Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

FRAKTUR TULANG PANJANG

Disusun oleh:
Erianti Dian Ramadhani 03014056
Nadia Firyal 03014133
Suratma Kasim Djou 03014183

Pembimbing:

dr. Faida Susantinah, Sp.Rad.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT TNI AU DR. ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 19 AGUSTUS 2019 – 23 SEPTEMBER 2019
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul:

FRAKTUR TULANG PANJANG

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik

Ilmu Radiologi RS TNI AU dr. Esnawan Antariksa

Periode 19 Agustus 2019 – 21 September 2019

Yang disusun oleh:

Erianti Dian Ramadhani 03014056


Nadia Firyal 03014133
Suratma Kasim Djou 03014183

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Faida Susantinah, Sp.Rad selaku dokter pembimbing

Departemen Ilmu Radiologi RS TNI AU dr. Esnawan Antariksa

Jakarta, 13 September 2019

(dr. Faida Susantinah, Sp.Rad)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini
yang berjudul “Fraktur Tulang Panjang” dengan baik dan tepat waktu. Referat ini
dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi RS TNI AU dr.
Esnawan Antariksa periode 19 Agustus 2019 – 21 September 2019. Dalam
menyelesaikan referat, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan, untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Faida Susantinah, Sp.Rad, selaku pembimbing yang telah memberikan


kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani
Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi di RS TNI AU dr. Esnawan
Antariksa.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RS TNI AU dr. Esnawan Antariksa.
3. Rekan-rekan kepaniteraan klinik selama di RS TNI AU dr. Esnawan
Antariksa.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki kekurangan, maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak agar referat ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga pembuatan referat ini
dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu pengetahuan bagi seluruh
pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran maupun paramedis lainnya dan
masyarakat pada umumnya.

Jakarta, 13 September 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
2.1 Definisi ..................................................................................... 3
2.2 Klasifikasi ................................................................................. 3
2.3 Bone remodeling ....................................................................... 5
2.4 Etiologi ..................................................................................... 11
2.5 Manifestasi klinis ...................................................................... 12
2.6 Diagnosis ................................................................................. 12
2.7 Tatalaksana .............................................................................. 16
2.8 Komplikasi............................................................................... 24
2.9 Prognosis ................................................................................. 28
BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Jenis fraktur pada tulang panjang ................................................... 5
Gambar 2. Bone remodeling ............................................................................ 7
Gambar 3. Tahap bone healing ........................................................................ 9
Gambar 4. Efek pergerakan pada pembentukan kalus ..................................... 10
Gambar 5. Fracture repair............................................................................... 10
Gambar 6. Pemeriksaan X ray pada fraktur tulang panjang ............................ 15
Gambar 7. Reduksi tertutup ............................................................................. 17
Gambar 8. Metode traksi .................................................................................. 18
Gambar 9. Teknik plaster cast ......................................................................... 19
Gambar 10. Functional brace .......................................................................... 20
Gambar 11. Fiksasi internal ............................................................................. 22
Gambar 12. Fiksasi eksternal ........................................................................... 23
Gambar 13. Antibiotik pada fraktur terbuka .................................................... 24
Gambar 14. Non union ..................................................................................... 26

v
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut International Journal Care Injured, insidensi fraktur pada tulang


panjang mencapai 406 per 100.000 kejadian, dimana persentase terbesar yaitu
fraktur panggul, dengan persentase sebesar 37%. Fraktur adalah kerusakan atau
patah tulang yang disebabkan oleh adanya trauma ataupun tenaga fisik.1 Pada
kondisi normal, tulang mampu menahan tekanan, namun jika terjadi penekanan
ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi kemampuan tulang untuk bertahan,
maka akan terjadi fraktur.2

Fraktur dapat menyebabkan adanya keluhan pada pasien, seperti luka pada
daerah yang terkena membengkak dan disertai rasa sakit, yeri terus menerus dan
beratmbah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi, hematoma dan edema,
adanya deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah, terjadi
pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur, krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya, dan pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

Fraktur membutuhkan diagnosis yang cepat dan tepat, serta memerlukan


terapi yang tepat dikarenakan fraktur dapat menyebabkan komplikasi yang
selanjutnya dapat menjadi deformitaas, bahkan disabilitas. Komplikasi fraktur
dapat diklasifikasikan ke dalam intrinsik dan ekstrinsik. Komplikasi intrinsik
meliputi delayed union dan non union, malunion dan pemendekan, nekrosis
avascular, infeksi, dan penyakit sendi degenerative. Terkait komplikasi ekstrinsik
dari fraktur, yaitu cedera pada pembuluh darah yang berdekatan, saraf dan
tendon.3,4

Prognosis fraktur dipengaruhi oleh jenis perawatan yang digunakan, jenis


cedera awal, dan pola fraktur. Selain itu usia juga merupakan hal yang penting

1
dalam menentukan jenis fraktur.5 Penting untuk menentukan apakah merupakan
fraktur terbuka atau fraktur tertutup, ada tidaknya luka terbuka pada lokasi fraktur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya
trauma ataupun tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampu menahan tekanan,
namun jika terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi
kemampuan tulang untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur.2

2.2 Klasifikasi6

Klasifikasi Fraktur dapat dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya :


1. Klasifikasi Etiologis
• Fraktur traumatik
• Fraktur Patologis, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah-daerah tulang yang
telah menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik lainnya
(infeksi dan kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat
trauma ringan.
• Fraktur Beban (Kelelahan), yaitu fraktur yang terjadi pada orangorang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas merka atau karena adanya stress yang
kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan.

2. Klasifikasi Klinis
• Fraktur Tertutup (simple Fraktur), adalah fraktur dengan kulit yang tidak
tembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan.
• Fraktur Terbuka (compound Fraktur), adalah frktur dengan kulit ekstremitas
yang terlibat telah ditembus, dan terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan kulit.
3
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu :
1. Grade 1: sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit.
• Luka < 1 cm
• Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
• Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
• Kontaminasi minimal
2.) Grade 2: Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit.
• Laserasi < 1cm
• Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse.
• Fraktur kominutif sedang
• Kontaminasi sedang
3.) Grade 3: Banyak sekali jejas kerusakan kulit, otot jaringan saraf dan pembuluh
darah serta luka sebesar 6-8 cm
3. Klasifikasi Radiologis
• Lokalisasi: diafisal, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi.
• Konfigurasi: F. Transversal, F.Oblik, F. Spinal, F. Segmental, F. Komunitif
(lebih dari dua fragmen), F. Avulse, F. Depresi, F. Epifisis.
• Menurut Ekstensi: F. Total, F. Tidak Total, F. Buckle atau torus, F.
greenstick.
• Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya: tidak bergeser,
bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over riding, impaksi)

4
Gambar 1. Jenis fraktur pada tulang panjang

2.3 Bone remodeling7

Tulang merupakan jaringan ikat yang tersusun dari ineral dan senyawa-
senyawa organic. Dua pertiga bagian tulang tersusun dari mineral yang memberi
massa bagi tulang dan sepertiga tulang tersusun dari matriks organic yang
komponen utamanya terdiri dari kolagen tipe I dan sejumlah kecil protein
nonkolagen. Terdapat 2 jenis sel yang memiliki peranan penting dalam tulang, yaitu
sel osteoklast dan sel osteoblast yang merupakan efektor utama dalam perubahan
matriks organic pada tulang. Osteoklast merupakan suatu jenis sel makrofag yang
telah terspesialisasi dan memiliki banyak inti (polikorion). Diferensiasi makrofag
diatur leh macrophage colony-stimulating factor, yaitu ligan RANK dan
osteoprotegein. Osteoklast teraktivasi oleh interleukin-1 9IL-11), interleukin-6 (IL-
6), dan tumor necrosis factor-a (TNF-a). osteoblast adalah sel pembentuk tulang
karena osteoblast dapat menghasilkan matriks yang selanjutnya dimineralisasi.

5
Matriks yang telah mengalami mineralisasi dapat dirombak oleh osteoklast yang
teraktvasi.

Tulang adalah jaringan yang bersifat dinamis karena sepanjang kehidupan


tulang terus mengalami perombakan. Sel-sel tulang yang sudah tua dirombak,
kemudian dibentuk sel-sel tulang baru. Proses pembongkaran yang diikuti dengan
pembentukan tulang tersebut dikenal dengan istilah remodeling. Remodeling
merupakan proses fisiologis kompleks yang memerlukan interaksi di antara sel
osteoklast dan osteoblast. Adapaun siklus remodellin tulang meliputi 4 tahapan,
antara lain:

1. Resorption
Resorpsi tulang adalah proses perombakan sel-sel tulang yang sudah tua dan
rusak oleh osteoklast. Pada tahap ini, prekusor osteoklast teraktivasi dan
berdiferensiasi menjadi osteoklast. Stress mekanik diketahui menjadi faktor
yang memicu aktivasi osteoklast mensekresikan faktor-faktor prarakrin
seperti insulin-like growth factor-1 (IGF-1). Saat resorpsi, osteoklast
mendegradasi matriks yang tela mengalami mineralisasi. Tulang banyak
mengalami kehilangan mineral seperti kalsium dan fosfor sehingga menjadi
rapuh. Ditemukan kadar kalsiu yang tinggi dalam darah sebagai akibat
resorpsi tulang.
2. Reversal phase
Selama reversal phase, osteoklast menghilang dan ditemukan sel-sel yang
menyerupai makrofag pada permukaan tulang. Sel-sel tersebut diketahui
dapat melepaskan faktor-faktor yang dapat menghambat osteoklast dan
menstimulasi osteoblast.
3. Formation
Tahap ini meliputi rangkaian peristiwa yang rumit, anatara lain proliferasi
sel-sel mesenkim primitf, difrensiasi menjadi sel-sel prekusor osteoblast
(osteoprogenitor, pre-osteoblast), maturase osteoblast, pebentukan matriks,

6
dan mineralisasi. Pada tahap ini, osteoblast berkumpul ada dasar rongga
resorpsi dan membentuk osteoid sampai rongga terisi.
4. Resting phase
Fase istirahat ini dicapai ketika aktvitas osteoblast terhenti. Terhentinya
aktivitas osteoblast kemungkinan karena inhibisi umpan balik negatif atau
induksi apoptosis oleh tumor necrosis factor (TNF) yang dilepaskan oleh
sel-sel sumsum disekitarnya. Jaringan tulang mengalami dormansi, dilapisi
oleh osteoblast yang tidak aktif sampai silus remodeling berikutnya terjadi.

Gambar 2. Bone remodeling

Bone healing pada tulang panjang secara natural terdiri dari 5 tahapan, yaitu:4

1. Hematoma
Pada tahap ini terbentuk hematom dari pembuluh darah yang cedera
di sekitar lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi
(kehilangan fungsi vital) karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia
7
dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan
pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai
penyembuhan.
2. Inflamasi
Dalam 8 jam setelah onset fraktur, terdapat reaksi inflamasi akut
yang ditandai oleh migrasi sel inflamasi dan inisiasi proloferasi dan
diferensiasi periosteum (sel mesenkim). Dari periosteum, tampak
pertumbuhan melingkar Hematoma yang mengalami clotting selanjutnya
kaan diserap dan pembuluh darah kapiler baru akan tumbuh di lokasi
fraktur.
3. Pembentukan kalus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai
terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai
tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan (immature/
woven bone). Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen
patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan
tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkanuntuk
menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan jumlah
kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu kira-kira empat minggu agar
fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous.
4. Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus,
tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar
bone). Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat
menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang
akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru. Proses ini
berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat
untuk menerima beban yang normal.

8
5. Remodeling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat
dengan bentuk yang berbedadengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-
bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan
tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi
dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan
diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali
mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini
tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.

Gambar 3. Tahap bone healing

9
Gambar 4. Efek pergerakan pada pembentukan kalus

Gambar 5. Fracture repair

10
2.4 Etiologi
1. Peristiwa trauma (kekerasan)
a) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang


patah pada titik terjadinya kekerasan itu, misalnya
tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan
patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang
demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah
melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang di tempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan.
Contoh patah tulang karena kekerasan tidak langsung
adalah bila seorang jatuh dari ketinggian dengan
tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang
tumit, terjadi pula patah tulang pada tibia dan
kemungkinan pula patah tulang paha dan tulang
belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak
tangan sebagai penyangga, dapat menyebabkan patah
pada pergelangan tangan dan tulang lengan bawah.
2. Repetitive stress
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan
aktivitas berulang-ulang pada suatu daerah tulang atau
menambah tingkat aktivitas yang lebih berat dari biasanya.
Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat
pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau
peningkatan beban secara tiba – tiba pada suatu daerah
11
tulang maka akan terjadi retak tulang.
3. Peristiwa patologis
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena
lemahnya suatu tulang akibat penyakit infeksi, penyakit
metabolisme tulang misalnya osteoporosis, dan tumor pada
tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh
maka akan terjadi fraktur.

2.5 Manifestasi klinis

• Luka pada daerah yang terkena membengkak dan disertai rasa sakit
• Nyeri terus menerus dan beratmbah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma dan edema
• deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
• terjad pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
• Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
• Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Anamnesis menyeluruh harus diperoleh untuk mengetahui mekanisme
cedera, setiap peristiwa yang menyertai atau terkait di sekitar cedera, dan penting
untuk mendapatkan riwayat cedera atau fraktur sebelumnya. Jika cedera
disebabkan karena jatuh maka perlu dieksplorasi keadaan disekitar lokasi jatuh.
Riwayat medis dan pembedahan yang lengkap di masa lalu juga harus diperoleh,
termasuk obat-obatan dan alergi, serta riwayat sosial (merokok dan penggunaan
obat-obatan terlarang), riwayat pekerjaan.8 Usia dan mekanisme cedera pasien
adalah penting. Jika fraktur terjadi dengan trauma ringan, curigai lesi patologis.4

12
Pada fraktur akut ditandai dengan rasa sakit, bengkak, dan kehilangan
fungsi. Hilangnya keselarasan anggota tubuh yang normal mungkin jelas tetapi
ini tidak selalu terjadi. Dalam beberapa kasus dimungkinkan untuk mendengar
atau merasakan ujung-ujung tulang yang patah bergerak satu sama lain
(krepitus). Krepitus tidak boleh dilakukan dengan sengaja karena terasa sakit dan
dapat menyebabkan kerusakan tambahan pada jaringan lunak yang berdekatan.
(3)

Selalu tanyakan tentang gejala cedera terkait: nyeri dan bengkak di


tempat lain (merupakan kesalahan umum untuk terganggu oleh cedera utama,
terutama jika parah), mati rasa atau kehilangan gerakan, pucat atau sianosis kulit,
atau kehilangan kesadaran sementara.4

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting yakni inspeksi/ look,
palpasi/ feel, dan gerakan/ move. Pemeriksaan fisik harus mencakup
pemeriksaan menyeluruh dari jaringan lunak di atasnya. Pada inspeksi dilihat
apakah terdapat pembengkakan, memar, dan kelainan bentuk/deformitas
(angulasi dan pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi poin pentingnya adalah
apakah kulitnya utuh, jika kulit rusak dan luka berhubungan dengan fraktur
adalah cedera 'terbuka' ('Compound'). Perhatikan juga postur ekstremitas distal
dan warna kulit (untuk tanda-tanda kerusakan saraf atau pembuluh darah).4,8
Jika fraktur terbuka, foto klinis dapat diambil untuk keperluan
dokumentasi. Status neurologis dan vaskular distal harus dinilai dan
didokumentasikan untuk semua fraktur. Penting untuk mengklasifikasikan
jaringan lunak yang menutupi fraktur dan untuk menilai setiap luka terbuka
sesuai dengan sistem Gustilo-Anderson yang terkenal. Sindrom kompartemen di
bagian tubuh yang rentan terhadap penyakit ini (lengan bawah, dan tungkai
bawah) harus dikesampingkan dengan pemeriksaan dan dokumentasi yang
cermat dan penilaian serial.8
Palpasi seluruh anggota badan termasuk persendian di atas dan di bawah
cedera untuk area nyeri, efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal

13
fraktur juga harus dinilai meliputi: pulsasi arteri, warna kulit, pengembalian
cairan kapiler, dan sensasi. Sirkulasi perifer dinilai dengan palpasi denyut nadi
dan capiller refill. Pemeriksaan ultrasonografi Doppler mungkin diperlukan
untuk memastikan adanya denyut nadi. Namun, keberadaan denyut nadi tidak
mengecualikan sindrom kompartemen.4,8
Penilaian gerak/move meliputi Range of Motion (ROM) dinilai apakah
terdapat keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi
fraktur. Penilaian ROM tidak dimungkinkan karena rasa sakit, tetapi ini harus
didokumentasikan. Penilaian untuk cedera ligamen dan ruptur tendon, serta tes
penting lainnya yang mengelilingi pemeriksaan khusus sendi, harus diselesaikan
dan didokumentasikan.8 Sedangkan pada pasien dengan politrauma,
pemeriksaan awal mengikuti protokol Advanced Trauma Life Support (ATLS)
termasuk identifikasi dan perawatan cedera yang mengancam jiwa. Langkah
pertama adalah evaluasi ABCs : jalan napas (airway), pernapasan (breathing),
dan sirkulasi (circulation). Sinar-X harus diperoleh sesuai indikasi segera setelah
pasien stabil.4

2.6.3 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium
meliputi pemeriksaan darah rutin, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.
Pemeriksaan radiologis untuk lokasi fraktur harus meliputi role of two: dua
gambaran (anteroposterior/AP dan lateral), memuat dua sendi di proximal dan
distal, memuat gambaran foto dua ekstremitas: ekstremitas yang cedera dan yang
tidak terkena cedera (pada anak), dan dua kali yaitu sebelum tindakan dan setelah
tindakan. Diagnostik fraktur pada radiograf tergantung pada pengidentifikasian
fitur yang dirinci dibawah ini:
- Fraktur diidentikasi sebagai hilangnya kontinuitas dari korteks dan adanya
garis gelap yang melewati tulang berdekatan. Garis fraktur tampak gelap
karena jaringan lunak (biasanya hematoma) antara ujung tulang memiliki
kepadatan lebih kecil dari pada tulang itu sendiri.

14
- Fraktur dapat tampak sebagai garis padat/sklerotik jika ujung fraktur tumpang
tindih. Penting untuk mendapatkan 2 gambaran untuk semua duagaan patah
tulang dan dislokasi. Dua proyeksi juga penting untuk melihat tingkat
deformitas di lokasi fraktur.
- Pada gambaran radiografi selalu menunjukkan sendi proksimal dan distal.
Sendi terdekat harus selalu disertakan pada foto.
-
Pada beberapa kondisi fraktur tak tampak pada gambaran radiografi termasuk
fraktur stres dan fraktur skafoid.4

Gambar 6. Pemeriksaan X ray pada fraktur tulang panjang

2.7 Tatalaksana
2.7.1 Penangangan Fraktur Tertutup

15
Pada cidera tulang panjang tidak boleh mengesampingkan cedera yang
membahayakan jalan napas, pernapasan, atau sirkulasi. Cedera tulang panjang
mengancam anggota tubuh, tetapi tidak segera mengancam jiwa, dan dengan
tidak adanya perdarahan katastropik sehingga dapat diatasi dalam survei
sekunder. Manajemen segera adalah memastikan jalan napas dan ventilasi
dioptimalkan, dan kemudian mengontrol perdarahan ekstremitas dengan tekanan
langsung, tourniquet, dan balut hemostatic.4
1. Reduksi tertutup
Secara umum, reduksi tertutup digunakan untuk semua fraktur minimal,
untuk sebagian besar fraktur pada anak-anak dan untuk fraktur yang tidak stabil
setelah reduksi dan dapat ditahan dalam bentuk bidai atau gips. Fraktur yang
tidak stabil juga dapat dikurangi menggunakan metode tertutup sebelum
stabilisasi dengan fiksasi internal atau eksternal. Ini menghindari manipulasi
langsung lokasi fraktur dengan reduksi terbuka, yang merusak suplai darah lokal
dan dapat menyebabkan waktu penyembuhan menjadi lebih lambat.4
Di bawah anestesi yang tepat dan relaksasi otot, fraktur dikurangi dengan
manuver tiga kali lipat: (1) bagian distal tarikan ditarik di garis tulang; (2) ketika
fragmen terlepas, kemudian diposisikan ulang dan (3) penyelarasan disesuaikan
di setiap bidang. Ini paling efektif ketika periosteum dan otot-otot di satu sisi
fraktur tetap utuh, ikatan jaringan lunak mencegah reduksi berlebih dan
menstabilkan fraktur.4
Beberapa patah tulang sulit untuk dikurangi dengan manipulasi karena
tarikan otot yang kuat dan perlu traksi berkepanjangan. Traksi tulang atau kulit
selama beberapa hari memungkinkan ketegangan jaringan lunak berkurang dan
keselarasan yang lebih baik. Cara ini ini sangat membantu untuk fraktur femur
dan tibialis, serta fraktur humerus suprakondiler pada anak-anak. Traksi, yang
mengurangi fragmen fraktur melalui ligamentotaxis (tarikan ligamen), biasanya
dapat diaplikasikan dengan menggunakan meja fraktur atau distraktor tulang.4

16
Gambar 7. Reduksi tertutup

2. Reduksi terbuka
Reduksi terbuka hanyalah langkah pertama untuk fiksasi internal.
Reduksi operatif merupakan indikasi (1) Jika reduksi tertutup gagal, baik karena
kesulitan dalam mengontrol fragmen atau karena adanya jaringan lunak diantara
fragmen tulang; (2)Jika ada fragmen artikular besar yang memerlukan penentuan
posisi yang akurat atau; (3) pada fraktur avulsi.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menahan traksi antara lain:4
a. Traksi kontinu
Traksi dipasang pada bagian distal dari lokasi fraktur, kemudian ditarik
sesuai axis panjang tulang. Tindakan ini berguna pada fraktur pada shaft

17
dengan konfigurasi oblique atau spiral yang mudah berubah posisinya akibat
kontraksi otot. Traksi dapat berupa:
- Traksi dengan gravitasi - Digunakan pada cedera ekstremitas atas,
misalnya pada U-slab atau velcro
- Skin traksi - Skin traksi tidak dapat menahan beban lebih dari 4 atau 5 kg.
- Skeletal traksi - Kawat atau pin dimasukan ke dalam tulang dan sebuah tali
diikatkan untuk membuat traksi.

Gambar 8. Metode traksi

Berdasarkan cara tarikannya, traksi dapat dibedakan menjadi:4


- Fixed traction: tarikan diikatkan pada titik yang tetap. Tarikan diberikan
pada titik tertentu. Metode yang biasa adalah mengikat tali traksi ke ujung
distal bidai Thomas dan menarik kaki ke bawah sampai cincin proksimal,
bidai hingga berbatasan dengan kuat pada panggul.
- Balanced traction: tarikan pada traksi dengan menggunakan beban
- Combined traction
Komplikasi traksi antara lain (1) gangguan sirkulasi, terutama pada anak,
(2) cedera saraf, (3) pin site infection.

b. Cast splintage

18
Yang paling sering digunakan adalah plaster of paris. Kelemahan
cara ini adalah sendi tidak dapat bergerak dan menjadi kaku. Beberapa bentuk
cast baru meimilki kelebihan dari pada plaster of paris, yaitu tahan air dan
lebih ringan, namun prinsip kerjanya sama. Kaku sendi dapat diminimalkan

dengan cara: (1) menunda splintage, (2) awalnya dimulai dengan


menggunakan gips konvensional kemudian dilanjutkan dengan fungsional
brace yang memungkinkan terjadi gerakan. Komplikasi pada penggunaan
cast adalah pemasangan cast yang terlalu kencang, nyeri karena penekanan
dan abrasi atau laserasi pada kulit.
Gambar 9. Teknik plaster cast

c. Functional brace
Functional brace memungkinkan untuk memegang fraktur dan dapat
mencegah kaku sendi. Fungsional brace digunakan pada fraktur yang sudah
mulai bersatu (union), biasanya 3-6 minggu setelah pemasangan traksi atau
cast. Terutama digunakan untuk fraktur tulang femur atau tibia. Functional

19
brace menahan fraktur melalui kompresi jaringan lunak, sejumlah kecil
gerakan yang terjadi di lokasi fraktur melalui penggunaan ekstremitas
mendorong proliferasi pembuluh darah dan pembentukan kalus.4

Gambar 10. Functional brace

d. Fiksasi internal
Fiksasi tulang dengan menggunakan plate dan screw, intramedullar rod
atau nail (dengan atau tanpa sekrup pengunci), circumferential band atau
kombinasi. Fiksasi internal menahan fraktur dengan aman sehingga
memungkinkan terjadi gerakan dini. Bahaya yang paling besar dari
penggunaan internal fiksasi adalah infeksi. Infeksi dapat terjadi bergantung
pada : (1) pasien (2) ahli bedah, (3) fasilitas. Indikasi pemasangan interna
fiksasi:
- Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi
- Fraktur yang tidak stabil dan dapat bergeser lagi (dislokasi) setelah
reduksi
- Fraktur yang sembuh dalam waktu lama, misalnya colum femur
- Fraktur patologis
- Fraktur multiple
- Fraktur pada pasien yang sulit dalam perawatan (paraplegi, cedera
multiple dan pada pasien usia tua)

20
Jenis fiksasi internal
a. Interfragmenter srew. Teknik ini berguna untuk mengurangi fragmen
tunggal ke poros utama tulang tubular atau menyatukan fragmen fraktur
metafisis.
b. Wires (transfixing, cerclage dan tension-band)
• Transfixing wires, sering dimasukan secara perkutan, dapat
menyatukan fragmen fraktur utama. Digunakan pada keadaan
penyembuhan patah tulang yang cepat (mis. pada anak-anak atau
untuk fraktur jari-jari distal).
• Cerclage dan tension-band wires pada dasarnya adalah loop dari
kawat yang dilewatkan di sekitar dua fragmen tulang dan kemudian
dikencangkan untuk mengkompresi fragmen bersamaan. Kedua
teknik ini digunakan untuk fraktur patella.
c. Plate dan sekrup (screw). Bentuk fiksasi ini berguna untuk mengobati
fraktur metafisis tulang panjang dan fraktur diafisis dari jari-jari dan ulna
d. Intramedullary nail. Nail dimasukkan ke dalam kanal meduler untuk
splint fraktur, gaya rotasi ditahan dengan memasukkan sekrup yang
saling mengunci ke dalam korteks tulang dan nail proksimal dan distal
ke fraktur. Nail digunakan dengan atau tanpa dilebarkan sebelumnya dari
kanal meduler. Nail yang bercabang mencapai kesesuaian interferensi
selain stabilitas tambahan dari sekrup yang saling mengunci, juga dengan
mengorbankan sementara suplai darah intramedullary.

21
Gambar 11. Fiksasi internal

e. Fiksasi eksternal
Fiksasi eksternal bermanfaat pada:
- Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak parah atau dengan kontaminasi
- Fraktur pada sendi yang sebenarnya cocok untuk internal fiksasi tetapi
jaringan lunak di seiktarnya terlalu bengkak
- Pasien dengan multiel injury yang parah dan berhubungan dengan cedera
kepala
- Fraktur yang gagal menyatu (ununited)
- Fraktur yang terinfeksi
Prinsip dari fiksasi eksternal sangat sederhana: tulang difiksasi di
atas dan bawah fraktur dengan screw atau kawat dan dihubungkan satu sama
lain menggunakan batang yang keras. Komplikasi yang sering terjadi adalah
(1) kerusakan pada struktur jaringan lunak (2) overdistraksi (3) pin track
infection.2

22
Gambar 12. Fiksasi eksternal

2.7.2 Penanganan Fraktur Terbuka


Pasien dengan fraktur terbuka sering terjadi pada cedera multiple, segera
atasi kondisi yang dapat mengancam nyawa sesuai dengan ATLS. Setelah kita siap
menangani fraktur, lihat luka dengan hati-hati, bersihkan luka dari kontaminasi,
ambil foto dengan kamera untuk data kemudian cuci dengan menggunakan salin
dan ditutup. Kondisi ini dibiarkan hingga pasien siap dioperasi. Pasien diberi
antibiotic, antitetanus profilaksis dan dipasang splint. Periksa sirkulasi dan status
neurologis, awasi tanda kompatemen sindrom. Semua fraktur terbuka harus
dianggap terkontaminasi, dan sangat penting untuk mencegah infeksi. Ada 4 hal
yang esensial: (1) Antibiotik profilaksis (2) debridement fraktur dan luka segera
(3) stabilisasi fraktur (4) penutupan luka definitif sesegera mungkin.
Indikasi intervensi bedah:
▪ Gagal pengobatan tanpa operasi
▪ Fraktur tidak stabil yang tidak dapat dipertahankan secara memadai dalam
posisi berkurang
▪ Fraktur intra-artikular (> 2 mm)

23
▪ Pasien dengan fraktur yang diketahui sembuh dengan buruk setelah
penatalaksanaan nonoperatif (misalnya fraktur collum femoralis)
▪ Fraktur avulsi besar yang mengganggu fungsi otot-tendon atau ligamen sendi
yang terkena (misalnya, fraktur patela)
▪ Fraktur patologis yang akan datang Beberapa cedera traumatis dengan
fraktur yang melibatkan panggul, tulang paha, atau tulang belakang
▪ Fraktur terbuka yang tidak stabil, Fraktur pada area pertumbuhan pada individu
yang belum matang skelet yang memiliki risiko lebih tinggi untuk
terhambatnya pertumbuhan (misalnya, Salter-Harris tipe III-V)
▪ Nonunions atau malunions yang gagal pengobatan nonoperatif.8

Gambar 13. Antibiotik pada fraktur terbuka

2.8 Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat diklasifikasikan ke dalam intrinsik (terkait dengan
fraktur itu sendiri) dan ekstrinsik (hasil dari cedera terkait). 3

Komplikasi intrinsik meliputi:

- Delayed union dan non union


-
Malunion dan pemendekan
-
Nekrosis avaskular
- Infeksi

24
- Penyakit sendi degeneratif

Komplikasi ekstrinsik meliputi:

-
Cedera pada pembuluh darah yang berdekatan, saraf dan tendon

1. Delayed union

Dikatakan delayed union jika fragmen tetap bergerak bebas beberapa


bulan setelah cedera tetapi tidak ada tampilan tulang yang mengindikasikan
bahwa penyatuan tulang tidak akan pernah terjadi. Proses penyembuhan
lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal.
Pada x-ray, garis fraktur tetap terlihat dan tampak sangat sedikit atau
tidak lengkap pembentukan kalus atau reaksi periosteal. Namun, ujung
tulang tidak slerotik atau atrofi. Penampilan menunjukkan bahwa meskipun
fraktur belum bersatu, namun pada akhirnya akan terjadi. Terapi
konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila lebih 20
minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)

2. Non union
Jika fraktur tetap tidak bersatu selama berbulan-bulan gambaran
radiografi yang berbeda berkembang yang menunjukkan bahwa fraktur
akan gagal sembuh (non-union). Ujung tulang menjadi hipertrofik, sklerotik
dan garis fraktur menjadi gelap dan jelas. Sinar-X patah tulang terlihat jelas
tetapi tulang di kedua sisinya mungkin menunjukkan kalus atau atrofi yang
ringan.3,4

25
Gambaran yang kontras ini menyebabkan non union dibagi menjadi
tipe hipertrofi dan atrofi. Pada non-union hipertrofik ujung tulang
membesar, menunjukkan bahwa osteogenesis masih aktif tetapi tidak cukup
mampu menjembatani kesenjangan. Pada non-union atrofi, osteogenesis
tampaknya telah berhenti. Ujung tulang meruncing atau membulat tanpa
petunjuk pembentukan tulang baru. Dalam sebagian kecil kasus, delayed
union secara bertahap berubah menjadi non-union sehingga menjadi fraktur
dapat bersatu tanpa intervensi. Gerakan dapat ditimbulkan pada lokasi
fraktur dan nyeri berkurang, celah fraktur menjadi jenis pseudoarthrosis.4

Gambar 14. Non union

3. Mal union dan pemendekan


Mal union menunjukkan bahwa fraktur telah bersatu dalam posisi
yang salah. Ini termasuk angulasi, rotasi dan tumpang tindih di lokasi fraktur
(pemendekan). Penyebabnya mal union adalah kegagalan untuk
mengurangi fraktur secara adekuat, kegagalan untuk menahan reduksi saat
proses penyembuhan berlangsung, kolapsnya tulang kominutif atau
osteoporosis. Pemendekan tulang setelah fraktur dapat terjadi karena :
a. Mal union dengan angulasi atau tumpang tindih
b. Tulang hancur atau keropos
c. Plate pertumbuhan prematur pada anak-anak3,4

26
4. Nekrosis avascular
Nekrosis avaskular (osteonekrosis) terjadi ketika suplai darah ke tulang
atau bagian tulang terganggu. Ini paling sering terjadi sebagai komplikasi
dari fraktur, terutama di dekat artikular ujung tulang. Daerah tertentu
terkenal karena untuk menjadi iskemia dan nekrosis pada tulang setelah
cedera: (1) Caput femur, (2) bagian proksimal skafoid), (3) Lunatum dan (4)
corpus talus. Gambaran radiografi AVN meliputi: 3
- peningkatan densitas relatif tulang avaskular
- fragmentasi & kolaps
- keterlambatan perkembangan penyakit sendi degeneratif prematur

5. Infeksi
Infeksi pada situs fraktur paling sering terlihat pada fraktur terbuka
(gabungan). Infeksi mungkin terbatas pada jaringan lunak tetapi sering akan
melibatkan kedua tulang (osteomielitis) dan jaringan. Ketika ada fraktur
terbuka yang kotor, kemungkinan terjadinya gas gangren akibat Clostridium
welchii atau organisme usus lainnya harus dipertimbangkan. Clostridium
welchii merupakan organisme anaerob yang dapat bertahan hidup dan
berkembang biak hanya di jaringan dengan tekanan oksigen rendah.
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union
sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang
mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa
osteoporosis dan atropi otot. 3,4

6. Penyakit sendi degeneratif


Perubahan degeneratif prematur (osteoartritis) dapat terjadi pada
sendi yang berdekatan dengan fraktur karena perpanjangan fraktur
melibatkan korteks artikular dengan kehilangan kongruitas sendi, gejala sisa
AVN yang terlambat, mengubah biomekanik sendi karena kelainan bentuk

27
perubahan radiografi adalah hilangnya ruang sendi (menunjukkan
kehilangan tulang rawan), sklerosis subkondral, dan pembentukan osteofit.

7. Sindrom kompartemen
Fraktur lengan atau tungkai dapat menimbulkan iskemia parah,
bahkan jika tidak ada kerusakan pada pembuluh darah besar. Pendarahan,
edema atau peradangan (infeksi) dapat meningkatkan tekanan di dalam
salah satu kompartemen osseofascial, berkurangnya aliran kapiler yang
menyebabkan iskemia otot, edema lebih lanjut, tekanan yang lebih besar
dan iskemia yang lebih parah.4
Lingkaran setan yang berakhir setelah 12 jam atau kurang dalam
nekrosis saraf dan otot di dalam kompartemen. Saraf mampu regenerasi
tetapi otot, setelah infark, tidak pernah dapat pulih dan digantikan oleh
jaringan fibrosa inelastik (kontraktur iskemik Volkmann).Rangkaian
kejadian yang serupa dapat disebabkan oleh pembengkakan anggota tubuh
di dalam gips yang ketat.4

2.9 Prognosis
Prognosis fraktur dipengaruhi oleh jenis perawatan yang digunakan, jenis
cedera awal, dan pola fraktur. Selain itu usia juga merupakan hal yang penting
dalam menentukan jenis fraktur.5 Penting untuk menentukan apakah merupakan
fraktur terbuka atau fraktur tertutup, ada tidaknya luka terbuka pada lokasi fraktur.
Fraktur tulang panjang mengancam anggota tubuh, tetapi tidak segera mengancam
jiwa, dan dengan tidak adanya perdarahan katastropik sehingga dapat diatasi dalam
survei sekunder.

28
BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya
trauma ataupun tenaga fisik.1 Pada kondisi normal, tulang mampu menahan
tekanan, namun jika terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan
melebihi kemampuan tulang untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur.2 Menurut
International Journal Care Injured, insidensi fraktur pada tulang panjang mencapai
406 per 100.000 kejadian, dimana persentase terbesar yaitu fraktur panggul, dengan
persentase sebesar 37%.1

Fraktur membutuhkan diagnosis yang cepat dan tepat, serta memerlukan


terapi yang tepat dikarenakan fraktir dapat menyebabkan komplikasi yang
selanjutnya dapat menjadi deformitaas, bahkan disabilitas. Komplikasi fraktur
dapat diklasifikasikan ke dalam intrinsik dan ekstrinsik. Komplikasi intrinsik
meliputi delayed union dan non union, malunion dan pemendekan, nekrosis
avascular, infeksi, dan penyakit sendi degenerative. Terkait komplikasi ekstrinsik
dari fraktur, yaitu cedera pada pembuluh darah yang berdekatan, saraf dan tendon.3
Selain itu, terdapat satu komplikasi dari fraktur yang dapat berakibat cukup fatal,
yaitu sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen ada diakibatkan fraktur lengan
atau tungkai dapat menimbulkan iskemia hebat, bahkan jika tidak ada kerusakan
pada pembuluh darah besar. Pendarahan, edema atau peradangan (infeksi) dapat
meningkatkan tekanan di dalam salah satu kompartemen osseofascial,
berkurangnya aliran kapiler yang menyebabkan iskemia otot, edema lebih lanjut,
tekanan yang lebih besar dan iskemia yang lebih parah.4

Prognosis fraktur dipengaruhi oleh jenis perawatan yang digunakan, jenis


cedera awal, dan pola fraktur. Selain itu usia juga merupakan hal yang penting
dalam menentukan jenis fraktur.5 Penting untuk menentukan apakah merupakan
fraktur terbuka atau fraktur tertutup, ada tidaknya luka terbuka pada lokasi fraktur.
Fraktur tulang panjang mengancam anggota tubuh, tetapi tidak segera mengancam

29
jiwa, dan dengan tidak adanya perdarahan katastropik sehingga dapat diatasi dalam
survei sekunder.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Meling T, Harboe K, Soreide K. Incidence of traumatic long-bone


fractures requiring in-hospital management: A prospective age- and
gender-specific analysis of 4890 fractures. Int. J. Care Injured: 2009. 40;
1212–9.
2. Price, S.A, Wilson, L.M. Patofisiologi konsep klimis proses-proses
penyakit edisi VI. 2012. Jakarta: EGC.
3. Davies M, Pettersson H. The WHO manual of diagnostic imaging New
Zealand: World Health Organization in collaboration with the
International Society of Radiology; 2012.
4. Salomon L, Warwick D, Nayangan S. Apley's System of Orthopedics and
Fractures. 9th ed. London: Hodder Arnold; 2010.
5. Dent JA. Fracture Long Bones, Upper Limb (includes hand). Ninewalls
Hosp and Med. 2008 September.
6. Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
7. Hill PA. Bone Remodeling. Br J Orthod: 2008. 25(2); 101-7
8. Buckley R. General Principle of Fracture Care Clinical Cresentation. 2019
April; Tersedia di https://emedicine.medscape.com/article/1270717-
clinical.

31

Anda mungkin juga menyukai