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
4. Bengkak menurun kontak dengan pasien dan
5. Kadar sel darah putih membaik lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi
Edukasi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
7. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
3 Risiko Setelah dilakukan intervensi Regulasi Temperatur
termugulasi keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
tidak efektif d/d maka termoregulasi neonatus 1. Monitor suhu tubuh bayi sampai
proses penyakit membaik, dengan kriteria hasil: stabil (36,5 – 37,5°C)
Menggigil menurun 2. Monitor suhu tubuh anak tiap 2
1. Akrosianosis menurun jam, jika perlu
2. Dasar kuku sianotik menurun 3. Monitor tekanan darah, frekuensi
3. Suhu tubuh membaik pernapasan dan nadi
4. Suhu kulit membaik 4. Monitor warna dan suhu
5. Frekuensi nadi menurun kulit
5. Monitor dan catat tanda

1
dan gejala hipotermia atau
hipertermia
Terapeutik
6. Pasang alat pemantau suhu
kontinue, jika perlu
7. Tingkatkan asupan cairan
dan nutrisi yang adekuat
8. Bedong bayi segera setelah
lahir untuk mencegah kehilangan
panas
9. Atur suhu incubator sesuai
kebutuhan
10. Hangatkan terlebih dahulu
bahan-bahan yang akan kontak
dengan bayi (mis: selimut, kain
bedongan, stetoskop)
11. Gunakan matras
penghangat, selimut hangat, dan
penghangat ruangan untuk menaikkan
suhu tubuh, jika perlu
12. Sesuaikan suhu lingkungan
dengan kebutuhan pasien
Edukasi
13. Jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar udara
dingin
14. Demonstrasikan Teknik
perawatan metode kanguru (PMK)
untuk bayi BBLR
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian antipiretik,
jika perlu

1
4 Risiko gangguan Setelah dilakukan intervensi Promosi Perlekatan
perlekatan d/d keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
perpisahan maka perlekatan meningkat, dengan 1. Monitor kegiatan menyusui
antara ibu dan kriteria hasil: 2. Identifikasi kemampuan bayi
bayi akibat 1. Mempraktikkan perilaku sehat menghisap dan menelan ASI
hospitalisasi selama hamil meningkat 3. Identifikasi payudara ibu (mis:
2. Menyiapkan perlengkapan bayi bengkak, puting lecet, mastitis,
sebelum kelahiran meningkat nyeri pada payudara)
3. Verbalisasi perasaan positif 4. Monitor perlekatan saat
terhadap bayi meningkat menyusui (mis: areola bagian
4. Mencium bayi meningkat bawah lebih kecil daripada areola
5. Melakukan kontak mata dengan bagian atas, mulut bayi terbuka
bayi meningkat lebar, bibir bayi berputar keluar
6. Berbicara dengan bayi dan dagu bayi menempel pada
meningkat payudara ibu)
7. Bermain dengan bayi Terapeutik
meningkat 5. Hindari memegang kepala bayi
8. Berespons dengan isyarat bayi 6. Diskusikan dengan ibu masalah
meningkat selama proses menyusui
9. Kekhawatiran menjalankan Edukasi
peran orang tua menurun 7. Ajarkan ibu menopang seluruh
10. Konflik hubungan orang tua tubuh bayi
dan bayi/anak menurun 8. Anjurkan ibu melepas pakaian
bagian atas agar bayi dapat
menyentuh payudara ibu
9. Anjurkan bayi yang mendekati
kearah payudara ibu dari bagian
bawah
10. Anjurkan ibu untuk memegang
payudara menggunakan jarinya
seperti huruf “C” pada posisi jam
12-6 atau 3-9 saat mengarahkan

1
ke mulut bayi
11. Anjurkan ibu untuk menyusui
menunggu mulut bayi terbuka
lebar sehingga areola bagian
bawah dapat masuk sempurna
12. Ajarkan ibu mengenali tanda bayi
siap menyusu

1
Implementasi dan Evaluasi

No Diagnosa Implementasi Evaluasi


1 Pola napas Tanggal :23 Januari 2023 Tanggal :23 Januari 2023
tidak efektif Jam : 14.30 WIB Jam :18.00 WIB
b.d 1. Memonitor pola napas S:-
hambatan R : RR 81x/i , napas dalam dan O:
upaya napas dangkal , nadi 134x/i  Pasien tampak sesak
2. Memonitor bunyi napas  Ku : sedang
tambahan  Adanya penggunaan otot bantu
R: tidak ada bunyi napas tambahan napas
3. Memposisikan / mengatur posisi  RR :78 x/i
semifowler  Nadi : 120 x/i
R: bayi di atur dengan posisi
 SpO2 :98 %
semifowler 30°
 Retraksi (+)
4. Memberikan oksigen
 Terpasang CPAP medin flow 7
R : pasien dipasangkan CPAP medin
FiO2 30%
flow 7 FiO2 30%
A : masalah keperawaan pola napas
tidak efektif belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
(1,2,3,4)
2 Resiko Tanggal : 23 Januari 2023 Tanggal :23 Januari 2023
infeksi d.d Jam : 14.45 WIB Jam : 18.30 WIB
kurangnya 1. Memonitor tanda dan gejala S : bidan mengatakan air ketuban
pertahanan infeksi lokal dan sistemik berwarna hijau saat lahir
imunologi R: tidak ada kemerahan, tidak ada O:
pembengkakan, tidak ada nyeri,  Berat badan 3390
tidak ada rasa panas, bayi tidak  Leukosit 31.0 10³/mm³ (tinggi)
demam, leukosit tinggi  Di berikan injeksi ampicylin 2 x
2. Membatasi jumlah pengunjung 175, dan gentamicyn 1 mg x 17
R: Pengunjung dibatasi, hanya ibu mg

1
yang boleh masuk  Haemoglobin 19.8 g/Dl
3. Mencuci tangan sebelum dan  Eritrosit 5.80 10/mm³
sesudah kontak dengan pasien  Trombosit 36.1°C ( bayi tidak
dan lingkungan pasien demam)
R: mencuci tangan 6 langkah A : masalah keperawatan resiko
sebelum kontak dengan bayi infeksi belum teratasi
4. Mempertahankan teknik aseptic P : intervensi di lanjutkan
pada pasien berisiko tinggi ( 1,2,3,4,5,6)
R: tekhnik aseptic dipertahankan
dengan selalu mencuci tangan
sebelum kontak dengan bayi
5. Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
R: asupan ASI bayi ditingkatkan
6. Berkolaborasi pemberian
imunisasi
R: bayi diberikan injeksi gentamicin
dan ampicillin sulbactam
3 Risiko Tanggal : 23 Januari 2023 Tanggal : 23 Januari 2023
termogulasi Jam : 15.00 WIB Jam : 19.00 WIB
tidak efektif 1. Memonitor suhu tubuh bayi S: -
b.d proses sampai stabil (36,5 – 37,5°C) O:
penyakit R: T: 36,6 0C - K/U sedang
2. Memonitor suhu tubuh anak tiap - U/K 41 – 42 minggu
2 jam - Diletakkan dalam incubator dengan
R: suhu tubuh bayi dicek per 2 jam suhu 33,3 derajat
3. Memonitor tekanan darah, - Akral teraba hangat
frekuensi pernapasan dan nadi - CRT < 2 detik
R: RR: 72 x/ I, N: 142x/ menit - Warna kulit kemerahan
4. Monitor warna dan suhu kulit - TTV
R: kulit bayi tampak tidak sianosis N =136 x/i
5. Monitor dan catat tanda dan RR= 67 x/ i

1
gejala hipotermia atau S = 36,1 0C
hipertermia A: Masalah keperawatan risiko
R: tidak ada tanda hipotermi termogulasi tidak efektif belum
(menggigil) dan hipertermi (kejang) teratasi
6. Pasang alat pemantau suhu P: intervensi dilanjutan
kontiniue ( 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10)
R: alat pemantauan suhu bayi
terpasang pada tubuh bayi
7. Pertahankan kelembaban
incubator 50% atau lebih untuk
mengurangi kehilangan panas
karena proses evaporasi
R: kelembapan incubator bayi
dipertahankan
8. Atur suhu incubator sesuai
kebutuhan
R: suhu incubator bayi 33,3oC
9. Sesuaikan suhu lingkungan
dengan kebutuhan pasien
R: suhu lingkungan disesuaikan
dengan kebutuhan pasien
10. Jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar udara
dingin
R:tutup incubator dan atur suhu
incubator
4 Resiko Tanggal : 23 Januari 2023 Tanggal : 23 Januari 2023
gangguan Jam : 15.15 WIB Jam : 19.30 WIB
perlekatan 1. Memonitor kegiatan menyusui S:-
b.d R : bayi belum ada menyusu pada O:
perpisahan ibunya secara langsung,bayi puasa  Orang tua bayi belum ada
antara ibu 2. Mengidentifikasi kemampuan berkunjung ke RS

1
dan bayi bayi menghisap dan menelan asi  Bayi belum dapat di susukan
akibat R : bayi terpasang OGT dan bayi secara langsung
hospitalisasi puasa sehingga kemampuan  Bayi tampak hanya di rawat oleh
menghisap dan menelan bayi belum perawat
dapat di lihat A : masalah keperawatan resiko
3. Mengindetifikasi payudara ibu gangguan perlekatan belum teratasi
R : payudara ibu belum dapat P : intervensi dilanjutkan ( 1,2,3 4)
diidentifikasi karena ibu bayi belum
ada berkunjung ke RS
4. Mendiskusikan dengan ibu bayi
belum melakukan kunjungan
R : diskusi belum dapat dilakukan
karena ibu bayibelum melakukan
kunjungan
1 Pola napas Tanggal : 24 Januari 2023 Tanggal : 24 Jauuari 2023
tidak efektif Jam : 08.30 WIB Jam : 13.00 WIB
b.d 1. Memnitor pola napas S:-
hambatan R : RR 71 x/i , napas dalam dan O:
upaya napas dangkal , HR: 131x/i  Pasien masih tampak sesak
2. Memonitor bunyi napas  Ku : sedang
tambahan  Masih adanya penggunaan otot
R: tidak ada bunyi napas tambahan bantu napas
3. Memposisikan / mengatur posisi  RR :62 x/i
semifowler  Nadi : 119 x/i
R: bayi di atur dengan posisi
 SpO2 : 93 %
semifowler 30°
 Retraksi (+)
4. Memberikan oksigen
 Terpasang CPAP medin flow 7
R : pasien dipasangkan CPAP medin
FiO2 30%
flow 7 FiO2 30%
A : masalah keperawaan pola napas
tidak efektif belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan

1
(1,2,3,4)
2 Resiko Tanggal : 24 Januari 2023 Tanggal :23 Januari 2023
infeksi d.d Jam : 09.00 WIB Jam : 13.15 WIB
kurangnya 1. Memonitor tanda dan gejala S : bidan mengatakan air ketuban
pertahanan infeksi lokal dan sistemik berwarna hijau saat lahir
imunologi R: tidak ada kemerahan, tidak ada O:
pembengkakan, tidak ada nyeri,  Leukosit 31.0 10³/mm³ (tinggi)
tidak ada rasa panas, bayi tidak  Di berikan injeksi ampicylin 2 x
demam, leukosit tinggi 175, dan gentamicyn 1 mg x 17
2. Membatasi jumlah pengunjung mg
R: Pengunjung dibatasi, hanya ibu  Haemoglobin 19.8 g/Dl
yang boleh masuk  Eritrosit 5.80 10/mm³
3. Mencuci tangan sebelum dan  Trombosit 36.1°C ( bayi tidak
sesudah kontak dengan pasien demam)
dan lingkungan pasien A : masalah keperawatan resiko
R: mencuci tangan 6 langkah infeksi belum teratasi
sebelum kontak dengan bayi P : intervensi di lanjutkan
4. Mempertahankan teknik aseptic ( 1,2,3,4,5,6 )
pada pasien berisiko tinggi
R: tekhnik aseptic dipertahankan
dengan selalu mencuci tangan
sebelum kontak dengan bayi
5. Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
R: asupan ASI bayi ditingkatkan
6. Berkolaborasi pemberian
imunisasi
R: bayi diberikan injeksi gentamicin
dan ampicillin sulbactam
3 Risiko Tanggal : 24 Januari 2023 Tanggal : 24 Januari 2023
termogulasi Jam : 09.15 WIB Jam : 13.30 WIB
tidak efektif 4. Memonitor suhu tubuh bayi S: -

1
b.d proses sampai stabil (36,5 – 37,5°C) O:
penyakit R: T: 36,4 0C - K/U sedang
5. Memonitor suhu tubuh anak tiap - U/K 41 – 42 minggu
2 jam - Diletakkan dalam incubator dengan
R: suhu tubuh bayi dicek per 2 jam suhu 30,3 derajat
6. Memonitor tekanan darah, - Akral teraba hangat
frekuensi pernapasan dan nadi - CRT < 2 detik
R: RR: 67 x/ i, N: 132x/ menit - Warna kulit kemerahan
7. Monitor warna dan suhu kulit - TTV
R: kulit bayi tampak tidak sianosis N =118 x/i
8. Monitor dan catat tanda dan RR= 60 x/ i
gejala hipotermia atau S = 36,1 0C
hipertermia A: Masalah keperawatan risiko
R: tidak ada tanda hipotermi termogulasi tidak efektif belum
(menggigil) dan hipertermi (kejang) teratasi
9. Pasang alat pemantau suhu P: intervensi dilanjutan
kontiniue ( 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10)
R: alat pemantauan suhu bayi
terpasang pada tubuh bayi
10. Pertahankan kelembaban
incubator 50% atau lebih untuk
mengurangi kehilangan panas
karena proses evaporasi
R: kelembapan incubator bayi
dipertahankan
11. Atur suhu incubator sesuai
kebutuhan
R: suhu incubator bayi 33,3oC
11. Sesuaikan suhu lingkungan
dengan kebutuhan pasien
R: suhu lingkungan disesuaikan
dengan kebutuhan pasien

1
12. Jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar udara
dingin
R:tutup incubator dan atur suhu
incubator
4 Resiko Tanggal : 24 Januari 2023 Tanggal : 24 Januari 2023
gangguan Jam : 09.30 WIB Jam : 14.00 WIB
perlekatan 1. Memonitor kegiatan menyusui S:-
b.d R : bayi belum ada menyusu pada O:
perpisahan ibunya secara langsung,bayi hanya  Orang tua bayi belum ada
antara ibu diberikan asi / susu formula lewat berkunjung ke RS
dan bayi OGT  Bayi belum dapat di susukan
akibat 2. Mengidentifikasi kemampuan secara langsung
hospitalisasi bayi mneghisap dan menelan asi  Bayi tampak hanya di rawat oleh
R : bayi terpasang OGT sehingga perawat
kemampuan menghisap dan menelan A : masalah keperawatan resiko
bayi belum dapat di lihat gangguan perlekatan belum teratasi
3. Mengindetifikasi payudara ibu P : intervensi dilanjutkan ( 1,2,3 4)
R : payudara ibu belum dapat
diidentifikasi karena ibu bayi belum
ada berkunjung ke RS
4. Mendiskusikan dengan ibu bayi
belum melakukan kunjungan
R : diskusi belum dapat dilakukan
karena ibu bayibelum melakukan
kunjungan
1 Pola napas Tanggal : 25 Januari 2023 Tanggal : 25 Jauuari 2023
tidak efektif Jam : 15.00 WIB Jam : 19.45 WIB
b.d 1. Memonitor pola napas S:-
hambatan R : RR 79 x/i , napas dalam dan O:
upaya napas dangkal , nadi 140 x/i  Pasien masih tampak sesak
2. Memonitor bunyi napas  Ku : sedang

1
tambahan  Masih adanya penggunaan otot
R: tidak ada bunyi napas tambahan bantu napas
3. Memposisikan / mengatur posisi  RR : 61 x/i
semifowler  Nadi :120 x/i
R: bayi di atur dengan posisi  SpO2 :99 %
semifowler 30°  Retraksi (-)
4. Memberikan oksigen
 Terpasang nasal kanul dengan
R : pasien dipasangkan nasal kanul
konsentrasi 1/2 liter
dengan konsentrasi 1/2 liter
A : masalah keperawaan pola napas
tidak efektif belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
(1,2,3,4)
2 Resiko Tanggal : 25 Januari 2023 Tanggal :25 Januari 2023
infeksi d.d Jam : 15.15 WIB Jam : 20.00 WIB
kurangnya 1. Memonitor tanda dan gejala S : bidan mengatakan air ketuban
pertahanan infeksi lokal dan sistemik berwarna hijau saat lahir
imunologi R: tidak ada kemerahan, tidak ada O:
pembengkakan, tidak ada nyeri,  Leukosit 31.0 10³/mm³
tidak ada rasa panas, bayi tidak  Di berikan injeksi ampicylin 2 x
demam, leukosit tinggi 175, dan gentamicyn 1 mg x 17
2. Membatasi jumlah pengunjung mg
R: Pengunjung dibatasi, hanya ibu  Haemoglobin 19.8 g/Dl
yang boleh masuk  Eritrosit 5.80 10/mm³
3. Mencuci tangan sebelum dan  Trombosit 36.5°C ( bayi tidak
sesudah kontak dengan pasien demam)
dan lingkungan pasien A : masalah keperawatan resiko
R: mencuci tangan 6 langkah infeksi belum teratasi
sebelum kontak dengan bayi P : intervensi di lanjutkan
4. Mempertahankan teknik aseptic ( 1,2,3,4,5,6 )
pada pasien berisiko tinggi
R: tekhnik aseptic dipertahankan
dengan selalu mencuci tangan

1
sebelum kontak dengan bayi
5. Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
R: asupan ASI bayi ditingkatkan
6. Berkolaborasi pemberian
imunisasi
R: bayi diberikan injeksi gentamicin
dan ampicillin sulbactam
3 Risiko Tanggal : 25 Januari 2023 Tanggal : 25 Januari 2023
termogulasi Jam : 15.30 WIB Jam : 20.30 WIB
tidak efektif 1. Memonitor suhu tubuh bayi S: -
b.d proses sampai stabil (36,5 – 37,5°C) O:
penyakit R: T: 36,5 0C - K/U sedang
2. Memonitor suhu tubuh anak tiap - U/K 41 – 42 minggu
2 jam - nayi sudah dipindahkan dari
R: suhu tubuh bayi dicek per 2 jam inkubatorke box
3. Memonitor tekanan darah, - Akral teraba hangat
frekuensi pernapasan dan nadi - CRT < 2 detik
R: RR: 60 x/ i, N: 118x/ menit - Warna kulit kemerahan
4. Monitor warna dan suhu kulit - TTV
R: kulit bayi tampak tidak sianosis N = 121 x/i
5. Monitor dan catat tanda dan RR= 62 x/ i
gejala hipotermia atau S = 36,0 °C
hipertermia A: Masalah keperawatan risiko
R: tidak ada tanda hipotermi termogulasi tidak efektif belum
(menggigil) dan hipertermi (kejang) teratasi
6. Pasang alat pemantau suhu P: intervensi dilanjutan
kontiniue ( 1,2,3,4,5,6,9,10)
R: alat pemantauan suhu bayi
terpasang pada tubuh bayi
7. Pertahankan kelembaban
incubator 50% atau lebih untuk

1
mengurangi kehilangan panas
karena proses evaporasi
R: bayi sudah dipindahkan dari
incubator ke box
8. Atur suhu incubator sesuai
kebutuhan
R: bayi sudah dipindahkan dari
incubator ke box
9. Sesuaikan suhu lingkungan
dengan kebutuhan pasien
R: suhu lingkungan disesuaikan
dengan kebutuhan pasien
10. Jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar udara
dingin
R: selimutkan bayi
4. Resiko Tanggal : 25 Januari 2023 Tanggal :25 Januari 2023
gangguan Jam : 15.45 WIB Jam : 20.45 WIB
perlekatan 1. Memonitor kegiatan menyusui S:-
b.d R : bayi belum ada menyusu pada O:
perpisahan ibunya secara langsung,bayi hanya  Orang tua bayi masih belum ada
antara ibu diberikan asi / susu formula lewat berkunjung ke RS
dan bayi OGT  Bayi belum dapat di susukan
akibat 2. Mengidentifikasi kemampuan secara langsung
hospitalisasi bayi mneghisap dan menelan asi  Bayi tampak hanya di rawat oleh
R : bayi terpasang OGT sehingga perawat
kemampuan menghisap dan menelan A : masalah keperawatan resiko
bayi belum dapat di lihat gangguan perlekatan belum teratasi
3. Mengindetifikasi payudara ibu P : intervensi dilanjutkan ( 1,2,3 4)
R : payudara ibu belum dapat
diidentifikasi karena ibu bayi belum
ada berkunjung ke RS

1
4. Mendiskusikan dengan ibu bayi
belum melakukan kunjungan
R : diskusi belum dapat dilakukan
karena ibu bayibelum melakukan
kunjungan
1. Pola napas Tanggal : 26 Januari 2023 Tanggal : 26 Jauuari 2023
tidak efektif Jam : 08.00 WIB Jam : 13.45 WIB
b.d 1. Memonitor pola napas S:-
hambatan R : RR 59 x/i , napas dalam dan O:
upaya napas dangkal , nadi 128 x/i  Pasien sudah tampak tidak sesak
2. Memonitor bunyi napas  Ku : sedang
tambahan  Sudah tidak adanya penggunaan
R: tidak ada bunyi napas tambahan otot bantu napas
3. Memposisikan / mengatur posisi  RR :49 x/i
semifowler  Nadi : 125 x/i
R: bayi di atur dengan posisi
 SpO2 :100 %
semifowler 30°
 Retraksi (-)
4. Memberikan oksigen
 nasal kanul sudaj dilepas
R : pasien sudah tidak terpasang
A : masalah keperawaan pola napas
oksigen karena pasien sudah tidak
tidak efektif teratasi
sesak
P : intervensi dihentikan
(pasien pulang)
2 Resiko Tanggal : 26 Januari 2023 Tanggal :26 Januari 2023
infeksi d.d Jam : 08.15 WIB Jam : 14.00 WIB
kurangnya 1. Memonitor tanda dan gejala S : bidan mengatakan air ketuban
pertahanan infeksi lokal dan sistemik berwarna hijau saat lahir
imunologi R: tidak ada kemerahan, tidak ada O:
pembengkakan, tidak ada nyeri,  Leukosit 31.0 10³/mm³
tidak ada rasa panas, bayi tidak  Di berikan injeksi ampicylin 2 x
demam, leukosit tinggi 175, dan gentamicyn 1 mg x 17
2. Membatasi jumlah pengunjung mg
R: Pengunjung dibatasi, hanya ibu

1
yang boleh masuk  Haemoglobin 19.8 g/Dl
3. Mencuci tangan sebelum dan  Eritrosit 5.80 10/mm³
sesudah kontak dengan pasien  Trombosit 36.5°C ( bayi tidak
dan lingkungan pasien demam)
R: mencuci tangan 6 langkah A : masalah keperawatan resiko
sebelum kontak dengan bayi infeksi belum teratasi
4. Mempertahankan teknik aseptic P : intervensi dihentikan
pada pasien berisiko tinggi (pasien pulang)
R: tekhnik aseptic dipertahankan
dengan selalu mencuci tangan
sebelum kontak dengan bayi
5. Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
R: asupan ASI bayi ditingkatkan
6. Berkolaborasi pemberian
imunisasi
R: bayi diberikan injeksi gentamicin
dan ampicillin sulbactam

3 Risiko Tanggal : 25 Januari 2023 Tanggal : 25 Januari 2023


termogulasi Jam : 15.30 WIB Jam : 20.30 WIB
tidak efektif 1. Memonitor suhu tubuh bayi S: -
b.d proses sampai stabil (36,5 – 37,5°C) O:
penyakit R: T: 36,6 0C - K/U sedang
2. Memonitor suhu tubuh anak tiap - U/K 41 – 42 minggu
2 jam - nayi sudah dipindahkan dari
R: suhu tubuh bayi dicek per 2 jam incubator ke box
3. Memonitor tekanan darah, - Akral teraba hangat
frekuensi pernapasan dan nadi - CRT < 2 detik
R: RR: 60 x/ i, N: 121 x/ menit - Warna kulit kemerahan
4. Monitor warna dan suhu kulit - TTV
R: kulit bayi tampak tidak sianosis N = 115 x/i

1
5. Monitor dan catat tanda dan RR= 58 x/ i
gejala hipotermia atau S = 36,1 °C
hipertermia A: Masalah keperawatan risiko
R: tidak ada tanda hipotermi termogulasi teratasi
(menggigil) dan hipertermi (kejang) P: intervensi dihentikan
6. Pasang alat pemantau suhu (pasien pulang)
kontiniue
R: alat pemantauan suhu bayi
terpasang pada tubuh bayi
7. Sesuaikan suhu lingkungan
dengan kebutuhan pasien
R: suhu lingkungan disesuaikan
dengan kebutuhan pasien
8. Jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar udara
dingin
R: selimutkan bayi
4 Resiko Tanggal : 26 Januari 2023 Tanggal :26 Januari 2023
gangguan Jam : 15.45 WIB Jam : 20.45 WIB
perlekatan 1. Memonitor kegiatan menyusui S:-
b.d R : bayi belum ada menyusu pada O:
perpisahan ibunya secara langsung,bayi hanya  Orang tua bayi masih belum ada
antara ibu diberikan asi / susu formula lewat berkunjung ke RS
dan bayi oral dengan dot  Bayi belum dapat di susukan
akibat 2. Mengidentifikasi kemampuan secara langsung
hospitalisasi bayi menghisap dan menelan asi  Bayi tampak hanya di rawat oleh
R : daya hisap dan menelan bayi perawat
sudah bagus dengan dotnamun daya A : masalah keperawatan resiko
hisap bayi pada payudara ibu belum gangguan perlekatan belum teratasi
dapat dilihat karena ibu belum P : intervensi dihentikan
menyusui anaknya secara langsung (pasien pulang)
3. Mengindetifikasi payudara ibu

1
R : payudara ibu belum dapat
diidentifikasi karena ibu bayi belum
ada berkunjung ke RS
4. Mendiskusikan dengan ibu bayi
belum melakukan kunjungan
R : diskusi belum dapat dilakukan
karena ibu bayi belum melakukan
kunjungan

1
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis membahas mengenai kemampuan penulis dalam


menguasai,mengamati,dan memberikan solusi berdasarkan alasan-alasan ilmiah
yang dapat dipertanggung jawabkan. Penulis akan menyelesaikan masalah yang
ditemukan berorientasikan kepada problem solving yang terjadi dan sesuai dengan
isi dari bab kedua. Tahap awal dalam pengumpulan data adalah melakukan
pengkajian yang dilakukan pada tanggal 23 Januari 2023 di ruang Perinatologi di
Rumah sakit Umum Daerah Kota Solok.

A. Pengkajian

Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan oleh penulis pada tanggal
Januari 2023 pukul 15.00 WIB di ruang Perinatologi. Didapatkan masalah
dari klien Bayi Ny.i yang berusia 12 jam yaitu Respiratory Distress
Syndrome dengan data pengkajian yang menunjukkan hasil respirasi klien
81x/permenit, bayi tampak sesak nafas. Pengertian dari Respiratory Distress
Syndrom dapat diartikan suatu gangguan perkembangan paru yang dimulai
saat lahir atau segera setelahnya, menetap selama 48 sampai 96 jam dan
sembuh dieresis inisial dimulai .Tanda gejala pasien dengan RDS antara
lain : sesak nafas atau respirasi lebih dari 60x permenit, nafas pendek, kulit
pucat, pernapasan tidak teratur dan terdapat retraksi pada dinding dada.

Pengkajian pada bayi Ny.i didapatkan tanda-tanda sesuai dengan yang


dirasakan klien yaitu sesak nafas dengan respirasi 81x permenit, terdapat
retraksi dinding dada, reflek hisap dan menelan belum kuat. Sehingga penulis
menegakkan diagnosa sesuai dengan masalah yang terjadi pada klien dan
penulis menerapkan intervensi yang tepat hal tersebut bertujuan untuk
mengatasi masalah yang ada pada klien.

1
B. Diagnosa keperawatan

a. Pola napas tidak efektif berhubungan degan hambatan upaya


nafas ditandai dengan penggunaan alat bantu
pernafasan,pernafasan cuping hidung.
Pola napas tidak efektif adalah inspirasi ataupun ekspirasi
pada pernapasan tidak menghasilkan ventilasi yang adekuat. Gejala
dan tanda mayor dari pola napas tidak efektif antara lain penggunaan
otot bantu pernapasan,pola napas abnormal (misal
takipnea,bradipnea,hiperventilasi) (SDKI, 2016).

Pada tanggal 23 januari 2023 penulis mengangkat diagnosa


pola napas tidak efektif karena pada saat pengkajian didapatkan data
objektif yaitu pasien terpasang Continuous Positive Airway Pressure
(CPAP) dengan FlO2 %, respirasi 81 kali permenit dan saat bernapas
terdapat retraksi dinding dada. Continuous Positive Airway Pressure
atau CPAP adalah suatu instrumen yang berfungsi untuk menetapkan
tekanan yang positif pada saluran pernapasan pada bayi baru lahir
selama dalam pernapasan spontan. Beberapa indikasi bayi yang
menggunakan CPAP antara lain : frekuensi napas >60 kali permenit,
merintih, retraksi nafas, saturasi oksigen <93% , kebutuhan oksigen
>60% dan sering mengalami apneu. Pada saat pemasangan CPAP
perawat perlu memperhatikan beberapa aspek agar pemasangan
CPAP efektif,terutama pada tekanan yang akan diberikan kepada
pasien, CPAP juga harus dengan ukuran pada bayi, karena jika
ukuran tidak sesuai akan menyebabkan kerusakan pada rongga
hidung bayi. Hal tersebut dikarenakan organ pernapasan bayi masih
belum sempurna jadi upaya untuk bernapas terganggu. Menurut
(Pondaag dkk,2015).

Penulis menetapkan tujuan keperawatan untuk mengatasi pola


napas yang tidak efektif pada klien yaitu setalah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola napas klien membaik

1
yaitu frekuensi pernapasan dalam rentan normal, dan retraksi dinding
dada menurun.

Intervensi yang telah ditetapkan oleh penulis sudah sesuai


dengan Standar diagnosis keperawatan indonesia(SDKI). Adapun
intervensi yang ditetapkan berdasarkan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (2018) yaitu monitor pola napas
(frekuensi,kedalaman,usaha napas). Yang bertujuan untuk
mengetahui pola napas klien, kemudian intervensi yang kedua adalah
monitor saturasi oksigen. Dan untuk intervensi yang terakhir adalah
berikan oksigen yang bertujuan untuk mambantu pernapasan pada
klien. Penulis melakukan pemasangan selang kanul pada bayi sesuai
dengan Standar Operasional Prosedur atau SOP yang berlaku.
Memberikan oksigen pada bayi bertujuan untuk meringankan
kesuliatan pernapasan pada bayi dengan RDS kemudian, dapat
mencegah obstruksi pada saluran napas bagian atas, dan mencegah
kolaps paru.

Penulis dalam melakukan implementasi selama tiga hari mulai


dari tanggal 23januari 2023 sampai tanggal 25 januari 2023 yang
bertujuan untuk memperbaiki pola napas pada klien,implementasi
sudah sesuai dengan intervensi yang telah ditetapakan. Dalam
melakukan implementasi penulis tidak menemukan kendala, hanya
saja klien menangis ketika merasa tidak nyaman, selebihnya klien
kooperatif.

Evaluasi yang didapatkan setelah melakukan implementasi


selama tiga hari masalah sudah teratasi karena tujuan pola napas
membaik sudah tercapai, klien sudah dapat respirasi spontan yang
adekuat.

b. Resiko infeksi dibuktikan dengan kurangnya pertahanan


imunologi

Pada diagnosa yang kedua penulis mengangkat diagnosa

1
resiko infeksi dibuktikan dengan kurangnya pertahanan imunologi.
Resiko infeksi itu sendiri adalah beresiko mengalami peningkatan
terserang organisme patogenik. Resiko infeksi disebabkan oleh
tingginya kadar leukosit pada tubuhnya. Leukosit sendiri adalah sel
darah putih yang berperan melindungi tubuh dari infeksi penyebab
penyakit . Dan didapatkan data subjektif yaitu air ketuban bewarna
hijau saat partus. Data objektif yaitu didapat tali pusat bayi berbau ,
u/k 41-42 minggu, hemoglobin 19.8 g/dl, eritrosit 5.80 10³/mm³ dan
leukosit 31.0 10³/mm³.

Penulis menetapakan intervensi sesuai dengan keadaan klien


saat dilakukan pengkajian. Penulis menetapkan intervensi pertama
yaitu monitor tanda dan gejala infeksi bayi. Infeksi dapat tampak
lebih jelas dengan tali pusat bayi berbau. Kemudian dilakukan batasi
jumlah pengunjung , cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
klien dan lingkungan klien . Hal tersebut dapat menyebabkan risiko
infeksi pada bayi . Maka dari itu perawat berperan penting dalam
pencegahan infeksi supaya dapat menghindari dampak buruk pada
bayi. Dan juga untuk mencegah terjadinya infeksi penulis
mengangkat intervensi berkolaborasi dalam pemberian imunisasi
didapat klien diberikan injeksi gentamicin dan ampicilin , gentamicin
itu sendiri adalah antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi
bakteri dan ampicilin adalah antibiotik yang digunakan untuk
mengatasi infeksi bakteri pada berbagai bagian tubuh .

Implementasi dilakukan selama 3 hari, dimulai dari tanggal 23


Januari 2023 hingga 25 januari 2023. Penulis melakukan
implementasi sesuai intervensi , dalam melakukan implementasi
penulis tidak menemukan kendala apapun. Klien mendapatkan injeksi
selama 3x24 jam.

Evaluasi dapat didapatkan setelah melakukan implementasi.


Dapat disimpulkan bahawa evaluasi yang didapatkan selama tiga hari
adalah masalah teratasi .

1
c. Resiko termogulasi tidak efektif berhubungan dengan proses
penyakit
Pada diagnosa ketiga penulis mengangkat diagnosa resiko
termogulasi tidak efektif berhubungan dengan proses penyakit.
Resiko termogulasi tidak efektif adalah beresiko mengalami
kegagalan mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal.
Diagnosa resiko termogulasi tidak efektif diangkat dikarenakan
suhu tubuh klien tidak stabil . Dan bayi dilakukan perawatan degan
menggunakan ingkubator. Klien lahir dengan kelebihan bulan yang
mengakibatkan bayi dicurigai terminum air ketuban dengan ogt
dialirkan ..
Implementasi dilakukan selama 3 hari, dimulai dari tanggal 23
Januari 2023 hingga 25 januari 2023. Penulis melakukan
implementasi sesuai intervensi , dalam melakukan implementasi
penSulis tidak menemukan kendala apapun. Klien mendapatkan
perawatan ingkubator selama 2x24 jam.

Evaluasi setelah dilakukan implementasi selama tiga hari


didapatkan hasil dari masalah resiko termogulasi tidak efektif
berhubungan dengan proses penyakit adalah masalah teratasi pasien
boleh pulang.

d. Resiko gangguan perlekatan berhubungan dengan perpisahan


antara ibu dan bayi akibat hospitalisasi .
Diagnosa resiko gangguan perlekatan adalah beresiko
mengalami gangguan interaksi antara orang tua atau orang terdekat
dengan bayi/anak yang dapat mempengaruhi proses asah,asih dan
asuh. Penulis menegakkan diagnosa tersebut sebagai diagnosa
tersebut dikarenakan bayi yang terpisah dengan orang tua dan
minimal kontak fisik akibat inkubator dapat menyebabkan resiko
gangguan perlekatan. Resiko gangguan perlekatan dapat
menyebabkan bayi kesulitan berhubungan dengan orag tuanya yang
dapat mengakibatkan produksi asi yang kurang bagi ibu.
Implementasi yang diberikan adalah memfasilitasi dan

1
mengajarkan orang tua untuk berinteraksi dengan bayi seperti
memberikan sentuhan dengan menggenggam dan mengajak bayi
berbicara. Kehadiran orang tua dengan menyentuh dan mengajak bayi
berbicara dapat membantu meningkatkan kemampuan bayi mengatasi
stresor selama perawatan dan memberikan rangsangan sensorik yang
tepat danbermakna.
C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
nafas
Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini dalah
Memnitor pola napas, Memonitor bunyi napas tambahan,
Memposisikan / mengatur posisi semifowler, Memberikan oksigen.

2. Resiko infeksi b.d kurangnya pertahanan imunologi

Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah


Mengidentifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi,
Mendokumentasikan informasi vaksinasi, Menjadwalkan imunisasi
pada interval waktu yang tepat, Menjelaskan tujuan ,manfaat,
reaksi yang terjadi, jadwal dan efek samping.

3. Risiko termogulasi tidak efektif b.d proses penyakit


Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah
Memonitor suhu tubuh bayi sampai stabil, Memonitor suhu tubuh
anak tiap 2 jam, Memonitor tekanan darah, frekuensi pernapasan
dan nadi, Monitor warna dan suhu kulit, Monitor dan catat tanda
dan gejala hipotermia atau hipertermia, Pasang alat pemantau suhu
kontiniue, Pertahankan kelembaban incubator 50% atau lebih
untuk mengurangi kehilangan panas karena proses evaporasi, Atur
suhu incubator sesuai kebutuhan, Sesuaikan suhu lingkungan
dengan kebutuhan pasien, Jelaskan cara pencegahan hipotermi
karena terpapar udara dingin.

1
4. Resiko gangguan perlekatan b. d perpisahan antara ibu dan bayi
akibat hospitalisasi

Tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ini adalah


Memonitor kegiatan menyusui, Mengidentifikasi kemampuan bayi
menghisap dan menelan asi, Mengindetifikasi payudara ibu,
Mendiskusikan dengan ibu bayi belum melakukan kunjungan

D. EVALUASI

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya


nafas

Kriteria hasil untuk diagnosa diatas adalah Dispnea menurun,


Penggunaan otot bantu napas menurun, Frekuensi nafas membaik.
Setelah dialkukan tindakan keperawatan diperoleh hasil obyektif :
Pasien sudah tampak tidak sesak. Hal tersebut menandakan
diagnosa pertama teratasi sehingga tindakan tidak perlu
dilanjutkan.

2. Resiko infeksi b.d kurangnya pertahanan imunologi

Kriteria hasil untuk diagnosa diatas adalah Menggigil menurun,


Akrosianosis menurun, Dasar kuku sianotik menurun, Suhu tubuh,
membaik, Suhu kulit membaik, Frekuensi nadi menurun. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diperoleh hasil objektif : Leukosit
31.0 10³/mm³, Di berikan injeksi ampicylin 2 x 175, dan
gentamicyn 1 mg x 17 mg, Haemoglobin 19.8 g/Dl, Eritrosit 5.80
10/mm³, Trombosit 36.5°C ( bayi tidak demam). Hal tersebut
mendakan diagnosa kedua belum teratasi sehingga tindakan perlu
dilanjtkan sampai pasien tidak beresiko .

3. Resiko termogulasi tidak efekrif b.d kurangnya pengetahuan


imunologi

1
Kriteria hasil untuk diagnosa diatas adalah Demam menurun,
Kemerahan menurun, Nyeri menurun, Bengkak menurun, Kadar
sel darah putih membaik. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diperoleh hasil objektif : K/U sedang, U/K 41 – 42 minggu, bayi
sudah dipindahkan dari inkubatorke box, Akral teraba hangat, CRT
< 2 detik. Hal tersebut menadakan diagnosa ketiga sudah teratasi
sehingga tindakan perlu dilanjtkan.

4. Resiko gangguan perlekatan b.d perpisahan antara ibu dan bayi

Kriteria hasil untuk diagnosa diatas adalah perilaku tegang


menurun . Setelah dilakukan tindakan keperawatan keperawatan
diperoleh hasil Pasien mengatakan sudah tidak cemas dan takut
bila menggerakkan kakinya, objektif : Orang tua bayi masih belum
ada berkunjung ke RS,Bayi belum dapat di susukan secara
langsung ,Bayi tampak hanya di rawat oleh perawat. Hal tersebut
menandakan diagnosa pertama belum teratasi sehingga tindakan
perlu dilanjutkan .

1
BAB V
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Respiratoty distress syndrome merupakan perkembangan yang imatur
pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai Hyaline Membrane Diseasa. Respiratory Distres Syndrom
(RDS) hampir selalu terjadi pada bayi prematur; semakin prematur, semakin besar
kemungkinan terjadinya sindroma ini. RDS terjadi pada bayi prematur atau
kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan.
2. SARAN
Dengan makalah ini diharapkan seluruh komponen tenaga kesehatan pada
khususnya dapat memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan
respiratory distress syndrome dengan baik dan sesuai dengan prosedur
keperawatan serta tentunya memperhatikan aspek-aspek tertentu yang
berhubungan dengan prosedur yang dilakukan.

1
DAFTAR PUSTAKA

Anonym.2018. Sindroma Distres Pernafasan (Penyakit Membran


Hialin).Medicastore.com.2 april 2010. 19.07

A nur , Risa Etika dan kawan-kawan.2019.Pemberian Surfaktan pada Bayi


dengan RDS (Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fk.Unair/ Rs. Dr Soetomo).
http://searchwinds.com/redirect?id=235186. 2 april 2010

Budiman Arief.2018. Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Dengan Gangguan


Sistem Pernafasan Respiratory Distress Syndrom (Rds) Diruang Nicu Rsud
GunungJatiKota Cirebon.Icoel’s Blog. 5 april 2010

Betz, Cecily Lynn dan Sowden Linda A. 2020. Keperawatan Pediatri (Penyakit
RDS / PMH).

Eloise M. Harman,MD. Rajat, Walia, MD. 2019. Acute Respiratory Distress


Syndrome. http://www.emedicine.com/med/topic70.htm

Aryanto Suwondo, Ishak Yusuf, Cleopas Martin Lumende, 2018. Sindrome Gagal
Nafas Pada Orang Dewasa dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi
Ketiga. Hal : 907-914

 Josep Varon,MD, F.A.C.A, F.A.C.P, Oliver C Wenker,MD, D.E.A.A. 2020, The


Acute Respiratory Distress Syndrome : Myths and Controversies.
http://www.ispub.com/ostia/index.php?
xmlPrinter=true&xmlFilePath=journals/ijeicm/vol1n1/ards.xml

Sylia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2018, Patofisiologi Konsep Klinik Proses-
Proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal : 739-740

Mark J D Griffiths dan Timothy W Evans, 2019, Acute Respiratory Distress


Syndrome dalam Respiratori Medicine, volume I Edisi 3, RDC Group LTD.

1
Hood Alsagaf, M. Jusuf Wibisono, Winariani, 2019, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Paru, Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR –RSU Dr. Sutomo, Surabaya. Hal :
186-189.

Anda mungkin juga menyukai