Lapkas App
APPENDISITIS AKUT
LAPORAN KASUS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Pelaksanaan Program Dokter Internsip
Disusun Oleh:
dr. Rehan Mita
Dokter Pendamping;
dr. Isma Ninda Ningsih
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS APPENDISITIS AKUT
Disusun oleh;
dr. Rehan Mita
Laporan Kasus (Sebatas Pelaporan)
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat
Menjalani Program Dokter Internship Indonesia
RSUD Dr. Tengku Mansyur
Tanjung Balai, 2023
ii
Kineja A/B/C
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur pada hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
juga karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini
dengan judul ‘Appendisitis Akut’. Shalawat beriring salam penulis sampaikan
kepada baginda Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia ke masa
yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Laporan kasus ini merupakan salah
satu tugas dalam menjalankan Program Dokter Internship Indonesia pada stase RS
di RSUD Dr. Tengku Mansyur.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada dr. Isma Ninda Ningsih yang
telah bersedia membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
terhadap laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi penulis dan
orang lain.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
......................................................................................................................
......................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR
......................................................................................................................
......................................................................................................................
ii
DAFTAR ISI
......................................................................................................................
......................................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
.........................................................................................
.........................................................................................
1
.............................................................................
.............................................................................
6
2.2.4 Etiologi
.............................................................................
.............................................................................
6
2.2.5 Patofisiologi
.............................................................................
.............................................................................
6
2.2.6 Patologi
.............................................................................
.............................................................................
7
2.2.7 Gambaran Klinis
.............................................................................
.............................................................................
7
2.2.8 Prosedur Diagnosis dan Diagnosis Banding
.............................................................................
.............................................................................
9
2.2.9 Tatalaksana dan Prognosis
.............................................................................
.............................................................................
12
vi
.........................................................................................
.........................................................................................
14
3.3.1. Vital Sign
14
3.3.2. Pemeriksaan Fisik
14
3.4. Diagnosis Kerja
.........................................................................................
.........................................................................................
16
3.5. Tatalaksana
.........................................................................................
.........................................................................................
17
3.6. Prognosis
.........................................................................................
.........................................................................................
17
3.7. Follow-Up
.........................................................................................
.........................................................................................
17
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
18
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
...........................................................................................
...........................................................................................
19
DAFTAR PUSTAKA
20
vii
BAB I
PENDAHULUAN
dan mortalitas, seperti dapat menyebabkan terjadinya perforasi atau ruptur pada
appendix. Untuk itu, pembuatan makalah ini ditujukan mempelajari apendisitis
akut, dari awal anamnesis hingga diagnosis, dan juga menyingkirkan diagnosis
banding lainnya hingga rencana penatalaksanaan di RSUD Dr. Tengku Mansyur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Anatomi
Apendiks/Appendix vermiformis merupakan organ sempit berbentuk tabung
yang diketahui mempunyai otot dan juga banyak mengandung jaringan limfoid di
dalam dindingnya. Apendiks melekat di permukaan posteromedial caecum sekitar
satu inci (2,5 cm) di bawah Juntura Iliocaecalis. Apendiks diliputi seluruhnya
dengan peritoneum yang melekat pada bagian mesenterium intestinum tenue oleh
mesenteriumnya sendiri yang pendek disebut Mesoappendix. Mesoappendix berisi
arteria dan vena appendicularis dan nervus.1
2.1.2 Fisiologi
Apendiks akan menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per harinya. Lendir itu
normalnya akan dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum.
Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan dalam patogenesis
apendisitis.2 Apendiks ialah organ imunologi yang berperan dalam menyekresikan
imunoglobulin, terutama imunoglobulin A (IgA). Walaupun appendiks memiliki
komponen integral yang berhubungan dengan sistem jaringan limfoid pencernaan
(Gut-Associated Lymphoid Tissue/GALT), namun fungsinya tidak essensial dan
tindakan appendektomi tidak berhubungan dengan berbagai kondisi penurunan
daya tahan tubuh atau imunitas. Jaringan limfoid pada appendiks muncul sekitar 2
minggu setelah kelahiran dan meningkat saat pubertas, stabil pada dekade muda,
dan mulai mengalami penurunan yang terus menerus sejalan dengan usia.3
2.2. Apendisitis
2.2.1 Definisi
2.2.2 Epidemiologi
Kelompok usia yang sering mengalami apendisitis berkisar diantara usia 20-
30 tahun. Apendisitis merupakan penyakit urutan keempat terbanyak di Indonesia
pada tahun 2006. Jumlah pasien rawat inap karena penyakit apendiks pada tahun
tersebut telah mencapai 28.949 pasien, berada diurutan keempat setelah dispepsia
(34.029 pasien rawat inap), gastritis dan duodenitias (33.035 pasien rawat inap)
dan penyakit saluran cerna lainnya (31.450). Satu dari 15 orang pernah terkena
penyakit ini dalam hidupnya. Insidens tertinggi ada pada laki-laki berusia 10-14
tahun, dan wanita yang berusia 15-19 tahun. Laki-laki diketahui lebih banyak
yang menderita apendisitis dibandigkan dengan wanita pada usia pubertas dan
pada usia 25 tahun. Apendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak-anak dibawah 2
tahun.5 Penelitian epidemiologi menunjukan peran dari kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikan tekakan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks
dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon. Semua ini mempermudah
timbulnya apendisitis akut. Insiden apendisitis akut pada negara maju lebih tinggi
daripada dengan negara berkembang. Namun, dalam 3-4 dasawarsa terakhir ini,
kejadiannya telah menurun secara bermakna. Hal ini diduga oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.2
2.2.3 Morfologi
Pada stadium paling dini, hanya sedikit dari eksudat neutrofil ditemukan di
seluruh lapisan mukosa, submukosa, dan muskularis propria. Pembuluh subserosa
mengalami bendungan dan sering terdapat infiltrat neutrofilik perivaskular ringan.
Reaksi peradangan mengubah serosa yang normalnya berkilap menjadi membran
yang merah, granular, dan suram. Perubahan ini menandakan apendisitis akut dini
bagi dokter bedah. Kriteria dari histologik untuk diagnosis apendisitis akut adalah
infiltrasi neutrofilik pada muskularis propria. Biasanya neutrofil dan ulserasi juga
terdapat di dalam mukosa.6
2.2.4 Etiologi
Apendisitis dipercaya terjadi akibat obstruksi lumen apendiks. Obstruksi ini
umumnya terjadi karena fekalit, dimana merupakan akumulasi dan pengendapan
sisa-sisa dari serat makanan yang dimakan. Pelebaran folikel limfoid berhubungan
dengan infeksi virus (campak), barium yang mengendap, cacing (Ascaris, Taenia),
dan tumor (karsinoid/karsinoma) dapat menebabkan obstruksi dari lumen.7
2.2.5 Patofisiologi
Mukus ataupun feses yang mengeras akan menjadi speerti batu (fecalith)
dan menutup lubang penghubung apendiks dan caecum tersebut. Jaringan limfa
pada apendiks kemudian dapat mebengkak dan juga menutup apendik.8 Obstruksi
tersebut diketahui akan menyebabkan gangguan dari resistensi mukosa apendiks
terhadap invasi mikroorganisme. Obstruksi ini diyakini meningkatkan tekanan di
dalam lumen. Peningkatan dari tekanan tersebut menyebabkan adanya kontinuitas
aliran sekresi cairan dan mukus dari mukosa dan stagnasi dari material tersebut.
Konsekuensinya, terjad iskemia dinding apendiks, yang menyebabkan hilangnya
keutuhan epitel dan invasi bakteri menuju dinding apendiks. Bakteri intestinal
yang ada didalam apendiks bermultiplikasi, hal ini meyebabkan rekuitmen dari
leukosit, pembentukan pus dan juga tekanan intraluminal yang tinggi. Dalam 24-
36 jam, kondisi ini dapat semakin parah karena trombosis dari arteri maupun dari
vena apendiks menyebabkan perforasi dan gangren apendiks.9
2.2.6 Patologi
Patologi dari apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan pada dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya
pertahanan berusaha membatasi proses radang tersebut dengan menutup apendiks
dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga nantinya terbentuk massa
prependikuler yang secara salah dikenal dengan istilah yaitu infiltrat apendiks. Di
dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapapt mengalami
perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan periapendikuler
akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Apendiks
yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk jaringan
parut yang melengket dengan jaringan disekiratnya. Perlengkatan ini akan dapat
menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Suatu saat, organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.2
apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral
pada daerah epigastrium sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan
kadang ada muntah. Umumnya, nafsu makan akan menurun. Dalam beberpaa jam,
nyeri berpindah pada kanan bawah ke titik McBurney. Di sini, nyeri dirasa lebih
tajam dan juga lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga pasien
merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan tersebut dianggap berbahaya karena
mempermudah terjadinya perforasi. Apabila terdapat perangsangan peritoneum,
biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan dan batuk. Apabila apendiks
terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu
jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena apendiks terlindung oleh
caecum. Rasa nyeri lebih kearah perut sisi kanan ataupun nyeri timbul pada saat
berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.1,2,10
Radang pada apendiks yang terletak pada rongga pelvis dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristalsis meningkat
dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta berulang. Apabila apendiks
tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing
akibat rangsangan apendiks terhadap kandung kemih. Gejala apendisitis akut pada
anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering hanya menunjukan gejala rewel
dan juga tidak mau makan. Anak seringkali tidak bisa melukiskan rasa nyerinya.
Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga menjadi lemah dan letargik.
Karena gejala yang tidak khas tadi, apendistis sering baru diketahui setelah terjadi
perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah perforasi.1,2,10
Demam biasanya ringan denga suhu sekitar 37.5-38.50C. Apabila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Apabila terdapat perbedaan suhu aksilar
dan rektal sampai 10C. Pada inspkesi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan
perut kanan bawah bisa dilihat pada massa ataupun abses peripendikular. Pada
palpasi, didapatkan nyeri yang terbtas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri
lepas. Defans muskular menunjukan adanya rangsangan peritoneum parietale.
Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan
perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda
Rovsing. Pada apendisitis retrosekal dan juga retroileal dipelrukan palpasi lebih
dalam untuk menetukan rasa nyeri. Peristaltis usus sering normal tetapi juga dapat
menghilang akibat ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan
karena apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri apabila
daerah infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada kasus apendisitis
pelvika.1,2,10
10
11
12
13
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesis
14
15
16
Leher
Bentuk : Kesan simetris
KGB : Pembesaran (-) area leher
Axilla : Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax Anterior
Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Abdominal Thoracal
Retraksi : (-)
Auskultasi :
Thoraks Posterior
Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe pernafasan : Abdominal Thoracal
Retraksi : (-)
Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
17
Jantung
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Palpasi : Rovsing Sign (+), Nyeri Tekan McBurney (+), Psoas Sign (+)
Perkusi : Tympani (-), asites (-)
Auskultasi : Peristaltik usus kesan normal
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT < 2 Detik
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot N N N N
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -
18
3.6. Tatalaksana
3.7. Prognosis
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
19
20
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu atau dalam bahasa latin
disebut appendiks vermivormis, yaitu suatu organ berbentuk memanjang dengan
panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama
sekum yang terletak di perut kanan bawah. Apendisitis adalah peradangan akibat
infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Apendisitis adalah keadaan
inflamasi dan obstruksi pada vermiforis. Apendisitis adalah inflamasi saluran usus
yang tersembunyi dan kecil yang berukuran sekitar 4 inci yang buntu pada ujung
sekum. Oleh karena, komplikasi yang ditimbulkan diketahui dapat menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas maka tindakan pembedahan pada kasus
apendisitis harus segera ditangani secepat dan sebaik mungkin.
21
DAFTAR PUSTAKAX
22