Disusun oleh:
031032010053
Pembimbing:
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Disusun oleh:
031032010053
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Danny, SpBP selaku dokter pembimbing Ilmu
Bedah Rumah Sakit Angkatan Laut Dokter
Mintohardjo
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehinggapenyusun dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “ Fraktur Rima
Orbita Sinistra”. Penyusunan laporan kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu persyaratan dalam menempuh Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr.
Mintohardjo, Periode 18 September – 28 Oktober 2022
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih belum sempurna, oleh sebab
itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Penulis
juga berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Penulis
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR ISI
iv
3.5 Patofisiologi ................................................................................................................... 22
3.6 Manifestasi Klinis dan Penegakkan Diagnosis .............................................................. 23
3.7 Tatalaksana ..................................................................................................................... 25
3.8 Komplikasi ..................................................................................................................... 27
3.9 Prognosis ........................................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 30
v
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur orbital sering terlihat dengan trauma midfacial. Tingkat keparahan fraktur berkisar dari
fraktur kecil dengan displaced minimal dari dinding terisolasi yang tidak memerlukan intervensi
bedah hingga adanya gangguan yang cukup berat hingga memerlukan intervensi.(1)
Fraktur mungkin terbatas pada kerangka orbital internal. Tipe ini termasuk pola blow-out dan blow-
in, seperti yang terlihat pada fraktur terisolasi dari dasar orbita, dinding medial, dan atap. Fraktur
blow-out orbital dapat dibagi menjadi fraktur trap-door yang disebabkan oleh gaya rendah, fraktur
blow-out medial yang disebabkan oleh gaya menengah dan fraktur blow-out lateral - Disebabkan oleh
kekuatan tinggi. (1)
Fraktur mungkin melibatkan tepi orbital. Fraktur rim inferior, lateral, atau superior mungkin
merupakan cedera yang terisolasi, atau mungkin berdekatan dengan fraktur dinding internal. (1)
Fraktur mungkin berhubungan dengan fraktur lain dari kerangka wajah. Keterlibatan orbit terlihat
pada berbagai pola fraktur wajah, termasuk pola fraktur zygomaticomaxillary (ZMC), naso-orbito-
ethmoid (NOE), frontal-sinus, Le Fort II, dan Le Fort III. (1)
Penilaian dan pengobatan setiap pasien harus dilakukan secara individual. Setiap atau semua tulang
orbital (misalnya, ethmoid, frontal, palatine, maxilla) mungkin terlibat dalam trauma, dan jenis fraktur
dapat bervariasi. Sangat penting untuk menilai cedera pada jaringan lunak dan bola mata, serta cedera
tulang orbital dan periorbital. (1)
6
BAB II
LAPORAN KASUS
Agama : Islam
No RM : 239292
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 Agustus 2022 di Ruangan Pulau
Rote Kamar 4 dan tanggal 17 Agustus 2022 di ruang tunggu Kamar Operasi
a. Keluhan utama
Nyeri pada pelipis kiri post benturan dengan teman saat bermain bola sejak ± 17 jam SMRS
Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan rujukan dari RSUD Koja setelah
dirawat di RS tersebut sejak kemarin malam dengan keluhan nyeri pada pelipis kiri. Pasien
sebelumnya mengalami benturan pada daerah pelipis dan kepala sebelah kiri dengan
temannya saat sedang bermain bola. Setelah terjadi benturan, terdapat luka robek pada
daerah alis dan pelipis kiri pasien, serta terdapat bengkak pada daerah mata kiri pasien.
Pasien datang ke IGD RSAL dengan keadaan luka robek sudah terjahit kendali.
Terdapat keluhan mimisan dan nyeri kepala setelah kejadian benturan pada pasien.
Keluhan mual, muntah, keluar cairan dari telinga dan kehilangan kesadaran disangkal.
7
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, asma atau alergi pada keluarga disangkal
e. Riwayat pengobatan
• Inj Omeprazole 40 mg
• Inj Ondansentron 4 mg
• Inj Ketolorac 30 mg
• Hecting kendali
f. Riwayat kebiasaan
8
2.3 Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Tanda vital
• Nadi : 78 x/mnt
• Pernapasan : 20 x/mnt
• Suhu : 37.2 °C
• SpO2 : 98%
c. Status gizi
• Berat badan : 61 kg
9
d. Status generalis
Telinga: normotia, deformitas (-), nyeri tekan tragus (-), liang telinga
lapang, serumen (-), sekret (-), hiperemis (-)
Hidung: deformitas (-), deviasi septum (-), liang hidung lapang, konka
hiperemis (-), konka edema (-), sekret (-/-), pernapasan cuping hidung (-)
Tenggorokan: uvula di tengah, arkus faring simetris, tonsil T2/T2, dinding
faring posterior tidak hiperemis, post nasal drip (-)
Mulut: Bibir kering (+), cheillitis (-), mukosa mulut kering (-), bibir
sianosis (-), gusi berdarah (-), lidah kotor pinggir hiperemis (+), tremor
lidah (-), atrofi papil (-), bercak kemerahan pada mukosa (-), gigi
berlubang (-), purse-lip breathing (-)
10
Paru
Thoraks
Inspeksi: gerak dinding dada simetris, retraksi intercostal (-/-), pemakaian
otot bantu pernafasan (-/-)
Palpasi: vocal fremitus raba kanan=kiri , nyeri tekan (-), benjolan (-)
Perkusi: sonor/sonor
Auskultasi: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi: Pulsasi iktus cordis tidak terlihat
Palpasi: Pulsasi iktus cordis teraba di ICS V midclavicularis sinistra, thrill
(-)
Perkusi: Batas jantung dalam batas normal
Ekstremitas Atas: Simetris kanan dan kiri, deformitas (-/-), CRT < 2 detik,
Ekstremitas
akral hangat (+/+), oedem (-/-), ptekie (-/-)
Ekstremitas Bawah: Simetris kanan dan kiri, deformitas (-/-), CRT < 2
detik, akral hangat (+/+), oedem (-/-), ptekie (-/-)
11
e. Status Neurologis
Biceps +2 +2
Refleks Triceps +2 +2
Fisiologis Patella +2 +2
Achilles +2 +2
Babinski - -
Refleks Chaddock - -
patologis Oppenheim - -
Hoffman-Tromner - -
Kekuatan Motorik
12
2.4 Pemeriksaan penunjang
CT-Scan (25-09-2022)
Laboratorium (25/09/2022)
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 12.7 g/dL 13.5 – 18.0
Leukosit 15.06 10^3/µL 4.00 – 10.50
Hematokrit 39.6 % 42.0 – 52.0
Trombosit 333 10^3/µL 163 – 337
Eritrosit 5.70 Juta/ µL 4.70 – 6.00
13
MCV 70 fL 78 – 100
MCH 22 Pg 27 – 31
MCHC 32 g/dL 32 – 36
RDW-CV 13.3 % 11.5 – 14.00
Hitung Jenis
Basofil 0.4 % 0.2 – 1.2
Eosinofil 0.0 % 0.8 – 7.0
Neutrofil 86.7 % 34.0 – 67.9
Limfosit 9.2 % 21.8 – 53.1
Monosit 3.7 % 5.3 – 12.2
NLR & ALC
NLR 9.42
ALC 1386 / µL
KIMIA KLINIK
Analisa Gas Darah
pH 7.432 7.350 – 7.450
pCO2 37.2 mmHg 32.0 – 45.0
pO2 182.3 mmHg 95.0 – 100.0
HCO3 25.0 mEq/L 21.0 – 28.8
Base Excess 0.5 Mmol/L -2.5 - +2.5
O2 Saturation 99.6 % 94 – 100
Elektrolit
Natrium 140 mEq/L 135 – 147
Kalium 4.02 mEq/L 3.5 – 5.0
Klorida 102 mEq/L 96 – 108
Fungsi Hati + Ginjal
AST 19 U/L <40
ALT 15 U/L <41
Ureum 26.7 mg/dL 16.6 – 48.5
Kreatinin 0.93 mg/dL 0.67 – 1.17
Gula Darah Sewaktu 107 mg/dL 70 – 200
Laboratorium (26/09/2022)
HEMOTASIS
PT 14.8 detik 9.1 – 13.1
APTT 41.3 detik 29.0 – 40.2
2.5 Resume
Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan rujukan dari RSUD Koja
setelah dirawat di RS tersebut sejak kemarin malam dengan keluhan nyeri pada
pelipis kiri. Pasien sebelumnya mengalami benturan pada daerah pelipis dan kepala
sebelah kiri dengan temannya saat sedang bermain bola. Setelah terjadi benturan,
14
terdapat luka robek pada daerah alis dan pelipis kiri pasien, serta terdapat bengkak
pada daerah mata kiri pasien. Pasien datang ke IGD RSAL dengan keadaan luka
robek sudah terjahit kendali. Terdapat keluhan mimisan dan nyeri kepala setelah
kejadian benturan pada pasien.
Pasien sudah diberikan tatalaksana dari RSUD Koja sebelumnya, berupa IVFD
Asering 12 tpm, Inj Tetagram 1 amp IM 250 IU, Inj Ceftriaxone 1 x 2gr. Inj
Omeprazole 40 mg, Inj Ondansentron 4 mg, Inj Citicolin 500 mg, Inj Mecobalamin
500 mcg, Inj Ketolorac 30 mg, hecting kendali.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan edema pada palpebra kiri dengan vulnus
laceratum pada supraorbital kiri yang sudah terhecting. Tidak tampak adanya
perdarahan aktif atau deformitas. Berdasarkan hasil CT-scan kepala, ditemukan
pasien mengalami fraktur tertutup rima supraorbital sinistra.
15
2.6 Diagnosa kerja
• Fraktur Rima Orbita Sinistra
2.7 Penatalaksanaan
• IVFD RL 15 tpm
• Omeprazole 2 x 40mg IV
2.8 Prognosis
• Ad Vitam : Bonam
16
2.9 Follow Up
30/09/2022 Nyeri minimal VAS 2-3 pada daerah • KU : CM Post OP ORIF • IVFD RL
bekas jahitan. • TD : 110/75 • inj ketorolac 3x30mg,
Pusing (-), muntah (-), pandangan mmHg
• inj ceftriaxone 2x1gr
buram/ganda (-) • Suhu : 36,7
• Nadi : 87
• O2: 100%
Pusing (-), muntah (-), pandangan • TD: 118/79 • inj ketorolac 3x30mg,
buram/ganda (-) • Suhu: 36,5 • inj ceftriaxone 2x1gr
Pasien rencana pulang • HR: 92
• RR;18
• SPO2: 99%
17
POLI) • HR: 97
• RR: 18
• SPO2: 100%
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi(1)
Tepi medial yang memisahkan orbit dari nares adalah tulang lakrimal. Dinding medial
dan sebagian dinding posterior orbita dibentuk oleh tulang ethmoid. Sisa dinding
posterior orbita dibentuk oleh 2 sayap tulang sphenoid dan oleh kelanjutan tulang
lakrimal dari dinding medial, serta oleh proses orbital tulang palatine.
Saraf optik keluar dari foramen optik di sayap bawah tulang sphenoid. Bola mata berada
di dalam orbit yang dikelilingi oleh lemak periorbital dan oleh otot-otot ekstraokular
yang mengontrol gerakannya. Saraf orbital inferior berjalan melalui rahang atas di dasar
orbital. Bagian terlemah dari orbita terdiri dari dasar orbita yang tipis (maxilla) dan
lamina papyracea (tulang ethmoid) di medial dan inferior.
19
Gambar 2. Anatomi Os Orbita
Mekanisme terjadinya luka yang umum pada fraktur tulang orbital adalah trauma
dengan kekuatan yang tinggi seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh, atau kekerasan.
Sehingga, mayoritas dari fraktur ini berhubungan dengan cedera craniofasial, terutama
pada sinus frontalis, rima orbital, naso-orbital-ethmoid (NOE), dinding orbital lainnya,
dan fraktur LeFort. Selain itu, umumnya pasien juga dapat mengalami cedera
multisistem, dimana cedera neurologis/intracranial paling sering terjadi.
20
Kecelakaan kendaraan bermotor, terutama saat sabuk pengaman tidak dipakai, biasanya
merupakan penyebab paling umum dari trauma maksilofasial, dimana hal ini sering
terlihat pada negara maju.
Pada populasi wanita dewasa, cedera non-kecelakaan dalam bentuk kekerasan dalam
rumah tangga harus dinilai secara khusus selama anamnesis karena ini adalah penyebab
umum fraktur orbital pada kelompok ini.
Sebuah studi oleh Wasicek et al, menggunakan National Trauma Data Bank,
menemukan bukti bahwa di antara pasien anak-anak berusia 5 tahun atau lebih muda
yang mengalami patah tulang wajah terkait pelecehan/non-kecelakaan, tingkat patah
tulang orbital lebih rendah daripada di antara anak-anak yang menderita patah tulang
wajah yang tidak disengaja. (31,1% vs 53,4%).
3.4 Klasifikasi(7, 8)
Untuk saat ini, tidak terdapat system klasifikasi spesifik untuk fraktur dinding orbital
namun beberapa tipe fraktur displaced ini dapat didefinisikan sebagai :
1. Fraktur “blow-in” : displacement inferior dari dinding orbital, akibat dari peningkatan
abnormal adri tekanan intracranial. Fragmen fraktur dapat ditemukan pada kavitas
orbital.
3. Fraktur rima supraorbital: indikasi dari tekanan pada bagian frontal yang signifikan
4. Fraktur sinus frontalis: termasuk dari bagian anterior, posterior atau keduanya dari
sinus frontal, biasanya dihubungkan dengan cedera akibat benturan yang kuat.
21
Gambar 3. Klasifikasi Fraktur Orbita
Klasifikasi dari fraktur dinding orbita dapat dibagi berdasarkan displacement dari
fraktur, lokasi anatomis (rima atau atap), dan karakteristik fraktur (blow-in atau blow-
out). Cedera yang berhubungan kemudian dideskripsikan sebagai tambahan dari tipe
fraktur. Terjadinya displacement atau lokasi anatomis dari fraktur dideskripsikan
berdasarkan beratnya, dengan tipe yang lebih tinggi umumnya akan berhubungan
dengan intensitas cedera yang lebih besar.
Fraktur "ledakan" atap orbital terisolasi, juga dikenal sebagai fraktur "ledakan",
didefinisikan sebagai perpindahan superior fragmen fraktur ke dalam fossa kranial
anterior tanpa keterlibatan tepi supraorbital, dengan kemungkinan herniasi isi orbital di
luar batas orbit. Fraktur "ledakan" terisolasi dianggap sebagai hasil dari gaya tumpul
22
orbital langsung dengan peningkatan tekanan intraorbital berikutnya, gaya hidrolik,
dan/atau regangan geser.
Fraktur "blowin" terisolasi didefinisikan sebagai perpindahan inferior dari atap tanpa
keterlibatan tepi supraorbital atau sinus frontal dan dianggap sebagai akibat dari
peningkatan tekanan intrakranial, pergeseran tengkorak, dan/atau pergeseran
intrakranial. isinya. Fraktur blowin secara efektif mengurangi volume orbit dan dapat
menyebabkan cedera intraorbital terkait termasuk jebakan otot ekstraokular dan cedera
saraf optik. Meskipun istilah fraktur "blowin" dan "blowup" mengacu pada cedera
terisolasi dari orbit superior internal, cedera ini terjadi jauh lebih sering dalam
hubungannya dengan pelek supraorbital dan keterlibatan sinus frontal.
Anamnesis
Setelah disingkirkan kemungkinan hal – hal yang dapat mengancam nyawa, nilai
riwayat berdasarkan penilaian AMPLE (Allergies – Medication – Past medical history
– Last meal – Events leading to injury ).
23
4. Apakah ada gangguan pendengaran, seperti penurunan pendengaran atau telinga
berdenging?
Kemudian tanyakan pasien pertanyaan spesifik mengenai keadaan mata pasien, seperti?
1. “Apakah terlihat adanya pandangan ganda, terutama bila sedang melihat ke kanan
atau ke kiri atau ke atas?” (Pertanyaan ini ditanyakan untuk menilai adanya diplopia
pada kecurigaan dislokasi lensa)
2. “Apakah ada nyeri saat menggerakkan bola mata?” (Pertanyaan ini ditanyakan
untuk menilai adanya edema periorbital)
Pemeriksaan Fisik
Pada cedera yang terjadi di sekitar daerah mata, pemeriksaan yang seksama perlu
dilakukan. Pada inspeksi perlu dinilai adanya deformitas atau tidak, atau adanya laserasi
atau tidak. Deformitas umumnya dapat tertutup dengan adanya edema atau cedera pada
jaringan lunak. Fraktur pada rima supraorbital mungkin dapat memperlihatkan adanya
deformitas berupa depresi tulang atau pendataran dari tepi supraorbital. Perlu juga
dinilai apakah terdapat darah atau cairan cerebrospinal yang keluar dari telinga maupun
hidung.
Pada palpasi dapat pula dinilai apakah ada depresi dari tulang ataupun adanya nyeri
tekan dan krepitasi.
Pemeriksaan Penunjang
Bila CT-Scan tidak tersedia, pemeriksaan radiologi X-ray polos juga dapat dilakukan
24
dengan pemeriksaan rutin facial, berupa proyeksi Waters, Caldwell, dan lateral.
Proyeksi Waters memberikan gambaran yang paling baik pada rima orbital inferior,
tulang nasoethmoidal, dan sinus maksilaris. Sedangkan proyeksi Caldwell memberikan
gambaran yang paling baik pada rima orbital lateral dan tulang ethmoid. Proyeksi lateral
tidak terlalu membantu, namun bila pasien dalam posisi supine terhadap papan, pasien
mungkin dapat memperlihatkan adanya air-fluid level pada bagian posterior dari sinus
maksilaris.
Rekonstruksi atap orbit menggunakan titanium dan sekrup mikro telah terbukti
memberikan hasil yang paling stabil dan efektif. Akses bedah difasilitasi melalui
pendekatan koronal, pendekatan pelek orbital superolateral (baik insisi alis supraorbital
atau kelopak mata atas), atau melalui laserasi yang ada yang mungkin ada karena trauma
awal. Perhatian khusus harus diberikan pada struktur intrakranial dan intraokular untuk
memastikan tidak ada kerusakan yang dilakukan selama perbaikan.
Pada tatalaksana bedah untuk fraktur supraorbital, pemilihan tatalaksana open reduction
and internal fixation (ORIF) dapat direkomendasikan. Pemilihan tindakan bedah ORIF
umumnya berdasarkan berat klinis dan cedera jaringan lunak serta tulang. Material
alloplastic dapat digunakan untuk memperbaiki fraktur dengan berbagai tipe dan
karakteristiknya. Beberapa material alloplastic yang dapat dipilih antara lain
bioresorbables, titanium plate, dan porous polyethylene.
Tatalaksana Non-Bedah
25
Rekomendasi Tatalaksana Berdasarkan Klasifikasi
2. Tipe 2 : Rima supraorbital meripakan bagian paling kuat dari tulang frontalis dan
memberikan struktur bagian luar dari orbita. Bila ter-displaced, pasien harus dinilai
secara aestetika dan fungsional untuk dipertimbangkan dilakukan fiksasi. Bila terdapat
defek kontur yang terlohat atau terganggunya gerakan maupun fungsi ocular, pasien
dapat diberikan pilihan untuk dilakukan operasi. Operasi sebaiknya dilakukan dalam 10
hari hingga 2 minggu untuk defek akut atau pada fraktur minor dengan gejala yang tidak
berkurang dalam rentang waktu yang sama.
3. Tipe 3 : Sekuele utama yang berhubungan dengan fraktur blow-in adalah kerusakan
pada mata, otot ekstraocular, dan saraf. Dengan adanya cedera ini, terutama eksoftalmus
atau proptosis, intervensi operasi harus dipertimbangkan.
Tipe 4: Pasien dengan fraktur tipe 4 harus ditatalaksana sebagai fraktur tipe 2 dan tipe
3. Pada Sebagian besar kasus pasien yang membutuhkan fiksasi, stabilisasi dari rima
orbital mungkin cukup untuk mengkoreksi gejala dan fungsi.
26
3.8 Komplikasi(12)
Sangat penting untuk menilai potensi dari cedera yang berat dan komplikasi yang
mungkin terjadi akibat dari fraktur dinding orbita, yang mungkin memiliki implikasi
untuk dilakukannya intervensi. Adanya fraktur orbita yang terisolir berarti semua cedera
yang mungkin terjadi bersamaan dengan fraktur harus diidentifikasi dan disingkirkan.
Cedera atau komplikasi yang mungkin terjadi dapat dibagi menjadi empat kategori:
cedera skeletal, cedera intracranial, cedera pada jaringan lunak periorbital dan isi
intraorbital, serta cedera pada sinus frontalis.
1. Cedera skeletal
Cedera skeletal termasuk dari fraktur yang terjadi pada tulang fasialis kecuali dari
fraktur orbital lainnya (dinding medial dan lateral). Fraktur lain yang paling mungkin
terjadi adalah sinus frontalis, rima orbital, dan regio NOE. Terdapat juga potensi
terjadinya kerusakan pada sinus paranasal pada kasus dengan cedera akibat benturan
yang kuat, yang dapat menyebabkan terjadinya hubungan dari orbita dan kavitas kranial.
2. Cedera intrakranial
Cedera intracranial yang paling umum terjadi akibat dari fraktur orbital adalah adanya
kebocoran cairan cerebrospinal, dengan manifestasi yang paling umum adalah
rhinorrhea. Sekuele lain termasuk dari disfungsi motorik ekstraokular, dengan gejala
diplopia, enoftalmus atau eksoftalmus, entropion atau ektropion. Komplikasi lain yang
lebih signifikan adalah robek pada dural, tension pneumocfalus, dan kerusakan pada
jaringan cerebral (kontusio lobus frontalis)
Cedera intraorbital meliputi semua struktur yang terkena dalam orbit, yaitu mata, saraf
optik dan lainnya, otot ekstraokular, arteri dan vena, dan isi fisura orbital superior.
Cedera mata adalah salah satu indikasi utama untuk operasi darurat pada fraktur wajah
dan termasuk ruptur bola mata, hematoma retrobulbar dan hifema, yang semuanya, jika
tidak segera ditangani, berpotensi menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Studi
telah melaporkan hingga 25% insiden cedera okular dengan fraktur orbital. Gejala sisa
lainnya termasuk disfungsi motorik ekstraokular yang mengakibatkan dismotilitas mata
27
dengan diplopia (baik pada pandangan primer atau lainnya), enophthalmos atau
exophthalmos, entropion atau ectropion. Ini dapat membawa morbiditas dan hambatan
yang signifikan bagi pasien. Kerusakan jaringan lunak periorbital termasuk kerusakan
kelopak mata (atau orbicularis oculi), laserasi, dan hematoma atau edema periorbital.
Fraktur atap orbital juga dapat dikaitkan dengan emfisema subkutan
Cedera sinus frontal sering terjadi pada fraktur atap orbita karena mekanisme cedera
yang khas. Fraktur sinus frontal yang melibatkan orbit lebih cenderung menjadi tipe
"blow-in". Cedera dapat melibatkan tabel anterior dan posterior sinus dan juga saluran
keluar frontal hidung (saluran nasofrontal). Jika meja posterior terlibat, maka mungkin
ada kerusakan otak yang mendasari atau kebocoran CSF. Komunikasi antara sinus dan
ruang intrakranial juga meningkatkan risiko infeksi otak. Kerusakan pada saluran keluar
hidung frontal dapat menyebabkan mukokel dan infeksi lokal.
28
Risiko kehilangan penglihatan dengan eksplorasi orbit telah dilaporkan sebagai 1
kejadian dalam 500 kasus. Meskipun operasi, 5-30% pasien memiliki sisa diplopia dan
mungkin memerlukan bentuk lain dari manajemen strabismus. Persentase ini lebih
tinggi dengan kombinasi fraktur dinding medial dan lantai.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Mathur NM, Meyers AD. Orbital Fractures. Medscape [Internet]. 2022. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/867985-overview#a10. Accessed 5 October 2022
2. Haug RH, Van Sickels JE, Jenkins WS. Demographics and treatment options for orbital roof
fractures. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2002;93(3):238–246
3. Manson PN, Stanwix MG, Yaremchuk MJ, Nam AJ, Hui-Chou H, Rodriguez ED. Frontobasal
fractures: anatomical classification and clinical significance. Plast Reconstr Surg
2009;124(6):2096–2106
4. Madhusudan G, Sharma RK, Khandelwal N, Tewari MK. Nomenclature of frontobasal
trauma: a new clinicoradiographic classification. Plast Reconstr Surg 2006;117(7):2382–2388
5. Coon D, Kosztowski M, Mahoney NR, et al. Principles for management of orbital fractures
in the pediatric population: a cohort study of 150 patients. Plast Reconstr Surg. 2016 Apr. 137
(4):1234-40
6. Kim YJ, Ahn S, Seo DW, et al. Patterns and injuries associated with orbital wall fractures in
elderly patients who visited the emergency room: a retrospective case-control study. BMJ
Open. 2016 Sep 19. 6 (9):e011110.
7. 0 Kim JW, Bae TH, Kim WS, Kim HK. Early reconstruction of orbital roof fractures: clinical
features and treatment outcomes. Arch Plast Surg 2012;39(1):31–35 11
8. Harris GJ. Orbital blow-out fractures: surgical timing and technique. Eye (Lond)
2006;20(10):1207–1212
9. Kim SM, Jeong YS, Lee IJ, Park MC, Park DH. Prediction of the development of late
enophthalmos in pure blowout fractures: delayed orbital tissue atrophy plays a major role. Eur
J Ophthalmol. 2016 May 13
10. Widell T, Mills TJ. Orbital Fracture Management in the Emergency Department. Medscape
[Internet]. 2022. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/825772-
overview#a6. Accessed 5 October 2022
11. Mokal NJ, Desai MF. Titanium mesh reconstruction of orbital roof fracture with traumatic
encephalocele: a case report and review of literature. Craniomaxillofac Trauma Reconstr
2012;5(1):11–18
30
12. Connon FV, Austin SJB, Nastri AL. Orbital Roof Fractures: A Clinically Based Classification
and Treatment Algorithm. Craniomaxillofac Trauma RFeconstr 2015;8:198-204
13. Dal Canto AJ, Linberg JV. Comparison of orbital fracture repair performed within 14 days
versus 15 to 29 days after trauma. Ophthal Plast Reconstr Surg. 2008 Nov-Dec. 24(6):437-
43.
14. Seen S, Young SM, Teo SJ, et al. Permanent Versus Bioresorbable Implants in Orbital Floor
Blowout Fractures. Ophthal Plast Reconstr Surg. 2018
31