Anda di halaman 1dari 31

PENYAKIT PARKINSON DAN PARKINSONISME

Oleh:

Putu Raka Widhiarta (2002612090)

Putu Nody Asta Kusuma (2002612099)

Komang Satvika Yogiswara (2002612135)

Bagus Agung Arya Dharma Pramana Dwi S. (2002612154)

I Dewa Made Agus Paramarta Putra (2002612157)

Pembimbing
Dr. dr. Ketut Widyastuti, Sp.S (K)
NIP. 197010242002122008

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI DEPARTEMEN/KSM NEUROLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
TAHUN 2021
Penyakit Parkinson dan parkinsonisme

Lembar Persetujuan Pembimbing

TINJAUAN PUSTAKA INI TELAH DISETUJUI


TANGGAL,
Pembimbing

Dr. dr. Ketut Widyastuti, Sp.S (K)


NIP. 197010242002122008

Mengetahui
Ketua Departemen/KSM Neurologi
FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar

Prof. Dr. dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S (K)


NIP. 1956 1010 1983 121001

DEPARTEMEN/KSM NEUROLOGI
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2021

ii
Lembar Persetujuan Pembimbing
PAPER INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIPRESENTASIKAN
PADA TANGGAL,

Pembimbing

Dr. dr. Ketut Widyastuti, Sp.S (K)


NIP. 197010242002122008

Mengetahui Penanggung Jawab Pendidikan Dokter Muda


Departemen/KSM Neurologi
FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar

(dr. Ida Ayu Sri Indrayani, Sp.S(K))


NIP. 1975 0621 2003 122004

iii
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat-Nya tinjauan pustaka dengan judul “Nutrisi Pada Penderita
Penyakit Parkinson” ini selesai pada waktunya. Tinjauan pustaka ini disusun
sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Departemen/KSM Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian tinjauan pustaka ini. Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr.dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K), selaku Ketua Departemen/KSM
Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar yang telah memfasilitasi dan
memberikan penulis kesempatan selama proses pembelajaran di Departemen
Neurologi.
2. dr. Ida Ayu Sri Indrayani, Sp.S selaku Penanggung Jawab Pendidikan Dokter
Muda Departemen/KSM Neurologi FK UNUD/RSUP Denpasar yang telah
memberikan penulis kesempatan dan membantu penulis selama proses
pembelajaran di bagian Neurologi.
3. Dr. dr. Ketut Widyastuti, Sp.S (K) selaku pembimbing dalam pembuatan
tinjauan sistematis ini yang telah memberikan saran, dan masukkan dalam
penyempurnaan tinjauan pustaka ini.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan tinjauan pustaka ini.
Penulis menyadari tinjauan pustaka ini masih jauh dari kata sempurna
sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan tinjauan pustaka ini. Semoga tinjauan pustaka ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Denpasar, 05 November 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Cover Depan.................................................................................................i
Lembar Persetujuan....................................................................................ii
Kata Pengantar............................................................................................iv
Daftar Isi.......................................................................................................v
BAB I Latar Belakang.................................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka............................................................................3
2.1.............................................................................................................
Penyakit Parkinson.............................................................................2
2.1.1 Definisi Parkinson dan Parkinsonisme....................................2
2.1.2 Definisi Parkinsonisme............................................................2
2.2.............................................................................................................
Epidemiologi......................................................................................3
2.2.1 Epidemiologi Parkinson Disease.............................................3
2.2.2 Epidemiologi Parkinsonism....................................................3
2.3.............................................................................................................
Etiologi...............................................................................................4
2.3.1 Etiologi Parkinson Disease......................................................4
2.3.2 Etiologi Parkinsonism.............................................................5
2.4.............................................................................................................
Patofisiologi.......................................................................................7
2.4.1 Patofisiologi Parkinson Disease..............................................7
2.4.2 Patofisiologi Parkinsonism......................................................7
2.5.............................................................................................................
Manifestasi Klinis..............................................................................10
2.6.............................................................................................................
Diagnosis............................................................................................11
2.7.............................................................................................................
Diagnosis Banding.............................................................................15
2.7.1 Parkinsonism Sekunder...........................................................15
2.7.2 Tremor Esensial.......................................................................16

v
2.8.............................................................................................................
Penatalaksanaan.................................................................................16
2.9.............................................................................................................
Prognosis............................................................................................20
BAB III KESIMPULAN..............................................................................21
BAB IV DAFTAR PUSTAKA....................................................................23

vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kondisi neurologis adalah sumber utama kecacatan di seluruh dunia, dan
prevalensi Penyakit Parkinson meningkat lebih cepat daripada gangguan
neurologis lainnya. Penyakit Parkinson adalah jenis yang paling umum dari
parkinsonisme (istilah yang mencerminkan sekelompok gangguan neurologis
dengan masalah gerakan seperti Penyakit Parkinson seperti: kekakuan,
kelambatan, dan tremor). Parkinsonisme yang kurang umum diantaranya penyakit
neurodegeneratif lainnya (misalnya, beberapa sistem atrofi, kelumpuhan
supranuklear progresif), parkinsonisme yang diinduksi obat, dan parkinsonisme
vaskular (GBD, 2018; Armstrong & Okun, 2020).
Diperkirakan 6,1 juta orang secara global memiliki diagnosis penyakit
Parkinson pada tahun 2016 sekitar 2,4 kali lebih tinggi dari pada tahun 1990.
Peningkatan prevalensi ini dikaitkan dengan peningkatan metode yang digunakan
untuk mendeteksi dan mendiagnosis Penyakit Parkinson, kesadaran yang lebih
besar akan penyakit tersebut, populasi yang menua, harapan hidup lebih lama, dan
mungkin meningkatnya paparan lingkungan (misalnya, pestisida, pelarut, logam)
yang terkait dengan industrialisasi. Penyakit Parkinson jarang terjadi pada
individu yang lebih muda dari 50 tahun dan peningkatan prevalensi dengan usia,
memuncak
antara usia 85 dan 89 tahun.1 Penyakit Parkinson lebih sering terjadi pada pria
(rasio 1,4:1,0 pria-wanita) (GBD, 2018; Armstrong & Okun, 2020).
Sebagian besar kasus Penyakit Parkinson adalah idiopatik, tetapi ada
kontribusi genetik dan lingkungan yang diketahui. Pestisida, herbisida, dan
paparan logam berat terkait dengan peningkatan risiko Penyakit Parkinson di
beberapa studi epidemiologi, sedangkan merokok dan penggunaan kafein
dikaitkan dengan penurunan risiko (GBD, 2018; Armstrong & Okun, 2020).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Parkinson
2.1.1. Definisi Parkinson
Penyakit Parkinson adalah gangguan neurodegeneratif otak yang
berkembang lambat pada kebanyakan orang. Gejala timbul bisa memakan waktu
bertahun-tahun untuk berkembang, dan sebagian besar orang hidup selama
bertahun-tahun dengan penyakit ini. Gejala yang disebabkan oleh Parkinson
termasuk kehilangan kontrol motorik yang berkelanjutan (resting tremors,
stiffness, slow movement, postural instability) serta berbagai gejala non-motorik
(seperti depresi, kehilangan indra penciuman, gangguan lambung, masalah
perubahan kognitif dan banyak lainnya) (Hayes, 2019).
Penyakit Parkinson (PD) pertama kali dijelaskan oleh Dr. James Parkinson
pada tahun 1817 sebagai "shaking palsy" Ini adalah penyakit neurodegeneratif
kronis progresif yang ditandai oleh gangguan motorik dan non-motorik. Penyakit
ini memiliki klinis yang signifikan berdampak pada pasien, keluarga, dan
pengasuh melalui efek degeneratif progresif pada mobilitas dan kontrol otot.
Gejala motorik PD dikaitkan dengan hilangnya striatal neuron dopaminergik, dan
adanya gejala non-motorik mendukung hilangnya saraf di daerah non-
dopaminergik (DeMaagd & Philip, 2015).
2.1.2. Definisi Parkinsonism
Parkinsonisme adalah istilah umum yang mengacu pada sekelompok
gangguan neurologis yang menyebabkan masalah gerakan yang mirip dengan
yang terlihat pada Penyakit Parkinson seperti tremor, slow movement, dan
kekakuan. Di bawah kategori parkinsonisme ada sejumlah gangguan, beberapa di
antaranya belum didefinisikan dengan jelas. Pada awal proses penyakit, seringkali
sulit untuk mengetahui penyebabnya dan bersifat idiopatik (Hayes, 2019;
DeMaagd & Philip, 2015).
Parkinsonisme, juga dikenal sebagai Parkinson atipikal atau Parkinson
plus, mewakili tentang 10-15% dari semua kasus yang didiagnosis parkinsonisme.
Sindrom ini cenderung berkembang lebih cepat dari Parkinson, hadir dengan

2
tambahan gejala seperti jatuh dini, demensia atau halusinasi, dan tidak merespon
atau merespon untuk waktu yang singkat untuk terapi levodopa. Penyakit
Parkinson menjadi penyebab paling banyak parkinsonisme, meskipun sejumlah
penyebab sekunder juga ada, dan penyebab akibat obat (Hayes, 2019; DeMaagd
& Philip, 2015).

2.2. Epidemiologi
2.2.1. Epidemiologi Parkinson Disease
PD adalah salah satu gangguan neurodegeneratif yang paling umum.
Yayasan Penyakit Parkinson melaporkan bahwa sekitar 1 juta orang Amerika saat
ini memiliki penyakit tersebut. Kejadian PD di AS adalah sekitar 20 kasus per
100.000 orang per tahun (60.000 per tahun), dengan usia rata-rata onset mendekati
60 tahun. Prevalensi PD dilaporkan menjadi sekitar 1% pada orang berusia 60
tahun dan lebih tua serta meningkat menjadi 1% sampai 3% pada kelompok usia
80 atau lebih (Driver et al., 2009)
Prevalensi di negara-negara industri diperkirakan 0,3%. Ini jarang terlihat
pada pasien di bawah usia 40 tahun, tetapi insidennya meningkat seiring
bertambahnya usia. Diperkirakan bahwa mungkin 3% dari populasi di atas 80
tahun
usia terpengaruh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa timbulnya Penyakit
Parkinson terjadi 2 tahun lebih awal pada pria daripada wanita dan bahwa pria dua
kali lebih banyak daripada wanita (Dexter & Jenner, 2013; Haaxma et al., 2007)
Pada tahun 2002, WHO memperkirakan penyakit Parkinson menyerang
876.665 orang Indonesia dari total jumlah penduduk sebesar 238.452.952.
Berdasarkan hasil studi di 6 negara Asia, yaitu China, India, Indonesia, Pakistan,
Bangladesh, dan Jepang, terdapat 2,57 juta orang penderita penyakit Parkinson
pada tahun 2005. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi 6,17 juta
orang pada tahun 2030 (WHO, 2004; Tan, 2013).
2.2.2. Epidemiologi Parkinsonism
Penelitian di Swiss tahun 2018 menunjukkan bahwa dari total 1.235 pasien
dengan parkinsonisme, teridentifikasi 80% disajikan dengan bentuk degeneratif
dan 20% dengan bentuk non-degeneratif parkinsonisme. Di antara yang

3
degeneratif, Penyakit Parkinson adalah diagnosis yang paling sering (81%) diikuti
oleh demensia dengan badan Lewy (9%), kelumpuhan supranuklear progresif
(3,9% ), atrofi multisistem (1,9%) dan sindrom kortikobasal (1,4%). Di antara
parkinsonisme non-degeneratif, parkinsonisme yang diinduksi obat adalah
diagnosis yang paling sering (43,4%), diikuti oleh parkinsonisme vaskular (37%),
hidrosefalus tekanan normal (5,1%) dan parkinsonisme dalam konteks gangguan
kejiwaan atau parkinsonisme fungsional ( 3,8%) (Fleury et al., 2018).
Penelitian di Nigeria menunjukkan bahwa dalam ulasan 10 tahun terakhir,
Parkinsonisme menjadi salah satu keluhan yang dijumpai pada rumah sakit tersier
utama di Lagos, pusat saraf komersial Nigeria, dengan 79% dari 124 pasien yang
ditinjau memiliki penyakit Parkinson. Spektrum dari Parkinsonisme sekunder dan
sindrom Parkinson-plus didokumentasikan pada laporan rumah sakit ini meliputi
Parkinsonisme sekunder dari penyakit Wilson, penyakit pembuluh darah otak,
obat-obatan, trauma, eksisi tumor, septikemia tifoid, dan infeksi human
immunodeficiency virus (HIV) (Akinyemi, 2012).

2.3. Etiologi
2.3.1. Etiologi Parkinson Disease
PD adalah penyakit multifaktorial, dengan faktor genetik dan lingkungan
berperan. Usia adalah faktor risiko terbesar untuk PD, dengan usia rata-rata saat
onset adalah 60 tahun. Insiden penyakit meningkat dengan usia menjadi 93,1 per
100.000 orang-tahun) pada kelompok usia antara 70 dan 79 tahun (Lees et al.,
2009).
Zat MPTP (1-metil-4-fenil-1,2,3,6-tetrahidropiridin) pertama kali
ditemukan berhubungan dengan degenerasi nigrostriatal ketika beberapa orang
mengembangkan tanda-tanda khas PD setelah menyuntikkan diri mereka sendiri
dengan obat yang terkontaminasi MPTP. MPTP dimetabolisme menjadi
neurotoxin, MPP+ (1-methyl-4-phenylpyridinium), yang merupakan inhibitor
kompleks-I mitokondria yang secara selektif merusak sel-sel dopaminergik di
substansia nigra. Identifikasi MPTP sebagai penyebab degenerasi nigral
memunculkan gagasan bahwa PD dapat disebabkan oleh toksin lingkungan. Sejak
itu, beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara pestisida dan PD,

4
dengan satu studi kasus-kontrol menunjukkan peningkatan hubungan antara
kejadian PD dengan paparan pestisida pada pria (rasio odds [OR] 2,2) (Elbaz et
al., 2009). Paraquat (herbisida yang secara struktural sangat mirip dengan MPP+)
dan rotenone (pestisida) juga merupakan inhibitor kompleks-I selektif dan
menginduksi deplesi dopaminergik pada model hewan PD. Hubungan antara
paparan bahan kimia ini dan risiko pengembangan PD telah diselidiki dalam studi
epidemiologi lainnya. Pengelasan dan paparan logam berat (misalnya, besi,
tembaga, timah, aluminium, dan seng) juga telah diselidiki hubungannya dengan
kejadian PD, namun hasil penelitian masih bervariasi (Kouli et al., 2018)
Meskipun PD umumnya merupakan gangguan idiopatik, ada sebagian
kecil kasus (10-15%) yang melaporkan riwayat keluarg. Selain itu, risiko individu
terhadap PD sebagian merupakan produk dari faktor risiko poligenik yang belum
terdefinisi dengan baik. Gen yang telah ditemukan berpotensi menyebabkan PD
diberi nama “PARK” sesuai urutan identifikasinya. Sampai saat ini, 23 gen PARK
telah dikaitkan dengan PD. Mutasi pada gen PARK menunjukkan autosomal
dominan (misalnya, SCNA, LRRK2, dan VPS32) atau pewarisan resesif
autosomal (misalnya, PRKN, PINK1, dan DJ-1). Faktor risiko genetik paling
penting yang menjadi predisposisi PD adalah mutasi pada GBA1, sebuah gen
yang mengkode -glucocerebrosidase—enzim lisosom yang bertanggung jawab
untuk hidrolisis glukoserebrosida. Mutasi GBA1 diketahui menyebabkan penyakit
Gaucher, yang merupakan gangguan penyimpanan lisosom yang paling umum
(Kouli et al., 2018; Sidransky & Lopez, 2012).
2.3.2. Etiologi Parkinsonism
Adapun beberapa etiologi parkinsonism adalah sebagai berikut
(Shrimanker et al., 2021):
 Hidrosefalus Tekanan Normal (NPH)
Kondisi ini bermanifestasi dengan trias klasik ataksia,
inkontinensia urin, dan demensia. Parkinsonisme terkadang menjadi gejala
yang muncul pada NPH.
 Parkinsonisme Vaskular (VP)
VP biasanya terjadi karena gangguan vaskular yang mendasari,
paling sering hipertensi yang mengarah ke infark subkortikal, dan juga

5
infark pembuluh darah besar. Lesi iskemik difus yang hadir secara
bilateral dapat menyebabkan kerusakan fungsi talamokortikal yang
mengurangi impuls yang dikirim ke pusat yang lebih tinggi melalui
ganglia basal, yang mengakibatkan gangguan gerakan motorik. Studi
pencitraan biasanya membantu untuk mendukung diagnosis gejala VP
 Parkinsonisme yang diinduksi obat (DIP)
Obat-obatan yang memblokir reseptor dopamin dan mengganggu
transmisi dopamin diketahui menyebabkan parkinsonisme sekunder.
Faktor risiko terjadinya DIP meliputi rute, potensi, dan dosis obat yang
diberikan. Individu yang menggunakan obat yang diberikan melalui rute
intramuskular atau dalam bentuk supositoria lebih mungkin untuk
mengembangkan DIP, terutama pada dosis yang lebih rendah
dibandingkan dengan pemberian melalui rute intravena. Pada saat yang
sama, obat dengan potensi yang lebih tinggi lebih mungkin menyebabkan
DIP bila dibandingkan dengan obat dengan potensi yang lebih rendah.
Parkinsonisme biasanya terjadi pada dosis obat yang lebih tinggi, karena
blokade reseptor dopamin terjadi pada dosis yang lebih tinggi.
 Parkinsonisme yang diinduksi toksin (TIP)
Paparan logam berat dan racun industri dalam waktu lama dapat
menyebabkan gejala parkinson. Racun mengakibatkan kerusakan
neurologis yang luas yang mengakibatkan parkinsonisme dibandingkan
dengan yang terlihat pada PD.
 Ensefalopati Traumatik Kronis
Cedera kepala berulang sering dapat muncul dengan gejala
parkinson.
 Tumor Otak
Beberapa massa otak bertanggung jawab untuk mengembangkan
gejala parkinson. Ini termasuk meningioma, astrocytoma,
craniopharyngioma, dan kadang-kadang bahkan tumor otak metastatik.

6
2.4. Patofisiologi
2.4.1. Patofisiologi Parkinson Disease
Penyakit Parkinson merupakan gangguan basal ganglia, yang merupakan
sekelompok nukleus yang terletak di dasar otak depan. Ada dua penemuan
neuropatologis utama: kerusakan neuron dopaminergik berpigmen di substansia
nigra pars compacta (SNpc) dan munculnya badan Lewy. Alpha-synuclein hadir
sebagian besar di terminal presinaptik neuron. Agregat alpha- synuclein yang
menyimpang adalah konstituen utama dari badan Lewy (ini adalah badan inklusi
intraneural) yang mengarah pada pembentukan neurit Lewy, yang merupakan
hasil patologis yang khas pada penyakit Parkinson. Dengan demikian, ini
disebabkan oleh mutasi dan proliferasi missense diSNCA gen yang mengkode
alpha-synuclein. Teori oksidasi menyatakan bahwa kerusakan radikal bebas, yang
dihasilkan dari metabolisme oksidatif dopamin, memiliki peran penting dalam
perkembangan penyakit Parkinson.
Penyakit Parkinson berhubungan dengan peningkatan kadar dopamin,
tingkat pertahanan rendah (glutathione), peningkatan zat besi (molekul
prooksidasi), dan indikasi kerusakan lipid membran sel yang berlebihan. Teori
telah menunjukkan bahwa peningkatan kadar dopamin dari pengobatan levodopa
dapat meningkatkan kerusakan oksidatif dan mempercepat efek merusak neuron
dopaminergik. Namun, tidak kuat indikasi yang membuktikan bahwa levodopa
mempercepat perkembangan penyakit. Selain itu, paparan 1-metil-4-fenil-1, 2, 3,
6-tetrahidropiridin (MPTP) untuk jangka waktu lama dapat menyebabkan
perkembangan fitur klasik penyakit Parkinson. Ini karena melintasi sawar darah
otak dan dioksidasi menjadi 1-metil-4-fenilpiridinium (MPP+) oleh monoamine
oksidase, yang kemudian terkumpul di mitokondria dan menyebabkan toksisitas
mitokondria (Marino et al, 2020).
2.4.2. Patofisiologi Parkinsonisme
Parkinsonisme muncul sebagai gangguan jaringan yang kompleks, dimana
aktivitas abnormal pada kelompok neuron di basal ganglia mempengaruhi

7
rangsangan, aktivitas osilasi, sinkroni, dan respon sensorik dari area korteks
serebral yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaa gerakan.
Parkinsonisme merupakan hasil kelainan fungsi basal ganglia. Kelainan pada
basal ganglia yang dipicu oleh parkinsonisme, berfokus pada perubahan laju
pembakaran, dan pada pengembangan pola ledakan abnormal, aktivitas osilasi,
dan sinkroni antar neuron.
 Perubahan laju pembakaran
Perubahan laju pembakaran di ganglia basalis akibat dari gangguan keseimbangan
aktivitas. Hilangnya aktivitas reseptor D2 mengurangi hambatan transmisi
kortikostriatal pada MSN, yang meningkatkan penghambatan aktivitas GPe,
menghambat neuron STN, dan menyebabkan aktivitas berlebih pada target eferen
STN, termasuk GPi dan SNr. Seperti yang diprediksi oleh model laju
parkinsonism ini, inaktivasi STN atau GPi yang terlalu aktif oleh lesi
membalikkan tanda-tanda motoric parkinsonism baik pada monyet yang diobati
dengan MPTP dan pada pasien dengan penyakit Parkinson. Perubahan biokimia
dan anatomi yang terjadi di ganglia basalis sebagai respons terhadap penipisan
dopamin hanya sebagian yang konsisten dengan prediksi 'model kecepatan.
Sejumlah pengamatan menunjukkan bahwa situasinya lebih kompleks daripada
yang disarankan model laju. Pertama, peningkatan atau penurunan global dalam
aktivitas GPi, yang dihasilkan oleh suntikan obat lokal, masing-masing tidak
selalu menghasilkan parkinsonisme atau gerakan tak sadar. Kedua, meskipun
model kecepatan memprediksi bahwa lesi GPe dan lesi VA/VL harus
menginduksi parkinsonisme, tidak ada jenis lesi yang melakukannya secara
konsisten. Ketiga, efek antiparkinson yang luar biasa dari stimulasi 'otak dalam'
listrik fokal (DBS) dari STN, suatu prosedur yang dianggap meningkatkan
keluaran GPi ke thalamus
 Pelepasan meledak/ brust discharges
Mekanisme di mana penembakan ledakan saraf berkembang pada parkinsonisme
telah dipelajari secara ekstensif. Kemungkinan ledakan berhubungan dengan
hilangnya dopamin di striatum, hilangnya dopamin di daerah ganglia basal
lainnya (seperti STN) mungkin juga penting. Misalnya, dopamin bekerja secara
lokal untuk mengurangi input sinaptik penghambatan ke STN, dan

8
ketidakhadirannya dapat meningkatkan dampak input GABAergik sinkron pada
aktivitas STN, yang menghasilkan rebound burstin. Aktivasi reseptor D2
menormalkan ledakan sel STN dalam irisan yang diperoleh dari hewan yang
kekurangan dopamin.

Peran potensial dari peningkatan penghambatan dalam pembangkitan pelepasan


muatan di STN pada parkinsonisme juga telah ditekankan dalam model komputasi
ganglia basal dan terlihat jelas dalam penelitian tentang monyet yang kekurangan
dopamin, di mana struktur temporal pelepasan lonjakan yang terjadi sebelum
ledakan ditemukan secara signifikan diubah dalam parkinsonisme, dengan
pemanjangan interval inter-spike segera sebelum ledakan, mungkin menunjukkan
penghambatan pra- ledakan. Pada penelitian ini masih terdapat keraguan
mengenai apakah ledakan memiliki efek pro-parkinson, kafena pengobatan
dengan dopaminergic antiparkinson tidak secara konsisten mengurangi ledakan di
basal ganglia dari hewan dan pasien yang kekurangan dopamine. Tembakan
ledakan dibasal ganglia meningkat saat hewan mengantuk dan mengantuk
berkaitan dengan parkinsonism.
 Osilasi
Kelainan lain yang berbeda dalam aktivitas listrik neuron ganglia basal pada
hewan parkinson dan pasien adalah munculnya aktivitas osilasi abnormal, baik
pada tingkat sel tunggal dan dalam ansambel elemen saraf yang lebih besar. Pada
tingkat sel tunggal, osilasi dalam rentang frekuensi alfa dan beta menonjol dalam
rekaman di GPe, GPi, dan STN monyet yang diobati dengan MPTP, dan pada
pasien parkinson yang menjalani bedah saraf fungsional. Hubungan antara osilasi
frekuensi rendah ini dan osilasi alfa dan beta yang terlihat pada pasien dengan
penyakit Parkinson belum ditentukan.
 Sinkronisasi abnormal
Dalam kondisi normal, neuron ganglia basal tetangga menyala dengan cara yang
tidak berkorelasi. Namun, dalam keadaan kekurangan dopamin, sinkronisasi
antara sel ganglia basal yang berdekatan, dan bahkan antara inti, meningkat secara
signifikan, biasanya bersamaan dengan munculnya aktivitas osilasi. Perubahan ini
mudah terlihat dalam contoh rekaman multi- elektroda. Peningkatan sinkronisasi
osilasi kemungkinan merupakan akibat langsung dari hilangnya dopamin di otak

9
parkinson, karena agen dopaminergik yang diterapkan secara sistemik dengan
cepat mengurangi sinkronisasi interneuronal patologis (Galvan et al, 2008)

2.5. Manifestasi Klinis


Penderita parkinson dan parkinsonisme memiliki berbagai gambaran non
spesifik atau umum. Gejala non spesifik yang didapat dari anamnesis meliputi
gejala mulai pada satu sisi atau hemiparkisonism, kelemahan tubuh, tremor pada
saat istirahat, pegal-pegal atau keram otot, distonia fokal, dan parestesia (Poewe et
al, 2017). Di lain sisi, gambaran klinis spesifik penderita Parkinson sebagai
berikut:
a. Tremor
Salah satu dari trias Parkinson selain rigid dan bradikinesia. Tremor bermula
pada satu tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang sama, dan berlanjut
pada sisi lain juga akan terkena, tremor pada penderita dikarakteristikan seperti
memegang tasbih atau menggulung tembakau (pill rolling). Sedangkan pada
kepala, bibir, dan lidah sering tidak mengalami tremor, kecuali pada stadium
parkinson lanjut. Pada pemeriksaan EMG terlihat frekuensi tremor berkisar 6-7
Hz, saat stadium awal parkinson tremor hanya muncul ketika sedang istirahat
(resting tremor) dan berkurang bila ekstremitas digerakan. Selain itu, tremor akan
bertambah frekuensinya saat penderita dalam keadaan emosi dan menghilang saat
tidur. Pada stadium lanjut, tremor dapat menetap pada saat beraktivitas.
b. Rigiditas
Rigiditas merupakan suatu keadaan hipertonus yang muncul terbatas pada satu
ekstremitas atas dan hanya terdeteksi saat dilakukan pemeriksaan tonus dengan
ciri khas gerakan seperti roda bergerigi (cogwell phenomenon dan negro sign).
Sedangkan, pada stadium lanjut, rigiditas mengenai keseluruhan ekstremitas.
Rigiditas timbul sebagai reaksi terhadap regangan otot agonis dan antagonis yang
disebabkan oleh meningkatnya aktivitas motor neuron alfa. Rigiditas ini biasanya
muncul pada fase lanjut dari penyakit, karena saat rigiditas muncul, maka gejala
tersebut akan menetap.
c. Bradikinesia

10
Bradikinesia didefiniskan sebagai gerakan voluntir yang menjadi lambat
sehingga sulit untuk memulai suatu gerakan. Dalam hal ini, gerakan pasien
terkesan lambat akibat kerja otot agonis dan antagonis tidak sinergi, sehingga
pasien kesulitan melakukan gerakan dua otot sekaligus, kesulitan mengunyah
menelan, dan terbatasnya kapasitas untuk menjaga postur tubuh dan kesulitan
melabaikan tangan. Ekspresi muka (masked face) atau gerakan mimic wajah
menjadi berkurang atau dapat diibaratkan seperti muka tanpa ekspresi. Selain itu,
bicara juga menjadi lebih lambat dan monoton, dan volume suara berkurang
(hipofonia). Bradikinesia juga muncul pada gerakan bola mata sehingga pasien
mengalami perlambatan saat menggerakan bola mata
Selain itu, gejala parkinson adalah wajah tanpa ekspresi, ketidakstabilan
aksial, dan festinating gait yaitu cara berjalan yang menjadi pendek-pendek dan
berkembang menjadi menyeret. Pasien parkinson juga menjadi jarang berkedip
yang merupakan tanda awal parkinson akibat dari pelebaran fisura palpebra
(stellwag sign). Tanda glabella (Meyerson sign) positif pada pasien parkinson, dan
refleks primitif sucking dan grasping tidak selalu muncul.
Sebagai tambahan gejala motorik cardinal, mayoritas pasien parkinson juga
mempunyai gejala non motorik, berupa gangguan siklus tidur, gangguan kognitif
(termasuk disfungsi frontal eksekutif, defisit memori, demensia, dan halusinasi),
gangguan mood dan afeksi, disfungsi otonom (hipotensi ortostatik, disfungsi
urogenital, konstipasi, dan hyperhidrosis), sebagaimana gangguan sensori berupa
hiposmia dan nyeri (Balestrino et al, 2020)

2.6. Diagnosis
Penyakit parkinson secara klinis ditandai dengan adanya bradikinessia dan
setidaknya gejala tambahan motoric cardinal berupa rigiditas atau rest tremor,
serta dua kriteria pendukung, absennya kriteria eksklusi dan tidak terdapat red
flags. Parkinson lebih sering terjadi unilateral dan asimetris, sedangkan
parkinsonism terjadi secara bilateral dan simetris

Diagnosis klinis penyakit parkinson definitif

11
1. absennya kriteria eksklusi absolut
2. setidaknya terdapat dua kriteria suportif
3. tidak terdapat red flags
Diagnosis klinis probable penyakit parkinson
1. absennya kriteria absolut eklusi absolut
2. adanya red flags yang seimbang dengan kriteria suportif
Jika ada 1 red flag, maka harus ada setidaknya 1 kriteria suportif
Jika ada 2 red flags, setidaknya ada 2 kriteria suportif
Tidak lebih dari 2 red flags diperbolehkan
Diagnosis klinis possible penyakit parkinson
1. terdapat salah satu dari gejala utama (tremor,rigid,bradikinesia)

Kriteria suportif
1. merespon terhadapt terapi dopaminergic. Selama pengobatan awal, pasien
kembali normal. Jika tidak terdapat respon terhadap terapi awal, respon
dramatis dapat diklasifikasikan sebagai :

a. peningkatan yang terlihat dengan peningkatan dosis atau perburukan yang


terlihat dengan penurunan dosis. Perubahan ringan tidak termasuk. Secara
objektif dapat dilihat dari >30% UPDRS II dengan perubahan pada pengobatan,
atau secara subjektif terlihat perubahan nyata yang terlihat dari pasien

b. fluktuatif aktif/non aktif yang jelas dan nyata, yang pada beberapa titik pasti
mencakup penurunan dosis akhir yang dapat diprediksi
2. adanya levodopa yang menginduksi dyskinesia
3. rest tremor pada ekstremitas, yang terlihat saat pemeriksaan fisik
4. adanya gangguan olfaktori atau denervasi simpatis jantung pada MIBG
skintigrafi

Kriteria eksklusi absolut

12
1. abnormalitas cerebellum yang jelas, seperti cerebellar gait, ataksia
ekstremitas, atau abnormalitas oculomotor serebelum
2. downward vertical supranuclear gaze palsy
3. diagnosis demensia varian frontotemporal atau afasia primer progresif
4. tanda parkinsonian hanya terbatas pada ekstremitas bawah lebih dari 3 tahun
5. pengobatan dengan dopamine reseptor bloker atau agen dopamine depleting
yang konsisten dengan parkinsonism yang diinduksi obat
6. tidak meresponnya terhadap levodopa dosis tinggi pada parkinson stadium
sedang
7. kehilangan sensori kortikal, apraksia ideomotor ekstremitas yang jelas, atau
afasia progresif
8. pencitraan neuro yang fungsinya normal pada sistem presinaps dopaminergic
9. terdokumentasi kondisi alternatif yang menimbulkan parkinsonism

Red flags
1. Progresi yang cepat pada gangguan gaya berjalan yang membutuhkan kursi
roda dalam 5 tahun pertama kali muncul
2. tidak adanya perburukan dari gejala motorik lebih dari 5 tahun kecuali
stabilitas akibat pengobatan
3. disfungsi bulbar yang cepat yaitu disfonia parah atau disartria atau disfagia
berat dalam 5 tahun pertama
4. disfungsi respiratory inspirasi seperti stridor inspirasi diurnal atau nocturnal
atau nafas inspirasi yang sering
5. kegagalan otonom berat dalam 5 tahun pertama parkinson seperti terdapat
hipotensi ortostatik, retensi urin berat atau inkotinensia uri dalam 5 tahun
pertama menderita penyakit parkinson
6. jatuh berulang (>1/tahun) karena kegagalan dalam keseimbangan saat 3
tahun pertama onset parkinson
7. distonia atau kontraktur tangan atau kaki dalam 10 tahun pertama
8. absennya gejala nonmotorik umum meskipun sudah 5 tahun terkena
parkinson. Mencakup gangguan fungsi tidur, disfungsi otonom, hiposmia, atau

13
disfungsi psikiatri
9. tanad kelemahan tractus piramidalis atau hiperrefleks patologi piramidalis
10. parkinsonism simetris bilateral

Sedangkan, untuk menentukan berat ringannya penyakit, digunakan stadium

klinis berdasarkan Hoehn and Yahr yaitu :

1. Stadium I : Terdapat gejala unilateral ringan yang mengganggu

tetapi belum menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada

satu ekstremitas, gejala dapat dikenali orang terdekat.

2. Stadium II : Terdapat gejala bilateral, kecacatan minimal, sikap atau

cara berjalan terganggu.

3. Stadium III : Gerakan tubuh melambat, keseimbangan mulai

terganggu saat berjalan atau berdiri, disfungsi umum sedang.

4. Stadium IV : Terdapat gejala berat, masih dapat berjalan pada jarak


tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri,

tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.

5. Stadium V: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak


mampu berdiri dan berjalan walau dibantu.

Penyakit Parkinson adalah diagnosis klinis. Tidak terdapat biomarker


laboratorium dan temuan rutin pada Magnetic Resonance Imaging (MRI) ataupun
computed tomography scan (CT scan) (Fernandez et al, 2015). Meskipun
penegakan parkinson dengan diagnosis klinis, pencitraan dapat dilakukan untuk
menyingkirkan diagnosis banding. MRI dilakukan untuk mengeksklusi iskemi,

14
inflamasi, infeksi, dan neoplasia, atau penyebab lain parkinson. Temuan tipikal
MRI pada atipikial parkinsonisme yaitu hot cross bun sign pada MSA,
hummingbird sign dan morning glory sign pada PSP, atrofi frontotemporal pada
FTD dan atrofi asimetris korteks pada CBD. USG dapat mendeteksi abnormalitas
hiperekoik pada substansia nigra pasien parkinson, namun sensitivitas dan
spesifitas dari teknik ini untuk mendiagnosis penyakit parkinson tidak terlalu
optimal (75% dan 70% pada parkinsonisme atipikal dan 85% pada tremor
esensial) (Shafieesabet et al, 2017)

2.7. Diagnosis Banding


2.7.1. Parkisnonisme sekunder
Parkinsonisme skeunder dapat terjadi akibat lesi sekunder pada basal
ganglia yang disebabkan oleh etiologi yang berbeda, seperti iskemi, neoplasia,
atau infeksi. Pada parkisnonisme sekunder timbul dengan onset yang cepat dan
berbarengan dengan gejala lain yang tidak ada pada penyakit parkinson. Terkena
racun seperti karbon monoksia, mangan, atau obat-obatan seperti agen dopamine
bloker (antipsikotik), tetrabenazine, CCB, amiodarone, dan litium dapat
menyebabkan parkinsonisme yaitu yang disebut sebagai pakrinsonisme yang
diinduksi obat-obatan, yang merupakan penyebab tersering kedua pada
parkinsonisme sekunder. Diagnosis yang akurat sangat dibutuhkan untuk
mendapatkan penatalaksanaan terbaik dan prognosis yang tepat. Gejala motorik
yang membedakan dengan parkinson primer adalah terdapat gejala motorik yang
simetris, diskenisia oromandibular, dan tidak terdapat atau respon terbatas
terhadap levodopa. Namun, gejala motorik parkinsonisme yang diinduksi obat-
obatan dapat mirip dengan parkinson. Hiposmia nampaknya menjadi gejala non
motorik yang paling dapat diandalkan untuk membedakan parkinsonisme
sekunder dibandingkan parkinson. Penhentian obat penyebab selama enam bulan
seharusnya dapat memperbaiki gejala, namun jal ini tidak selalu terjadi.
2.7.2. Tremor Esensial
Gejala klinis utama dari tremor esensial adalah tremor postural atau tremor
saat keadaan digerakan pada frekuensi 5-12 Hz pada tangan secara simetris,
kepala, dan/atau suara. Rest tremor dapat muncil, tetapi sangat berbeda dengan

15
parkinson karena tremor meningkat saat tangan digerakan. Pasien menunjukan
tremor saat sedang menulis dibandingkan mikrografi pada pasien parkinson.
Sebagai tambahan, terdapat tanda gangguan serebelum ringan, gangguan kognitif,
gejala psikiatri, dan gangguan sensori. Tremor esensial biasanya bersifat progresif
lambat; alkohol, propranolol, dan primidone dapat mengurangi gejalanya,
sedangkan obat-obatan tersebut tidak efektif untuk parkinson. Tremor esensial
menunjukan pewarisan autosom dominan, sehingga pasien yang menderita
memiliki riwayat keluarga yang juga terkena. (Bhatia et al, 2018)

2.8. Penatalaksanaan
Pada stadium penyakit masih awal dimana gejala belum menyebabkan
gangguan fungsional yang berarti bagi pasien maka terapi farmakologi mungkin
belum diperlukan. Keputusan memulai terapi farmakologi pada pasien dengan
penyakit Parkinson harus disesuaikan individu dengan tujuan mengurangi gejala
motorik dan memperbaiki kualitas hidup tanpa menyebabkan efek samping.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan untuk memulai terapi adalah
beratnya gejala, apakah gejala mempengaruhi tangan dominan, kemampuan untuk
meneruskan bekerja, biaya dan pilihan pasien (setelah pasien diberikan
informasi).
Stadium penyakit awal:
1. Non farmakologi dan non pembedahan:
 Nutrisi : diet yang sehat berupa buah-buahan dan sayur-sayuran.
 Aktifitas: edukasi, aerobik, penguatan, peregangan, latihan keseimbangan.

2. Fisioterapi

a. Terapi fisik dan exercise sebaiknya diberikan pada pasien PD, berupa:
edukasi cara berjalan, perbaikan keseimbangan dan fleksibilitas,
peningkatan kapasitas aerob, peningkatan permulaan gerakan, peningkatan
kemandirian termasuk mobilitas dan aktivitas sehari-hari.
b. Terapi okupasi diberikan dengan tujuan untuk menjaga peran keluarga dan
lingkungan kerja, homecare dan aktivitas hobi, meningkatkan mobilitas,

16
meningkatkan aktivitas pribadi seperti makan, minum, mencuci dan
memakai baju, keamanan lingkungan sekitar dan fungsi motorik, penilaian
kognitif dan penanganannya.
c. Terapi wicara dan bahasa diberikan untuk meningkatkan volume suara
dan intonasi meningkatkan kemampuan bicara dan menggunakan alat
komunikasi, memperbaiki cara menelan untuk meminimalkan risiko
aspirasi
3. Farmakolologi
a. Terapi untuk tujuan modifikasi penyakit dan neuroproteksi.
b. Terapi simptomatis awal (motorik): Levodopa, MAO-B inhibitor
(selegiline, rasagiline), agonis dopamin (pramipexol, ropinirole,
rotigotine).
c. Levodopa dapat dipakai sebagai terapi simptomatik pada pasien dengan
penyakit Parkinson stadium awal.
d. Pasien dengan penyakit Parkinson awal dengan gejala motorik dapat
diberikan kombinasi levodopa dan dopa-decarboxilase inhibitor.
e. Dosis levodopa harus dipertahankan serendah mungkin untuk
mempertahankan fungsi normal untuk mengurangi berkembangnya
komplikasi motorik.
f. Sediaan levodopa yang sudah dimodifikasi tidak boleh digunakan untuk
menunda onset komplikasi motorik pada pasien dengan penyakit
Parkinson stadium awal.
g. Agonis dopamin non ergot (ropinirole, pramipexole, rotigotine) lebih
dianjurkan daripada golongan agonis dopamin golongan ergot.
h. Agonis dopamin golongan ergot tidak dianjurkan sebagai terapi lini
pertama pada penyakit Parkinson.
i. Pasien dengan penyakit Parkinson dengan gejala motorik dapat diberi
agonis dopamin oral atau transdermal dan dapat dipertimbangkan
pemberian inhibitor MAO-B.
j. Inhibitor MAO-B dapat digunakan sebagai terapi simptomatik penyakit
Parkinson awal.

4. Stadium penyakit lanjut:

17
A. Terapi simptomatik lanjut (komplikasi motorik)

- Terapi farmakologi: levodopa, antivirus (amantadin), MAO-B inhibitor


(selegilin, rasagilin), COMT inhibitor (entacapon), agonis dopamin (pramipeksol,
ropinirol, rotigotin) (PDDS Indonesia, 2016).

- Pembedahan Fungsional: palidotomi unilatral, deep brain stimulation (palidum


posteroventral, nukleus subtalamikus) (PDDS Indonesia, 2016).

Rekomendasi obat yang digunakan:

a. Agonis dopamin dapat diberikan untuk manajemen komplikasi motorik


pada pasien PD lanjut.
b. Pramipexole dan ropinirole dapat mengurangi durasi off.
c. Pasien PD dengan fluktuasi motorik sebaiknya diberikan entacapone atau
rasagiline untuk mengurangi durasi off.
d. Mewaspadai munculnya sindrom disregulasi akibat Memberian obat
dopaminergik yang berupa gangguan tingkah laku, seperti hiperseksual,
pathological gambling dan aksi motorik stereotipik.
e. Amantadin dapat diberikan pada pasien PD yang mengalami fluktuasi
motorik untuk mengurangi diskinesia.
f. Pemberian antiparkinson sebaiknya tidak dihentikan langsung untuk
menghindari risiko akinesia akut atau sindrom neuroleptik maligna.
(PDDS Indonesia, 2016).

5. Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses
patologis yang mendasari (neurorestorasi). Tindakan pembedahan untuk penyakit
parkinson dilakukan bilapenderita tidak lagi memberikan respon terhadap
pengobatan / intractable, yaitu masih adanya
gejala dua dari gejala utama penyakit parkinson (tremor, rigiditas, bradi/akinesia,
gait/postural instability), Fluktuasi motorik, fenomena on-off, diskinesia karena
obat, juga memberi respons baik terhadap pembedahan. Ada 2 jenis pembedahan
yang bisa dilakukan: (PDDS Indonesia, 2016).

18
a. Pallidotomi, yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala akinesia /
bradykinesia, gangguan jalan / postural, dan gangguan bicara
b. Thalamotomi, yang efektif untuk gejala tremor, rigiditas, diskinesia karena
obat.
- Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak
yang dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit
dada seperti alat pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak ada
penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya adalah
memperbaiki waktu off dari levodopa dan mengendalikan dyskinesia
(PDDS Indonesia, 2016).
 Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982
oleh Lindvall dan
kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal) yang
menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah
digunakan antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang
menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells, nonneural
cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells dan
carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan
jaringan diberikan obat immunosupressan cyclosporin A yang
menghambat proliferasi T cells sehingga masa hidup graft jadi lebih
panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala
penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun
sesudah transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur bermacam
hambatan seperti ketiadaan donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun
perijinan (PDDS Indonesia, 2016).

2.9. Prognosis
Parkinson dan Parkinsonisme sulit untuk dibedakan. Parkinsonisme biasanya
tidak mengalami tremor dan mempengaruhi kedua sisi tubuh, sedangkan PD
umumnya mempengaruhi satu sisi lebih dari yang lain. Perkembangan penyakit,

19
respons terhadap obat-obatan, dan faktor lain dapat membantu membedakan PD
dari Parkinsonisme. Parkinsonisme tidak memiliki respon yang cukup baik
terhadap pengobatan dopaminergik farmakologis dan umumnya memiliki
prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan Parkinson Disease. Namun
berdasarkan klasifikasi dari Parkinson diseases tipe PIGD (Postural Instability
and Gait Disorder), lebih sering terjadi pada usia diatas 60 tahun, memiliki
progresivitas penyakit yang cepat dan memiliki prognosis yang buruk. Pada
penelitian lain menunjukan bahwa pada tipe TD (Tremor Dominant) memiliki
progresivitas penyakit yang lambat dan memiliki prognosis yang baik (Wu et al,
2016)

20
BAB III
KESIMPULAN

Penyakit Parkinson adalah gangguan neurodegeneratif otak yang


berkembang lambat pada kebanyakan orang. Gejala yang disebabkan oleh
Parkinson termasuk kehilangan kontrol motorik yang berkelanjutan (resting
tremors, stiffness, slow movement, postural instability) serta berbagai gejala non-
motorik (seperti depresi, kehilangan indra penciuman, gangguan lambung,
masalah perubahan kognitif dan banyak lainnya. Parkinsonisme adalah istilah
umum yang mengacu pada sekelompok gangguan neurologis yang menyebabkan
masalah gerakan yang mirip dengan yang terlihat pada Penyakit Parkinson seperti
tremor, slow movement, dan kekakuan. Parkinsonisme, juga dikenal sebagai
Parkinson atipikal atau Parkinson plus. Sindrom ini cenderung berkembang lebih
cepat dari Parkinson dengan tambahan gejala seperti jatuh dini, demensia atau
halusinasi, dan tidak merespon atau merespon untuk waktu yang singkat untuk
terapi levodopa. Penyakit Parkinson menjadi penyebab paling banyak
parkinsonisme, meskipun sejumlah penyebab sekunder juga ada, dan penyebab
akibat obat.
Penderita parkinson dan parkinsonisme memiliki berbagai gambaran non
spesifik atau umum. Gejala non spesifik yang didapat dari anamnesis meliputi
gejala mulai pada satu sisi atau hemiparkisonism, kelemahan tubuh, tremor pada
saat istirahat, pegal-pegal atau keram otot, distonia fokal, dan parestesia. Pada
stadium penyakit masih awal dimana gejala belum menyebabkan gangguan
fungsional yang berarti bagi pasien maka terapi farmakologi mungkin belum
diperlukan. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan untuk memulai terapi
adalah beratnya gejala, apakah gejala mempengaruhi tangan dominan,
kemampuan untuk meneruskan bekerja, biaya dan pilihan pasien (setelah pasien
diberikan informasi).
Parkinsonisme tidak memiliki respon yang cukup baik terhadap
pengobatan dopaminergik farmakologis dan umumnya memiliki prognosis yang
lebih buruk dibandingkan dengan Parkinson Disease. Namun berdasarkan
klasifikasi dari Parkinson diseases tipe PIGD (Postural Instability and Gait

21
Disorder), lebih sering terjadi pada usia diatas 60 tahun, memiliki progresivitas
penyakit yang cepat dan memiliki prognosis yang buruk. Pada penelitian lain
menunjukan bahwa pada tipe TD (Tremor Dominant) memiliki progresivitas
penyakit yang lambat dan memiliki prognosis yang baik

22
DAFTAR PUSTAKA

Akinyemi, R. O. 2012. Epidemiology of parkinsonism and parkinson’s disease in


Sub-Saharan Africa: Nigerian profile. Journal of neurosciences in
rural practice, 3(03), 233-234.
Armstrong, M. J., & Okun, M. S. 2020. Diagnosis and treatment of Parkinson
disease: a review. Jama, 323(6), 548-560.
Balestrino, R. and Schapira, A.H.V., 2020. Parkinson disease. European journal
of neurology, 27(1), pp.27-42.

Bhatia KP, Bain P, Bajaj N et al. Consensus Statement on the classification of


tremors. from the task force on tremor of the International Parkinson
and Movement Disorder Society. Mov Disord 2018; 33: 75–87.

DeMaagd, G., & Philip, A. 2015. Parkinson’s disease and its management: part 1:
disease entity, risk factors, pathophysiology, clinical presentation, and
diagnosis. Pharmacy and therapeutics, 40(8), 504.
Dexter DT, Jenner P. 2013. Parkinson’s disease from pathology to molecular
disease mechanisms. Free Radic Biol Med, 62, 132-44.
Driver JA, Logroscino G, Gaziano JM, et al. 2009. Incidence and remaining
lifetime risk of Parkinson disease in advanced age. Neurology, 72, 32–
38.
Elbaz A, Clavel J, Rathouz PJ, Moisan F, Galanaud J-P, Delemotte B, et al. 2009.
Professional exposure to pesticides and Parkinson disease. Ann
Neurol, Oct;66(4), 494–504.
Fernandez, H.H., Standaert, D.G., Hauser, R.A., Lang, A.E., Fung, V.S.,
Klostermann, F., Lew, M.F., Odin, P., Steiger, M., Yakupov, E.Z. and
Chouinard, S., 2015. Levodopa‐carbidopa intestinal gel in advanced
Parkinson's disease: final 12‐month, open‐label results.  Movement
Disorders, 30(4), pp.500-509.

23
Fleury, V., Brindel, P., Nicastro, N., & Burkhard, P. R. 2018. Descriptive
epidemiology of parkinsonism in the Canton of Geneva,
Switzerland. Parkinsonism & related disorders, 54, 30-39.
Galvan A, Wichmann T. Pathophysiology of parkinsonism. Clinical
neurophysiology. 2008 Jul 1;119(7):1459-74.
GBD 2016 Parkinson’s Disease Collaborators. 2018. Global, regional, and
national burden of Parkinson’s disease, 1990-2016: a systematic
analysis for the Global Burden of Disease Study 2016. Lancet Neurol,
17(11), 939-953.
Haaxma CA, Bloem BR, Borm GT, et al. 2007. Gender differences in Parkinson’s
disease. J Neurol Neurosurg Psychiatry, 78, 819-24.
Hayes, M. T. 2019. Parkinson's disease and parkinsonism. The American journal
of medicine, 132(7), 802-807.
Indonesia, P. D. S. S. (2016). Panduan praktik klinis neurologi. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Kouli A, Torsney KM, Kuan WL. 2018. Parkinson’s Disease: Etiology,


Neuropathology, and Pathogenesis. In: Stoker TB, Greenland JC,
editors. Parkinson’s Disease: Pathogenesis and Clinical Aspects
[Internet]. Brisbane (AU): Codon Publications; 2018 Dec 21. Chapter
1. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536722/ doi:
10.15586/codonpublications.parkinsonsdisease.2018.ch1
Lees AJ, Hardy J, Revesz T. 2009. Parkinson’s disease. Lancet, 13, 373(9680),
2055–66.
Marino BL, de Souza LR, Sousa K, Ferreira JV, Padilha EC, da Silva CH, Taft
CA, Hage-Melim LI. Parkinson’s disease: a review from
pathophysiology to treatment. Mini reviews in medicinal chemistry.
2020 Jun 1;20(9):754-67.
Poewe, W., Seppi, K., Tanner, C.M., Halliday, G.M., Brundin, P., Volkmann, J.,
Schrag, A.E. and Lang, A.E., 2017. Parkinson disease. Nature reviews
Disease primers, 3(1), pp.1-21.

24
Shafieesabet, A., Fereshtehnejad, S.M., Shafieesabet, A., Delbari, A., Baradaran,
H.R., Postuma, R.B. and Lökk, J., 2017. Hyperechogenicity of
substantia nigra for differential diagnosis of Parkinson's disease: a
meta-analysis. Parkinsonism & related disorders, 42, pp.1-11.

Shrimanker I, Tadi P, Sánchez-Manso JC. Parkinsonism. [Updated 2021 Sep 29].


In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542224/
Sidransky E, Lopez G. 2012. The link between the GBA gene and
parkinsonism. Lancet Neurol, Nov;11(11), 986–98.
Tan LC. 2013. Epidemiology of Parkinson’s disease, 18(3), 231 – 238.
World Health Organization. 2004. Estimated total deaths ('000), by cause and
WHO Member State, 2002. Department of Measurement and Health
Information.
Wu, Y., Guo, X.Y., Wei, Q.Q., Ou, R.W., Song, W., Cao, B., Zhao, B. and Shang,
H.F., 2016. Non‐motor symptoms and quality of life in tremor
dominant vs postural instability gait disorder Parkinson′ s disease
patients. Acta Neurologica Scandinavica, 133(5), pp.330-337.

25

Anda mungkin juga menyukai