Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

CLOSE FRACTURE INTERTROCHANTER


DEXTRA

Disusun oleh:
dr. Aisyah Mariam Fadhilla

Pembimbing:
dr. M Darussalam. MARS

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT ISLAM HASANAH MUHAMMADIYAH
PERIODE AGUSTUS 2022-AGUSTUS 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Close Fracture Intertrochanter Dextra

Disusun Oleh:
dr. Aisyah Mariam Fadhilla

Mojokerto, Februari 2023

Pendamping:

dr. M. Darussalam., MARS

ii
BERITA ACARA

Pada hari............................. tanggal....................................telah dipresentasikan laporan


kasus oleh

Nama : dr. Aisyah Mariam Fadhilla

Judul/Topik : Close Fracture Intertrochanter Dextra

Pendamping : dr. M. Darussalam., MARS

Nama Wahana : RSI Hasanah Muhammadiyah, Kota Mojokerto

No Nama Peserta Presentasi Tanda tangan

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Mojokerto, Februari 2023

Pembimbing

dr. M. Darussalam., MARS

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah swt, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan topik “Close Fracture
Intertrochanter Dextra”. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. M. Darussalam. MARS selaku pembimbing yang
telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Laporan kasus ini merupakan
salah satu syarat untuk memenuhi tugas Program Dokter Intersip Indonesia periode
Agustus 2022 – Agustus 2023
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat kelompok
internsip dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus
ini, sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini, semoga
bermanfaat, amin.

Mojokerto, Februari 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... iv


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 6
BAB II LAPORAN KASUS .................................................................................................. 7
I. IDENTITAS PASIEN ..................................................................................................... 7
II. ANAMNESIS ............................................................................................................... 7
III. PEMERIKSAAN FISIK ............................................................................................... 7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................................................. 9
V. RESUME ...................................................................................................................... 9
VI. DAFTAR MASALAH ................................................................................................. 9
VII. DIAGNOSIS BANDING ............................................................................................ 9
VIII. DIAGNOSIS KERJA .............................................................................................. 10
IX. TATALAKSANA ...................................................................................................... 10
X. PROGNOSIS .............................................................................................................. 10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 11
2.1 Definisi ................................................................................................................ 11
2.2 Epidemiologi........................................................................................................ 11
2.3 Anatomi dan Fisiologi .......................................................................................... 11
2.4 Mekanisme Terjadinya Fraktur ............................................................................. 14
2.5 Klasifikasi Muller ................................................................................................ 15
2.6 Klasifikasi Fraktur Neck Femur ............................................................................ 19
2.7 Diagnosa .............................................................................................................. 21
2.8 Tatalaksana........................................................................................................... 23
2.9 Komplikasi........................................................................................................... 26
BAB V KESIMPULAN ....................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 29

v
6

BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang. Fraktur dibagi atas


dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple) yaitu
bila kulit yang tersisa diatasnya masih intak (tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar), sedangkan fraktur terbuka (compound)
yaitu bila kulit yang melapisinya tidak intak dimana sebagian besar fraktur
jenis ini sangat rentan terhadap kontaminasi dan infeksi.(1,2)

Fraktur collum (leher) femur adalah tempat yang paling sering


terkena fraktur pada wanita usia lanjut. Ada beberapa variasi insiden
terhadap ras. Fraktur collum femur lebih banyak pada populasi kulit putih di
Eropa dan Amerika Utara. Insiden meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Sebagian besar pasien adalah wanita berusia tujuh puluh dan delapan
puluhan.(1,2)

Namun fraktur collum femur bukan semata-mata akibat penuaan.


Fraktur collum femur cenderung terjadi pada penderita osteopenia diatas
rata-rata, banyak diantaranya mengalami kelainan yang menyebabkan
kehilangan jaringan tulang dan kelemahan tulang, misalnya pada penderita
osteomalasia, diabetes, stroke, dan alkoholisme. Beberapa keadaan tadi juga
menyebabkan meningkatnya kecenderungan jatuh. Selain itu, orang lanjut
usia juga memiliki otot yang lemah serta keseimbangan yang buruk sehingga
meningkatkan resiko jatuh.(1,2)

6
7

BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny.Suliyah
b. Tanggal Lahir : (66 tahun)
c. Jenis Kelamin : Wanita
d. Berat Badan : 50 kg
e. Alamat : Mojokerto
f. Agama : Islam
g. Suku : Jawa
h. Pekerjaan : IRT
i. Tanggal Masuk : 20 Januari 2023

II. ANAMNESIS
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama: Nyeri Kaki kanan
Pasien datang ke IGD RSI Hasanah Muhammadiyah Mojokerto dengan keluhan
nyeri pada kaki kanan dan sulit digerakkan sejak pagi tadi setelah terjatuh dikamar
mandi. Pasien menyangkal adanya sesak, nyeri dada, tidak ada riwayat penurunan
kesadaran, tidak ada mual muntah, nyeri kepala.

B. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien memiliki riwayat jantung, DM (-), HT (-)

C. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit keluarga yang serupa.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal Pemeriksaan : 20 Januari 2023

7
8

Kesan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis, GCS : 15 E4M5V6
Tanda Vital : TD : 120/80 mmHg
N :110 x/mnt, isi cukup, kuat, reguler, equal
RR : 20x/menit, regular, tipe abdominothoracal,
retraksi (-), PCH (-)
S : 36,4°C
SpO2 : 99% free air
Kepala : Normocephal, deformitas (-)
Rambut Hitam, tidak mudah rontok
Wajah Simetris, edema (-), deformitas (-)
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor 3 mm/3 mm, refleks kornea (+/+)
Telinga : Bentuk dan lokasi normal, simetris, sekret (-/-)
Hidung : Bentuk dan lokasi normal, pernapasan cuping
hidung (-), deviasi septum (-), hiperemis (-),
epistaksis (-)
Mulut : Mukosa bibir lembab dan basah, perioral cyanosis
(-), Tonsil T1-T1 tenang, gusi hiperemis (-)
Leher : Simetris, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening
Dada : Pulmo:
Inspeksi: Dinding dada simetris, pergerakan
simeteris, retraksi suprasternal (-) retraksi
epigastrium (-)
Palpasi: taktil fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskulatasi: VES ka=ki, rh (-/-), wh (-/-)
Cor
Inspeksi: Tidak tampak ictus cordis
Auskultasi: BJ I dan II reguler, Gallop (-),
Murmur(-)

8
9

Abdomen : Inspeksi: Cembung, retraksi epigastrium (-)


Auskultasi: Bising usus (+) normal
Palpasi: lembut, soefel, organomegali (-), nyeri
tekan epigastrik (+)
Perkusi: timpanik
Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), capillary refill <2 detik,
akral hangat (+)
Status Ar/ Pelvic dextra
Lokalis Look: deformitas (+) edema (+) external rotasi (+)
shortening (+)
Feel: nyeri tekan 1/3 proximal femur
Movement: Locking (+)
Pulsasi arteri dorsalis pedis +/+
Pulsasi arteri tibialis posterior +/+

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan darah rutin pada tanggal, dengan hasil
yaitu: Hb 12,2 g/dL; leukosit 4.010 /μL; dan pemeriksaan rontgen femur dengan hasil
close fracture intertrochanter dextra

V. RESUME
Nyeri pada kaki kanan dan sulit digerakkan sejak pagi tadi setelah terjatuh dikamar
mandi. Pada pemeriksaan fisik pelvic dextra terdapat deformitas (+), edema (+), external
rotasi (+), shortening (+), nyeri tekan 1/3 proksimal femur (+), locking (+).

VI. DAFTAR MASALAH


1) Nyeri kaki
2) Sulit digerakkan
3) Edema
4) Shortening
VII. DIAGNOSIS BANDING
1) Close Fracture Intertrochanter Dextra

9
10

2) Close Fracture Neck Femur Dextra

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Close Fracture Intertrochanter Dextra

IX. TATALAKSANA
A. Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan tes darah rutin, rontgen femur

B. Non-farmakologis
Bed rest, imobilisasi

C. Farmakologis
IGD :
- Infus RL 20 tpm
- Inj Ketolorac 1 amp
- Imobilisasi
E. Edukasi
- Bila pasien nyeri beri ketolorac injek 1 amp
- Istirahat yang cukup, tidak terlalu banyak aktivitas terlebih dahulu.

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam

10
11

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh
laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, dan
dapat mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.1,5,7

2.2 Epidemiologi
Fraktur femur biasanya disebabkan oleh trauma akibat tekanan yang berlebihan pada tulang
melebihi kapasitas tulang tersebut. Secara epidemiologi, fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan dengan perbandingan 3:1. Insiden fraktur femur di USA diperkirakan 1 orang
setiap 10.000 penduduk setiap tahunnya. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh unit pelaksana
teknis terpadu Imunoendokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2006 di
Indonesia dari 1690 kasus kecelakaan lalu lintas, 249 kasus atau 14,7%-nya mengalami fraktur
femur. 1,5,7

2.3 Anatomi dan Fisiologi


Femur adalah tulang terpanjang dan terkuat pada tubuh. Tulang femur menghubungkan
antara tubuh bagian panggul dan lutut. Kata “ femur” merupakanbahasa latin untuk paha. Femur
pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan minor. Bagian caput
merupakan lebih kurang dua pertiga berbentuk seperti bola dan berartikulasi dengan acetabulum
dari tulang coxae membentuk articulation coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang
disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk
caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.1,3,5,9

Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah,
belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat, pada wanita sedikit

11
12

lebih kecil dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat
berubah karena penyakit.1,3,5,9

Femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat tubuh dari
os coxae ke tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris ke arah craniomedial dan agak ke ventral
sewaktu bersendi dengan acetabulum. Ujung proksimal femur terdiridari sebuah caput femoris dan
dua trochanter (trochanter mayor dan trochanter minor).(1)

Gambar 1. Anatomi femur.(5)

Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur dan proksimal dari
batang femur. Area ini terletak di antara trochanter mayor dan trochanter minor. Caput femoris dan
collum femoris membentuk sudut (1150-1400) terhadap poros panjang corpus femoris, sudut ini
bervariasi dengan umur dan jenis kelamin. Corpus femoris berbentuk lengkung, yakni cembung ke
arah anterior. Ujung distal femur, berakhir menjadi dua condylus, epicondylus medialis dan
epicondylus lateralis yang melengkung bagaikan ulir.(1)
Caput femoris mendapatkan aliran darah dari tiga sumber, yaitu pembuluh darah
intramedular di leher femur, cabang pembuluh darah servikal asendens dari anastomosis arteri
sirkumfleks media dan lateral yang melewati retinakulum sebelum memasuki caput femoris, serta
pembuluh darah dari ligamentum teres.(1)

12
13

Gambar 2. Vaskularisasi femur.(5)

Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah intramedular dan pembuluh darah retinakulum
mengalami robekan bila terjadi pergeseran fragmen. Fraktur transervikal adalah fraktur yang
bersifat intrakapsuler yang mempunyai kapasitas yang sangat rendah dalam penyembuhan karena
adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum yang rapuh, serta hambatan dari cairan sinovial.(1,2)
Sendi panggul dan leher femur ini dibungkus oleh capsula yang di medial melekat pada
labrum acetabuli di lateral, ke depan melekat pada linea trochanterika femoris dan ke belakang pada
setengah permukaan posterior collum femur. Capsula ini terdiri dari ligamentum iliofemoral,
pubofemoral, dan ischiofemoral. Ligamentum iliofemoral adalah sebuah ligamentum yang kuat dan
berbentuk seperti huruf Y terbalik. Dasarnya disebelah atas melekat ada spina iliaca anterior inferior,
dibawah kedua lenganY melekat pada bagian atas dan bawah linea intertrochanterica. Ligamen ini
berfungsi untuk mencegah ekstensi berlebihan selama berdiri. Ligamentum pubofemoral berbentuk
segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior ossis pubis, dan apex melekat di bawah
pada bagian bawah linea intertrochanterica. Ligamen ini berfungsi untuk membatasi gerak ekstensi
dan abduksi. Ligamentum ischiofemoral berbentuk spiral dan melekat pada corpus ossis ischia dekat
margo acetabuli dan di bagian bawah melekat pada trochanter mayor. Ligamen ini membatasi gerak
ekstensi.(1,2)

13
14

Gambar 3. Anatomi ligamen pada femur.(5)

2.4 Mekanisme Terjadinya Fraktur

a. Low-energy trauma
Paling sering terjadi pada pasien dengan usia tua usia tujuh puluhan dan
delapan puluhan, dibagi menjadi :(1)
 Direct
Jatuh ke trochanter mayor (valgus impaksi) atau rotasi eksternal yang
dipaksa pada ekstremitas bawah menjepit leher osteroporotik ke bibir posterior
acetabulum (yang mengakibatkan posterior kominusi).
 Indirect
Tulang yang osteoporotik tidak mampu menahan perlekatan dari otot
sehingga tulang mengalami fraktur akibat tarikan dari otot.
b. High-energy trauma
Terjadi patah tulang leher femur pada pasien yang lebih muda dan lebih tua
akibat trauma yang keras, seperti kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari
ketinggian yang signifikan.(1)
c. Cyclic loading-stress fractures
Terjadi pada atlet, militer, penari balet, pasien dengan osteroporosis dan
osteopenia berada pada risiko tinggi.(1)
d. Insufficiency fractures
Pasien dengan osteoporosis dan osteopenia yang sangat berisiko.(1) Fraktur biasanya
disebabkan oleh jatuh biasa, walaupun demikian pada orang- orang yang mengalami
osteoporosis, energi lemah dapat menyebabkan fraktur. Pada orang-orang yang lebih
muda, penyebab fraktur umumnya karena jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu
lintas. Terkadang fraktur collum femur pada dewasa muda jugadiakibatkan oleh

14
15

aktivitas berat seperti pada atlit dan anggota militer.(2)

2.5 Klasifikasi Muller

Klasifikasi Muller pada tulang panjang diklasifikasikan menjadi tipe (jenis), grup
(kelompok), dan subgrup (subkelompok) yang nantinya akan menentukan berat derajat
fraktur yang terjadi sesuai dengan kompleksitas morfologi, sulitnya pengobatan dan
prognosisnya. Tipe mana? Grup mana? Subgrup mana? Ketiga pertanyaan merupakan
jawaban masing-masing untuk menentukan klasifikasi. A1 menunjukkan fraktur paling
sederhana dengan prognosis terbaik dan C3 paling sulit dengan prognosis terburuk. Saat
klasifikasi fraktur dilakukan, kita telah menentukan tingkat keparahannya dan dengan
demikian mendapatkan panduan untuk pengobatan. Subkelompok mewakili tiga variasi
karakteristik dalam kelompok.(3,4)

Gambar 4. Klasifikasi fraktur menurut morfologi karakteristik.(1)


Penetapan diagnosis fraktur selanjutnya menggunakan alpha-numeric code yang
menentukan diagnosis dengan pertanyaan where dan what, dimana pembacaan diagnosis
akan mengikuti urutan.(3)

Gambar 5. Penentuan diagnosis fraktur alpha-numerik code.(3)

Untuk pengkodean, format alfanumerik akan digunakan. Setiap tulang atau daerah
tulang diberi nomor dan tulangnya panjang masing-masing dibagi menjadi tiga segmen. 3

15
16

jenis diberi label A, B dan C. Masing-masing tipe dibagi menjadi 3 kelompok

16
17

: A1, A2, A3 / B1, B2, B3 / C1, C2, C3. Dengan demikian, ada 9 kelompok. Setiap
kelompok dibagi lagi menjadi 3 subkelompok, dilambangkan dengan angka .1, .2, .3. Jadi,
ada untuk setiap segmen 27 subkelompok.(3)
Pada pertanyaan where, dibagi menjadi tulang dan segmennya dengan kodeuntuk
tulang sebagai berikut : 1 humerus, 2 radius/ulna, 3 femur, 4 tibia/fibula. Dan kode untuk
segmen sebagai berikut : 1 proximal, 2 diafisis, 3 distal, 4 malleolus.(3)

Gambar 6. Segmen pada tulang panjang.(1)

Segmen proksimal dan distal tulang panjang digambarkan sebagai kotak, dimana
sisinya memiliki panjang yang sama dengan bagian terluas dari epifisis. Pengecualian :
proksimal humerus (11), proksimal femur (31), dan fraktur malleolus (44). Sebelum
fraktur ditentukan pada segmen, harus ditentukan terlebih dahulu pusat dari fraktur. Pada
simple fraktur, pusat fraktur sudah jelas. Dalam wedge fraktur, bagian tengahnya adalah
bagian paling luas dari irisan. Pada fraktur kompleks, pusat hanya bisa ditentukan setelah
reduksi. Fraktur apapun yang terkait dengan komponen displaced artikular adalah fraktur
artikular. Jika fraktur hanya terkait dengan undisplaced fissure yang mencapai sendi,
diklasifikasikan sebagai metafisis atau diafisis tergantung pada letak pusat fraktur.(3)
Sedangkan pada pertanyaan what, Fraktur pada daerah neck femur atau proksimal
dibagi menjadi 31-A, 31-B dan 31-C, dimana masing-masing terbagi lagi menjadi 3 jenis
fraktur. Fraktur pada daerah proksimal didefinisikan sebagai garis fraktur yang melintang
melalui ujung bawah trochanter mayor.(4)

17
18

Gambar 7. Pembagian fraktur.(4)

31-A Fraktur ekstraartikular, daerah trochanter


31-A1 Pertrochanter sederhana
31-A2 Pertrochanter multifragmen
31-A3 Intertrochanter

Gambar 8. Pembagian fraktur.(2)

31-B Fraktur ekstraartikular, neck


31-B1 Subcapital, dengan sedikit displacement
31-B2 Transcervical
31-B3 Subcapital, displaced, tidak diobati

Gambar 9. Pembagian fraktur.(2) 31-C


Fraktur articular, head
31-C1 Split (Pipkun)
31-C2 Dengan depression
31-C3 Dengan neck femur

Contoh penentuan diagnosis, 32-B2.1 :(3)


3 2- B 2 .1
Femur Diafisis Fraktur wedge Bending wedge Subtrochanter

18
19

2.6 Klasifikasi Fraktur Neck Femur

1. Klasifikasi Anatomi
Klasifikasi ini didasarkan pada lokasi anatomi dari fraktur neck femur :(3)
 Subcapital (paling sering terjadi)
 Transcervical
 Basicervical

Gambar 10. Klasifikasi fraktur neck femur berdasarkan lokasi anatomi. (a)Subcapital, (b) Transcervical,
(c) Basicervical

2. Klasifikasi Pauwel
Pada kalsifikasi Pauwel, pengelompokkan didasarkan pada sudut frakturdari garis
horizontal :(1)

 Tipe I : < 30 derajat


 Tipe II : 31-70 derajat
 Tipe III : > 70 derajat

Gambar 11. Klasifikasi Pauwel

Besarnya gaya dengan sudut lebih besar akan mengarah kepada fraktur
yang lebih tidak stabil.(2)

19
20

3. Klasifikasi Garden

Klasifikasi yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi Garden,


dimana klasifikasi ini dibuat berdasarkan pergeseran yang terlihat pada hasil
gambaran X-Ray sebelum dilakukan reduksi.(2)

Gambar 12. Klasifikasi Garden.(1)

 Stage I : Fraktur inkomplit, termasuk fraktur abduksi dimana caput


femoris miring kea rah valgus yang berhubungan dengan collum femoris.
 Stage II : Fraktur komplit, namun tidak terdapat pergeseran.
 Stage III : Fraktur komplit disertai pergeseran parsial.
 Stage IV : Fraktur komplit dengan pergeseran keseluruhan.

Gambar 13. Gambaran radiologi pada klasifikasi Garden : (a) Stage I, (b) Stage
II, (c) Stage III, (d) Stage IV.(2)
Fraktur Garden I dan II dimana hanya terjadi sedikit pergeseran, memiliki
prognosis yang lebih baik untuk penyatuan dibandingkan dengan fraktur Garden III
dan IV. Hal ini tentunya memiliki pengaruh yang penting terhadap pilihan terapi.(1,2)

20
21

2.7 Diagnosa

Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap mengenai
kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan mekanisme trauma, pemeriksaan fisik yang
lengkap dan menyeluruh, serta pencitraan menggunakan foto polos sinar-x.

Look (Inspeksi)

a. Deformitas
Deformitas dapat timbul dari tulang itu sendiri atau penarikan dan kekakuan jaringan lunak.

b. Sikap Anggota Gerak


Kebanyakan fraktur terlihat jelas, namun fraktur satu tulang di lengan atau tungkai atau fraktur
tanpa pergeseran mungkin tidak nampak. Pada gambar bawah ini merupakan contoh
pengamatan sikap anggota gerak bawah yang terlihat memendek disertai rotasi eksterna.

Gambar 14. Gambaran klinis fraktur collum femur.(6)

Feel (Palpasi)
 Nyeri Tekan
Tanyakan pada pasien daerah mana yang terasa paling sakit.
Perhatikan ekspresi pasien sambil melakukan palpasi.
 Krepitasi
Krepitasi tulang dari gerakan pada daerah fraktur dapat diraba.
 Pemeriksaan kulit dan jaringan lunak di atasnya
Pada fraktur akut, terapi tergantung pada keadaan jaringan lunak yang menutupinya.
Adanya blister atau pembengkakan merupakan kontraindikasi untuk operasi implan.
Abrasi pada daerah terbuka yang lebih dari 8 jam sejak cedera harus dianggap terinfeksi
dan operasi harus ditunda sampai luka sembuh sepenuhnya. Bebat dan elevasi
21
22

menurunkan pembengkakan dan ahli bedah harus menunggu untuk keadaan kulit yang
optimal.
 Neurovaskuler Distal
Kondisi neurovaskuler distal harus diperiksa karena fraktur apapun dapat menyebabkan
gangguan neurovaskular.

Move (Gerakan)
Sebagai skrining cepat, gerakan aktif dari seluruh anggota gerak diuji pada penilaian
awal. Pasien dengan fraktur, mungkin merasa sulit untuk bergerak dan fraktur harus dicurigai
jika ada yang nyeri yang menimbulkan keterbatasan. Manuver yang memprovokasi nyeri
sebaiknya tidak dilakukan. Gerakan sendi yang berdekatan harus diperiksa pada malunion untuk
kasus kekakuan pascatrauma.
Pengukuran

Pada fraktur dengan pergeseran atau dislokasi, hal ini nampak jelas. Pada kasus
malunion atau nonunion, penilaian pemendekan atau pemanjangan sangat penting. Apparent leg
length discrepancy dapat diukur dari xiphisternum ke maleolus medial dengan menjaga tubuh
dan kaki sejajar dengan alas dan tidak membuat setiap upaya untuk menyamakan sisi panggul.
Hal ini akan memberikan perbedaan fungsional pada panjang kaki.

Gambar 15. Pengukuran Apparent leg length discrepancy.(6)

Gambar 16. True leg length dicrepency.(6)


22
23

Raba spina iliaka anterior superior (SIAS) dan atur panggul agar sejajar (garis yang
menghubungkan kedua SIAS tegak lurus dengan alas). Lalu ukur panjang kaki dari SIAS ke
maleolus medial, maka akan didapatkan true length measurement. Pastikan kaki berada dalam
sikap dan posisi yang sama.
2. Pemeriksaan Radiologi

a. Pemeriksaan sinar-x pelvis posisi anteroposterior (AP) dan sinar-x proksimal femur posisi AP
dan lateral diindikasikan untuk kasus curiga fraktur collum femur. Dua hal yang harus diketahui
adalah apakah ada fraktur dan apakah terjadi pergeseran. Pergeseran dinilai dari bentuk yang
abnormal dari outline tulang dan derajat ketidaksesuaian antara garis trabecula di caput femur,
collum femur, dan supra-asetabulum dari pelvis. Penilaian ini penting karena fraktur terimpaksi
atau fraktur yang tidak bergeser akan mengalami perbaikan setelah fiksasi internal, sementara
fraktur dengan pergeseran memiliki angka nekrosis avaskular dan malunion yang tinggi.(1,2)
b. Magnetic resonance imaging (MRI). Saat ini merupakan pilihan pencitraan untuk fraktur tanpa
pergeseran atau fraktur yang tidak nampak di radiografi biasa. Bone scan atau CT scan
dilakukan pada pasien yang memiliki kontraindikasi MRI.(1,2)

Gambar 17. MRI menunjukkan fraktur collum femur tanpa pergeseran.(1)

2.8 Tatalaksana

Dari semua penanganan kecelakaan, atasi syok merupakan langkah awal dan fraktur dibidai
sebelum dipindahkan. Bidai fraktur dengan metode Thomas-type splint untuk mengurangi
perdarahan dan rasa nyeri. Berikan antibiotik dan analgetik intravena. Pasien trauma harus
menjalani evaluasi trauma secara lengkap denganmemperhatikan primary survey.(6)
Tujuan penanganan fraktur :(2)
 Recognize : Mengidentifikasi lokasi fraktur dan tipe fraktur.
 Reduction : Untuk aposisi adekuat dan mengembalikan alignment tulang ke posisi
normal.
 Retrain : Mempertahankan reduksi.
23
24

 Rehabilitasi : Mengembalikan fungsi.


Optimasi pra operasi medis yang cepat : mortalitas dikurangkan dengan operasi dalam
waktu 48 jam fiksasi yang stabil dan mobilisasi dini.(7) Pengobatan fraktur leher femur dapat
berupa :(8)

a. Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas


b. Non-operatif dengan indikasi: Fraktur nondisplaced pada pasien mampu memenuhi
pembatasan weight bearing.

c. Terapi operatif dengan indikasi : Displaced fraktur dan nondisplaced

Fiksasi internal diindikasikan untuk Garden Tipe I, II, III pada pasien muda, patah tulang
yang tidak jelas, dan fraktur displaced pada pasien muda.(9) Bentuk pengobatan bedah yang
dipilih ditentukan terutama oleh lokasi fraktur (femoralis leher vs intertrochanteric),
displacement dan tingkat aktivitas pasien. Kemungkinan untuk tidak reduksi adalah pada pasien
dengan stress fracture dengan kompresi pada leher femur dan fraktur leher femur pada pasien
yang tidak bisa berjalan atau komplikasi yang tinggi. Terapi operatif hampir sering dilakukan
pada orang tua karena :(9)
 Perlu reduksi yang akurat dan stabil.
 Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi.

Jenis-jenis operasi :(2,9)


a) Pemasangan Pin
Pemasangan pin haruslah dengan akurasi yang baik karena pemasangan pin yang tidak
akurat (percobaan pemasangan pin secara multiple atau di bawah trochanter) telah
diasosiasi dengan fraktur femoral sukbtrochanter.

b) Pemasangan Plate dan Screw


Fraktur leher femur sering dipasang dengan konfigurasi apex distal screw atau apex
proximal screw. Pemasangan screw secara distal sering gagal berbanding dengan distal.
Fiksasi dengan cannulated screw hanya bisa dilakukan jika reduksi yang baik telah
dilakukan. Setelah fraktur direduksi, fraktur ditahan dengan menggunakan screw atau
sliding screw dan side plate yang menempel pada shaft femoralis. Sliding hip screw (fixed-
angle device) ditambah derotation screw diindikasikan untuk fraktur cervical basal dan
patah tulang berorientasi vertikal.

24
25

c) Pemasangan Plate dan Screw


Fraktur leher femur sering dipasang dengan konfigurasi apex distal screw atau apex
proximal screw. Pemasangan screw secara distal sering gagal berbanding dengan distal.
Fiksasi dengan cannulated screw hanya bisa dilakukan jika reduksi yang baik telah
dilakukan. Setelah fraktur direduksi, fraktur ditahan dengan menggunakan screw atau
sliding screw dan side plate yang menempel pada shaft femoralis. Sliding hip screw (fixed-
angle device) ditambah derotation screw diindikasikan untuk fraktur cervical basal dan
patah tulang berorientasi vertikal.

d) Arthroplasty

Dilakukan pada penderita usia tua di atas umur 55 tahun, berupa(2,8)

- Eksisi arthroplasty
- Hemiarthroplasty
Diindikasikan untuk pasien usia lanjut dengan fraktur displacedrisiko yang lebih
rendah untuk dislokasi berbanding arthroplasty pinggul total, terutama pada
pasien tidak dapat memenuhi tindakan pencegahan dislokasi (demensia, penyakit
Parkinson). Prostesis disemen memiliki mobilitas yang lebih baik dan kurang
nyeri paha, prostesis tidak disemen harus disediakan untuk pasien yang sangat
lemah dimana status pra cedera menunjukkan bahwa mobilitas tidak mungkin
dicapai setelah operasi.
- Arthroplasty
Diindikasikan untuk :
o Pasien usia lanjut yang aktif dengaan fraktur displaced.
o Pilihan untuk pasien dengan pra hip arthropathy (OA dan RA).
o Jika pengobatan telah terlambat untuk beberapa minggu dan curigakerusakan
acetabulum.
o Pasien dengan metastatic bone disease, seperti Paget’s disease.
o Hasil fungsional lebih baik daripada hemiarthroplasty.
o Tingkat dislokasi lebih tinggi dari hemiarthroplasty.

25
26

2.9 Komplikasi
a. Komplikasi Umum
Pasien yang berusia tua sangat rentan untuk menderita komplikasi umum
seperti thrombosis vena dalam, emboli paru, pneumonia dan ulkus dekubitus.
b. Nekrosis Avaskular
Nekrosis iskemik dari caput femoris terjadi pada sekitar 10 kasus dengan
fraktur pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran. Hampir tidak mungkin
untuk mendiagnosisnya pada saat fraktur baru terjadi. Perubahan pada sinar-x
mungkin tidak nampak hingga beberapa bulan bahkan tahun. Baik terjadi penyatuan
tulang maupun tidak, kolaps dari caput femoris akan menyebabkan nyeri dan
kehilangan fungsi yang progresif.
c. Non-union
Lebih dari 10% kasus fraktur collum femur gagal menyatu, terutama pada fraktur
dengan pergeseran. Penyebabnya ada banyak, seperti asupan darah yang buruk,
reduksi yang tidak sempurna, fiksasi tidak sempurna, dan penyembuhan yang lama.

26
27

d. Osteoarthritis
Nekrosis avaskular atau kolaps caput femur akan berujung pada osteoartritis panggung.
Jika terdapat kehilangan pergerakan sendi serta kerusakan yang meluas, maka
diperlukan total joint replacement.

27
BAB V
KESIMPULAN

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya
lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, dan dapat mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
Fraktur femur biasanya disebabkan oleh trauma akibat tekanan yang berlebihan pada
tulang melebihi kapasitas tulang tersebut.

Dalam menegakkan Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan


anamnesis yang lengkap mengenai kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan
mekanisme trauma, pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh, serta pencitraan
menggunakan foto polos sinar-x.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Egol, K dkk. Femoral Neck Fractures; Handbook of Fractures, 5th Ed. Lippincott
Williams & Wilkins, 2015. Hal: 349.
2. Solomon, L dkk. Fractures of the Femoral Neck; Apley’s System of
Orthopaedic andFractures, 9th Ed. Arnold, 2010. Hal: 847.
3. Muller, Maurice E. 2006. Muller AO Classification of fractures Long Bones.
AOPublishing
4. Muller AO Classification of Fractures – Long Bones. AOTRAUMA.
5. Thompson, J. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy, 2nd Ed. Elsevier Saunders,
2010. Hal: 251-7.
6. Rex, C. Examination of Patient withBone and Joint Injuries; Clinical Assessment
and Examination in Orthopedics, 2nd Ed. Jaypee Brothers Medical, 2012. Hal: 17-
21.
7. Frassica, F dkk. Femoral Neck Fractures. 5-Minute Orthopaedic Consult, 2nd
Ed.Lippincott Williams & Wilkins, 2007.Hal: 127.
8. Miller MD, Thompson SR, Hart JA. Review of Orthopaedics 6th Edition.
Philadelphia; Saunder Elsevier. 2012. p. 315-6.
9. Skinner, H. Femoral Neck Fractures. Current Essentials Orthopedics.McGraw-
Hill, 2008. Hal: 37.
10. Kaplan K, Miyamoto R, Levine BR, Egol KA, Zuckerman JD. Surgical
management of hip fractures: an evidence-based review of the literature. II:
intertrochanteric fractures. JAAOS-Journal of the American Academy of
Orthopaedic Surgeons. 2008 Nov 1;16(11):665-73.
11. Court CM, Heckman JD, McQueen MM, Ricci WM, Tornetta P. Rockwood and
Green’s :Fractures in Adult. 8th Ed. Wolters Kluwer. 2015.

29

Anda mungkin juga menyukai