Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

CLOSE FRACTURE PROXIMAL RADIUS ULNA SINISTRA

Oleh:

dr. Anak Agung Gde Rama Kaesara

Pembimbing :

dr.

Pendamping :

dr. Ni Made Murtini, MARS dr. I Nyoman Darsana, M.Biomed, Sp.S

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RS BHAYANGKARA POLDA BALI

DENPASAR

2020
LAPORAN KASUS

CLOSE FRACTURE PROXIMAL RADIUS ULNA SINISTRA

Oleh:
dr. Anak Agung Gde Rama Kaesara

Pembimbing :
dr.

Pendamping :
dr. Ni Made Murtini, MARS dr. I Nyoman Darsana, M.Biomed, Sp.S

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSIP DOKTER


INDONESIA
RS BHAYANGKARA POLDA BALI
DENPASAR
2020

i
PERSETUJUAN LAPORAN KASUS

Judul:

CLOSE FRACTURE PROXIMAL RADIUS ULNA SINISTRA

Penyusun:

dr. Anak Agung Gde Rama Kaesara

Telah disetujui oleh Pembimbing

dr.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan rahmat serta berkat-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Close Fracture Proximal Radius Ulna

Sinistra” tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat

mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia Angkatan II Periode 2020.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan,

informasi dan bantuan dari berbagi pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini,

penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Ni Made Murtini, MARS selaku kepala Rumah Sakit Bhayangkara

Polda Bali Denpasar sekaligus pendamping wahana;

2. dr. I Nyoman Darsana, M.Biomed, Sp.S selaku pendamping wahana di RS

Bhayangkara Polda Bali Denpasar;

3. dr. selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus;

4. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian makalah ini;

5. Serta pihak-pihak lain yang bersedia meluangkan waktunya untuk

membantu saya.

Karena terbatasnya pengetahuan yang dimiliki penulis, maka penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun, dari semua pihak demi

perbaikan dari laporan ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Denpasar, November 2020

iii
Penulis

DAFTAR ISI

iv
Halaman
Halaman Judul ............................................................................................. 1
Halaman Persetujuan ................................................................................... 2
Kata Pengantar ............................................................................................ 3
Daftar Isi ..................................................................................................... 5
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fraktur Antebrachii .............................................................................. 3
2.2 Anatomi Antebrachii ............................................................................ 3
2.3 Etiologi Fraktur ..................................................................................... 5
2.4 Manifestasi Klinis ................................................................................ 7
2.5 Patofisiologi Fraktur ............................................................................ 9
2.6 Klasifikasi Fraktur ................................................................................. 11
2.7 Faktor – Faktor penyembuhan .............................................................. 14
2.8 Penatalaksanaan Fraktur ....................................................................... 17
2.9 Komplikasi ........................................................................................... 21
BAB III KASUS
3.1 Identitas Pasien .................................................................................... 24
3.2 Anamnesis ............................................................................................ 14
3.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................ 26
3.4 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................ 29
3.5 Ringkasan .............................................................................................. 31
3.6 Daftar Masalah ...................................................................................... 32
3.7 Analisis Masalah ................................................................................... 32
3.8 Follow up .............................................................................................. 33
BAB IV PEMBAHASAN
Analisis Kasus.............................................................................................. 37
BAB V Kesimpulan
Kesimpulan ................................................................................................. 40
Daftar Pustaka ........................................................................................... 41

v
vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekstremitas merupakan anggota tubuh yang memiliki fungsi

lokomontris yang dibedakan menjadi ekstremitas atas dan bawah. Manusia

memiliki anggota gerak bawah yang kokoh guna menopang berat badan tubuh

sementara anggota gerak badan atas mempunyai fungsi halus sehingga bentuk

dan susunan anggota gerak yang terdiri dari tulang, otot, dan persendian

memiliki bentuk dan gerakan yang berbeda sesuai dengan fungsi tiap

bagiannya. Peningkatan mobilitas disektor lalu lintas dan faktor kelalaian

manusia sebagai salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang

dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang (fraktur). Penyebab lainnya yang

dapat mengakibatkan patah tulang adalah karena kecelakaan kerja, olahraga

yang berlebih, dan trauma saat aktivitas sehari – hari.1

Patah tulang antebracii sering terjadi pada bagian distal ataupun

proximal yang umumnya disebabkan oleh posisi tangan sewaktu jatuh yang

dapat berupa ekstrensi maupun fleksi. Hal ini dapat diterangkan oleh karena

adanya mekanisme reflex jatuh dimana tangan menahan badan dengan posisi

siku agak menekuk. Fraktur ini dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak

– anak. Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada

daerah metafisis tulang radius distal dan ulna distal sedangkan fraktur pada

daerah diafisis yang terjadi sering sebagai fraktur type green stick. Fraktur

1
tulang radius dapat terjadi pada 1/3 proksimal, 1/3 tengah ataupun 1/3 distal.

Lengan bawah terdiri dari 2 tulang yaitu os. radius dan os. Ulna. Kedua tulang

ini sering disebut tulang hasta dan tulang pengumpil. Os. radius dan os. Ulna

termasuk dalam tulang panjang yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu epiphysis

proksimalis, diaphysis, dan epiphysis distalis. Sendi siku (elbow joint)

mempunyai 3 persendian yaitu humero radia joint, humero ulnar joint, dan

proximal radio ulnar joint, sedangkan sendi pergelangan tangan (wrist joint)

terdiri dari 6 persendian, yaitu : distal radio ulnar joint, radio carpal joint,

intercarpal joint, carpometacarpophalangeal (CMC), metacarpophalangeal

(MCP), proximal dan distal interphalangeal. Menurut etiologinya fraktur

dibedakan menjadi 3 yaitu fraktur yang disebabkan oleh trauma, baik langsung

maupun tak langsung, fraktur yang disebabkan oleh kelelahan pada tulang,

dan fraktur karena keadaan patologi.1,2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fraktur Antebrachii

2.1.1 Definisi Fraktur

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang,

tulang rawan dan lempeng pertumbuhan tulang. Fraktur tertutup

bila tidak ada hubungan antara daerah fraktur dengan udara luar

dan disebut terbuka untuk kejadian sebaliknya. Fraktur patologis

adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelum fraktur sudah

menderita/patologi. Sedangkan, fraktur radius-ulna tertutup adalah

terputusnya kontinuitas tulang radius dan ulna yang disebabkan

oleh cedera pada lengan bawah, baik trauma langsung maupun

trauma tidak langsung. Fraktur kedua tulang bawah merupakan

cedera yang tidak stabil dan termasuk fraktur dislokasi. Stabilitas

fraktur yang bergantung pada jumlah energi yang diserap selama

cedera dan gaya otot-otot besar yang cenderung menggeser

fragmen.1

2.2 Anatomi Antebrachii

2.2.1 Tulang ulna

Tulang ulna merupakan tulang stabilisator pada lengan

bawah, yang terletak di medial dan merupakan tulang yang lebih

3
panjang dari dua tulang lengan bawah. Ulna adalah tulang medial

antebrachii. Ujung proksimal ulna besar yang disebut olecranon,

struktur ini membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil dari

atas ke bawah.4

Gambar 2.1 Anatomi Tulang Ulna4

2.2.2 Tulang Radius

Tulang radius merupakan tulang yang lebih pendek dari

tulang ulna dan terletak di lateral. Ujung proksimalnya meliputi

caput pendek, collum, dan tuberositas yang menghadap ke medial.

Corpus radii, secara bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal

radius berbentuk sisi empat ketika dipotong melintang. Processus

styloideus radii lebih besar daripada processus styloideus ulnae

4
dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut memiliki

kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur.5

Gambar 2.2 Anatomi Tulang Radius5

2.3 Etiologi Fraktur

Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang,

saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan

dengan kemampuan tulang itu sendiri. Jumlah gaya pasti yang diperlukan

untuk menimbulkan suatu fraktur dapat bervariasi, sebagian bergantung

pada karakteristik tulang itu sendiri. Fraktur dapat terjadi karena gaya

secara langsung, seperti saat sebuah benda bergerak menghantam suatu

area tubuh di atas tulang. Fraktur batang radius dan ulna biasanya terjadi

karena cedera langsung pada lengan bawah, kecelakaan lalu lintas, atau

jatuh dengan lengan teregang. Fraktur radius dan ulna biasanya

5
merupakan akibat cedera hebat. Cedera langsung biasanya menyebabkan

fraktur transversa pada tinggi yang sama, biasanya di sepertiga tengah

tulang.2

Penyebab fraktur dapat dibedakan menjadi cedera traumatic dan

fraktur patologis yaitu sebagai berikut :2

a. Cedera traumatik. Cedera ini dapat disebabkan oleh :

1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang

sehingga tulang patah secara spontan.

2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari

lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga

menyebabkan fraktur klavikula.

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak.

b. Fraktur patologik

Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor

mengakibatkan :3

1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak

terkendali.

2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi

akut atau dapat timbul salah satu proses yang progresif

3) Rakhitis

4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus

menerus.

6
2.4 Manifestasi Klinis

Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis pasien.

Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:6

a. Deformitas

Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan

deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan

pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi.

Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki

deformitas yang nyata.

b. Pembengkakan

Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi

cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan

sekitar.

c. Memar

Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.

d. Spasme otot

Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk

mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.

e. Nyeri

Jika pasien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu

mengiringi fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda

pada masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat

7
jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen

fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.

f. Ketegangan

Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang

terjadi.

g. Kehilangan fungsi

Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur

atau karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang

terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.

h. Gerakan abnormal dan krepitasi

Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang

atau gesekan antar fragmen fraktur.

i. Perubahan neurovaskular

Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer

atau struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa

kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari

fraktur

j. Syok

Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan

besar atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.6

8
2.5 Patofisiologi Fraktur

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang

yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.

Terdapat beberapa faktor yang bisa menentukan lama penyembuhan

fraktur. Penyembuhan fraktur berkisaran antara tiga minggu sampai

empat bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara kasar separuh waktu

penyembuhan daripada dewasa. Ada beberapa tahapan dalam

penyembuhan tulang yaitu: fase 1: inflamasi, fase 2: proliferasi sel, fase

3: pembentukan dan penulangan kalus (osifikasi), dan fase 4: remodeling

menjadi tulang dewasa.7

1. Inflamasi

Inflamasi merupakan respons tubuh pada saat mengalami

fraktur sama dengan respons apabila ada cedera di bagian tubuh lain.

Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan pembentukan

hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami

devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera

kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang

akan membersihkan daerah tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi

inflamasi, pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung

beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan

nyeri. 7,8

9
2. Proliferasi sel

Proliferasi sel terjadi dalam waktu sekitar lima hari, yaitu

awalnya hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang –

benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk

revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan

osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum)

akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen

pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan

(osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar. Kalus

tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada

tempat patah tulang. Namun, gerakan yang berlebihan akan merusak

struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan

potensial elektronegatif. 7,8

3. Pembentukan kalus

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan

tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen

patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan

serat tulang imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk

menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah

kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat

minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau

jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakkan.

Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai

10
tiga minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial.

Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah

bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif.

Pada patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan

memerlukan waktu tiga sampai empat bulan. 7,8

4. Remodeling

Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan

jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural

sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai

bertahun-tahun bergantung pada beratnya modifikasi tulang yang

dibutuhkan, fungsi tulang, dan stres fungsional pada tulang (pada

kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang kanselus

mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang

kortikal kompak, khusunya pada titik kontak langsung. Ketika

remodeling telah sempurna, muatan permukaan pada tulang tidak lagi

negatif. Proses penyembuhan tulang dapat dipantau dengan

pemeriksaan sinar X. Imobilisasi harus memadai sampai tanda-tanda

adanya kalus tampak pada gambaran sinar X. 7,8

2.6 Klasifikasi fraktur

Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur

terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi

cedera, sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas

11
cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka,

yang dibagi berdasarkan keparahannya:11

a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal

b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang

c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada

jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka

dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi. 11

Fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:11

a. Fraktur tertutup

Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan

luka pada bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang

patah tidak berhubungan dengan bagian luar. 11

b. Fraktur terbuka

Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang

dengan adanya luka pada daerah yang patah sehingga bagian tulang

berhubungan dengan udara luar, biasanya juga disertai adanya

pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol

keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua fraktur terbuka

membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan

pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit

lainnya. 11

c. Fraktur kompleksitas

12
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian

ekstermitas terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi

dislokasi. 11

Jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:

a. Fraktur transversal

Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak

lurus terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen

tulang yang patah direposisi atau direkduksi kembali ke tempat

semula, maka segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol

dengan bidai gips.9

b. Fraktur kumunitif

Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang

terdiri dari dua fragmen tulang.9

c. Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat

sudut terhadap tulang. 9

d. Fraktur segmental

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu

tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai

darahnya, fraktur jenis ini biasanya sulit ditangani. 9

e. Fraktur impaksi

Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua

tulang menumbuk tulang yang berada diantara vertebra. 9

13
f. Fraktur spiral

Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini

menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat

sembuh dengan imobilisasi. 9

Gambar 2.3 Jenis Fraktur9

2.7 Faktor-faktor penyembuhan

Faktor – faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara

lain yaitu sebagai berikut : 10

1. Umur penderita

Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat

daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktivitas

proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum, serta proses

remodeling tulang. Pada bayi proses penyembuhan sangat cepat dan

14
aktif, namun kemampuan ini makin berkurang apabila umur

bertambah. 10

2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur

Lokalisasi fraktur memegang peran penting. Fraktur metafisis

penyembuhannya lebih cepat daripada diafisis. Di samping itu

konfigurasi fraktur seperti fraktur transversal lebih lambat

penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur oblik karena kontak

yang lebih banyak. 10

3. Pergeseran awal fraktur

Pada fraktur yang tidak bergeser di mana periosteum tidak

bergeser, maka penyembuhan dua kali lebih cepat dibandingkan pada

fraktur yang bergeser. 11

4. Vaskularisasi pada kedua fragmen

Apabila kedua fragmen mempunya vaskularisasi yang baik,

maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Namun, apabila salah

satu sisi fraktur vaskularisasinya buruk, maka akan menghambat atau

bahkan tidak terjadi tautan yang dikenal dengan non-union. 11

5. Reduksi serta mobilisasi

Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk

vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang

sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah

yang akan mengganggu dalam penyembuhan fraktur. 10

6. Waktu imobilisasi

15
Jika imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan

sebelum terjadi tautan (union), maka kemungkinan terjadinya non-

union sangat besar. 10

7. Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan

lunak:

Jika ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteum

maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan menghambat

vaskularisasi kedua ujung fraktur. 11

8. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal

Infeksi dan keganasan akan memperpanjang proses inflamasi

lokal yang akan menghambat proses penyembuhan dari fraktur. 11

9. Cairan sinovial

Pada persendian, di mana terdapat cairan synovial, merupakan

hambatan dalam penyembuhan fraktur. 11

10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak

Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan

meningkatkan vaskularisasi darah fraktur, tetapi gerakan yang

dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan

mengganggu vaskularisasi. 10

11. Nutrisi

Asupan nutrisi yang optimal dapat memberikan suplai

kebutuhan protein untuk proses perbaikan. Pertumbuhan tulang

16
menjadi lebih dinamis bila ditunjang dengan asupan nutrisi yang

optimal. 10

12. Vitamin D

Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang.

Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan absorpsi tulang

seperti yang terlihat pada kadar hormone paratiroid yang tinggi.

Vitamin D dalam jumlah yang sedikit akan membantu kalsifikasi

tulang (membantu kerja hormone paratiroid), antara lain dengan

meningkatakan absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus. 11

2.8 Penatalaksanaan Fraktur

Tujuan dari penatalaksanaan/pengobatan adalah untuk

menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama lain saling

berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagai

mana mestinya. Patah tulang lainnya harus benar - benar tidak boleh

digerakkan (imobilisasi).12

2.8.1 Imobilisasi bisa dilakukan melalui: 10,12

1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah

sekeliling tulang.

2. Pemasangan gips (long arm cast) : merupakan bahan kuat yang

dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Posisi antebrachii

tergantung letak fraktur.

17
a. Fraktur antebrachii 1/3 proksimal diletakkan dalam posisi

supinasi

b. 1/3 tengah dalam posisi netral

c. 1/3 distal dalam posisi pronasi.

d. Gips dipertahankan 4 – 6 minggu. Bila reposisi tertutup

tidak berhasil (angulasi lebih dari 10º pada semua arah)

maka dilakukan internal fiksasi. 10,12

3. Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement”

kemudian dilakukan tindakan seperti diatas. Sedangkan pada

fraktur terbuka derajat III dilakukan eksternal fiksasi. 10,12

4. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan

sebuah anggota gerak pada tempatnya. 10,12

5. Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan

piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. 10,12

2.8.2 Teknik Penanganan terapi konservatif dan operasi

1. Metode Penanganan Konservatif Prinsipnya dengan melakukan

traksi ke distal dan kembalikan posisi tangan berubah akibat

rotasi. Posisi tangan dalam arah benar dilihat letak garis

patahnya.

a. 1/3 proksinal posisi fragmen proksimal dalam supinasi

untuk dapat kesegarisan fragmen distal supinasi.

b. 1/3 tengah posisi radius netral maka posisi distal netral.

18
c. 1/3 distal radius pronasi maka posisi seluruh lengan

pronasi, setelah itu dilakukan immobilisasi dengan gips atas

siku. 9,12

2. Metode Penanganan Operatif Empat eksposur dasar yang

direkomendasikan: 9,12

a. Straight ulnar approach untuk fraktur shaft ulna

b. Volar antecubital approach untuk fraktur radius proximal

c. Dorsolateral approach untuk fraktur shaft radius, mulai dari

kapitulum radius sampai ¼ distal shaft radius

d. Palmar approach untuk fraktur radius 1/3 distal

Teknik operatif menggunakan pelat kompresi sebagai alat

kompresi dan reduksi pada tulang. Pelat kompresi adalah

pelat logam tipis, persegi, dengan permukaan lengkung

yang sesuai dengan kelengkungan tulang dan dilekatkan

dengan sekrup sedemikian sehingga menciptakan kompresi

pada tempat fraktur. Hal tersebut memungkinkan reduksi

dan fiksasi anatomi fraktur. Pelat ini merupakan alat stress-

shielding karena daerah fraktur di bawah akan terbebas dari

pembebanan. Seiring waktu, kondisi tulang di bawah pelat

akan menipis karena terbebaskan pemebebanan dan suplai

darah yang berkurang. Pelat kompresi paling sering

digunakan pada ekstremitas atas, terutama radius ulna.

Penyembuhan tulang secara primer terjadi akibat rigiditas

19
fiksasi, kompresi pada tempat fraktur, dan reduksi anatomis.

Karena penyembuhan tulang secara primer merupakan

suatu proses yang lambat maka fiksasi pelat kompresi

memerlukan waktu tanpa penanggungan beban yang lebih

lama (3 bulan) untuk mencegah kegagalan. 9,12

3. Prosedur Operatif

a. Posisikan pasien terlentang pada meja operasi. Meja hand

sangat membantu untuk memudahkan operasi. Tourniquet

dapat digunakan kecuali bila didapatkan lesi vaskuler. 8,9

b. Ekspos tulang yang mengalami fraktur sesuai empat prinsip

diatas. 8,9

c. Reposisi fragmen fraktur seoptimal mungkin.

d. Letakkan plate idealnya pada sisi tension yaitu pada

permukaan dorsolateral pada radius, dan sisi dorsal pada

ulna. Pada 1/3 distal radius plate sebaiknya diletakkan pada

sisi volar untuk menghindari tuberculum Lister dan tendon-

tendon ekstensor.8,9

e. Pasang drain, luka operasi ditutup lapis demi lapis. 8,9

2.8.3 Perawatan Pasca Bedah

1. Drain dilepas 24-48 jam post operatif atau sesuai dengan

produksinya.12

2. Elevasi lengan 10 cm di atas jantung. 12

20
3. Mulai latihan ROM aktif dan pasif dari jari-jari, pergelangan

tangan, siku sesegera mungkin setelah operasi. 12

2.8.4 Follow Up

1. Fisioterapi aktif ROM tangan, pergelangan dan siku.

2. Melakukan X Ray kontrol 6 minggu dan 3 bulan sesudahnya.

3. Penyembuhan biasanya setelah 16-24 minggu, selama ini.

hindari olah raga kontak dan mengangkat beban lebih dari 2

kilogram. 12

2.9 Komplikasi

2.9.1 Komplikasi Awal

1. Kerusakan Arteri. Pecahnya arteri karena trauma bisa di tandai

dengan tidak adanya nadi, CRT (capillary refil time) menurun,

sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada

ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,

perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan

pembedahan. 11

2. Kompartment Sindrom. Kompartment sindrom merupakan

komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang,

saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan

oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan

pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips

dan pembebatan yang terlalu kuat. Tanda-tanda sindrom

21
kompartemen (5P) sebagai berikut: (1) Pain (nyeri lokal), (2)

Pallor (pucat bagian distal), (3) Pulsessness (tidak ada denyut

nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak baik dan CRT>3 detik

pada bagian distal kaki), (4) Paraestesia (tidak ada sensasi), (5)

Paralysis (kelumpuhan tungkai). 11

3. Fat Embolism Syndrom. Fat Embolism Syndrome (FES) adalah

komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang

panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan

tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan

gangguan pernafasan, tachykardi, hipertensi, tachypnea,

demam. 11

4. Infeksi . Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada

jaringan. Pada trauma osthopedic infeksi dimulai pada kulit

(superfisial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada

kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan

lain dalam pembedahan sperti pin dan plat.11

5. Avaskuler Nekrosis. Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena

aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa

menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkman Ischemia. 11

22
2.9.2 Komplikasi Dalam Waktu Lama

1. Delayed Union. Delayed Union merupakan kegagalan fraktur

berkonsolidasi (bergabung) sesuai dengan waktu yang di

butuhkan tulang untuk menyambung. 12

2. Nonunion. Nonunion merupakan kegagalan fraktur

berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap,

kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. 12

3. Malunion. Malunion merupakan penyembuhan tulang di tandai

dengan perubahan bentuk (deformitas). 12

23
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama :IPMB

Jenis kelamin : Laki – laki

Usia : 11 Tahun

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SD

Agama : Hindu

Status Pernikahan : Belum menikah

Alamat : Jln. Nusa Indah Gg. XXI no. 22 Kab.

Denpasar, Bali

Tanggal Masuk : 26 Oktober 2020

Tanggal Keluar : 28 Oktober 2020

3.2 Anamnesis

3.2.1 Keluhan utama

Nyeri Siku Kiri

3.2.2 Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke Rumah Sakit Bhayangkara diantar oleh

keluarganya dengan keluhan nyeri pada siku tangan kiri sejak 3

hari yang lalu dan semakin memberat sejak 3 jam SMRS. Pasien

24
mengatakan bahwa pasien terpeleset dan terjatuh dari atas pohon

pada hari jumat tanggal 23 oktober 2020 pukul 10.00 WITA.

Pasien mengatakan bahwa posisi jatuh yang terlebih dahulu

menyentuh tanah adalah tangan sebelah kirinya dan tangan

tersebut yang menopang seluruh berat badan. Tidak ditemukan

luka terbuka, darah aktif, tulang keluar, maupun deformitas pada

tulang. Ditemukan bengkak (+), nyeri (+), krepitasi (+). Pasien

mengatakan wajah pasien juga sempat terbentur tanah ketika

jatuh. Ditemukan luka lecet pada pipi sebalah kanan. Pasien

sadar ketika jatuh, tidak ada keluahan mual, muntah, pusing

maupun sakit kepala hebat. Riwayat demam, batuk, pilek,

ataupun sesak disangkal oleh pasien dan keluarga pasien.

3.2.3 Riwayat penyakit dahulu

Riwayat kejang, asma, diabetes mellitus, sakit jantung,

sakit paru, sakit ginjal, dan alergi disangkal. Pasien belum

pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya.

3.2.4 Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang

sama seperti pasien. Riwayat kejang, diabetes mellitus, sakit

jantung, sakit paru disangkal.

3.2.5 Riwayat pengobatan

Pasien minum paracetamol 1 x 500 mg dan dibawa ke

tukang pijet 1 kali pada sore harinya.

25
3.2.6 Anamnesis menurut sistem

a. Kepala : ditemukan luka pada region zygomaticus tampak

vulnus laceratum berukuran ± 2 cm x 0,5 cm

Regio oralis

tampak vulnus laceratum yang berukuran ± 3 cm x 1

cm
b. Mata : tidak ditemukan keluhan
c. THT : tidak ditemukan keluhan
d. Mulut : tidak ditemukan keluhan
e. Leher : tidak ditemukan keluhan
f. Jantung : tidak ditemukan keluhan
g. Perut : tidak ditemukan keluhan
h. Urogenital : tampak benjolan keluar dari vagina
i. Anggota gerak : ditemukan bengkak pada siku kiri dan nyeri (+)
j. Status neurologis : tidak ditemukan keluhan
k. Muskuloskeletal : tidak ditemukan keluhan

3.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 106/60

mmHg
Nadi : 75 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36oC
BB : 42 kg
TB : 149 cm
IMT : 18,9

26
(normal)
SpO2 : 99%
Skala nyeri :3

3.3.1 Status generalis

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,

pupil isokor +/+


Telinga : Normotia, secret -/-, otorrhea -/-
Hidung : Deviasi septum -/-, sekret -/-
Mulut : Oral hygiene baik, faring hiperemis (-)

candidiasis oral (-)


Leher : Trakea di tengah, tiroid tidak teraba membesar,

pembesaran KGB (-)


Pemeriksaan jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 1 cm medial

linea midclavicula sinistra

Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis

dekstra

Batas jantung kiri : ICS V 1 jari medial linea midclavicula

sinistra Auskultasi : BJ I dan II reguler; gallop (-), murmur (-)

Pemeriksaan paru

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : Ekspansi dada normal

Perkusi : Sonor +/+

Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-

27
Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Bekas luka (-)

Auskultasi : Bising usus terdengar 14x/menit

Palpasi : Nyeri tekan (-), distensi (-), perbesaran hepar (-)

perbesaran lien (-)

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

Pemeriksaan Ekstremitas

Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak ada edema, dan tidak

ada sianosis

Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema, dan tidak

ada sianosis

3.3.2 Status Lokalis

Inspeksi

Regio Antebrachii Sinistra

Look : Tampak odem (+), hiperemi (+) angulasi(-)

rotasi (-) pemendekan (-) fals movement (-), deformitas (-)

Feel : Nyeri tekan (+) krepitasi (-) AVM distal

(+) baik, hangat (+)

Movement : ROM Terbatas

Regio zigomaticus

Tampak vulnus laceratum berukuran ± 2 cm x 0,5 cm.

28
Regio oralis

Tampak vulnus laceratum yang berukuran ± 3 cm x 1 cm.

3.4 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

26/10/2020 (12:20)

JENIS HASIL SATUA NILAI


PEMERIKSAAN N NORMAL

HEMATOLOGI

Hemoglobin 12 g/dL 13.2 - 17.3

Hematokrit 32,4 % 40 - 52

Trombosit 275 ribu/uL 150 - 440

Eritrosit 5,05 juta/uL 4.4 - 5.9

Leukosit 7.5 ribu/uL 3.8 - 10.6

HEMOSTASIS

Masa 2’30’’ menit 1-3


Pendarahan/BT

10’00’’ menit 5 - 15
Masa
Pembekuan/CT

RAPID TEST Non Reaktif Non


Reaktif

29
3.5 Pemeriksaan Foto X – Ray

30
Kesimpulan : Close Fraktur Radius Ulna Proksimal tipe avulsion sinistra

3.6 Ringkasan

An.IPMB 11 tahun, datang ke Rumah Sakit Bhayangkara

dengan keluhan nyeri pada siku tangan kiri sejak 3 hari yang lalu dan

semakin memberat sejak 3 jam SMRS. Pasien mengatakan bahwa

pasien terpeleset dan terjatuh dari atas pohon pada hari jumat tanggal

23 oktober 2020 pukul 10.00 WITA. Posisi jatuh yang terlebih dahulu

menyentuh tanah adalah tangan sebelah kirinya dan tangan tersebut

yang menopang seluruh berat badan. Ditemukan bengkak (+), nyeri

(+), krepitasi (+). Pasien mengatakan wajah pasien juga sempat

terbentur tanah ketika jatuh. Ditemukan luka lecet pada pipi sebalah

kanan. Pasien sadar ketika jatuh. Riwayat pengobatan pasien minum

31
paracetamol tablet 1 x 500 mg dan dipijat di tukang urut sore hari

setelah kejadian.

Pada pemeriksaan tanda vital normal. Tampak bengkak pada

siku tangan kiri (+), nyeri (+), ROM terbatas (+), krepitasi (-),

Hiperemi (+). Vulnus laceratum pada region maksilla yang berukuran

± 3 cm x 1 cm dan berukuran ± 2 cm x 0,5 cm. Hasil pemeriksaan

penunjang lab didapatkan Hb 12 g/dL dan haematocrit 32,4 %. Foto

Rontgen Antebrachii sinistra didapatkan kesan close fraktur radius

ulna proksimal tipe avulsion sinistra.

3.7 Daftar Masalah

1. Close Fractur Antebrachii sinistra

2. Vulnus laceratum regio Orbita et zigomaticus

3.8 Analisis Masalah

1. Close Fractur antebrachii sinistra

Atas dasar:

a. Nyeri pada siku kiri setelah jatuh dari pohon 3 hari yang lalu ,

bengkak (+), nyeri tekan (+), hangat (+), range of movement

terbatas

b. Rencana diagnostik: rhontgen anterbracii sinistra AP/Lat

2. Vulnus laceratum regio Orbita et zigomaticus

32
Atas dasar:

a. Vulnus laceratum regio Orbita yang berukuran ± 3 cm x 1 cm

dan Regio zigomaticus berukuran ± 2 cm x 0,5 cm.

b. Tatalaksana:

1) Konsultasi bagian bedah untuk tatalaksana selanjutnya.

2) Pro orif tanggal 27 Oktober 2020

3) Persiapan operasi

4) Inf Futrolit 30 TPM

5) Inj. Anbacim 2 gr, skin test (pre op)

6) Amprah implant

7) Puasa

3.9 Follow up

26 / 10 / 2020

S : Pasien mengeluh nyeri pada siku kiri

O :

KU : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TD : 106/60 mmHg

Suhu : 36 0C

Nadi : 79 x/menit

RR : 20x/menit

Skala nyeri: 3

33
A : close fractur proximal radius ulna sinistra

P :

- MRS

- Persiapan operasi

- Puasa

- Inf Futrolit 30 TPM

- Inj. Anbacim 2 gr, skin test (pre op)

27 / 10 / 2020

Pasien masuk kamar operasi pukul 10:00 WITA untuk

dilakukan tindakan operasi dan kembali ke kamar perawatan pukul

14:30 WITA.

Laporan operasi

Waktu operasi : 12:00 – 14:00 WITA

Diagnosa pre-operatif : close fractur radius ulna proximal sinistra

Diagnosa post-operatif : orif radius ulna proximal sinistra

Perdarahan : 1000cc

Keadaan anak sebelum, selama, dan sesudah operasi baik.

S : Nyeri luka post op (+), Perdarahan (-)

O :

KU : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

TD : 100/60 mmHg Suhu : 36,8 C

Nadi : 76 x/menit

34
RR : 18 x/menit

A : Post Orif hari ke 0

P :

- IVFD futrolit ~ 30tpm

- Analgetik ~ anestesi

- Anbacim 2x 1 9gr (iv)

- Dexketoprofen 3x1 amp (iv)

- Observasi vital sign

- Post pemasangan ORIF

- Kontrol foto rhontgen post op

35
28 / 10 / 2020

S : Nyeri luka post op berkurang, perdarahan (-), Flatus (+),

BAB (-)

O :

KU : Tampak sakit ringan

Kesadaran: Compos mentis

TD : 120/60 mmHg

Suhu : 36,2 oC

Nadi : 82x/menit

RR : 20 x/menit

A : Post ORIF hari ke I

P :

- KRS

- Cefadroxil caps 2 x 500 mg (po)

- Meloxicam tab 2 x 15 mg (po)

- Kontrol Poli Bedah 3 Hari

36
BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien

An.IPMB 11 tahun, datang ke Rumah Sakit Bhayangkara dengan keluhan nyeri

pada siku tangan kiri sejak 3 hari yang lalu dan semakin memberat sejak 3 jam

SMRS. Pasien mengatakan bahwa pasien terpeleset dan terjatuh dari atas pohon

pada hari jumat tanggal 23 oktober 2020 pukul 10.00 WITA. Posisi jatuh yang

terlebih dahulu menyentuh tanah adalah tangan sebelah kirinya dan tangan

tersebut yang menopang seluruh berat badan. Ditemukan bengkak (+), nyeri (+),

krepitasi (-). Pasien mengatakan wajah pasien juga sempat terbentur tanah ketika

jatuh. Ditemukan luka lecet pada pipi sebalah kanan. Pasien sadar ketika jatuh,

tidak ada keluahan mual, muntah, pusing maupun sakit kepala hebat. Riwayat

demam, batuk, pilek, ataupun sesak disangkal oleh pasien dan keluarga pasien.

Riwayat pengobatan pasien minum paracetamol tablet 1 x 500 mg dan dipijat di

tukang urut sore hari setelah kejadian. Pada kasus ini gejala klinis yang

ditimbulkan sesuai dengan teori, yaitu ditemukan pembengkakan pada siku lengan

kiri, nyeri, ketegangan, memar dan spasme pada otot. Namun tidak ditemukan

deformitas, kehilangan fungsi, gerakan abnormal dan krepitasi, perubahan

neurovascular, serta syok.

37
Dari Anamnesis juga didapatkan faktor resiko yang mempengaruhi

terjadinya fraktur yaitu dari umur penderita yang masih anak – anak sehingga

rawan terjadinya trauma sementara tidak ditemukan adanya fraktor penyebab

fraktur patologis baik dari riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga

tidak ditemukan adanya riwayat sakit tumor tulang, riwayat infeksi tulang

(osteomyelitis), rakhitis ataupun dan alergi disangkal. Pasien belum pernah

dirawat dirumah sakit sebelumnya.

Pada pemeriksaan tanda vital normal. Tampak bengkak pada siku tangan

kiri (+), nyeri (+), ROM terbatas (+), krepitasi (-), Hiperemi (+). Vulnus laceratum

pada region maksilla yang berukuran ± 3 cm x 1 cm dan berukuran ± 2 cm x 0,5

cm. Hasil pemeriksaan penunjang lab didapatkan Hb 12 g/dL dan haematocrit

32,4 % serta lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang foto

rhontgen antebrachii didapatkan hasil close fraktur radius ulna proksimal tipe

avulsion sinistra.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus ini, yang di diagnosis dengan

close fraktur radius ulna proksimal sinistra yaitu tindakan fiksasi internal tulang

secara pembedahan. Jenis tindakan pembedahan yang dilakukan adalah

pemasangan ORIF. Tatalaksana pasca operasi pada pasien ini sudah baik, yaitu

diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.

Edukasi sangat penting pada pasien ini. Pada pasien perlu diberikan

edukasi mengenai pengendalian faktor risiko, yaitu orang tua harus

memperhatikan anaknya agar tidak terjadi kembali fraktur akibat trauma. Orang

tua juga harus memperhatikan bila anak setelah jatuh dan mengalami fraktur

38
trauma harus diperiksakan segera ke dokter spesialis tulang dan tidak membawa

ke tukang pijit agar tidak terjadi resiko komplikasi pada anaknya yang dapat

berupa kerusakan arteri, kompartment sindrom infeksi tulang, Fat Embolism

Syndrom (FES), Avaskuler Nekrosis (AVN), Delayed Union, dan Nonunion

Malunion pada tulangnya.

Prognosis pada pasien ini, prognosis quo ad vitam adalah bonam karena

fraktur pada pasien ini tidak mengancam nyawa. Untuk prognosis quo ad

functionam adalah bonam, karena fungsi tangan pasien masih baik. Dan prognosis

quo ad sanactionam adalah bonam, karena pasien dilakukan reduksi internal

dengan pemasangan ORIF.

39
BAB V
KESIMPULAN

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan

dan lempeng pertumbuhan tulang. Fraktur tertutup bila tidak ada hubungan antara

daerah fraktur dengan udara luar dan disebut terbuka untuk kejadian sebaliknya.

Sedangkan, fraktur radius-ulna tertutup adalah terputusnya kontinuitas tulang

radius dan ulna yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah, baik trauma

langsung maupun trauma tidak langsung. Tanda dan gejala terjadinya fraktur yaitu

deformitas, pembengkakan, memar, spasme otot, nyeri, ketegangan, kehilangan

fungsi, gerakan abnormal dan krepitasi, perubahan neurovaskular dan Syok. Jenis

fraktur dibedakan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka, pada kasus ini

jenis frakturnya merupakan fraktur tertutup. Pemeriksaan penunjang yang

dilakukan adalah foto x – ray antebrachii.

Penatalaksanaan fraktur berupa imobilisasi {pembidaian, pemasangan gips

(long arm cast), penarikan (traksi)}, dan fiksasi internal. Follow up pasien berupa

fisioterapi aktif ROM tangan, pergelangan dan siku, melakukan X Ray kontrol 6

minggu dan 3 bulan sesudahnya dan penyembuhan biasanya setelah 16-24

minggu, selama ini hindari olah raga kontak dan mengangkat beban lebih dari 2

kilogram. komplikasi yang dapat terjadi berupa kerusakan arteri, kompartment

sindrom infeksi tulang, Fat Embolism Syndrom (FES), Avaskuler Nekrosis

(AVN), Delayed Union, dan Nonunion Malunion pada tulangnya.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen

Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R.

Jakarta: Salemba Emban Patria.

2. Helmi, Z. 2013. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba

Medika.

3. Hoppenfeld, S. 2011. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Dialihbahasakan

oleh Kuncara H. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4. Moore, K dan Dalley, A. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis.

Dialihbahasakan oleh Hartanto H. Jakarta: Penerbit Erlangga.

5. Paulsen, F. 2010. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Dialihbahasakan oleh

Hartanto H. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

6. Muttaqin, A. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi Pada Praktik

Klinik Keperawatan. 2008. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

7. Rosyidi, K. 2013. Muskuloskeletal. Jakarta: Trans Info Media.

8. Snell, R. 2012. Anatomi Klinis. Dialihbahasakan oleh Hartanto H. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

9. Smeltzer, S. C. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner and

Suddarth. Edisi12. Jakarta: Kedokteran EGC.

41
10. Djuantoro, Dwi. 2011. Care Files: Ilmu Bedah. Tangerang: KARISMA

Publishing Group.

11. Jong, De dan Sjamsuhidajat. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

12. Williams & Wilkins. 2012. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC

42

Anda mungkin juga menyukai