Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

HERNIA NUCLEUS PULPOSUS

Oleh :
Tiana Monika (22710163)
Anestesia Nur Laily Noviasari (22710122)

Pembimbing :
dr. Dadang Kusumawardhana, Sp. KFR
dr. Vivi Mariani, Sp. KFR
dr. Gde Ganjar Oka Narasara, Sp.
KFR

SMF REHAB DAN MEDIK

RSUD DR.WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYAKUSUMA


SURABAYA

2023
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

“HERNIA NUCLEUS PULPOSUS”

Oleh :
Tiana Monika (22710163)
Anestesia Nur Laily Noviasari (22710122)

Telah disetujui dan disahkan


pada Hari:
Tanggal :

Dan dinyatakan lulus oleh :


Pembimbing,

dr. Dadang Kusumawardhana, Sp.KFR dr. Vivi Mariani, Sp.KFR

dr. Gde Ganjar Oka Narasara, Sp.KFR

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas Kehendak-
Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus dengan judul “Hernia
Nucleus Pulposus”. Laporan Kasus ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam
Kepaniteraan Rehab Medik. Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis serta
waktu yang tersedia untuk menyusun laporan kasus ini sangat terbatas, penulis
sadar masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa maupun
sistematika penulisannya. Untukitu kritik dan saran pembaca yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan.
Pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada dr. Dadang Kusumawardhana, Sp.KFR, dr. Vivi Mariani, Sp. KFR, dan dr.
Gde Ganjar Oka Narasara, Sp.KFR, selaku pembimbing Kepaniteraan Ilmu
Kepaniteraan Rehab Medik di Rsud Dr Wahidin Sudiro Husonodo Mojokerto,
yang telah memberikan masukan yang berguna dalam proses penyusunan laporan
kasus ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang
juga turut membantu dalam upaya penyelesaianlaporan kasus ini. Akhir kata
penulis berharap kiranya laporan kasus ini dapat menjadi masukan yang berguna
dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain yang terkait dengan
masalah kesehatan pada umumnya, dan khususnya tentang masalahkesehatan
Hernia Nucleus Pulposus.

Mojokerto, 4 Februari 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................................. i
LEMBARAN PENGESAHAN.......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR........................................................................................................ iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 9
1.1 Identitas Pasien........................................................................................................ 9
1.2 Anamnesis................................................................................................................ 9
1.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................................................. 10
1.4 Diagnosa Banding.................................................................................................. 17
1.5 Diagnosa................................................................................................................ 17
1.6 Planning................................................................................................................. 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................20
2.1 HERNIA NUKLEUS PULPOSUS......................................................................20
2.1.1 Definisi................................................................................................................. 20
2.1.2 Anatomi................................................................................................................ 20
2.1.3 Epidemiologi........................................................................................................ 22
2.1.4 Etiologi................................................................................................................. 23
2.1.5 Patofisiologi.......................................................................................................... 23
2.1.6 Faktor Resiko........................................................................................................ 24
2.1.7 Klasifikasi............................................................................................................. 25
2.1.8 Manifestasi Klinis................................................................................................ 26
2.1.9 Diagnosis.............................................................................................................. 26
2.1.10 Diagnosis Banding.............................................................................................. 30
2.1.11 Penatalaksanaan.................................................................................................. 31
2.1.12 Prognosis............................................................................................................. 31
BAB III KESIMPULAN................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 36

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Columna Vertebralis.....................................……………………… 20


Gambar 2. Diskus Intervertebra…………………….……………..………….. 21
Gambar 4. Grading dari HNP……………………….……..…………………. 25

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Status Muskuloskeletal......................................................................11


Tabel 2.2. Index Barthel.....................................................................................14

vi
BAB I
PENDAHULUAN

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah kondisi dimana terjadi prostusi pada
discus intervertebralis yang disebabkan karena injury atau beban mekanik yang
salah dalam waktu yang lama. HNP adalah degeneratif dimana elastisitas dari
annulus fibrosus menurun sehingga menyebabkan robeknya annulus fibrosus dari
diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture dengan tekanan dari
nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi pada elemen saraf (Cahyati, 2015).

Pada dasarnya keluhan nyeri dapat terjadi pada bangian neuro


muskuloskeletal yang mana dari tubuh manusia, diantaranya nyeri punggung
bawah, dalam dunia medis disebut Low Back Pain, yang terjadi oleh karena
Hernia Nucleus Pulposus disebut juga HNP. Dimana orang awam menyebutnya
dengan sebutan sakit boyok, encok dan sebagainya. Berbagai macam bentuk
keluhan di daerah ini dapat timbul karena kurang berhati-hati dan sikap yang
kurang beraktivitas (Azrul Azuar, 2000).

Nyeri pada punggung bawah merupakan keluhan utama dari penderita


Hernia Nucleus Pulposus (HNP), HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5-S1
kemudian pada C5-C6 dan paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang
terjadi pada anak-anak dan remaja tetapi kejadiannya meningkat setelah umur 20
tahun. Persepsi nyeri ini bertujuan untuk membatasi gerakan yang melibatkan otot-
otot punggung. Hernia Nukleus Pulposus memiliki ciri nyeri pada bagian
punggung bawah karena kehilangan fungsi dan hal tersebut merupakan salah satu
keluhan utama yang menyebabkan penurunan produktivitas kerja. Pekerjaan berat
dengan gerakan yang menimbulkan cedera otot saraf, posisi tidak bergerak dalam
waktu yang cukup lama menjadi pencetus beberapa kondisi yang menyebabkan
terjadinya nyeri pada punggung bawah. Waktu pemulihan yang tidak memadai
karena kurangnya istirahat juga dapat memperparah kondisi (Nasikhatussoraya,
Octaviani, & Julianti, 2016).

1
Dari karekteristik keluhan nyeri ini, memungkinkan nyeri punggung merupakan
sindroma yang sangat kompleks. Perlu adanya pendekatan yang tidak cukup
dilayani oleh satu pilihan ilmu terapi harus ada kerjasama dari berbagai disiplin
ilmu tenaga kesehatan, antara lain dokter, perawat, ahli gizi, psikologi dan
fisioterapi (Azrul Azuar, 2000).

1
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. M

Tanggal Lahir : 06 Agustus 1960


Umur : 63 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Teratai 06 1/13 Sooko - Mojokerto

Agama : Islam

Pendidikan : Sarjana

Pekerjaan : Swasta

Status : Menikah

No. RM : W1602084659

Tanggal Kontrol : 1 Februari 2023

1.2 Anamnesis

1) Keluhan Utama: Nyeri punggung bawah

2) Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluhkan punggung bawah sakit


menjalar ke kaki kiri kurang lebih sudah 2 minggu yang lalu setelah
melakukan aktivitas berat yaitu mengangkat ban mobil. Pasien mengaku
keadaannya sudah membaik setelah 3x mendapatkan terapi di rehab. Yang
awalnya pada saat posisi dari duduk ke berdiri terasa sakit, tetapi sekarang
sudah membaik. Ketika di pakai berjalan lama atau jauh pasien mengeluh
sakit, terasa memberat saat dipakai aktivitas terlalu lama, biasanya terasa
rasa sakit tetapi saat ini terasa sudah membaik membaik. Demam (-), mual
(-), muntah (-). BAB dan BAK dbn.
3) Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien memiliki riwayat asam urat sekitar
setahun yang lalu, DM (-), HT (-).

1
4) Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.

5) Riwayat Pengobatan: Tidak ada

6) Riwayat Sosial: Dulu bekerja di swasta sebagai manager

7) Riwayat Alergi: Alergi obat (-)

1.3 Pemeriksaan Fisik

1) Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 456

Vital Sign

SpO2 : 98%

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 96x/menit
RR : 20x/menit

Suhu : 36,5 °C

BB : 68 Kg

TB : 170 Cm

IMT : 24,2

2) Status Generalis

a. Kepala : Anemis/Ikterus/Cyanosis/Dyspnea : -/-/-/-

b. Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat, pembesaran tiroid (-)

c. Thorax

 Pulmo

- Inspeksi : Simetris (+/+), tidak ada hemithorax yang tertinggal saat


inspirasi

1
- Palpasi : Fremitus raba simetris kanan dan kiri

- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

- Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak terdengar rhonki maupun


wheezing pada kedua lapang paru
 Cor

- Palpasi : Ictus cordis tidak tampak

- Auskultasi : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen

- Inspeksi : simetris, tidak terdapat jaringan parut, striae


dan kelainan kulit.

- Auskultasi : bising usus (+) normal

- Perkusi : tympani (+/+)

- Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba

d. Ekstremitas : Akral hangat +/+, edema -/-, CRT <2dtk

3) Status Muskuloskeletal

Tabel 2.1 Status Muskuloskeletal


ROM MMT

Normal D S D S
Ekstensi 0-60 0-60 0-60 5 5

Fleksi 0-50 0-50 0-50 5 5

Cervical
Lateral 0-45 0-45 0-45 5 5
Spine
Bending
Rotasi 0-80 0-80 0-80 5 5

Ekstensi 0-35 0-20 0-20 5 5

1
Fleksi 0-45 0-45 0-45 5 5

Thoracic Lateral 0-30 0-25 0-25 5 5


Spine
Bending
Rotasi 0-25 0-25 0-25 5 5

Ekstensi 0-50 0-50 0-50 5 5

Fleksi 0-180 0-180 0-180 5 5

Abduksi 0-180 0-180 0-180 5 5

Adduksi 0-50 0-50 0-50 5 5


Shoulder
Eksternal 0-90 0-90 0-90 5 5

Rotasi
Internal Rotasi 0-90 0-90 0-90 5 5

Ekstensi 150-0 150-0 150-0 5 5

Fleksi 0-150 0-150 0-150 5 5


Elbow
Supinasi 0-80 0-80 0-80 5 5

Pronasi 0-80 0-80 0-80 5 5

Ekstensi 0-60 0-60 0-60 5 5

Fleksi 0-60 0-60 0-60 5 5


Wrist
Radial Deviasi 0-20 0-20 0-20 5 5

Ulnar Deviasi 0-30 0-30 0-30 5 5

Ekstensi 0-30 0-30 0-30 5 5

Fleksi 0-100 0-100 0-100 5 5

1
Abduksi 0-40 0-40 0-40 5 5

Adduksi 0-20 0-20 0-20 5 5

Eksternal 0-50 0-50 0-50 5 5


HIP
Rotasi
Internal Rotasi 0-40 0-40 0-40 5 5

Fleksi 0-150 0-150 0-150 5 5


Knee
Ekstensi 150-0 150-0 150-0 5 5

Dorso Fleksi 0-20 0 - 20 0-20 5 -3

Ankle & Plantar Fleksi 0-40 0-40 0-40 5 -3

Foot
Inversi 0-30 0-30 0-30 5 5

Eversi 0-20 0-20 0-20 5 5

Big toe Extensi 0-45 0-45 0-45 5 5

/Hallux
Flexi 0-45 0-45 0-45 5 5

Ekstensi 0-45 0 - 45 0-45 5 5


Toes

Flexi 0-45 0-45 0-45 5 5

Abduksi 0-45 0-45 0-45 5 5

Aduksi 0-45 0-45 0-45 5 5

1
Tabel 2.2 Index Barthel
AKTIVITAS SKOR INDIKATOR PASIEN
Makan 0 : Tidak dapat dilakukan sendiri 10
5 : Memerlukan bantuan dalam beberapa hal
10 : Dapat melakukan sendiri
Mandi 0 : Tidak dapat dilakukan sendiri 5
5 : Dapat dilakukan sendiri
Kebersihan diri 0 : Memerlukan bantuan 5
5 : Dapat melakukan sendiri (mencukur,sikat
gigi, dll.)
Berpakaian 0 : Tidak dapat dilakukan sendiri 10
5 : Memerlukan bantuan minimal
10 : Dapat melakukan sendiri
Defekasi 0 : Inkontinensia 10
5 : Kadang terjadi inkontinensia
10 : Tidak terjadi inkontinensia
Miksi 0 : Inkontinensia urin atau menggunakan kateter 10
5 : Kadang terjadi inkontinensia
10 : Tidak terjadi inkontinensia
Penggunaan 0 : Tidak dapat melakukan sendiri 10
Toilet 5 : Memerlukan bantuan
10 : Mandiri
Transfer (dari tempat tidur ke kursi dan kembali 15
ke tempat tidur)
0 : Tidak dapat melakukan, tidak ada
keseimbangan duduk
5 : Perlu bantuan beberapa orang, dapat

duduk 10 : Perlu bantuan minimal

15 : Dapat melakukan sendiri

1
Mobilitas 0 : Immobil 15
5 : Memerlukan kursi roda
10 : Berjalan dengan
bantuan 15 : Mandiri

Naik Tangga 0 : Tidak dapat melakukan 10


5 : Perlu bantuan
10 : Mandiri
TOTAL SKOR 100

Kesimpulan : Mandiri

4) Status Neurologis

a. GCS :456

b. VAS :4

c. Meningeal sign : Kaku kuduk :-

Brudzinski I :-

Brudzinski II :-

Kernig : -/-

d. Nervus cranialis : Nervus I : dbn

Nervus II : dbn

Nervus III, IV, VI : dbn

Nervus V : dbn

Nervus VI : dbn

Nervus VII : dbn

Nervus VIII : dbn

Nervus IX : dbn

Nervus X : dbn

Nervus XI : dbn

Nervus XII : dbn


1
1
e. Refleks fisiologis D/S :

BPR : +2 │+2 Klonus : - | -

TPR : +2 │+2 -|-

KPR : +2 │+2 -|-

APR : +2 │+2 -|-

f. Refleks patologis D/S : Hoffman : -/-

Tromner : -/-

Babinski : -/-

Chaddock : -/-

Oppenheim : -/-

Gordon : -/-

Schaefer : -/-

g. Defisit sensoris D/S : L2 : 100% / 100%

L3 : 100% / 100%

L4 : 100% / 100%

L5 : 100% / 100%
S1 : 100% / 100%

h. MMT D/S : 55555 55555


55555 -3-3555
i. Otonom : BAK : dbn

BAB : dbn

j. Tonus otot : Normal (terdapat tahanan yang wajar)

k. Atrofi : Non disuse (atorfi betulan)

l. Pada Region Thoracal Lumbo Sacral:

1. Inspeksi : Lordosis -, kiphosis -, deformitas -, mass -,


atrofi -, inflamasi-

1
2. Palpasi : Didapatkan krepitasi patella sinistra

m. Pemeriksaan Tes Provokasi D/S :

 Laseque : -│-

 Patrick : -│-

 Kontra Patrick : -│-


1.4 Diagnosa

 Diagnosis Klinis : Nyeri punggung bawah yang menjalar ke tungkai


kiri bawah

 Diagnosis Topis : Radiks Nervus Spinalis L5-S1

 Diagnosis Etiologis : Hernia Nucleus Pulposus

 Diagnosis Sekunder : Gout Arthritis

Diagnosis Fungsional :

 Impairment : Nyeri punggung bawah menjalar ke kaki kiri

 Disability : Kesulitan berjalan, kesulitan saat aktivitas berat atau lama

 Handicap : Kesulitan dalam bekerja yang mengangkat beban berat

1.5 Diagnosa Banding


1. Spondylolisthesis
2. Spondylosis
3. Spondylitis TB
4. Neoplasma
5. Fraktur

1
1.6 Penatalaksanaan
a. Planning diagnosa
Foto Lumbosacral AP/Lateral

b. Planning Edukasi
a. Mengedukasi pasien mengenai penyakitnya saat ini
b. Edukasi pasien cara duduk dan tempat duduk yang baik, posisi tidur,
cara berbaring yang tepat dan cara bangun dari tidur dan juga aktifitas-
aktifitas ringan lainnya
c. Mengedukasi pasien untuk tidak melakukan pekerjaan berat seperti
mengangkat, menggendong, memikul
d. Edukasi pasien cara mengangkat benda yang benar (tumpuan pada
kaki)

e. Pasien diajarkan untuk melakukan Mckenzie Exercise


f. Pasien diajarkan untuk cara melakukan stimulasi sensoris, misalnya
dengan benda halus atau benda kasar
g. Ingatkan pasien untuk selalu rutin melaksanakan Fisioterapi

c. Planning Pencegahan
1. Olahraga secara teratur untuk mempertahankan kemampuan otot
seperti bersepeda, berenang
2. Menghindari mengangkat barang yang berat
3. Menghindari olahraga atau kegiatan yang dapat menimbulkan trauma
4. Kurangi berat badan

d. Planing Terapi
1. Medikamentosa :
1) Alpentin 2x100 mg
2) Na. Diclofenac 2x 50 mg
3) Mekobalamin 2x500 mg
2. Non medikamentosa :
1) Modalitas Terapi :
 SWD (Short Wave Diathermy)
 TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
1
2) Orthese Prothese :
 Lumbosacral corset
3) Exercise :
 Exercise pelvic
 Knee to chest

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hernia Nukleus Pulposus

2.1.1 Definisi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) didefinisikan sebagai suatu keadaan
patologis dimana terjadi protusi dari anulus fibrosus beserta nukleus pulposus
ke dalam lumen kanalis vertebralis. HNP dapat terjadi pada semua segmen
vertebra, tetapi yang paling sering terjadi di segmen lumbal. Kasus HNP yang
paling sering terjadi adalah pada diskus intervertebralis L5-S1, disusul oleh
herniasi pada diskus intervertebralis L4-5, L3-4, L2-3, dan L1-2. Herniasi
pada diskus intervertebralis segmen thorakal relatif jarang, sedangkan pada
segmen servikal dapat mengenai diskus intervertebralis C5-6 atau C6-7
(Fishbain, 2004).
Nukleus pulposus adalah massa setengah cair yang terbuat dari serat
elastis putih yang membentuk bagian tengah dari diskus intervertebralis. HNP
mempunyai banyak sinonim antara lain: Hernia Diskus Intervertebralis,
Ruptur Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc dan sebagainya (Meli, L, 2003).

2.1.2 Anatomi

Ligamentum longitudinal dan diskus intervertebralis menghubungkan


vertebra yang berdekatan. Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi
antara korpus vertebra yang berdekatan, sendi antara arkus vertebra, sendi
kostovertebralis dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal anterior,
suatu pita tebal dan lebar, berjalan memanjang pada bagian depan korpus
vertebra dan diskus intervertebralis, dan bersatu dengan periosteum dan
annulus fibrosus (Autio, R, 2006).
Ligamentum longitudinalis anterior berfungsi untuk menahan gaya
ekstensi, sedangkan dalam kanalis vertebralis pada bagian posterior korpus
vertebra dan diskus intervertebralis terletak ligamentum longitudinal
posterior, ligamentum longitudinalis posterior berperan dalam menahan gaya
1
fleksi. Ligamentum anterior lebih kuat dari pada posterior, sehingga prolaps
diskus lebih sering kearah posterior. Pada bagian posterior terdapat struktur
saraf yang sangat sensitif terhadap penekanan yaitu radiks saraf spinalis,
ganglion radiks dorsalis (Autio, R, 2006).

Gambar 2. Diskus Intervertebra

Diantara korpus vertebra mulai dari vertebra servikalis kedua sampai


vertebra sakralis terdapat diskus intervertebralis. Diskus ini membentuk sendi
fibrokartilago yang lentur antara korpus vertebra. Diskus Intervertebralis
terdiri dari dua bagian pokok; nukleus pulposus ditengah dan anulus fibrosus
di sekelilingnya. Diskus dipisahkan dari tulang yang di atas dan dibawahnya
oleh dua lempengan tulang rawan yang tipis (Sylvia, A, dkk, 2005).
Nukleus pulposus adalah bagian tengah diskus yang bersifat semigelatin,
nukleus ini mengandung berkas-berkas serat kolagen, sel-sel jaringan
penyambung dan sel-sel tulang rawan. Zat ini berfungsi sebagai peredam
benturan antara korpus vertebra yang berdekatan. Selain itu. juga memainkan
peranan penting dalam pertukaran cairan antara diskus dan pembuluh-
pembuluh darah kapiler (Sylvia, A, dkk, 2005).
Anulus fibrosus terdiri atas cincin-cincin fibrosa konsentris yang
mengelilingi nukleus pulposus. Anulus fibrosus berfungsi untuk
memungkinkan gerakan antara korpus vertebra (disebabkan oleh struktur
spiral dari serabut-serabut); untuk menopang nukleus pulposus; dan meredam
benturan. Jadi anulus berfungsi mirip dengan simpail di sekeliling tong air
atau seperti gulungan pegas, yang menarik korpus vertebra bersatu melawan
resistensi elastis nukleus pulposus, sedangkan nukleus pulposus bertindak
1
sebagai bola penunjang antara korpus vertebra (Autio, R, 2006).
Diskus intervertebralis berukuran kira-kira seperempat panjang kolumna
vertebralis. Diskus paling tipis terdapat pada daerah torakal sedangkan yang
paling tebal tedapat di daerah lumbal. Bersamaan dengan bertambahnya usia,
kandungan air diskus berkurang dan menjadi lebih tipis (Autio, R, 2006).

2.1.3 Epidemilogi

HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung bawah yang
penting. dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Insiden HNP
di Amerika Serikat adalah sekitar 5% orang dewasa. Kurang lebih 60- 80%
individu pernah mengalami nyeri punggung dalam hidupnya. Nyeri punggung
bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di Amerika Serikat dengan
angka prevalensi berkisar antara 7,6-37% insidens tertinggi dijumpai pada usia
45-60 tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah
mengganggu aktivitas sehari-hari pada 40% penderita dan menyebabkan
gangguan tidur pada 20% penderita akan mencari pertolongan medis, dan 25%
diataranya perlu rawat inap untuk evaluasi lebih lanjut (Pinzon, R, 2012).

Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang paling


sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling sering dijumpai
pada tingkat L4-L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. Penelitian Dammers
dan Koehler pada 1431 pasien dengan herniasi diskus lumbalis,
memperlihatkan bahwa pasien HNP L3-L4 secara bermakna dari usia tua
dibandingkan dengan pasien HNP L4-L5 (Pinzon, R, 2012).

1
2.1.4 Etiologi
1. Proses Degenaratif
Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang
berfungsi sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna
vertebralis dan juga memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan
air diskus berkurang dengan bertambahnya usia (dari 90% pada bayi
sampai menjadi 70% pada orang usia lanjut). Selain itu serabutserabut
menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya
perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui anulus dan menekan
radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin terjadi pada
bagian kolumna vertebralis dimana terjadi peralihan dari segmen yang
lebih mobil ke yang kurang mobil (perbatasan lumbosakral dan
servikotolarak) (Meli, L, 2003).
2. Proses Traumatik
Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi
intervertebral, yang dapat menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain
degenerasi, gerakan repetitive, seperti fleksi, ekstensi, lateral fleksi, rotasi,
dan mengangkat beban dapat memberi tekanan abnormal pada nukleus.
Jika tekanan ini cukup besar sampai bisa melukai annulus, nucleus
pulposus ini berujung pada herniasi. Trauma akut dapat pula menyebabkan
herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara yang salah dan jatuh
(Meli, L, 2003).

2.1.5 Patofisologi
Kausa dari HNP lumbal dihubungkan dengan dengan proses degenerasi
diskus intervertebralis dan faktor mekanik, misalnya tekanan yang berlebihan
atau peregangan yang berlebihan pada diskus intervertebra. Cedera fleksi
dapat terjadi pada saat pasien yang bersangkutan sedang membungkuk sambil

melakukan suatu aktivitas berat, misalnya mencabut ubi, mengangkat beban


berat, terjatuh dalam posisi duduk, terpeleset, dan sebagainya. Aktivitas-
aktivitas tersebut dapat mengakibatkan cedera fleksi yang memicu timbulnya
HNP lumbal tanpa ada cedera-cedera sebelumnya. Faktor lain yang berperan

1
dalam patogenesis HNP lumbal adalah proses degenerasi diskus
intervertebralis. Secara molekuler, degenerasi terjadi apabila terproduksinya
komponen-komponen matriks yang abnormal atau meningkatnya mediator-
mediator yang bertugas mendegradasi matriks, seperti Interleukin-1 (IL1),
Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), Matrix Metalloproteinases (MMPs), dan
menurunnya Tissue Inhibitors of Metalloproteinases (TIMPs). Akibat dari
degenerasi diskus, kadar proteoglikan dan air di nukleus pulposus menjadi
turun (Fishbain, 2004).

2.1.6 Faktor Risiko

Berikut ini adalah faktor risiko yang meningkatkan seseorang mengalami HNP :
1. Usia
Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus fibrosus
lama kelamaan akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi kering dan

keras, menyebabkan annulus fibrosus mudah berubah bentuk dan ruptur.


2. Trauma
Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna vertebralis,
seperti jatuh.
3. Pekerjaan
Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara
mengangkat barang yang salah, meningkatkan risiko terjadinya HNP
4. Gender
Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal ini terkait
pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke aktifitas
fisik yang melibatkan columna vertebralis.

2.1.7 Klasifikasi
Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan
herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang
sesungguhnya, yaitu:
a. Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu arah
tanpa kerusakan annulus fibrosus.
b. Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih dalam
1
lingkaran anulus fibrosus.
c. Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan anulus fibrosus dan
berada di bawah ligamentum, longitudinalis posterior.
d. Sequestrasi diskus intervertebral : nukleus telah menembus ligamentum
longitudinalis posterior

Gambar 4. Grading dari Hernia Nucleus Pulposus

2.1.8 Menifestasi Klinis


Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung
bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP
sentral dan lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid,
parestesia dan retensi urine. Sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa
nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah, di tengah-tengah
area bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi
jari kelima kaki berkurang dan reflex achiller negative. Pada HNP lateral L5-
S1 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral
pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kelemahan m.
gastrocnemius (plantar fleksi pergelangan kaki), m. ekstensor halusis longus
(ekstensi ibu jari kaki). Gangguan reflex Achilles, defisit sensorik pada
malleolus lateralis dan bagian lateral pedis (Setyanegara et al, 2014).
Ada dua mekanisme utama untuk menjelaskan nyeri radikuler sekunder
akibat herniasi nukleus pulposus: Kompresi mekanis dan reaksi inflamasi.
Gejala klinis dapat bervariasi menurut beberapa faktor seperti lokasi herniasi
(level), kompresi saraf, dan evolusi. Herniasi nukleus pulposus dapat
menyebabkan nyeri punggung bawah; Namun, manifestasi klinis primer
adalah radikulopati, yang terutama dimanifestasikan oleh nyeri yang
menyebar dan perubahan sensitif yang meliputi distribusi saraf. Selain itu,
penilaian refleks (refleks menurun) dapat membantu mengidentifikasi akar
1
saraf yang terganggu (Cicco et al, 2020).

2.1.9 Diagnosis
1. Anamnesis :
Pada anamnesis dapat ditanyakan beberapa hal yang berhubungan
dengan nyeri pasien, misalnya frekuensi nyeri, interval, lokasi nyeri, sifat
nyeri, penjalaran, apa aktivitas yang memprovokasi nyeri, serta hal-hal
yang memperberat nyeri dan meringankan nyeri.Selain mengenai
nyerinya, tanyakan pula pekerjaan pasien, riwayat trauma, dan riwayat
merokok karena merupakan faktor risiko terjadinya HNP.
2. Pemeriksaan Fisik :
a. Inspeksi
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap
berdiri dan menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya
suatu herniasi diskus. Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan
gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna
vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang
sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot
paravertebral.
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
1. Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan
nyeripada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di
lumbal danartritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan
penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada
saraf spinal.
2. Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan
nyeripada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada
saraf yang terinflamasi di atas suatu diskus protusio sehingga
meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan
meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya
(Jackhammer effect).
3. Nyeri low back pain pada ekstensi ke belakang pada seorang
dewasamuda menunjukkan kemungkinan adanya suatu
spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik.
1
4. Lokasi dari HNP bisaanya dapat ditentukan bila pasien disuruh
membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan,
ke suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai
yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
b. Palpasi
1. Pemeriksaan motoris
Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua
sisi untuk menemukan abnormalitas motoris.
2. Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan
perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tetapi tetap penting
arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi
HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih
bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding
motoris.
 Tanda-tanda rangsangan meningeal
Tanda Neri (Neri’s sign): bisa ditimbulkan bila pasien
membungkuk ke depan dan dikatakan positif bila akan terjadi
fleksi lutut pada sisi yang terkena.
3. Pemeriksaan Fisik Neurologi :
a. Pemeriksaan Range Of Movement (ROM) : Pemeriksaan ini
dapat dilakukan secara aktif oleh penderita sendiri maupun
secara pasif oleh pemeriksa. Pemeriksaan ROM ini
memperkirakan derajat nyeri, function laesa, atau untuk
memeriksa ada/ tidaknya penyebaran rasa nyeri.
b. Tes lasegue : Pasien berbaring telentang, pemeriksa
memfleksikan panggul secara pasif, dengan lutut dari tungkai
terekstensi maksimal, sambil menjaga tungkai lurus di sendi
lutut. Tesnya positif jika terdapat nyeri pada pasien dan
paresthesia.
c. Tes crossed lasegue : seperti pada tes angkat lasegue, pasien
berbaring telentang, dan pemeriksa mengangkat tungkai yang
tidak terdapat gejala. Tesnya positif jika terdapat nyeri dan
1
paresthesia pada pasien. Tes tersebut memiliki spesifisitas lebih
tinggi dari 90%.
d. Tanda Kernig : Pada pemeriksaan ini penderita yang sedang
berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggung
sampai membuat sudut 90 derajat.Selain itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut.Bisaanya kita dapat
melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara
tungkai bawah dan tungkai atas, bila terdapat tahanan dan rasa
nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan tanda kerning
positif.

e. Ankle Jerk Reflex : Dilakukan pengetukan pada tendon


Achilles. Jika tidak terjadi dorsofleksi pada kaki, hal ini
mengindikasikan adanya jebakan nervus di tingkat kolumna
vertebra L5-S1.
f. Knee Jerk Reflex :Dilakukan pengetukan pada tendon lutut.
Jika tidak terjadi ekstensi pada lutut, hal ini mengindikasikan
adanya jebakan nervus di tingkat kolumna vertebra L2-L3-L4
4. Pemeriksaan Penunjang.
Lebih dari 85% pasien dengan gejala yang berhubungan
dengan herniasi diskus akut akan sembuh dalam waktu 8 hingga 12
minggu tanpa perawatan khusus. Namun, pasien yang memiliki
pemeriksaan neurologis abnormal atau refrakter terhadap perawatan
konservatif akan membutuhkan evaluasi dan perawatan lebih lanjut.
a) Sinar X
Ini sangat mudah diakses di sebagian besar klinik. Teknik
ini dapat digunakan untuk menilai ketidakstabilan struktural.
Jika sinar-X menunjukkan fraktur akut, perlu diselidiki lebih
lanjut menggunakan pemindaian tomogram (CT) atau
magnetic resonance imaging (MRI).
b) CT-Scan
CT Scan: untuk memvisualisasikan struktur tulang di
tulang belakang. Dapat menunjukkan cakram hernia yang
mengalami kalsifikasi. Akses untuk pemeriksaan ini lebih
1
susah dibandingkan dengan sinar-x, tetapi lebih nyaman
daripada MRI.
c) MRI
Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat
melihat struktur columna vertebra dengan jelas dan
mengidentifikasi letak herniasi.

d) EMG
Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk
mengidentifikasi kerusakan nervus

2.1.10 Diagnosa Banding


Herniasi nukleus pulposus adalah penyebab paling umum dari nyeri
radikuler di tulang belakang lumbal dan penyebab paling umum kedua di
tulang belakang leher setelah spondilosis degeneratif; Namun, kondisi lain
dalam diagnosis banding harus dipertimbangkan seperti (Cicco et al, 2020) :
1. Neoplasma
Neoplasma adalah massa jaringan abnormal akibat neoplasi, yaitu proses
pertumbuhan dan perkembangan jaringan tubuh yang abnormal, yang
tumbuh aktif dengan system otonom (tidak terkendali). Jaringan yang
mengalami neoplasi tersusun oleh sel-sel yang berasal dari jaringan
tubuh itu sendiri
2. Low Back Pain

1
Pada spondylosis terjadi degenerasi dari discus intervertebralis dimana
tulang dan ligament ditulang penipisan akibat pemakaian terus menerus ,
sehingga menyebabkan penyempitan ruang diskus dan timbulnya osteofit,
pada umunya bersifat degeneratif atau timbul akibat mikrotrauma yang
terus menerus

3. Spondylolisthesis
Spondylolisthesis adalah kondisi dari spine dimana salah satu dari
vertebra tergelinci kedepan dari satu vertebra pada lainnya dirujuk
sebagai anterolisthesis dan tergelincir kebelakan dirujuk sebagai
retrolisthesis.

2.1.11 Penatalaksanaan
1. Farmakologi

a. Analgesik dan OAINS ( Obat Anti Inflamasi NonSteroid)


Obat-obatan ini diberikan dengan tujuan mengurangi nyeri inflamasi
sehingga mempercepat kesembuhan. Terdapat bukti-bukti klinis yang
kuat bahwa analgesik dan OAINS bermanfaat untuk NPB akut.
Contoh analgesik sederhana yang dapat dipakai adalah paracetamol.
OAINS yang banyak dipakai adalah : sodium diklofenak/potassium,
ibuprofen, etodolak, deksketoprofen dan selekoksib. OAINS terbukti
lebih unggul daripada analgesik dalam menghilangkan nyeri tetapi
kemungkinan timbulnya efek samping lebih banyak terutama efek
samping pada sistem gastrointestinal. Tidak ada perbedaan yang
bermakna efikasi antara OAINS yang satu dengan yang lain.
b. Opioid
Obat ini cukup efektif untuk mengurangi nyeri, tetapi seringkali
menimbulkan efek samping mual dan mengantuk disamping
pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan
ketergantungan obat. Disarankan pemakaiannya hanya pada kasus
NPB yang berat
c. Obat pelemas otot (muscle relaxant)
Obat pelemas otot bermanfaat untuk NPB akut terutama bila

1
penyebab NPB adalah spasme otot. Efek terapinya tidak sekuat
OAINS, seringkali di kombinasi dengan OAINS dan analgesik.
Sekitar 30% memberikan efek samping mengantuk Contoh: eperison,
tisanidin, karisoprodol, diasepam dan siklobensaprin.
d. Analgesik adjuvan

Pada nyeri campuran dapat dipertimbangkan pemberian analgesik


adjuvan seperti : antikonvulsan (pregabalin, gabapentin,
karbamasepin, okskarbasepin, fenitoin), antidepresan (amitriptilin,
duloksetin, venlafaksin), penyekat alfa (klonidin, prasosin),
opioid(kalau sangat diperlukan), kortikosteroid (masih kontroversial).
2. Non-farmakologi
a. Tirah baring: Disarankan pada Individu dengan Disc Lumbal herniasi
dalam periode akut. Tirah baring diketahui mengurangi aksial pada
disk yang degenerasi. Sementara tekanan intradical rendah dalam
posisi terlentang, dan mencapai nilai yang lebih tinggi dalam posisi
duduk. Namun, ketika periode tirah baring lebih dari dua minggu,
pasien secara bertahap dapat terjadi risiko atrofi, osteoporosis,
tromboemboli dan komplikasi kardiovaskular dalam otot
paravertebral.
b. Tens (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator) : Tens dapat
dilakukan dalam periode akut dan kronis untuk menghilangkan rasa
sakit. Tens telah ditemukan efektif pada pasien dengan herniasi
lumbal disc.
c. Enterferential current: digunakan untuk meningkatkan sirkulasi dan
mengurangi rasa sakit. Dalam herniasi lumbar disc, metode aplikasi
vakum dengan 4 elektroda sering digunakan karena efeknya yang
lebih besar.Periode pengobatan biasanya 20-30 menit.
d. Manipulation : Praktik manipulasi efektif dalam perawatan herniasi
lumbal disc karena efeknya pada menghilangkan ketegangan otot,
Mengurangi rasa sakit dan meningkatkan mobilitas. Namun,
manipulasi dikontraindikasikan pada pasien dengan osteoporosis,
fraktur, osteomielitis, keganasan, gangguan pendarahan, penggunaan
antikoagulan, Sindrom Cauda Equina. Dinyatakan dalam literatur
1
manipulasi tulang belakang memiliki efek penyembuhan pada pasien
dengan tingkat nyeri rendah sampai menengah dengan aktivitas yang
terbatas.
e. Traction : Traksi adalah metode yang mengalihkan tekanan lumbar
vertebra dan mengurangi tekanan di dalam disk. Dapat memberi efek
relaksasi otot dan mengurangi rasa sakit. Dalam herniasi disc lumbal,
Traksi konstan lebih sering dipakai dalam periode akut, sementara
traksi intermiten lebih sering digunakan dalam periode subakut dan
kronis.

2.1.12 Prognosis

Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi


konservatif. Sebagian kecil dapat berkembang menjadi kronik meskipun
sudah diterapi. Pada pasien yang dioperasi : 90% bisa membaik terutama
nyeri tungkai, kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%.

1
BAB III
KESIMPULAN

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit dimana bantalan


lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nukleus pulposus)
mengalami tekanan dan pecah, sehingga terjadi penyempitan dan terjepitnya urat-
urat saraf yang melalui tulang belakang. Nukleus pulposus adalah bagian tengah
diskus yang bersifat semigelatin, nukleus ini mengandung berkas-berkas serat
kolagen, sel-sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Zat ini berfungsi
sebagai peredam benturan antara korpus vertebra yang berdekatan. Selain itu
memainkan peranan penting dalam pertukaran cairan antara diskus dan pembuluh-
pembuluh darah kapiler. Anulus berfungsi mirip dengan simpail di sekeliling tong
air atau seperti gulungan pegas, yang menarik korpus vertebra bersatu melawan
resistensi elastis nukleus pulposus, sedangkan nukleus pulposus bertindak sebagai
bola penunjang antara korpus vertebra.
Penyakit ini didasarkan pada adanya beberapa faktor resiko yang dapat
mempengaruhi yaitu usia, trauma, pekerjaan serta gender. Untuk dapat menegakkan
diagnosis dari HNP perlu adanya dilakukan anamnesis untuk menggali keluhan
pasien terutama yang tersering yaitu nyeri pada punggung yang menjalar hingga ke
tungkai serta riwayat-riwayat kebiasaan pasien yang dapat memperberat
kondisinya. Dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan fisik serta penunjang yang
dapat membantu menegakkan diagnosis HNP. Penatalaksanaan dari penyakit ini
juga didasarkan pada terapi non farmakologi serta farmakologi yang bertujuan
untuk meringankan keluhan pasien serta memperbaiki kualitas hidup pasien.

1
DAFTAR PUSTAKA

Autio R., 2006. MRI of Herniated Nucleus Pulposus: Oulu University Press, pp.
17-8
Bontrager, Kenneth L dan John P. Lampignano. 2014. Textbook of Radiographic
Positioning and Related Anatomy. St Louis: Elsevier Mosby.
Cicco, F et al. 2020. Nucleus Pilposus Herniation. StatPearls Publishing; 2021
Jan
Dydyk, A et al. 2020. Disc Herniation. StatPearls Publishing; 2021 Jan
Eidelson, G Stewart. 2014. Anatomy Thoracic Spine. Diakses 14 juni
2014.http://www.spineuniverse.com/anatomy/thoracic-spine.
Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Student & Junior
Doctors. 11th edition. USA: Blackwell Publishing.
Gibson, Jhon. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern Pada Perawat. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Lucas, D.B & Britt, S.H. 2003.Advertising Psychology and Research. New York:
Mc Graw-Hill
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
Pearce Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakata: PT
Gramedia Pustaka Utama
Putz.R and Pabst, R; 2012, Atlas Anatomi Manusia, Sobotta Anatomi, Edisi
XXIII. Penerbit Buku Kedokteran ECG: Jakarta.
Reese Nancy Berryman dan William D Bandy.2010. Joint Range of Motion and
Muscle Length Testing. 2nd ed. United States of America: Mosby
Elsevier.
Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi V. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Soyuer, f. 2020. Current physiotherapy approaches in lumbal disc herniation. J
Sci.2020;4(4):140‒142,

Anda mungkin juga menyukai