Disusun Oleh :
Abdul Rajak Hatar, S.Kep 17400001
Atika Idris, S.Kep 17400006
Dedi Susanto,S.Kep 17400010
Edelbertus Idaman Bahy, S.Kep 17400012
Faiz Fathony, S.Kep 17400014
Fransiska Etik, S.Kep 17400016
Gede Suka Mandiarta, S.Kep 17400018
Marlina Sahbudin, S.Kep 17400026
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing Klinik I :
Ervin Dwi W, S.Kep., Ns ( )
Pembimbing Klinik II :
Hermin Sofiyah, S.Kep.Ns ( )
Pembimbing Akademik I :
Dwi Agustiana Sari, S.Kep., Ns., M.Kep ( )
NIK. 42. 020885. 02
Pembimbing Akademik II :
Jennifa, S.Kep., Ns. ( )
NIK. 42. 260992. 02
Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi
DI SAHKAN OLEH
Nama Pengesahan/TTD
(NIP.197301181998032005) …………………………………
3
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan ini. Penulisan laporan praktik klinik manajemen ini merupakan salah satu
persyaratan dalam memperoleh gelar profesi Ners di kampus STIKes Guna
Bangsa Yogyakarta.
` Dalam penyusunan laporan ini, kami telah mendapatkan banyak arahan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengeucapkan terima
kasih kepada :
1 Marsekal Pertama TNI dr. M. Daradjat. Sp.An Selaku Kepala RSPAU dr.
S.Hardjolukito Yogyakarta
2 Sai Suud, S.Kep., Ns Letkol Kesehatan Selaku Kabag Instal Watum
RSPAU dr. S. Hardjolukito Yogyakarta
3 I Wayan Polih., AMK Mayor Kesehatan KAWATNAP RSPAU dr. S.
Hardjolukito Yogyakarta
4 Tri Wahyu K., AMK Selaku Kepala Ruang Kutilang RSPAU dr. S.
Hardjolukito Yogyakarta
5 Ervin Dwi W, S.Kep., Ns dan Hermin Sofiyah, S.Kep.Ns Selaku
Pembimbing Klinik Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
Yogyakarta
6 Dwi Agustiana Sari, S.Kep., Ns.,M.Kep Selaku Pembimbing Akademik
7 Jennifa, S.Kep., Ns.Selaku Pembimbing Akademik
8 Widuri, S. Kep., Ns. M. Med. Ed Selaku Pembimbing Akademik
9 Seluruh Staf Keperawatan Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
Yogyakarta
10 Rekan-Rekan Kelompok A : Abdul Rajak Hatar, S.Kep, Atika Idris,
S.Kep, Dedi Susanto,S.Kep, Edelbertus Idaman Bahy, S.Kep, Faiz
Fathony, S.Kep, Fransiska Etik, S.Kep, Gede Suka Mandiarta, S.Kep,
Marlina Sahbudin, S.Kep, yang saling membantu untuk menyelesikan
pembuatan laporan ini.
Kelompok A
4
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Ruang Kutilang (Analisa SWOT) ....................
127
1.) Kekuatan (Strenght) .................................................................................................
2.) Kelemahan (Weakness) ...........................................................................................
3.) Peluang (Opportunity) ............................................................................................
6
A. Kesimpulan .............................................................................................................
B. Saran ........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
LAMPIRAN .......................................................................................................................
7
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tata Ruang di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito ..........................
Tabel 2.2 Penilaian Struktur Organisasi di Ruang Kutilang RSPAU dr. S.
Hardjolukito ....................................................................................................................
Tabel 2.3 Tingkat Ketergantungan (Minimal, Intermediate, atau Total) ........................
Tabel 2.4 Jumlah Pasien yang dirawat di ruang kutilang pada bulan Januari
2018 - Maret 2018 .........................................................................................
Tabel 2.5 10 Penyakit Terbanyak ..................................................................................
Tabel 2.6 Jumlah Asal Daerah Pasien Paling Banyak 3 Bulan Terakhir .......................
Tabel 2.7 Jumlah Tenaga Keperawatan Berdasarkan Klasifikasi Pasien
Menurut Douglas............................................................................................
Tabel 2.8 Jumlah Tenaga Keperawatan Berdasarkan Klasifikasi Pasien
Menurut Formula Douglas ruang Kutilang RSPAU dr.S
Hardjolukito (Rata-rata Pasien Bulan April 2018).........................................
Tabel 2.9 Ketenagaan Keperawatan Menurut DEPKES ...............................................
Tabel 2.10 Kualifikasi Pendidikan Formal Kepegawaian di Ruang Kutilang
RSPAU dr. S. Hardjolukito ...........................................................................
Tabel 2.11 Distribusi Mahasiswa Berdasarkan Bulan, Asal Indtitusi, dan
Jumlah di Ruang Kutilang RSPAU dr.S. Hardjolukito Tahun 2018..................
38
Tabel 2.12 Standar alat kesehatan dan keperawatan Ruang Kutilang ...........................
Tabel 2.13 Distribusi Linen Ruang Kutilang RSPAU dr.S. Hardjolukito .....................
Tabel 2.14 Standar prosedur Operasional (SOP) Ruang Kutilang ................................
Tabel 2.15 Observasi Tindakan Keperawatan Sesuai Standard Prosedur
Operasional (SOP) ......................................................................................
Tabel 2.16 Instrumen A di Ruang Kutilang April 2018.................................................
Tabel 2.17 Nilai Rata-Rata Instrumen A (Studi Dokumentasi Penerapan
Standar Asuhan Keperawatan ) di Ruang Kutilang Februari .....................
Tabel 2.18 Pelaksanaan Universal Precaution ..............................................................
Tabel 2.19 Langkah-langkah Pelaksanaan Mencuci Tangan Yang benar .....................
Tabel 2.20 Langkah-langkah Mencuci Tangan dengan Handscrub ..............................
Tabel 2.21 Pelaksanaan 9 Patient Safety .......................................................................
Tabel 2.22 Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik ...........................................................
Tabel 2.23 Rincian Table Perencanaan di Ruang Kutilang ...........................................
Tabel 2.24 Tugas Kepala Ruang Keperawatan di Ruang Kutilang ...............................
Tabel 2.25 Pelaksanaan tugas PN .................................................................................
Tabel 2.26 Pelaksanaan Tugas AN ................................................................................
Tabel 2.27 Hubungan Profesional Antara Staff dengan Klien .......................................
8
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN
AN : Associate Nurse
AU : Angkatan Udara
RI : Republik Indonesia
AL : Angkatan Laut
AD : Angkatan Darat
TE : Tonsilectomi
Ns : Ners
PN : Primary Nurse
RM : Rekam Medik
RS : Rumah Sakit
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut WHO (World Health Organization) 2012, rumah sakit adalah
bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehtan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pencegahan penyakit (Preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit
juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.
Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang
dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan
bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehtan dirumah
sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai
jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan masing-masing berinteraksi
satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang
sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian
pelayanan yang bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan dalam
rumah sakit (Depkes RI, 2009, http://depkes.go.id,diakses tanggal 09 April 2018).
Manajemen keperawatan adalah proses pelaksanaan pelayanan
keperawatan melalui upaya staf keperawatan untuk memberikan asuhan
keperawatan, pengobatan, dan rasa aman kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
(Gillies, 2014).
Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan. Menurut Nursalam (2013), keperawatan sebagian pelayanan yang
professional bersifat humanistic, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi kepada kebutuhan obyektif
13
B. TUJUAN PRAKTIK
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan praktek manajemen keperawatan selama 4 minggu di
ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito Yogyakarta mahasiswa mampu
memahami manajemen keperawatan baik pengelolaan sarana maupun kegiatan
keperawatan dalam tatanan klinik meliputi :
a. Menunjukan keterampilan mengorganisasi dan koordinasi kegiatan-
kegiatan keperawatan secara efektif
15
2. Tujuan Khusus
Secara kelompok dan individu dapat menunjukan kemampuan dalam hal:
a. Melakukan pengkajian dalam pengumpulan data di ruangan rawat inap.
b. Menganalisa data dan memahami masalah-masalah dalam
pengorganisasian asuhan keperawatan di ruang rawat inap.
c. Mengidentifikasi masalah yang telah ditemukan kelompok
d. Merencanakan beberapa alternatif pemecahan masalah yang telah
disepakati oleh kepala ruang.
e. Mengorganisasikan pelaksanaan kegiatan keperawatan.
f. Melakukan usaha-usaha kordinasi kegiatan perawatan dengan perawat di
ruang rawat inap.
g. Kelompok menerapkan pelaksanaan MPKP dengan melaksanakan evaluasi
setelah pelaksanaan MPKP.
D. PESERTA
Peserta praktek mahasiswa Profesi Ners Stase Manajemen Keperawatan
Stikes Guna Bangsa dilaksanakan di ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
berlangsung mulia tanggal 09 April – 05 Mei 2018.
Adapun jumlah mahasiswa yang praktek adalah 8 orang diantaranya :
1 Abdul Rajak Hatar, S.Kep 17400001
2 Atika Idris, S.Kep 17400006
3 Dedi Susanto,S.Kep 17400010
4 Edelbertus Idaman Bahy, S.Kep 17400012
5 Faiz Fathony, S.Kep 17400014
6 Fransiska Etik, S.Kep 17400016
7 Gede Suka Mandiarta, S.Kep 17400018
8 Marlina Sahbudin, S.Kep 17400026
17
BAB II
KAJIAN SITUASI MANAJEMEN KEPERAWATAN RUANG KUTILANG
RSPAU dr. S. HARDJOLUKITO
2. Rapi
Konsep 5R yang kedua ini mengajarakan untuk menyimpan atau
meletakan barang ditempat penyimpanan barang yang sudag disediakan berikan
tanda visual di setiap barang dan tempat peyimpanan dengan cara memberikan
label. Meletakan barang sesuai dengan tingakat frekuensi pemakaiannya dan
pastikan semua orang yang ingin menggunakannya mengerti maksud dan tujuan
dari penempelan label pada barang dapat di lihat, dapat dikeluarkan, dan mudah
untuk di kembalikan. Yang terpenting dari konsep “rapi” ini adalah barang
diletakan dalam posisi yang tepat, tidak mudah berubah-ubah (tempat
penyimpanannya khusus untuk barang tersebut), dan jumlah yang ditata dalam
bentuk tetap pula. Konsep “Rapi” yang efektif akan mengurangi pemborosan
waktu pencarian barang dan meningkatkan produktifitas.
Langkah yang kedua metode 5R ini dilakukan dengan cara :
a. Menyusun semua batrang dengan teratur dan rapi
b. Menetapkan standar letak tempat penyimpanan sesuai dengan kebutuhan.
Contohnya jika sering digunakan peletakan barang tersebut jangan terlalu
jauh.
c. Memberihkan kode pada setiap area penyimpanan.
3. Resik
Konsep “resik” ini pada intinya adalah kegiatan yang menekankan pada
tindakan untuk membersihkan lingkungan kerja yang dilakukan oleh setiap
karyawan secara individu atau secara bersama-sama kegiatan ini dilakukan
setiap hari atau sesuaidengan kebutuhan perusahaan. Meyediakan pralatan
bersih-bersih lainnya ketika membersihkan tempat kerja. Aktifitas resik ini akan
mengakibatkan area kerja menjadi lebih nyaman dan menunjukan alat dalam
keadaan baik dan siap pakai.
Tahapan ketiga yaitu dengan melakukan tindakan sebagai berikut :
23
4. Rawat
Konsep yang ke empat dari 5R ini merupakan proses untuk
mempertahankan standard yang sistematik untuk memastikan tiga konsep yaitu
Ringkas, Rapid an Resik dapat dipelihara agar setiap penyimpangan dan
ketidak-normalan menjadi lebih mudah untuk ditangani atau dikendalikan.
Konsep ini juga dapat di aplikasikan dengan cara memasang media informasi
atau peraturan di area kerja. Selain itu, juga bisa dilakukan dengan cara
memberikan reward (bonur atau penghargaan) kepada pelaksana maupun yang
bertanggung jawab terhadap wilayah penataan barang. Dengan konsep ini. Para
konsumen juga akan merasa nyaman dengan lingkungan persahaan saat akan
menggunakan jasa atau membeli produk perusahaan.
Tahap “Rawat” dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut ini :
a. Membuat peraturan tertulis tentang displin 5R seperti poster, leaflet atau
media lainnya.
b. Memberikan reward begi karyawan
5. Rajin
Tindakan yang terakhir dari metode 5R ini adalah mekanisme untuk
memantai pencapaian 4 konsep sebelumnya. Memastikan setiap karyawan
menjalankan seluruh aktifitas 5R secara displin. Pemeriksaan secara teratur/rajin
pada kegiatan 5R secara displin. Pemeriksaan secara teratur/rajin pada kegaitan
5R ini dapat dilakukan denagn menggunakan patrol 5R setiap hari, setiap
minggu atau minimal sebulan sekali, papn informasi 5R, pertemuan 5 menit
dilapangan dan checklist 5R. Aktifitas “Rajin” ini merupanan kegiatan untuk
mengajak semua pekerja yang bertujuan untuk menciptakan kesadaran semua
individu untuk menta lingkungan kerja masing-masing, sehingga berdisiplin 5R
dapat menjadi budaya diseluruh karyawan perusahaan.
24
Kegiatan yang terakhir ini dapat dilakukan dengan cara melakukan audit
atau pemeriksaan mengenai program 5R apakah masih berjalan sesuai dengan
apa yang dikehendaki atau tidak. Cara pemantauannya dapat dilakukan dengan
cara :
a. Patrol 5R (harian, Mingguan atau bulanan)
b. Menggunakan papan informasi
c. Pertemuan 5 menit di lapangan
d. Sistem sumbang saran
(Fran M. Royan. 2009)
Tabel 2.1
Tata Ruang di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito Yogyakarta
No Kriteria Nurse Station Ruang alat Spoel hoek Ruang linen dan
medis dan obat alat medis
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1. Ringkas - √ - √ √ - √ -
2. Rapi - √ - √ √ - - √
3. Resik √ - √ - √ - √ -
4. Rawat √ - √ - √ - √ -
5. Rajin √ - √ - √ - √ -
Total 3 2 3 2 5 0 4 1
Persentasi 60 % 40 % 60 % 40 100 % 0% 80 % 10 %
Sumber data : data primer studi observasi tanggal 10-12 April 2018 di RSPAU dr. S. Hardjolukito
Yogyakarta
Analisa Data
Berdasarkan table di atas didaptakan nilai yang paling rendah yaitu nurse station, ruang
alat medis dan obat masing-masing sebesar 60 %, kerana dalam penataan ruang hasu
dioptimalkan. Ruang linen dan spoel hoack sudah dalam kategori baik yaitu 80 % dan
ruang spoel hock 100 %
25
KASI WATNAP
WAYAN POLIH, AMK
MAYOR KES NRP 522791
KEPALA RUANGAN
TRI WAHYU KHASANAH, AMK
KATIM 1 KATIM 2
ROHYASRI, Amd.Kep BAGUS YUDANTORO,
S.Kep., Ns
PERAWAT PELAKSANA
PERAWAT PELAKSANA 1. Hermin Sofiyah,S.Kep.Ns
1. Cahyani,S.Kep.Ns 2. Ika Nur H. S.Kep.Ns
2. Ervin Dwi W. S.Kep.Ns 3.Yantri Yanita, Amd. Kep
3. Dwi Omega, Amd. Kep 4. Eka Tri S. Amd. Kep
4. Cholida Novilanti, Amd. Kep 5. Sudatik, Amd. Kep
5. Dwi Sutrisnawati, Amd. Kep 6. Dewi K. Hia, Amd. Kep
6. Shela Putri N. Amd. Kep 7. Unggul Sabekti, Amd. Kep
7. Rini Ayu Nendra, Amd. Kep 8. Susilowati, Amd. Kep
8. Sutinah, AMK 9. Heni Pratiwi, Amd. Kep
9. Septiani Danu,Amd. Kep
10. Unik, Amd. Kep.
PEKARYA
Tintia
26
Tabel 2.2
Penilaian Struktur Organisasi di Ruang Kutilang
RSPAU dr. S. Hardjolukito
No Aspek yang dinilai Skor Keterangan
1. Terdapat struktur organisasi di 1 Ada struktur organisasi
ruangan
2. Mengambarkan kedudukan kepala 1 Sudah mengambarkan kedudukan kepala
ruang ruang
3. Adanya posisi tim 1 Ada posisi tim 1 dan tim 2
4. Gambaran jumlah anggota tim 0 Belum mengambarkan jumlah anggota
tim
5. Kelengkapan struktur 0 Masih ada bagian struktur yang kosong
Total 3
Persentasi 60 %
Sumber : Data primer observasi tanggal 10-12 April 2018 Di Ruang Kutilang RSPAU dr. S.
HardjolukitoYogyakarta
Analisis Data:
Hasil pengkajian tanggal 10-12 April 2018 di peroleh data bahwa struktur
organisasi yang ada di ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito belum sesuai tugas
dan jumlah pegawai yang ada di ruang tersebut dengan persentasi sebesar 60%
Dari tabel 2.1 diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah perawat yang dibutuhkan
pada shift pagi 3 orang perawat, untuk sift siang 3 dan untuk shift malam 2 orang.
27
b) Kajian Data
(1) Pasien yang dirawat di ruang Kutilang 3 bulan terakhir (Januari 2018 –
Maret 2018)
Jumlah pasien yang dirawat mulai tanggal 1 januari 2018 sampai dengan Maret
2018 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.4
Jumlah Pasien yang Dirawat di Ruang Kutilang pada Bulan Januari 2018 – Maret
2018
`1 Januari 254
2 Febuari 203
3 Maret 206
Total 663
Sumber data : data sekunder studi observasi tanggal 10-12 April 2018 di RSPAU dr. S.
Hardjolukito
Analisis Data:
Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien yang dirawat di ruang
Kutilang 3 bulan terakhir dari bulan Januari – Maret 2018 berjumlah 663. Pada bulan
Januari pasien yang dirawat di ruang Kutilang sebanyak 254 pasien, bulan Februari
sebanyak 203 pasien, dan pada bulan Maret sebanyak 206 pasien.
28
Analisis Data:
Berdasarkan hasil pengkajian data yang dilakukan, ditemukan bahwa selama 3
bulan terakhir di ruang Kutilang ada 237 pasien yang dirawat dengan kasus terbanyak
fraktur yang berjumlah 63 pasien. Dari kasus tersebut belum dapat mewakili karena 10
penyakit terbanyak seharusnya dilihat dalam kurun waktu 1 tahun. Sedangkan data yang
dikumpulkan hanya selama 3 bulan. Sehingga ada kemungkinan dipengaruhi oleh
kelalaian lalu lintas.
(3) Daftar daerah asal pasien/demografi terbanyak di ruang Kutilang RSPAU Dr.
S. Hardjolukito dalam 3 bulan terakhir ( Januari 2018 - Maret 2018 )
Table 2.6
Jumlah Asal Daerah Pasien Paling Banyak 3 Bulan Terakhir
Purworejo 2
3. Maret Bantul 40
Sleman 47
Gunung Kidul 74
Klaten 30
Ngampilan 5
Magelang 6
Purworejo 2
Kulonprogo 2
Total 663
Sumber data : Data sekunder studi observasi tanggal 10-12 April 2018 di RSPAU dr. S. Hardjolukito
Analisis Data:
Berdasarkan hasil pengkajian data yang dilakukan, ditemukan bahwa selama bulan
Januari-Maret 2018 ada 663 pasien yang dirawat dengan daerah terbanyak. Pasien
terbanyak berasal dari Sleman berjumlah 81 di bulan Januari dan 64 dari Sleman di
bulan Februari, sedangkan pada bulan maret berjumlah 74 dari Gunung Kidul.
2) Ketenagaan
a. Kuantitas/Jumlah Kebutuhan Tenaga Perawat
(1) Jumlah Kebutuhan Tenaga Perawat yang Dibutuhkan Berdasarkan Rumus
Gillies
Ketenagaan merupakan faktor penting dalam input instrumental. Penetapan
jumlah tenaga keperawatan adalah suatu proses membuat perencanaan untuk
menentukan alokasi SDM di ruangan agar pelayanan dan proses manajerial berjalan
efektif dan efisien. Beberapa ahli telah menyumbangkan beberapa formula untuk
menetapkan jumlah tenaga tersebut.Berikut adalah contoh cara perhitungan jumlah
tenbaga perawat:
Menurut (Gillies, 1982; Sunyar, 2013) kebutuhan tenaga perawat secara
kuantitatif dapat dirumuskan dengan perhitungan sebagai berikut:
A x B x 365
Tenaga Perawat = kerja
( 365−C ) x jam
hari
Keterangan :
A : jam perawat/24 jam
B : (BOR x jumlah TT) jumlah pasien
C : jumlah hari libur
30
a) Kajian Data
Perhitungan Tenaga Perawat Menggunakan Rumus Gillies
Tabel 2.7
Jumlah Tenaga Keperawatan Berdasarkan
Klasifikasi Pasien Menurut Douglas
Waktu Kebutuhan Perawat
Sumber data : data primer studi observasi tanggal 10-12 April 2018 di RSPAU dr. S.
Hardjolukito
Sedangkan klasifikasi derajat ketergantungan pasien terhadap
keperawatan berdasarkan krikteria sebagai berikut:
1. Perawatan minimal memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam, dengan krikteria:
a. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.
b. Makan dan minum dilakukan sendiri.
c. Ambulasi dengan pengawasan.
d. Observasi tanda-tanda vital dilakukan tiap shift.
e. Pengobatan minimal, status psikologi stabil
f. Persiapan pengobatan memerlukan prosedur.
2. Intermediate memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam, dengan krikteria :
a. Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu.
b. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam.
c. Ambulasi dibantu, pengobatan dilakukan lebih dari sekali.
d. Folley kateter, intake-output di catat.
e. Pasien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan memerlukan
pengobatan.
3. Perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 3-4/24 jam, dengan krikteria:
a. Segala diberikan atau dibantu.
b. Posisi diatur, observasi tanda – tanda vital dilakukan tiap 2 jam.
c. Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena.
d. Pemakaian suction.
e. Gelisah atau disorientasi.
10 April 2018
Minimal 3x0,17 3x0,14 4x0,07
Intermediate 10x0,27 10x0,15 5x0,10
Total 10x0,36 10x0,30 10x0,20
Jumlah 4,95 4,92 2,78
Total 12,65
11 April 2018
Minimal 3x0,17 3x0,14 6x0,07
Intermediate 10x0,27 10x0,15 10x0,10
Total 6x0,36 6x0,30 6x0,20
Jumlah 6,81 3,72 2,62
Total 13,15
12 April 2018
Minimal 6x0,17 4x0,14 4x0,07
Intermediat 9x0,27 9x0,15 9x0,10
Total 7x0,36 7x0,30 7x0,20
Jumlah 5,98 4,01 2,58
Total 18,52
Rata-rata 14,57
Sumber data : data primer studi observasi tanggal 10-12 April 2018 di RSPAU dr. S.
Hardjolukito
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan hari
libur/cuti/hari besar (loss day)
Loss day:
( Jumlah minggu dalam tahun+Cuti+ Hari besar)
LD= x Jam Perawat
Jumlah hari kerja efektif
Non keperawatan (non nursing jobs) seperti contohnya, membuat perincian pasien
pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan pasien, dan lain-lain
diperkirakan 25 % dari jam pelayanan keperawatan.
a) Kajian data
Tabel 2.9
Ketenagaan Keperawatan Menurut DEPKES
Jam Jumlah Total
Klasifikasi Pasien
Perawatan Pasien Jam
10 April 2018
Self Care 2 12 24
Partial Care 3,08 6 18,48
Total Care 4,15 5 20,75
Intensive Care 6,16 0 0
Total 25 63,23
11 April 2018
Self Care 2 12 24
Partial Care 3,08 5 15,4
Total Care 4,15 5 20,75
Intensive Care 6,16 0 0
Total 22 60,15
12 April 2018
Self Care 2 8 16
Partial Care 3,08 11 33,88
35
Factor Koreksi
Loss Day
= jumlah hari minggu/tahun + cuti + hari libur besar/tahun x TP
Jumlah hari kerja efektif/tahun
= (48 + 14 + 19) x 4
(365 – 92)
= 1,18
4) Kualitas Pelayanan
a) Pendidikan Perawat
(1) Kajian Teori
Pendidikan keperawatan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan yang
dimilikinya sehingga dapat mengaplikasikan dalam bentuk pelayanan profesional yang
benbentuk bio,psiko,sosio,spiritual yang komperhensif di tunjukkan kepada individu,
keluarga kelompok dan masyarakat, baik sehat maupun sakit yang mencangkup seluruh
proses kehidupan manusia. Tenaga keperawatan adalah tenaga seseorang yang telah
menyelesaikan jenjang pendidikan keperawatan. Sistem pendidikan tenaga keperawatan
merupakan sistem terbuka yang terus berkembang secara terarah, menyeluruh, bertahap
dan terkendali hingga mencapai jenjang pendidikan keperawatan yang paling tinggi.
Table 2.10
Kualifikasi Pendidikan Formal Kepegawaian di Ruang Kutilang RSPAU Dr. S.
Hardjolukito 2018
Tingkat Pendidikan Jumlah %
S1 Profesi 5 20 %
D III 19 76 %
DI 1 4%
37
Jumlah 25 100%
Sumber data : data primer studi observasi tanggal 10-12 April 2018 di RSPAU dr. S.
Hardjolukito
Analisa Data:
Berdasarkan data dari tabel, didapatkan hasil tingkat pendidikan tenaga kerja di
ruang Kutilang sebanyak 5 (20 %) perawat berpendidikan S1 Profesi Keperawatan,
sebanyak 19 (76 %) perawat berpendidikan D3 Keperawatan dan DI 1 (4 %) Pekarya.
Dapat disimpulkan jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi yang
seharusnya memiliki pendidikan minimal dengan jenjang pendidikan D3.
b) Mahasiswa praktikan
(1) Kajian Teori
Mahasiswa praktik klinik keperawatan merupakan penerapan materi-materi
perkuliahan yang telah didapatkan mahasiswa selama menjalani perkuliahan sehingga
didapatkan kemampuan perawatan yang komperhensif dan bertanggung jawab yang
didukung oleh sikap dan perilaku kejujuran profesional.
Jenis dan jenjang pendidikan keperawatan.
Program pendidikan jenjang diploma
Program pendidikan jenjang diploma menghasilkan keperawatan menghasilkan
perawat profesional pemula dengan sebutan ahli madya keperawatan
(Amd.Kep).
Program pendidikan sarjana keperawatan
Program pendidikan sarjana keperawatan menghasilkan lulusan perawat
profesional dengan nama gelar sarjana keperawatan (S.Kep) sedang
dikembangkan sebutan profesi yaitu ners (Ns). Program pendidikan sarjana
keperawatan ini berlangsung selama 10 semester (5 tahun) bagi lulusan SMU
atau 4 semester (2 tahun) bagi lulusan D III keperawatan.
Program pendidikan pasca sarjana keperawatan
Lulusan program ini diharapkan mampu memenuhi tuntutan sebagai Ners
konsultan dan peneliti. Lama studi 4 semester (2 tahun). Lulusan ini mendapat
gelar master keperawatan.
38
Table 2.11
Distribusi Mahasiswa Berdasarkan Bulan, Asal Institusi, dan Jumlah di Ruang
Kutilang RSPAU Dr. S. Hardjolukito pada Bulan Januari – Maret 2018
No. Bulan Nama Institusi Jumlah
Sumber data : data sekunder studi observasi tanggal 10-12 April 2018 di RSPAU dr. S.
Hardjolukito
Analisa Data
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa mahasiswa praktek keperawatan
di ruang Kutilang berasal dari berbagai Institusi Pendidikan. Selama bulan Januari –
Maret 2018 mahasiswa yang praktek di ruang Kutilang berjumlah 22 mahasiswa.
39
Dengan jumlah tersebut akan banyak membantu pemberian pelayanan kepada pasien,
sehingga pasien akan mendapatkan perawatan yang optimal.
b) Kajian Data
RSPAU dr. S. Hardjolukito merupakan Rumah Sakit yang pelayanannya lebih
dikhusus pada Anggota TNI AU tetapi juga melayani masyarakat umum. Sumber dana
RSPAU dr. S. Hardjolukito berasal dari Departemen Hankam dan TNI AU.
c) Analisa Data
Sumber dana dan pengaturan keuangan sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku di
Rumah Sakit. Pengelolaan keuangan di Ruang Kutilang terpusat oleh bidang keuangan
RSPAU dr. S. Hardjolukito.
dalam upaya mewujudkan pelayanan keperawatan berkualitas. Jumlah fasilitas dan alat-
alat kedokteran dan keperawatan dapat dipenuhi dengan standar yang telah ditetapkan
oleh masing-masing institusi dengan memperhatikan jenis alat, kualifikasi, rasio dan
jumlah yang dibutuhkan.
b) Kajian Data
Berdasarkan wawancara, hasil observasi langsung dan daftar inventaris di ruang
Kutilang didapat data penyediaan serta pengelolaan ahan dan alat dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 2.12
Standar Alat Kesehatan dan Keperawatan Ruang KutilangRSPAU dr. S.
Hardjolukito Tahun 2018
No Nama Barang Jumlah Kondisi
1 AC 25 Baik
41
2 Bengkok 6 Baik
4 EKG 1 Baik
6 Kulkas 2 Baik
7 Kursi 48 Baik
10 Meja 5 Baik
14 Nebulizer 1 Baik
15 Oximetri 2 Baik
16 Regulator 9 Baik
17 Suction 1 Baik
19 Stetoscop 2 Baik
28 Timbangan 2 Baik
29 2 Baik, 1
42
Sumber data : data sekunder studi observasi tanggal 10-12 April 2018 di RSPAU dr. S.
Hardjolukito
Tabel 2.13
Distribusi Linen Ruang Kutilang RSUPAU dr. S. Hardjolukito Tahun 2018
Kondisi
No Nama Linen Jumlah Satuan Ket
B RR RB
1 Baskom 7 Buah 7 - -
2 Dispenser 2 Buah 2 - -
5 Loker 4 Buah 4 - -
6 Perlak 40 Buah 40 - -
9 Selimut 40 Buah 40 - -
10 Sprei 40 Buah 40 - -
Sumber data : data sekunder studi observasi tanggal 10-12 April 2018 di RSPAU dr. S.
Hardjolukito.
Analisa Data
Berdasarkan data yang terdapat pada tabel, didapatkan jumlah alat kesehatan dan
keperawatan di ruang Kutilang rata-rata telah sesuai dengan standar. Berdasarkan data
yang terdapat pada tabel, alat-alat tenun di ruang Kutilang sudah sesuai dengan standar.
43
Di ruang Kutilang mempunyai troli linen sendiri, yang dimana pada bagian depan troli
terdapat bak untuk linen kotor dan pada badannya berbentuk lemari tertutup untuk linen
bersih.
Tabel 2.14
Standar Prosedur Operasional (SOP) Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
No Nama SOP No. Dokumen Tanggal terbit
Sumber data : data sekunder studi observasi tanggal 10-12 April 2018 di RSPAU dr. S. Hardjolukito
Tabel 2.15
Observasi Tindakan Keperawatan Sesuai Standar Prosedur Operasional (SOP)
Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
C. Tahap Kerja √
1 Membaca kembali etiket obat yang akan
diberikan
2 Memposisikan pasien dan pilih vena arah √
distal
3 Memasang perlak dan alasnya. √
4 Membebaskan daerah yang akan di injeksi √
8. Mulai kalibrasi √
9. Pilih lead selector diputar pada hantaran : √
I, II, III, AVR, AVL, AVF,V1 sampai V6
minimal direkam 3-4 QRS komplek
10. Setelah selesai kalibrasi kembali √
11. Lepaskan kabel dan elektroda dari tubuh √
pasien, bersihkan tubuh pasien dari
jelly/air
12. Jika perlu kalibrasi kembali √
13. Beri : √
Nama lead masing-masing
Nama pasien
Tanggal dan jam pembuatan
Nama pembuat rekaman
49
keperawatan
Analisa Data :
Berdasarkan hasil observasi diruang Kutilang penggunaan SOP menggunakan
acuan tahun 2013. SOP Ruang Kutilang sudah sesuai dengan standar operasional
prosedur. SOP yang digunakan sudah lengkap. Serta Observasi 5 tindakan yang paling
banyak dilakukan di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukit adalah : Perawatan
Luka, Pemasangan Infus, Perekaman Jantung atau EKG, Pengambalian darah vena dan
pemberian obatatau trapi melalui intravena dan di daptkan hasilnmya semua tindakan
asuhan keperawatan yang silakukan sesuai SOP yang digunakan Ruang Kutilang
RSPAU dr. S. Hardjolukito.
c. Metode
1) SAK (Standar Asuhan Keperawatan )
(a) Kajian Teori
Pengertian menurut gilles (2013), adalah pernyataan deskriptif tentang tingkat
penampilan yang dipakai untuk menilai kualitas struktur, proses, dan hasil. Sedangkan
pengertia standar asuhan keperawatan merupakan pernyataan kualitas yang diinginkan
dan dapat dinilai pemberian asuhan keperawatan pada pasien. Standar ini memberikan
petunjuk kinerja mana yang tidak sesuai dan tidak dapat ditrima. Estandar menjamin
perawat mengambil keputusan yang layak dan wajar dan dapat melaksanakan intervensi
yang aman dan akuntebel.
Analisa Data:
Dari hasil observasi antara SAK yang sudah ada di ruang Kutilang dengan hasil
pengamatan 10 hasil terbanyak selama 3 bulan terakhir didapatkan hasil jenis penyakit
yang tidak ada pada SAK ruang Kutilang ada 4 jenis penyakit antara lain: Tumor
Mamae, Batu ureter, Cholelitiasis, Pterygium.
4. Proses
a. Proses Asuhan Keperawatan
1) Kajian Teori
Keperawatan sebagai salah satu bentuk pelayanan profesional merupakan bagian
integral yang tidak dapat dipisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara
keseluruhan. Selain itu pelayanan keperawatan merupakan salah satu faktor penentu
baik buruknya mutu dan citra rumah sakit, oleh karenanya kualitas pelayanan
keperawatan perlu dipertahankan dan ditingkatkan seoptimal mungkin.
Ciri-ciri mutu asuhan keperawatan yang baik antara lain (1) memenuhi standar
profesi yang ditetapkan, (2) Sumber daya untuk pelayanan asuhan keperawatan
dimanfaatkan secara wajar, efektif dan efisien, (3) aman bagi pasien dan tenaga
keperawatan sebagai pemberi jasa pelayanan, (4) memuaskan bagi pasien dan tenaga
keperawatan serta, (5) aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, etika dan tata nilai
masyarakat diperhatikan dan dihormati.
Disamping itu prasyarat untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan antara
lain: (1) Pimpinan yang peduli dan mendukung, (2) Ada kesadaran bahwa mutu harus
ditingkatkan (standar mutu), (3) Tenaga keperawatan disiapkan melalui upaya
peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan dengan cara diadakan program diklat
(4) Sarana dan perlengkapan dari lingkungan yang mendukung serta (5) Tersedia dan
diterapkannya standar asuhan keperawatan.
Berdasarkan kerangka berfikir seperti tersebut diatas, Direktorat Jendral
Pelayanan Medik. Depkes Rl bersama dengan Organisasi Profesi Keperawatan, telah
menyusun Standar Asuhan Keperawatan dan secara resmi Standar Asuhan Keperawatan
diberlakukan untuk diterapkan diseluruh rumah sakit, melalui SK Direktur Jendral
Pelayanan Medik, No.YM.00.03.2.67637 tahun 1993 tentang berlakunya standar asuhan
keperawatan di rumah sakit. Ini berarti bahwa seluruh tenaga keperawatan di rumah
53
keperawatan yang segera atau yang akan dilakukan berdasarkan pengkajian atau
evaluasi keadaan klien dan respon berupa dokumentasi terhadap respon klien terhadap
tindakan yang telah dilakukan.
56
2) Kajian Data
Tabel 2.16 INSTRUMEN A
DI RUANG KUTILANG RSPAU dr. S. HARDJOLUKITO PADA BULAN 10-12 APRIL 2018
(n = 12)
KODE RM PASIEN
K
No ASPEK YANG DINILAI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 e
16720 t
167642 087205 167504 165517 167132 167219 136505 167205 167371 167259 136509
1
A PENGKAJIAN
1 Mencatat data yang dikaji dengan pedoman pengkajian 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 Data dikelompokan (bio-psiko-sosial-spritual) 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
3 Data dikaji sejak pasien datang sampai pulang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1
Masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara
4 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1
status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan
64
Persentase (%) = x 100 % = 88,88 %
72
B DIAGNOSA
1 Dx keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 Dx keperawatan mencerminkan PE/PES 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1
3 Merumuskan diagnosa keperawatan aktual/potensial 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
50
Persentase (%) = x 100 % = 92,59 %
54
C
PERENCANAAN
1 Berdasarkan Dx keperawatan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 Disusun menurut urutan prioritas 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0
Rumusan tuhuan mengandung komponen pasien/subjek
3 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1
perubahan, perilaku, kondisi pasien atau kriteria
57
2 1 1 0 1 1 1
Data dikelompokan (bio-psiko-sosial-spritual)
3 1 1 1 1 1 1
Data dikaji sejak pasien datang sampai pulang
Masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara
4 1 1 1 1 1 0
status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan
64
Persentase (%) = x 100 % = 88,88 %
72
B
DIAGNOSA
1 Dx keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan 1 1 1 1 1 1
2 Dx keperawatan mencerminkan PE/PES 1 1 0 1 1 0
59
50
Persentase (%) = x 100 % = 92,59 %
54
C
PERENCANAAN
Berdasarkan Dx keperawatan
1 1 1 1 1 1 1
Disusun menurut urutan prioritas
2 1 1 1 1 1 1
Rumusan tuhuan mengandung komponen pasien/subjek
3 perubahan, perilaku, kondisi pasien atau kriteria 1 1 1 0 1 0
Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat
4 perintah terinci dan jelas dan atau melibatkan pasiendan 1 0 1 1 1 1
keluarga
Rencana tindakan mengambarkan keterlibatan pasien/keluarga
5 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1
Tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana perawat
3 1 0 0 1 0 0
Refisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi
33
Persentase (%) = x 100 %
= 91,66 %
36
F
DOKUMENTASI
86
Persentase (%) = x 100 %
= 95,55 %
90
62
Tabel 2.17
Nilai Rata-Rata Instrumen A (Studi Dokumentasi Penerapan Standar
Asuhan Keperawatan ) Di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito 10-12
April 2018
Aspek yang Hasil
No. Keterangan
dinilai (%)
Data dikaji berdasarkan pedoman pengkajian
sejak pasien masuk sampai dengan pasien
pulang. Masalah dirumuskan berdasarkan
kesenjangan antara status kesehatan dengan
1 Pengkajian 88,88% norma dan pola fungsi kehidupan. Data
pengkajian dikelompokkan berdasarkan Bio-
psiko-sosio-kultural-spiritual, dan beberapa
data pada pedoman pengkajian tidak diisi
(pengkajian dilakukan tidak komprehensif).
Perumusan diagnosa keperawatan sudah sesuai.
Diagnosa keperawatan sebagian besar disusun
mencerminkan PE/PES, namun hanya dibuat 1
2 Diagnosa 92,59%
diagnosa dan tidak dicantumkan prioritas
diagnosa keperawatan pada dukumentasi
asuhan keperawatan.
Secara keseluruhan rencana tindakan sudah
disusun dengan baik dan benar. Penyusunan
rencana keperawatan sudah berdasarkan faedah
3 Perencanaan 87,03%
yang ditentukan. Tetapi tulisan untuk
perencanaan sebagian belum menggunakan
kalimat perintah.
Tindakan (implementasi) keperawatan
dilakukan oleh perawat sudah sesuai dengan
4 Tindakan 80,55% rencana keperawatan yang disusun dan telah
dilakukan dengan baik oleh seluruh perawat di
Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
Keseluruhan evaluasi keperawatan disusun
berdasarkan SOAP dan respon pasien saat
5 Evaluasi 91,66 dilakukan tindakan keperawatan, namun masih
ada beberapa belum menjabarkan lagi
intervensi yang perlu untuk dilanjutkan
Secara keseluruhan, pendokumentasian askep
Dokumentasi
sudah sesuai dengan tindakan keperawatan
6 asuhan 95,55%
yang dilakukan
keperawatan
Rata-rata 89,37%
63
Sumber data : data primer studi observasi tanggal 10-12 April 2018 di RSPAU dr. S. Hardjolukito
Analisa Data:
Berdasarkan tabel diatas tentang hasil evaluasi standar asuhan
keperawatan dengan instrumen A setelah dilakukan observasi pada 18
rekam medis di ruang Kutilang diperoleh hasil pelaksanaan
pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang Kutilang berdasarkan
standar yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
tergolong dalam kategori Sangat Baik (nilai rata-rata 89,37%). Menurut
Departemen Kesehatan RI standar proses asuhan keperawatan dibagi
menjadi tiga kriteria:
1 Kategori sangat baik (76-100%)
2 Kategori baik (65-75 %)
3 Kategori cukup (55-64 %)
Dari hasil pengamatan selama kurang lebih 3 hari pada
pendokumentasian di ruang Kutilang, diperoleh hasil sebagian besar
pendokumentasian asuhan keperawatan sudah sesuai dengan teori yang
tertera dalam NANDA, NIC & NOC. Sudah tersedianya lembar
pengkajian tetapi pengisiannya belum maksimal. Pengkajian belum
dilakukan secara komprehensif. Perumusan prioritas diagnosa keperawatan
belum tersedia dan hanya terdaptat 1 diagnosa. Pada perencanaan
keperawatan sudah sesuai dengan NANDA, NIC & NOC dan tersedia
lembar perencanaan keperawatan yang diadakan oleh pihak Rumah Sakit.
Tabel 2.18
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Jmlh P (%)
Perawat 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 92,8 %
Perawat 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 100 %
Perawat 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 100 %
Perawat 4 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 92,8 %
Perawat 5 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 92,8 %
Perawat 6 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 92,8 %
Perawat 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 100 %
Perawat 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 100 %
Perawat 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 100 %
Perawat 10 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 92,8 %
Perawat 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 100 %
Perawat 12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 100 %
Perawat 13 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 92,8 %
Perawat 14 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 92,8 %
Perawat 15 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 92,8 %
Perawat 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 100 %
Perawat 17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 100 %
Perawat 18 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 100 %
No Aspek Yang Dinilai (n = 18) Pelaksanaan
Ya Tidak
1. Perawat cuci tangan ketika akan kontak dengan klien atau melakukan 10 8
tidakan pada klien
2. Perawat cuci tangan ketika selesai kontak dengan klien setelah selesai 18 0
melakukan tindakan dengan klien.
3. Perawat mencuci tangan dengan sabun/detergen/desinfektan. 18 0
4. Perawat mencuci tangan ditempat air mengalir (wastafel) 18 0
5. Perawat menggunakan sarung tangan ketika kontrak/melakukan tindakan 18 0
dengan klien
6. Perawat menggunakan masker ketika melakukan tindakan tertenti (penyakit 18 0
infeksi yang menular melalui udara, penyakit dengan daya tahan tubuh
rendah, menjaga kebersihan diri)
7. Perawat mengunakan alat-alat steril untuk satu klien. 18 0
65
Tabel 2.19
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN MENCUCI TANGAN YANG BENAR
DENGAN SABUN DAN AIR MENGALIR
No 1 2 3 4 5 6 7 8 Jumlah P (%)
Perawat 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 3 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 5 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 6 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 7 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 8 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 9 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 10 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 11 0 1 1 1 1 1 1 1 7 87,5 %
Perawat 12 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 13 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 14 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 15 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 16 0 1 1 1 1 1 1 1 7 87,5 %
Perawat 17 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Perawat 18 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100 %
Tabel 2.20
LANGKAH-LANGKAH MENCUCI TANGAN DENGAN HANSCRUB
No 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah P (%)
Perawat 1 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 2 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 3 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 4 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 5 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 6 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 7 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 8 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 9 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 10 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 11 0 1 1 1 1 1 1 6 86,7 %
Perawat 12 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 13 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 14 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 15 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 16 0 1 1 1 1 1 1 6 86,7 %
Perawat 17 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Perawat 18 1 1 1 1 1 1 1 7 100 %
Tabel 2.21
67
Pelaksanaan
No Komponen Yang Dinilai (n = 18)
Ya Tidak
d. Dokumentasi berlapis 18 0
1.
e. Adanya pencatatan obat masuk dan keluar 18 0
4 Pastikan Tindakan Yang Benar Pada Sisi Tubuh Yang Benar Sebelum Tindakan
Operasi (Misalnya Pengendalian Jaringan), Tempat Atau Sisi Tubuh Diberi Tanda
JUMLAH 823 23
(97,2%) (2,8%)
Tabel 2.22
PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Pelaksanaan
N % N %
Tahap Kerja
4. Tahap Terminasi
sentuhan/berjabat tangan
Analisa Data
Tabel 2.23
RINCIAN TABEL PERENCANAAN DIRUANGAN KUTILANG
RSPAU dr. S. HARDJOLUKITO
No Unit Perencanaan Ket
1. Personel Mengajukan pelatihan/Seminar bagi tiap personil
Pengajuan penambahan personel
2 Sarana Bed side monitor sebanyak 2 ea.
Defibrillator sebanyak 1ea.
Syringe pump sebnyak 2 ea.
Bed patient electric sebyak 10 ea.
3. Prasarana Penambahan ruang perawatan kelas III
Penambahan ruang untuk Konsultasi, diskusi dan
dapur
Pengecatan ruangan
Sumber data : data Sekunder studi observasi tanggal 10-12 April 2018 di Ruang Kutilang RSPAU
dr. S. Hardjolukito
d. Pengorganisasian
1) Kajian Teori
Organisasi kepemimpinan murni merupakan jenis struktur formal paling
sederhana dan tertua. Dalam organisasi dengan ukuran tertentu, struktur
kepemimpinan merupakan jenis yang besar kemungkinan untuk berkembang
melalui proses evolusioner karena dengan peningkatan jumlah pekerjaan yang
harus diselesaikan dan jumlah pekerja yang mengerjakannya ada kecenderungan
untuk membagi pekerjaan ke dalam tugas khusus dan untuk mengatur pekerja
yang terikat dalam tugas yang sama ke dalam kelompok yang jelas menurut
74
2. Metode Fungsional
Metode ini dilakukan pada kelompok besar klien. Pelayanan keperawatan
dibagi menurut tugas yang berbeda dan dilaksanakan oleh perawat yang berbeda
dan tergantung pada kompleksitas dari setiap tugas. Misalnya fungsi menyuntik
membagi obat, perawatan luka. Metode ini merupakan manajemen klasik yang
menekankan pada efisiensi, pembagian tugas, yang jelas dan pengawasan yang
76
lebih mudah. Semua prosedur ditentukan untuk dipakai sebagai standar. Perawat
senior menyibukkan diri dengan tugas manajerialnya sedangkan asuhan
keperawatan klien diserahkan kepada perawat junior.
3. Metode TIM
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok klien. Ketua tim
bertanggung jawab membuat perencanaan dan evaluasi asuhan keperawatan untuk
semua klien yang ada dibawah tanggung jawab timnya. Anggota tim
melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien sesuai perencanaan yang telah
77
dibuat oleh ketua tim. Tujuan perawatan ini, adalah memberikan asuhan
Keperawatan yang lebih baik dengan menggunakan sejumlah staf yang tersedia.
4. Metode Primer
Metode ini merupakan suatu metode penugasan kerja terbaik dalam suatu
pelayanan dengan semua staf keperawatan yang profesional. Pada metode ini
setiap perawat primer memberikan tanggung jawab penuh secara menyeluruh,
terhadap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan mulai dari pasien
masuk sampai keluar dari rumah sakit, mendorong praktek kemandirian perawat,
ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer
ditandai dengan adanva keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan
perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, mengimplementasikan dan
mengkoordinasikan asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Penanggung jawab dilaksanakan oleh perawat primer (primary nurse/PN).
Setiap PN merawat 4-6 klien dan bertanggung jawab terhadap klien selama 24
jam dari klien masuk sampai dengan pulang. Terdapat kontinuitas asuhan
keperawatan yang bersifat komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam satu grup PN mempunyai beberapa AN dan perawatan dilanjutkan oleh
AN.
78
Kelebihan dari model primer ini adalah model ini bersifat kontinyu dan
kompemensif dalam melakukan proses keperawatan kepada klien dan perawat
primer mendapatkan akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan
pengembangan diri. Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa
dimanusiakan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu asuhan
yang diberikan bermutu tinggi dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap
perawatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi.
Kelemahan dari model ini adalah model ini hanya dapat dilaksanakan oleh
perawat yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai dengan
kriteria asertif, mampu mengatur diri sendiri, kemampuan pengambilan keputusan
yang tepat, penguasaan klinik, akuntabel dan mampu bekomunikasi dan
berkolaborasi dengan berbagai disiplin.
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam menentukan model yang akan dipakai
yaitu: .
a) Ketersediaan jenjang pendidikan ketenagaan.
b) Kasus yang dihadapi.
c) Ketersediaan fasilitasdan sarana.
d) Ketersediaan dana
(Nuryandari, 2013)
79
12. Kebenaran bimbingan dan arahan kepada anggota tim primer keperawatan
dan siswa/mahasiswa.
13. Kebenaran dan kelengkapan laporan dan dokumen asuhan keperawatan.
10. Wewenang PN
1. Mengatur tenaga keperwatan yang menjadi tanggung jawabnya
2. Mengatur peralatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan asuhan
keperawatan di ruangan
3. Membina tenaga keperawatan yang menjadi tanggung jawabnya
4. Melaporkan kejadian-kejadian penting yang terjadi selama pelaksaan
tugas.
12. Wewenang AN :
a. Memeriksa kelengkapan peralatan ruang rawat, bahan dan obat habis
pakai.
b. Meminta bahan dan perangkat kerja sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan
tugas.
c. Membuat asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan.
a. Kajian Data
Tabel 2.24
Tugas Kepala Ruang Keperawatan Di Ruang Kutilang RSPAU dr. S.
Hardjolukito Yogyakarta Tanggal 10-12 April 2018
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jmlh Presentase
(%)
Kepala 3 3 3 3 3 3 1 3 3 25 92,5 %
Ruang
Analisa data:
Dari hasil observasi selama tiga hari di ruang Kutilang didapat hasil kinerja
karu sudah terlaksana dengan nilai total 25 atau 92,5% terlaksana, menunjukan
pelaksanaan tugas kepala ruang sudah baik. KARU sudah membagi tugas sesuai
dengan beban dan tanggung jawab anggota, juga memberi motivasi dan supervisi
88
Tabel 2.25
PELAKSANAAN TUGAS PN
DI RUANG : KUTILANG
TANGGAL : 11 April 2018
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jmlh %
Pn 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3 1 55 91,7
%
Pn 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 53 88,3
%
Tabel 2.26
Pelaksanaan Tugas AN
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Jmlh P (%)
An 1 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 1 1 2 46 4,7 %
An 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 2 2 1 1 2 43 4,4 %
An 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 46 4,7 %
An 4 3 2 3 3 3 3 3 2 1 3 3 3 2 2 2 2 2 3 45 4,6 %
An 5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 1 1 3 48 4,9 %
An 6 3 2 3 3 2 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 2 2 3 46 4,7 %
An 7 3 3 3 3 3 3 3 2 1 2 2 3 3 3 3 1 2 2 45 4,6 %
An 8 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 2 48 4,9 %
An 9 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 1 3 3 48 4,9 %
An10 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 1 1 3 3 1 1 3 44 4,5 %
An11 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 1 2 2 46 4,7 %
An12 3 2 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 2 3 3 0 1 2 42 4,3 %
An13 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 2 3 0 1 2 44 4,5 %
An14 3 2 3 3 3 1 2 3 2 3 3 1 3 3 3 1 2 2 43 4,4 %
90
An15 3 3 3 2 3 3 1 3 2 2 3 1 2 3 2 1 1 2 40 4,1 %
An16 3 2 3 3 3 3 2 2 2 2 3 2 3 2 3 0 1 2 41 4,2 %
An17 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 1 1 43 4,4 %
An18 3 3 3 3 2 3 1 3 2 3 3 2 3 2 3 1 2 2 44 4,5 %
Selalu Sering Kadang Tidak
No TUGAS ASSOCIATE NURSE (n = 18)
3 2 1 0
Melakukan operan tugas setiap awal dan akhir jaga dari dan
1 18 0 0 0
kepada AN yang ada dalam satu grup
Melakuakan konfirmasi atau supervisi tentang kondisi klien
2 9 9 0 0
segera setelah operan setiap klien
Melakukan doa bersama setiap awal dan akhir tugas yang
3 18 0 0 0
dilakukan setelah selesai operan tugas jaga
Melakukan Pre-conference yang dilakukan oelh PN setiap awal
4 18 0 0 0
tugas
Analisa data
Tugas AN sudah dilaksanakan dengan baik dengan nilai rata-rata adalah 72,8 %
terlaksana, AN selalu mengikuti jadwal dinasnya seperti operan jaga, melaksanakan
91
askep dan berkoordinasi dengan rekan satu tim atau tim kesehatan lainnya jika
diperlukan, namun belum ada perkenalan antara perawat ke pasien. Dan perlu
ditingkatkan mempersiapkan dan memelihara.
Tabel 2.27
HUBUNGAN PROFESIONAL ANTARA STAF KEPERAWATAN
DENGAN KLIEN
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah P (%)
Perawat 1 2 3 3 1 2 1 3 2 0 3 20 66.6%
Perawat 2 2 3 3 3 2 1 3 1 2 3 23 76.6%
Perawat 3 3 3 3 1 2 2 3 2 0 3 22 73.3%
Perawat 4 3 3 3 2 3 2 3 3 0 3 25 83.3%
Perawat 5 3 3 3 1 2 2 3 2 1 3 23 76.6%
Perawat 6 3 3 3 2 3 2 0 2 1 3 24 80%
Perawat 7 2 3 3 2 2 2 3 3 1 2 20 66.6%
Perawat 8 2 3 3 2 2 2 3 3 1 3 21 70%
Perawat 9 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2 25 83.3%
Perawat 10 3 3 2 3 2 1 3 2 1 3 23 76.6%
Perawat 11 2 3 3 2 2 1 3 2 3 3 24 80%
Perawat 12 3 3 2 2 2 1 3 2 1 3 22 73.3%
Perawat 13 3 3 2 2 3 2 3 3 1 3 25 83.3%
Perawat 14 2 3 3 1 2 1 2 3 3 3 23 76.6%
Perawat 15 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2 25 83.6%
Perawat 16 3 3 2 3 2 2 3 2 1 3 23 76.6%
Perawat 17 3 3 3 2 3 1 3 3 1 3 25 83.3%
Perawat 18 3 3 2 2 2 1 3 3 0 3 26 86.6%
Analisa data
Tabel 2.28
Hubungan Profesional Antara Staf Keperawatan
dengan Dokter/Tim Kesehatan Lain Di Ruang Kutilang RSPAU dr. S.
Hardjolukito Maret 2018
No 1 2 3 4 5 6 7 Jmlh P (%)
Perawat 1 3 3 3 3 3 2 2 19 90,4 %
Perawat 2 3 3 3 3 3 3 3 21 100 %
Perawat 3 3 3 3 3 3 2 2 19 90,4 %
Perawat 4 2 3 3 3 3 3 2 19 90,4 %
Perawat 5 3 2 3 3 3 2 3 19 90,4 %
Perawat 6 3 3 3 3 3 3 3 21 100 %
Perawat 7 3 3 3 3 3 2 2 19 90,4 %
Perawat 8 3 3 3 3 3 2 2 19 90,4 %
Perawat 9 3 3 3 3 3 3 3 21 100 %
Perawat10 3 3 3 3 3 3 2 20 95,2 %
Perawat11 3 2 3 3 3 2 2 18 85,7 %
93
Perawat12 3 3 3 3 3 3 3 21 100 %
Perawat13 3 3 3 3 3 3 2 20 95,4 %
Perawat14 3 3 3 3 3 3 2 20 95,4 %
Perawat15 3 3 3 3 3 2 2 18 85,7 %
Perawat16 3 3 3 3 3 3 3 21 100 %
Perawat17 3 3 3 3 3 3 3 21 100 %
Perawat18 3 3 3 3 3 2 3 20 95,4 %
JUMLAH 94 29 0 0
Analisa data
Tabel 2.29
Evaluasi Pelaksanaan Serah Terima Tugas Jaga (Operan)
Di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito April 2018
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jmlh Presentase (%)
Perawat 1 3 2 3 3 3 2 3 3 3 1 2 28 84,8 %
Perawat 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 31 93,9 %
Perawat 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 1 2 29 87,8 %
Perawat 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 31 93,9 %
Perawat 5 3 1 2 3 3 3 3 3 3 1 2 27 81,8 %
Perawat 6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 31 93,9 %
Perawat 7 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1 2 29 87,8 %
Perawat 8 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 31 93,9 %
Perawat 9 3 2 3 3 2 2 3 3 3 2 3 29 87,8 %
Perawat 10 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 32 96,9 %
Perawat 11 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 32 96,9 %
Perawat 12 3 3 3 3 3 2 3 3 3 1 2 29 87,8 %
Perawat 13 3 2 3 3 3 2 3 3 3 1 2 28 84,4 %
Perawat 14 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 31 93,9 %
Perawat 15 3 3 3 3 3 2 3 3 3 1 2 28 84,4 %
Perawat 16 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 32 96,9 %
Perawat 17 3 2 3 3 3 2 3 3 3 1 2 28 84,8 %
Perawat 18 3 1 2 3 3 3 3 3 3 1 2 30 90,9 %
JUMLAH 152 32 14 0
Analisa Data
Dari hasil evaluasi serah terima tugas jaga didapat total 536 atau
85,0% perawat yang menunjukkan evaluasi serah terima tugas jaga
(operan) dengan sangat baik. Perawat yang berjaga pagi menyerahkan
tugas jaga kepada perawat yang bertugas siang dengan terkoordinasi dan
begitupun dengan penyerahan operan perawat jaga siang kemalam
dilakukan secara terkoordinasi.
Tabel 2.30
Evaluasi Pelaksanaan Meeting Morning
Di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito April 2018
Analisa data
Berdasarkan hasil kajian data yang didapatkan pada pelaksanaan
Meeting morning di ruang Kutilang sebesar 14 atau 77.8% telah
terlaksanakan dengan baik oleh KARU di ruang Kutilang.
Tabel 2.31
Evaluasi Pelaksanaan Pre Conference
Di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito April 2018
No.Per Hari I Hari II Hari III
P1 3 3 3
P2 3 3 3
P3 3 3 3
P4 3 3 3
P5 3 3 3
P6 3 3 3
P7 3 2 3
P8 3 3 3
P9 3 3 3
P10 3 3 3
P11 3 3 3
P12 3 3 3
P13 3 3 3
P14 3 3 3
P15 3 3 3
P16 3 3 3
P17 3 3 3
97
P18 3 3 3
Total 54 54 54
Kdg Tdk
No. VARIABEL YANG DINILAI Sll (3) Srg (2)
(1) (0)
1. Menyiapkan ruangan/tempat 18 0 0 0
Menyiapkan rekam medik klien yang menjadi tanggung
2. 18 0 0 0
jawabnya
3. Menjelaskan tujuan dilakukuannya pre confrence 18 0 0 0
4. Memandu pelaksaaan pre conference 18 0 0 0
Menjelaskan masalah keperawatan klien dan rencana
5. 18 0 0 0
keperawatan yang menjadi tanggung jawabnya
Membagi tugas kepada AN sesuai kemampuan yang
6. 18 0 0 0
dimiliki dengan memperhatikan keseimbangan kerja
Mendiskusikan cara dan strategi pelaksanaan asuhan
7. 18 0 0 0
klien/tindakan
Memotivasi untuk memberikan tanggapan dan
8. 18 0 0 0
penyelesaian masalah yang sedang didiskusikan
Mengklarifikasi kesiapan AN untuk melaksanakan
9. asuhan keperawatan kepada klien yang menjadi 18 0 0 0
tanggung jawabnya
10. Memberi reinforcement positif pada AN 18 0 0 0
11. Menyimpulkan hasil pre conference 18 0 0 0
JUMLAH 198 0 0 0
Analisa data
Pre conference diruang Kutilang sudah terlaksana secara rutin dan
dengan baik dengan nilai total 198 atau 100% terlaksana. Pre conference
dilakukan bersamaan dengan diikuti oleh KARU, PN, AN dan dipimpin
oleh KARU. Pada pelaksanaanya KARU menjelaskan tujuan dilakukannya
pre conference.
Tabel 2.32
Evaluasi Pelaksanaan Post Conference
Di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito April 2018
PELAKSANAAN POST CONFRENCE
No.Per Hari I Hari II Hari III
p1 3 3 3
P2 3 3 3
p3 3 3 3
98
p4 3 3 3
p5 3 3 3
p6 3 3 3
p7 3 3 3
p8 3 3 3
P9 3 3 3
P10 3 3 3
P11 3 3 3
P12 3 3 3
P13 3 3 3
P14 3 3 3
P15 3 3 3
P16 3 3 3
P17 3 3 3
P18 3 3 3
Total 54 54 54
Presentase (%) 100% 100% 100%
JUMLAH 144 0 0 0
Analisa data
Pelaksanaan post conference mencapai hasil yang baik dengan nilai
total 144 atau 100% terlaksana. Pelaksanaan post conference hanya
dilaksanakan sesuai jadwal jaga KARU dan PN.
Tabel 2.33
Evaluasi Pelaksanaan Orientasi Pasien Baru
Di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito April 2018
99
Dilakukan
N % N %
A Pre Interaksi
B Orientasi
2 0 0% 4 100
Memperkenalkan nama diri
%
3
Menanyakan nama panggilan kesukaan klien 4 100 % 0 0%
4
Menanyakan perasaan klien 4 100 % 0 0%
5
Menjelaskan peran perawat 2 50 % 2 50 %
6
Menjelaskan tugas perawat 4 100 % 0 0%
7
Menjelaskan kegiatan (orientasi) yang akan dilakukan 4 100 % 0 0%
8
Menjelaskan tujuan kegiatan 4 100 % 0 0%
9
Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk orientasi 4 100 % 0 0%
10
Menjelaskan kerahasiaan 4 100 % 0 0%
C Kerja
D MATERI
E TERMINASI
1 0 0% 4 100
Menyimpulkan hasil kegiatan
%
90 92 % 10 12
Jumlah
%
Analisa data
Pelaksanaan orientasi pasien baru sebesar 90 atau 92%. Untuk fase
orientasi, perawat sebagai penerima pasien baru memiliki kesempatan
untuk mempersiapkan diri sebelum mengorientasikan pasien dan harus
ditingkatkan karena masih belum tercapai secara optimal supaya berbagai
informasi yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga dapat tersampaikan
dengan baik
Tabel 2.34
Evaluasi Pelaksanaan MPKP
Di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito April 2018
Hasil dlm
No Variabel yang Dinilai
%
1. Evaluasi Pelaksanaan Universal Precaution 96,8 %
2. Evaluasi mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir 98,6 %
3. Evaluasi Mencuci Tangan dengan HANSCRUB 98,4 %
4. Evaluasi Pelaksanaan 9 patient Safety 97,2 %
5. Evaluasi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik 81 %
6 Evaluasi pelaksanaan tugas PJRU 92,5 %
7. Evaluasi pelaksanaan tugas PN 91,5 %
8. Evaluasi pelaksanaan tugas AN 72,8 %
9. Evaluasi Hubungan Profesional antara Staf Keperawatan dengan klien 72,75 %
Evaluasi hubungan profesional staf keperawatan dengan dokter/tim kesehatan
10 82,94 %
lain
101
Analisa data
e. Actuating
1) Kajian Teori
Fungsi manajemen ini merupakan fungsi pengerakan semua kegiatan yang
telah dirumuskan dalam fungsi perencanaan. Menurut buku pedoman uraian tugas
tenaga keperawatan di Rumah Sakit tugas penanggung jawab unitan/kepala unitan
sebagai penggerak dan pelaksanaan (P2) terdiri dari:
1. Mengatur dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan pelayanan di unit
rawat melalui kerjasama dengan petugas lain yang bertugas di unit
rawatnya.
2. Menyusun jadwal/daftar dinas tenaga keperawatan dan tenaga lain sesuai
kebutuhan pelayanan dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.
3. Melaksanakan orientasi kepada tenaga keperawatan baru/tenaga lain yang
akan kerja di unit rawat.
4. Memberikan orientasi kepada siswa/mahasiswa keperawatan yang
menggunakan unit rawatnya sebagai lahan praktek.
5. Memberi orientasi kepada klien/keluarganya, meliputi : penjelaan tentang
peraturan RS, tata tertib unit rawat, fasilitas yang ada dan cara
penggunaannya serta kegiatan rutin sehari – hari.
6. Membimbing tenaga keperawatan untuk melaksanakan pelayanan/asuhan
keperawatan dan petugas lain yang bertugas di unit rawatnya.
102
Analisa
104
f. Controlling
1) Kajian Teori
Pengawasan adalah membandingkan hasil kinerja dengan standar dan
mengambil tindakan korektif bila kinerja yang didapat tidak sesuai dengan
standar. Pengawasan melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi
langsung dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang
diberikan pada klien.
Fungsi pengawasan mencakup 4 unsur, yaitu :
1. Penetapan standar pelaksanaan
2. Penentuan ukuran – ukuran pelaksanaan
3. Pengukuran pelaksanaan nyata dibandingkan dengan standar yang
ditetapkan
4. Pengambilan tindakan koreksi
Melalui Supervisi :
1. Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui
laporan langsung secara lisan dan memperbaiki atau mengawasi
kelemahan–kelemahan yang ada saat itu juga.
2. Pengawasan tidak langsung yaitu : mengecek daftar hadir ketua tim.
Membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat
selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan),
mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas.
3. Evaluasi : Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan
rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim.
4. Audit kepeawatan : Menurut buku pedoman uraian tugas tenaga
keperawatan di RS, tugas kepala unit sebagai controlling/pengawasan,
pengendalian dan penilaian (P3) meliputi :
105
2) Kajian Data
Tabel 2.36
106
KAJIAN KONTROLING
Dilakukan
No Standar
Ya Tidak
a. Sosialisasi Kebijakan
b. Mengatur dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan
c. Mengecek kelengkapan inventaris
d. Mengecek obat-obatan yang tersedia
e. Melakukan Supervisi
10
f. Menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah
ditentukan
g. Menilai siswa/ mahasiswa keperawatan
h. Melakukan Penilaian kinerja tenaga keperawatan
i.Menilai mutu asuhan keperawatan sesuai standart yang
berlaku secara mandiri atau koordinasi dengan tim
pengendalian mutu asuhan keperawatan
Jumlah 10 0
Analisa data
Dari hasil pengkajian cotroling didapatkan hasil 10 atau 100% atau
telah tercapai dengan sangat baik.
107
Tabel 2.37
PELAKSANAAN DISHARGE PLANNING
Dilakukan
N % N %
A Pre Interaksi
B Orientasi
Menjelaskan kerahasiaan 18 0% 0 0%
C Kerja
Melakukan orientasi 18 0% 0 0%
D Materi
E Terminasi
90,32 9,68
JUMLAH RATA-RATA 504 54
% %
Analisa data
109
Tabel 2.38
PELAKSANAAN PEMBERIAN INFORMASI KLIEN BARU
Dilakuakan
No. Kegiatan (n = 4) Ya Tidak
N % N %
A. Pre interaksi
1. Mengumpulkan data tentang klien 4 100 % 0 0%
2. Membuat rencana pertemuan dengan klien 4 100 % 0 0%
B. Orientasi
1. Memberi salam dan tersenyum kepada klien 4 100 % 0 0%
2. Memperkenalkan nama diri 4 100 % 0 0%
3. Menanyakan nama panggilan kesukaan klien 4 0% 0 100%
4. Menanyakan perasaan klien 4 100 % 0 0%
5. Menjelaskan peran perawat 4 100 % 0 0%
6. Menjelaskan tugas perawat 4 100 % 0 0%
7. Menjelaskan kegiatan (orientasi) yang akan
4 100 % 0 0%
dilakukan
8. Menjelaskan tujuan kegiatan 4 100 % 0 0%
9. Menjelaskan waktu yang dibutuhkan utuk orientasi 4 100 % 0 0%
Menjelaskan kerahasiaan 4 100 % 0 0%
10.
C. Kerja
1. Menanyakan keluhan utama klien 4 100 % 0 0%
2. Memberikan kesempatan bertanya 4 100 % 0 0%
3. Memulai dengan ajakan untuk berkonsentrasi 4 100 % 0 0%
Melakukan orientasi 4 100 % 0 0%
4.
D. Materi
1. Menjelaskan hak klien/keluarga 4 100 % 0 0%
2. Menjelaskan kewajiban klien/keluarga 4 100 % 0 0%
3. Menjelaskan petugas yang akan merawat 0 0% 4 100 %
4. Menjelaskan jadwal waktu konsentrasi 4 100 % 0 0%
5. Menjelaskan bahwa setiap hari akan disampaikan
4 100 % 0 0%
catatan perkembangan dan rencana keperawatannya
Menjelaskan syarat pengurusan administrasi 4 100 % 0 0%
6. Menjelaskan fasilitas yang ada di ruangan 4 100 % 0 0%
7. Mendemonstrasikan cara penggunaan fasilitas yang
8. 4 100 % 0 0%
ada di ruangan
Menjelaskan tata tertib kamar tunggu 4 100 % 0 0%
9. Memberitahukan tempat-tempat penting 4 100 % 0 0%
10.
Menjelaskan denah ruangan 4 100 % 0 0%
11.
Memulai discharge planning 4 100 % 0 0%
12.
Menandatangani surat pernyataan
4 100 % 0 0%
110
E. Terminasi
1. Menyimpulkan hasil kegiatan 4 100 % 0 0%
2. Memberikan pujian positif 4 100 % 0 0%
3. Merencanakan tindak lanjut kepada klien 4 100 % 0 0%
Melakukan kontrak selanjutnya 0 0% 4 100 %
4.
Mengkhiri kegiatan dengn cara yang baik dan
5. 4 100 % 0 0%
tersenyum
JUMLAH 124 93.9 % 8 6.1 %
Analisa Data
Pelaksanaan pemberian informasi pada klien baru sebesar atau
93.9 % dari hasil perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
belum dilaksanakan secara optimal perlaksanaan orientasi pasien baru.
Table 2. 39
EVALUASI KEPUASAN PASIEN TERHADAP MUTU ASUHAN
KEPERAWATAN
No Sll Srg Kdg Tdk(
Kriteria (n = 10)
(3) (2) (1) 0)
ruang tatauaha,dll)
JUMLAH 188 0 8 4
Analisa data
Dari hasil angket yang dibagikan kepada 10 pasien diruang
Kutilang didapatkan hasil rata-rata adalah 98,6 % yaitu kepuasan pasien
termasuk dalam kategori sangat baik. Bahwa dari beberapa item untuk
penilain tingkat kepuasan belum optimal.
Table 2.40
STANDAR PENILAIAN UNTUK PEMBIMBING PKK
Jawaban
No Pernyataan (n = 2)
Ya Tidak
JUMLAH 26 2
(92,85%) (7,14%)
Analisa Data
2) LOS (Length of Stay/ rata-rata lama hari rawat). Standar nasional untuk RSU
dalam satu tahun adalah 7-10 hari.
113
3) TOI (Turn Over Interval/ selang waktu antara pemakaian tempat tidur). Standar
1-3 hari untuk RS dalam satu tahun.
4) BTO (Bed Turn Over/ frekuensi pemakaian tempat tidur). Standar 5-45 kali
untuk RSU dalam satu tahun sedangkan yang baik lebih dari 40 kali
(Djojodibroto, 1997).
BTO : JUMLAH PASIEN KELUAR
Tabel 2.41
Efisiensi Ruang Kutilang bulan Januari-Maret 2018
INDIKATOR
NO BULAN BOR LOS (%) TOI BTO
(%) (%) (%)
1 Januari 8,30% 2,75% 4,2 7,47
2 Februari 6,63% 3,44% 4,3 5,97
3 Maret 6,73% 3,39% 4,3 5,88
Rata-rata 7,22% 3,19% 4,3 6,44
Standar 75 – 85 7 – 10 1–3 5 – 45
Analisa Data
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa BOR di Ruang Kutilang
periode Januari sampai Maret 2018 dengan rata–rata sebesar 7,22%. Hal
ini perlu dioptimalkan agar sesuai dengan standar yaitu 75 - 85%, hal ini
juga karena ruang Kutilang merupakan ruangan yang memberikan
pelayanan pada pasien bedah kelas 1 yang melayani pasien umum, BPJS,
ASK, Jamkesmas, Mandiri AU, BJPS AU, Jamkesda, BPJS Polri, BPJS
AD, Jamkesos, BPJS TNI, Jasa Raharja dan kerja sama.
Hasil LOS di Ruang Kutilang sebesar 3,19% hari, hal ini
menunjukkan lama pasien dirawat di Ruang Kutilang perlu dioptimalkan
114
agar sesuai standar umum yaitu 7–10 hari, hal ini dikarenakan kebanyakan
pasien yang dirawat di ruang Kutilang dengan diagnosa dan tindakan yang
tidak berat sehingga pasien tidak membutuhkan waktu lama untuk proses
penyembuhan di RS.
TOI sebesar 4,3 hari, dimana hasil tersebut perlu dioptimalkan
agar sesuai standar umum yaitu1-3hari. BTO di Ruang Kutilang periode
Januari sampai Maret 2018 adalah 6,44, sesuai standar yang ada yaitu 5–
45 kali. Hal ini menunjukkan efisiensi tempat tidur kosong pada bulan
Januari sampai Maret 2018 sudah optimal dan perlu dipertahankan.
2) Kajian Data
115
Gambaran rata rata penggunaan tempat tidur ( BOR) dan lama rawat
inap klien ( LOS ), waktu tempat tidur kosong (TOI), dan frekuensi
pemakaian tempat tidur (BTO) pada bulan Januari sampai Maret 2018
dapat dilihat sebagai berikut :
75-85%
BOR/ tingkat hunian rumah sakit atau dalam satu ruangan:
BOR : Jumlah hari perawatan x 100%
Jumlah tempat tidur x periode
: 2160 x 100%
34x 90
:70,58% dibulatkan menjadi 71%
Analisa data :
Berdasarkan hasil perhitungan diatas diperoleh data sebagai berikut :
(1) BOR di ruang rawat Kutilang selama bulan Januari sampai Maret 2018
sebanyak 71%, jika dibandingkan dengan standar nasional RS yaitu 75-85%,
dapat disimpulkan bahwa efektifitas pemakaian tempat tidur pasien di ruang
Kutilang dapat di kategorikan tidak ideal karena hasil BOR belum memenuhi
standar yang ditentukan.
(2) LOS diruang Kutilang selama bulan Januari sampai Maret 2018 sebanyak 3,67
hari, jika dibandingkan dengan standar nasional rumah sakit yaitu 7-10 hari,
dapat disimpulkan bahwa efesiensi lama waktu pasien tinggal untuk perawatan
diruang Kutilang dalam kategori tidak ideal. Hal ini dikarenakan efesiensi lama
waktu pasien tinggal untuk perawatan tidak sesuai dengan standar yang sudah
ditentukan.
(3) BTO diruang Kutilang pada bulan Januari sampai Maret 2018 didapatkan hasil
sebanyak 19,5 kali. bila dibandingkan dengan standar nasional rumah sakit
yaitu 5-45 kali, maka disimpulkan bahwa pemakaian tempat tidur dirumah
117
sakit dalam tiga bulan terakhir termasuk dalam kategori baik karena dapat
memenuhi standar yang sudah ditentukan.
(4) TOI diruang Kutilang selama bulan Januari sampai Maret 2018 didapatkan
hasil 1,35, bila dibandingkan dengan standar rumah sakit yaitu 1-3 hari maka
dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan rumah sakit yang menunjukkan rata-
rata tempat tidur kosong atau waktu antara tempat tidur ditinggalkan pasien
sampai diisi kembali masuk dalam kategori ideal dikarenakan memenuhi
standar yang sudah ditentukan
Tabel 2.42
Nilai Rata-Rata Instrumen A (Studi Dokumentasi Penerapan Standar
Asuhan Keperawatan) Di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito 10-12
April 2018
Rata-rata 89,37%
Analisa Data
Setelah dilakukan observasi terhadap 18 rekam medik (RM) pasien
mengenai proses keperawatan didapatkan hasil sebagai berikut:
1 Pengkajian
Format pengkajian di ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito mengacu
pada format pengkajian protap dari rumah sakit. Pengkajian dilakukan
dengan cara mengisi kotak-kotak isian dengan tanda (√) pada setiap item
pengkajian sesuai dengan kondisi pasien. Pada tabel tersebut dapat dilihat
pencapaian nilai untuk pengkajian adalah 88,88 % Hal ini menunjukkan
bahwa proses pengkajian yang dilaksanakan sudah sangat baik namun
masih ada sebagian item yang belum dikaji secara lengkap.
2 Diagnosa Keperawatan
Hasil observasi terhadap diagnosa didapatkan hasil 92,59 % membuat
diagnosa sesudah terlaksana. Dalam penegakan diagnosa keperawatan
sudah mencerminkan PE/PES namun diagnose yang dapat ditegakkan
hanya 1 diagnosa dan belum dicantumkan dalam prioritas diagnose.
3 Perencanaan Keperawatan
Perencanaan hasil didapatkan 87,03 % Dari observasi yang didukung oleh
data yang ada dirumuskan tujuan didalam perencanaan mencakup pada
119
b. Kepuasan ( Instrument B )
1) Kajian Teori
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja
atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya (Sutono, 2010).
Kepuasan dipengaruhi oleh sumber daya pendidikan, pengetahuan, sikap, gaya
hidup, demografi budaya, sosial ekonomi, keluarga dan situasi yang dihadapi.
Intrumen ini mengevaluasi tentang persepsi pasien terhadap mutu asuhan
keperawatan dengan cara menyebarkan angket/kuesioner kepada klien yang
memenuhi kriteria yaitu sudah rawat inap minimal tiga hari.
Tabel 2.43
Hasil Evaluasi Kepuasan Kinerja Karyawan (Perawat)
di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. HARDJOLUKITO
2018
Observasi
No Variabel Yang Dinilai(n=18) STP TP CP SP
P (4)
(1) (2) (3) (5)
1 Jumlah gaji yang diterima dibandingkan pekerjaan yang 0 4 8 6 0
saudara lakukan
2 Sistem penggajian yang dilakukan institusi tempat 0 2 8 8 0
saudara bekerja
3 Jumlah gaji yang diterima dibandingkan pendidikan 0 12 0 6 0
saudara
4 Pemberian insentif tambahan atas suatu prestasi atau 0 10 8 0 0
kerja ekstra
5 Tersedianya peralatan dan kelengkapan yang 0 2 6 10 0
mendukung pekerjaan
6 Tersedianya fasilitas penunjang seperti kamar mandi, 0 4 10 2 2
tempat parkir, kantin.
7 Kondisi ruangan kerja terutama berkaitan dengan 0 0 10 8 0
ventilasi udara, kebersihan dan kebisingan
8 Adanya jaminan atas kesehatan atau keselamatan kerja 0 4 8 4 2
9 Perhatian institusi rumah sakit terhadap saudara 0 4 14 0 0
10 Hubungan antar karyawan dalam kelompok kerja 0 0 14 4 0
121
Keterangan :
STP : Sangat tidak puas
TP : Tidak puas
CP : Cukup Puas
P : Puas
SP : Sangat puas
N=18
Nilai = jumlah P x 100%
Jumlah total nilai
= 60 x 2 + 202 x 3 + 92 x 4 + 6 x 5 x 100%
20 x 5 x 18
= 62,4 %
Analisa Data
Berdasarkan dari hasil kuesioner kepuasan kinerja karyawan (perawat) di
Ruang Kutilang RSUPAU dr. S. Hardjolukito Yogyakarta adalah 62,4% yang
berarti masuk dalam kategori baik namun perlu dioptimalkan, karena kurang
kesesuaian antara gaji dengan pekerjaan dan latar belakang pendidikan,
kesempatan untuk mendapat posisi yang lebih tinggi, pemberian insentif
tambahan atas suatu prestasi /kerja ekstra, kesempatan untuk meningkatkan
122
b. Observasi ( Instrument C )
Instrument C yaitu evaluasi tentang pedoman observasi tindakan keperawatan.
Observasi yang dilakukan adalah tindakan keperawatan yang dilakukan selama
tiga hari yaitu mulai tanggal 10 – 12 Maret 2018.
1. Kajian Teori
Dalam melakukan tindakan keperawatan yang baik harus sesuai
dan mengacu pada protap-protap atau standar yang telah ditetapkan.
Prosedur tetap merupakan salah satu pedoman kerja bagi setiap tenaga
kerja keperawatan dalam rangka mengimplementasikan praktek
keperawatan professional. Sebagai dasar penilaian tindakan keperawatan
mengacu instrumen evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan di
rumah sakit yang telah ditetapkan
2. Kajian Data
Dari observasi terhadap beberapa tindakan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat selama tiga hari didapatkan hasil sebagai berikut:
87,68 %
Tabel 2. 44
Hasil Observasi Total Instrumen ABC di Ruang Kutilang
RSPAU dr. S. Hardjolukito Yogyakarta April 2018
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Identifikasi Faktor Internal Dan Eksternal Ruang Kutilang (Analisis
SWOT)
Analisis SWOT adalah kajian yang dilakukan terhadap suatu organisasi
yang sedemikian rupa sehingga diperoleh keterangan akurat tentang
berbagai faktor kekuatan, kelemahan, kesempatan atau peluang dan
hambatan/ancaman yang dimiliki serta atau dihadapi oleh organisasi.
Dengan analisis ini akan diketahui dengan jelas berbagai persiapan
yang perlu dilakukan sehingga perencanaan yang akan dibuat dapat lebih
realistis. Pengkajian yang dilakukan di Ruang Kutilang RSPAU dr. S.
Hardjolukito dengan sumber data terdiri dari Perawat, Pasien, Mahasiswa
Praktek menggunakan teknik pengambilan data dengan kuisoner,
observasi, wawancara langsung terhadap sumber data dan melihat
langsung buku dokumentasi di Ruang Kutilang.
1. Kekuatan (Strenght)
Kekuatan (stenght) adalah faktor internal yang bersifat positif yang
dapat mempengaruhi organisasi, yang apabila dimanfaatkan akan berperan
penting dalam mencapai tujuan organisasi. Adapun kekuatan Ruangan
Merak sebagai berikut :
Rumah sakit terletak ditepi jalan utama yang dilalui transportasi umum.
124
1. Kelemahan (Weakness)
125
2. Peluang (Opportunity)
Peluang (opportunity) adalah faktor eksternal yang bersifat positif
yang dapat mempengaruhi organisasi, yang apabila dimanfaatkan akan
berperan penting dalam mencapai tujuan organisasi. Peluang yang ada di
Ruang Kutilang adalah:
Adanya kerja sama yang baik antara Institusi Pendidikan seluruh
Karisedenan Yogyakarta.
Adanya pelanggan peserta Asuransi Kesehatan dari pemerintah maupun
swasta (BPJS).
Adanya organisasi PPNI dan Komite Keperawatan yang menaungi Profesi
Keperawatan di Rumah Sakit.
Adanya kesempatan perawat untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi.
Adanya pengadaan alat dan pemeliharaannya serta adanya pelatihan staff.
3. Ancaman (Threat)
Ancaman (threat) adalah faktor eksternal yang dapat bersifat negatif
yang apabila tidak diantisipasi akan dapat mempengaruhi dalam mencapai
tujuan organisasi. Beberapa hal yang memungkinkan mendapatancaman
adalah:
Persaingan dengan beberapa Rumah Sakit Swasta dan Negeri di sekitar
RSPAU dr. S. Hardjolukito Yogyakarta.
126
B. ANALISA SWOT
Tabel 3.1
ANALISA PRIORITAS MASALAH DI RUANG KUTILANG
RSPAU DR. S. HARDJOLUKITO YOGYAKARTA
No Analisa Data Masalah
1. Berdasarkan observasi serlama 10-12 April 2018 didapatkan : Belum Lengkap SAK 10 Penyakit Terbanyak di Ruang Kutilang
Masih ada 4 dari 10 besar penyakit yang belum ada SAK yaitu
: Tumor Mamae, Batu Ureter, Kolelitiasis dan Pterigium
2 Berdasarkan observasi serlama 10-12 April 2018 didapatkan : Belum Lengkap Struktur Organisasi Ruang Kutilang
Belum ada gambaran Jumlah anggota tim
Belum lengkap kelengkapan struktur
3. Berdasarkan observasi serlama 10-12 April 2018 didapatkan : Belum Optimal dalam Penlabelan di Ruang Kutilang
Belum adanya labeling pada bed pasien
Belum adanya labeling pada tempat sampah
Belum adanya labeling pada loker obat
Belum adanya labeling pada cairan infuse pasien
Belum adanya labeling pada tempat linen kotor
Belum adanya labeling pada Peletakan baki atau nampan
128
Tabel 3.2
URAIAN PRIORITAS MASALAH DI RUANG KUTILANG
RSPAU DR. S. HARDJOLUKITO YOGYAKARTA
No Masalah U MG A I MN T Total
1. Struktur Organisai 5 5 5 5 4 5 29
2. Pembuatan labeling : bed pasien, tempat 4 5 5 5 5 5 29
sampah, loker obat, dan kamar pasien
3. Penambahan SAK yang Belum Lengkap 4 5 5 5 3 5 27
Sumber : Data Primer
Keteterangan SKOR
U : Urgency/Mendesak 1. Rendah Sekali :1
MG : Maknitud/Penting 2. Rendah :2
A : Aplicative/Penerapan 3. Sedang :3
I : Impect/Dampak yang kuat 4. Tinggi :4
MN : Money/ Keuangan 5. Tinggi Sekali :5
T : Toll/Fasilitas
Analisa Data
Berdasarkan Kajian data yang telah dilakukan di ruang Kutilang diperoleh
Struktur Organisasi Ruang Kutilang menjadi prioritas pertama dengan skor 29,
Pembuatan Labeling menjadi prioritas kedua dengan skor 29 Dan penambahan
SAK yang masih kurang dari 10 penykait terbesar dari bulan januari hingga maret
2018 menjadi prioritas ketiga dengan skor 27.
129
130
Waktu
N
Masalah Pokok Kegiatan Sasaran Target Urutan Kegiatan PJ
o Pelaksanaan
Seluruh
Papan struktur 1. Mendata struktur Organisasi ruangan Mahaisw
organisasi Ruang
Mengatur Struktur Papan struktur Kutilang beserta nama dan gelar. a dan
Struktur Organisasi Kutilang sesuai
1 organisasi Ruang organsisasi Ruang 2. Membuat struktur ruangan Kutilan di Seluruh
Ruang Kutilang dengan jabatan, 20 – 22 April 2018
Kutilang Kutilang lembaran. Pegawai
nama dan foto yang 3. Konsultasikan KARU dan CI Ruang
sesuai 4. Memperbaiki Struktur ruang Kutilang Kutilang
3. SAK 10 penyakit Membuat SAK 10 Seluruh perawat Di ruang Kutilang 1. Observasi dan pendataaan 10 penyakit 26 - 27 April 2018 Seluruh
terbanyak belum penyakit terbanyak di ruang Kutilang ada SAK 10 terbanyak selama bulan januari – Maret. mahasis
lengkap paham dengan 10 penyakit terbanyak, 2. Konsultasi KARU dan CI wa dan
SAK dan dipahami oleh 3. Mencari refrensi tentang SAK yang perawat
semua perawat terkait
4. Penyusunan SAK
5.Konsultasi SAK kepada CI dan KARU
6. Sosialisasi SAK
BAB IV
Tabel 4.1
Langkah-langkah Pelaksanaan Struktur Organisasi
di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
133
134
b) Jadwal kegiatan
Tabel 4.2
Jadwal Pelaksanaa Struktur Organisasi
di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
Minggu Ke
No. Kegiatan
I II III IV
A. Persiapan
1. Mendata struktur
√
Organisasi ruangan
0
Kutilang beserta nama
dan gelar.
B. Pelaksanaan
1. Membuat struktur √
ruangan Kutilan di 0
lembaran.
2. Konsultasikan KARU √
dan CI 0
C. Evaluasi
1. Evaluasi secara √
keseluruhan 0
Keterangan : √= Perencanaan
0 = Pelaksanaan
c) Anggaran Biaya
Tabel 4.3
Anggaran Biaya Pelaksanaa Struktur Organisasi
di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
d) Evluasi
Evaluasi pelaksanaan struktur organisasi di Ruang Kutilang RSPAU dr. S.
Hardjolukito yang dilaksananakan tanggal 20 - 22 April 2018. Sudah terlaksana dan
sudah di temple di bagian nurse station.
135
135
e) Dokumentasi
Gambar 4.1
Struktur Organisasi
di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
Struktur Organisasi sebelum dilakukan Pengaturan Struktur Organisasi saat dilakukan Pengaturan
Struktur Struktur
136
.
137
Tabel 4.4
Pelaksanaan Labeling
di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
b) Jadwal kegiatan
Tabel 4.5
Jadwal Pelaksanaa Pembuatan Labeling
di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
Minggu Ke
No. Kegiatan
I II III IV
A. Persiapan
1. Observasi Pendataan √
mengenai label. 0
3. Cetak Label. √
0
4 Penempelan Label √
0
C. Evaluasi
1. Evaluasi secara √
keseluruhan 0
Keterangan : √= Perencanaan
0 = Pelaksanaan
c) Anggaran Biaya
Tabel 4.6
Anggaran Biaya Pelaksanaa Pembuatan Labeling
di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
d) Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan Labeling di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito yang
dilaksananakan tanggal 23 - 25 April 2018. Sudah terlaksana dan sudah di temple di
bagian loker pasien, tempat sampah, setiap bed ruangan dll.
140
140
e) Dokumentasi
Gambar 4.2
Sebelum dilakukan Labeling
di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
Loker Pasien Sebelum dilakukan labeling Tempat Sampah Sebelum dilakukan labeling
Bed Pasien Sebelum dilakukan labeling Tempat Linen Kotor Sebelum dilakukan labeling
141
Botol Infus Sebelum dilakukan labeling Pintu PANTRY Sebelum dilakukan labeling
142
Papan Pengumuman Jam Kunjung Sebelum dilakukan Informasi peletakan Baki atau nampan Sebelum dilakukan labeling
labeling
143
Gambar 4.3
Saat dilakukan Labeling
di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
Tabel 4.4
Pembuatan Labeling
di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
b) Jadwal kegiatan
Tabel 4.5
Jadwal Pelaksanaa Pembuatan Labeling
di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
Minggu Ke
No. Kegiatan
I II III IV
A. Persiapan
1. Observasi dan
√
pendataaan 10 penyakit
0
terbanyak selama bulan
januari – Maret.
2. Konsultasi KARU dan √
CI 0
B. Pelaksanaan
1. Membuat struktur √
ruangan Kutilan di 0
lembaran.
2. Konsultasikan KARU √
dan CI 0
3 Penyusunan SAK √
0
4 Konsultasi SAK kepada √
CI dan KARU 0
C. Evaluasi
1. Sosialisasi SAK √
0
Keterangan : √= Perencanaan
0 = Pelaksanaan
c) Anggaran Biaya
Tabel 4.6
Anggaran Biaya Pelaksanaa Pembuatan Labeling
di Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
BAB V
A. Kesimpulan
1. Mengidentifikasi masalah yang ada di ruang Kutilang RSPAU dr. S.
Hardjolukito Yogyakarta
a. Masih ada 4 dari 10 besar penyakit yang belum ada SAK yaitu : Tumor
Mamae, Batu Ureter, Kolelitiasis dan Pterigium
b. Belum ada gambaran Jumlah anggota tim di strruktur organisasi Ruang
Kutilang.
c. Belum lengkap kelengkapan struktur organisasi Ruang Kutilang
d. Belum adanya labeling pada bed pasien
e. Belum adanya labeling pada tempat sampah
f. Belum adanya labeling pada loker obat
g. Belum adanya labeling pada cairan infuse pasien
h. Belum adanya labeling pada tempat linen kotor
i. Belum adanya labeling pada Peletakan baki atau nampan
B. Saran
Dari hasil evaluasi dan pembahasan yang telah dilaksanakan, maka kami
memiliki beberapa saran antara lain :
1. Bidang keperawatan
a. Perlu meningkatkan kepatuhan dalam menerapkan cuci tangan
menggunakan sabun maupun handcrub dan lima moment cuci tangan.
151
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. LAPORAN SUPERVISI
HARI : Sabtu
TANGGAL : 14 April 2018
JAM : 09.00 – 13.00 WIB
SUPERVISOR : Team A
DISUSUN OLEH :
YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
ini. Penulisan laporan Standar Asuhan Keperawatan praktik klinik manajemen ini
merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar profesi Ners di kampus
STIKes Guna Bangsa Yogyakarta.
` Dalam penyusunan laporan ini, kami telah mendapatkan banyak arahan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengeucapkan terima kasih
kepada :
11 Marsekal Pertama TNI dr. M. Daradjat. Sp.An Selaku Kepala RSPAU dr.
S.Hardjolukito Yogyakarta
12 Sai Suud, S.Kep., Ns Letkol Kesehatan Selaku Kabag Instal Watum RSPAU
dr. S. Hardjolukito Yogyakarta
13 I Wayan Polih., AMK Mayor Kesehatan KAWATNAP RSPAU dr. S.
Hardjolukito Yogyakarta
14 Tri Wahyu K., AMK Selaku Kepala Ruang Kutilang RSPAU dr. S.
Hardjolukito Yogyakarta
15 Ervin Dwi W, S.Kep., Ns dan Hermin Sofiyah, S.Kep.Ns Selaku Pembimbing
Klinik Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito Yogyakarta
16 Dwi Agustiana Sari, S.Kep., Ns.,M.Kep Selaku Pembimbing Akademik
17 Jennifa, S.Kep., Ns.Selaku Pembimbing Akademik
18 Widuri, S. Kep., Ns. M. Med. Ed Selaku Pembimbing Akademik
19 Seluruh Staf Keperawatan Ruang Kutilang RSPAU dr. S. Hardjolukito
Yogyakarta
20 Rekan-Rekan Kelompok A : Abdul Rajak Hatar, S.Kep, Atika Idris, S.Kep,
Dedi Susanto,S.Kep, Edelbertus Idaman Bahy, S.Kep, Faiz Fathony, S.Kep,
Fransiska Etik, S.Kep, Gede Suka Mandiarta, S.Kep, Marlina Sahbudin,
S.Kep, yang saling membantu untuk menyelesikan pembuatan laporan ini.
Kami menyadari bahwa penulisan laporan ini masih banyak kekurangan dan
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Atas Kekurangan dan kesalahan
dalam penulisan laporan ini, kami mohon maaf. Akhir kata kami mengharapkan
semoga laporan praktik klinik manajemen ini dapat bermanfaat.
Kelompok A
KONSEP TEORI TUMOR MAMAE
A. Definisi
Tumor payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang
terus tumbuh berupa ganda.Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk benjolan di
payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker
bisa menyebar (metastase) pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi
pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun di atas tulang belikat.Selain itu
sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit.
(Erik T, 2007, hal : 39-40)
Suatu keadaan di mana sel kehilangan kemampuannya dalam
mengendalikan kecepatan pembelahan dan pertumbuhannya.Normalnya, sel yang
mati sama dengan jumlah sel yang tumbuh. Apabila sel tersebut sudah mengalami
malignansi/ keganasan atau bersifat kanker maka sel tersebut terus menerus
membelah tanpa memperhatikan kebutuhan, sehingga membentuk tumor atau
berkembang “tumbuh baru” tetapi tidak semua yang tumbuh baru itu bersifat
karsinogen. (Daniele gale 2008).
Ketika sejumlah sel di dalam payudara tumbuh dan berkembang dengan
tidak terkendali, inilah yang disebut kanker payudara.Sel-sel tersebut dapat
menyerang jaringan sekitar dan menyebar ke seluruh tubuh.Kumpulan besar dari
jaringan yang tidak terkontrol ini disebut tumor atau benjolan.Akan tetapi, tidak
semua tumor merupakan kanker karena sifatnya yang tidak menyebar atau
mengancam nyawa.Tumor ini disebut tumor jinak.Tumor yang dapat menyebar ke
seluruh tubuh atau menyerang jaringan sekitar disebut kanker atau tumor ganas.
Teorinya, setiap jenis jaringan pada payudara dapat membentuk kanker, biasanya
timbul pada saluran atau kelenjar susu (www.pitapink.com, situs resmi Yayasan
Kanker Payudara Jakarta, diakses tanggal 04 Maret 2017).
B. Etiologi
Belum ada penyebab spesifik Tumor payudara yang diketahui, para
peneliti telah mengidentifikasi sekelompok faktor resiko. Riset lebih lanjut
tentang faktor-faktor resiko akan membantu dalam mengembangkan strategi yang
efektif untuk mencegah Tumor payudara. Faktor-faktor resiko mencakup :
1. Tinggi melebihi 170 cm
Wanita yang tingginya 170 cm mempunyai resiko terkena kanker payudara
karena pertumbuhan lebih cepat saat usia anak dan remaja membuat adanya
perubahan struktur genetik (DNA) pada sel tubuh yang diantaranya berubah
ke arah sel ganas.
2. Anak perempuan dari ibu dengan kanker payudara (herediter)
3. Menarche dini. Resiko Tumor payudara meningkat pada wanita yang
mengalami menstruasi sebelum usia 12 tahun.
4. Nulipara dan usia maternal. Lanjut saat kelahiran anak pertama. Wanita yang
melahirkan setelah usia 30 tahun lebih berisiko mengalami Tumor payudara.
5. Menopause pada usia lanjut. Menopause setelah usia 50 tahun.
6. Hormon, diduga tidak adanya keseimbangan estrogen sehingga dapat
menyebabkan Tumor mammae. Oleh sebab itu Tumor mammae lebih banyak
perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
7. Pernah mengalami radiasi didaerah dada.
C. Patofisiologi
Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan cirri-
ciri: proliferasi sel yang berlebihan dan tidak berguna yang tidak mengikuti
pengaruh struktur jaringan sekitarnya.
Neoplasma yang maligna terdiri dari sel-sel kanker yang menunjukkan
proliferasi yang tidak terkendali yang mengganggu fungsi jaringan normal dengan
menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-
organ yang jauh. Di dalam sel tersebut terjadi perubahan secara biokimia terutama
dalam intinya.Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel di mana telah
terjadi transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel-sel ganas di
antar sel-sel normal.
Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase:
1. Fase induksi: 15-30 tahun
Sampai saat ini belum dipastikan sebab terjadinya kanker, tapi
bourgeois lingkungan mungkin memegang peranan besar dalam terjadinya
kanker pada manusia.
Kontak dengan karsinogen membutuhkan waktu bertahun-tahun
samapi bisa merubah jaringan displasi menjadi tumor ganas.Hal ini tergantung
dari sifat, jumlah, dan konsentrasi zat karsinogen tersebut, tempat yang
dikenai karsinogen, lamanya terkena, adanya zat-zat karsinogen atau ko-
karsinogen lain, kerentanan jaringan dan individu.
2. Fase in situ: 1-5 tahun
Pada fase ini perubahan jaringan muncul menjadi suatu lesi pre-
cancerous yang bisa ditemukan di serviks uteri, rongga mulut, paru-paru,
saluran cerna, kandung kemih, kulit dan akhirnya ditemukan di payudara.
3. Fase invasi
Sel-sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi melewati
membrane sel ke jaringan sekitarnya ke pembuluh darah serta limfe.
Waktu antara fase ke 3 dan ke 4 berlangsung antara beberapa minggu
sampai beberapa tahun.
4. Fase diseminasi: 1-5 tahun
Bila tumor makin membesar maka kemungkinan penyebaran ke
tempat-tempat lain bertambah.
D. Manifestasi Klinis
a. Benjolan yang dapat dipalpasi
b. Biasanya sedikit nyeri
c. Kebanyakan sering ditemukan pada kuadran atas luar
d. Rabas pada putting susu
e. Retraksi putting
f. Kulit berlesung
g. Edema
h. Perubahan pada kontur payudara
i. Adenopati aksila
j. Nyeri tulang
k. Efusi pleura
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium meliputi:
a. Morfologi sel darah
b. Laju endap darah
c. Tes faal hati
d. Tes tumor marker (carsino Embrionyk Antigen/CEA) dalam serum atau
plasma
e. Pemeriksaan sitologik
Pemeriksaan ini memegang peranan penting pada penilaian cairan yang
keluar spontan dari putting payudar, cairan kista atau cairan yang keluar
dari ekskoriasi
2. Mammagrafi
Pengujian mammae dengan menggunakan sinar untuk mendeteksi
secara dini.Memperlihatkan struktur internal mammae untuk mendeteksi
kanker yang tidak teraba atau tumor yang terjadi pada tahap
awal.Mammografi pada masa menopause kurang bermanfaat karean
gambaran kanker diantara jaringan kelenjar kurang tampak.
3. Ultrasonografi
Biasanya digunakan untuk mndeteksi luka-luka pada daerah padat
pada mammae ultrasonography berguna untuk membedakan tumor sulit
dengan kista.kadang-kadang tampak kista sebesar sampai 2 cm.
4. Thermography
Mengukur dan mencatat emisi panas yang berasal; dari mammae atau
mengidentifikasi pertumbuhan cepat tumor sebagai titik panas karena
peningkatan suplay darah dan penyesuaian suhu kulit yang lebih tinggi.
5. Xerodiography
Memberikan dan memasukkan kontras yang lebih tajam antara
pembuluh-pembuluh darah dan jaringan yang padat.Menyatakan peningkatan
sirkulasi sekitar sisi tumor.
6. Biopsi
Untuk menentukan secara menyakinkan apakah tumor jinak atau
ganas, dengan cara pengambilan massa. Memberikan diagnosa definitif
terhadap massa dan berguna klasifikasi histogi, pentahapan dan seleksi terapi.
7. CT. Scan
Dipergunakan untuk diagnosis metastasis carsinoma payudara pada
organ lain
8. Pemeriksaan hematologi
Yaitu dengan cara isolasi dan menentukan sel-sel tumor pada
peredaran darah dengan sendimental dan sentrifugis darah.
F. Penatalaksanaan
Ada 2 macam yaitu kuratif (pembedahan) dan poliatif (non
pembedahan).Penanganan kuratif dengan pembedahan yang dilakukan secara
mastektomi parsial, mastektomi total, mastektomi radikal, tergantung dari luas,
besar dan penyebaran knker. Penanganan non pembedahan dengan penyinaran,
kemoterapi dan terapi hormonal.
1. Terapi kuratif :
a. Untuk kanker mamma stadium 0,I,II dan III
1) Terapi utama adalah mastektomi radikal modifikasi, alternative
tomoorektomi dan
diseksi aksila
2) Terapi ajuvan :
a) Radioterapi paska bedah 4000-6000 rads
b) Kemoterapi untuk pra menopause dengan CMF
(Cyclophosphamide 100 mg/m2 dd po hari ke 1-14, methotrexate
40 mg/m2 IV hari ke -1 siklus diulangi tiap 4 minggu dan
flouroracil 600 mg/m2 IV hari ke-1 atau CAP (Cyclophosphamide
500 mg/m2 hari ke 1, adriamycin 50 mg/m2 hari ke-1 dan
flouroracil 500 mg/m2 IV hari ke-1 dan 8 untuk 6 siklus.
c) Hormon terapi untuk pasca menopause dengan tamoksifen untuk
1-2 tahun
3) Terapi bantuan, roboransia,
4) Terapi sekunder bila perlu
5) Terapi komplikasi pasca bedah misalnya gangguan gerak lengan
(fisioterapi)
2. Terapi paliatif
Untuk kanker mamae stadium III B dan IV :
a. Terapi utama
1) pramenopause, bilateral ovariedektomi
2) pasca menopause : hormone resptor positif (takmosifen) dan hormone
reseptor negative (kemoterapu dengan CMF atau CAF)
b. Terapi ajuvan
1) operable (mastektomi simple)
2) inoperable (radioterapi)
Kanker mamae inoperative :
a) tumor melekat pada dinding thoraks
b) odema lengan
c) nodul satelit yang luas
d) mastitis karsionamtosa
c. Terapi bantuan ; roboransia
d. Terapi komplikasi , bila ada :
1) Patah, reposisi-fiksasi-imobilisasi dan radioterapi pada tempat patah
2) odema lengan : deuretik, pneumatic sleeve, operasi tranposisi omentum
atau kondoleon,
3) Efusion pleura, aspirasi cairan atau drainase bullae, bleomisin 30 mg
dan teramisin 1000 mg, intra pleura
4) Hiperkalsemia : deuretika dan rehidrasi, kortikosteroid, mitramisin ¼-
1/2 mg/kg BB IV
5) Nyeri, terapi nyeri sesuai WHO
6) Borok,perawatan borok
G. Pencegahan
Perlu untuk diketahui, bahwa 9 di antara 10 wanita menemukan adanya
benjolan di payudaranya.Untuk pencegahan awal, dapat dilakukan
sendiri.Sebaiknya pemeriksaan dilakukan sehabis selesai masa
menstruasi.Sebelum menstruasi, payudara agak membengkak sehingga
menyulitkan pemeriksaan. Cara pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1. Berdirilah di depan cermin dan perhatikan apakah ada kelainan pada
payudara. Biasanya kedua payudara tidak sama, putingnya juga tidak terletak
pada ketinggian yang sama. Perhatikan apakah terdapat keriput, lekukan, atau
puting susu tertarik ke dalam. Bila terdapat kelainan itu atau keluar cairan atau
darah dari puting susu, segeralah pergi ke dokter.
2. Letakkan kedua lengan di atas kepala dan perhatikan kembali kedua payudara.
3. Bungkukkan badan hingga payudara tergantung ke bawah, dan periksa lagi.
4. Berbaringlah di tempat tidur dan letakkan tangan kiri di belakang kepala, dan
sebuah bantal di bawah bahu kiri. Rabalah payudara kiri dengan telapak jari-
jari kanan. Periksalah apakah ada benjolan pada payudara. Kemudian periksa
juga apakah ada benjolan atau pembengkakan pada ketiak kiri.
Periksa dan rabalah puting susu dan sekitarnya. Pada umumnya kelenjar susu
bila diraba dengan telapak jari-jari tangan akan terasa kenyal dan mudah
digerakkan. Bila ada tumor, maka akan terasa keras dan tidak dapat
digerakkan (tidak dapat dipindahkan dari tempatnya). Bila terasa ada sebuah
benjolan sebesar 1 cm atau lebih, segeralah pergi ke dokter.Makin dini
penanganan, semakin besar kemungkinan untuk sembuh secara sempurna.
Lakukan hal yang sama untuk payudara dan ketiak kanan.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan kanker payudara menurut Doenges,
Marilynn E (2000) diperoleh data sebagai berikut:
a. Aktifitas/istirahat
Gejala: kerja, aktifitas yang melibatkan banyak gerakan
tangan/pengulangan, pola tidur (contoh, tidur tengkurap).
b. Sirkulasi
Tanda: kongestif unilateral pada lengan yang terkena (sistem limfe).
c. Makanan/cairan
Gejala: kehilangan nafsu makan, adanya penurunan berat badan.
d. Integritas Ego
Gejala: stresor konstan dalam pekerjaan/pola di rumah. Stres/takut tentang
diagnosa, prognosis, harapan yang akan datang.
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri pada penyakit yang luas/metastatik (nyeri lokal jarang terjadi
pada keganasan dini). Beberapa pengalaman ketidaknyamanan atau
perasaan lucu pada jaringan payudara. Payudara berat, nyeri sebelum
menstruasi biasanya mengindikasikan penyakit fibrokistik.
f. Keamanan
Tanda: massa nodul aksila. Edema, eritema pada kulit sekitar.
g. Seksualitas
Gejala: adanya benjolan payudara, perubahan pada ukuran dan
kesimetrisan payudara. Perubahan pada warna kulit payudara atau suhu,
rabas puting yang tak biasanya, gatal, rasa terbakar atau puting meregang.
Riwayat menarke dini (lebih muda dari usia 12 tahun), menopause lambat
(setelah 50 tahun), kehamilan pertama lambat (setelah usia 35 tahun).
h. Masalah tentang seksualitas/keintiman.
Tanda: perubahan pada kontur/massa payudara, asimetris. Kulit cekung,
berkerut, perubahan pada warna/tekstur kulit, pembengkakan, kemerahan
atau panas pada payudara. Puting retraksi, rabas dari puting (serosa,
serosangiosa, sangiosa, rabas berair meningkatkan kemungkinan kanker,
khususnya bila disertai benjolan)
i. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat kanker dalam keluarga (ibu, saudara wanita, bibi dari ibu
atau nenek). Kanker unilateral sebelumnya kanker endometrial atau
ovarium.
j. Pertimbangan Rencana Pemulangan: DRG menunjukkan rata-rata lama
dirawat 4 hari. Membutuhkan bantuan dalam pengobatan/rehabilitasi,
keputusan, aktivitas perawatan diri, pemeliharaan rumah.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan adanya penekanan massa tumor.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi lengan/bahu.
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status dalam kesehatan.
d. Gangguan harga diri berhubungan dengan kecacatan bedah
e. Defisiensi pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan serta pengobatan
penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.
f. Ketidakseimabangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake tidak adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall (2008).Buku saku diagnosa keperawatan, edisi 8, alih Bahasa
Monica Ester.Jakarta: EGC.
Daniell Jane Charette (2006).Ancologi Nursing Care Plus, Elpaso Texas, USA Alih
Bahasa Imade Kariasa. Jakarta: EGC.
Theodore R. Schrock, M. D (2007).Ilmu Bedah, Edisi 7, Alih Bahasa Drs. Med Adji
Dharma, dr. Petrus Lukmanto, Dr gunawan. Jakarta: EGC.
Data Objektif:
klien tampak takut
bergerak
…..
…..
Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Latihan rentang gerak pasif sesegera mungkin.
b.d ….. keperawatan ….. x ….. Jam, Bantu dalam aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
Klien dapat beraktivitas KH : Bantu ambulasi dan dorong memperbaiki postur.
Data Subjektif : Klien dapat …..
Klien mengeluh sakit beraktivitas sehari –
jika lengan digerakkan. hari.
Klien mengeluh badan Peningkatan kekuatan
terasa lemah. bagi tubuh yang sakit.
Klien tidak mau banyak …..
bergerak.
…..
…..
Data Objektif:
klien tampak takut
bergerak
…..
…..
Ansietas b.d perubahan Setelah dilakukan tindakan Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya
status dalam kesehatan. keperawatan ….. x ….. Jam, Diskusikan tanda dan gejala depresi.
Kecemasan dapat berkurang KH Diskusikan tanda dan gejala depresi
: Diskusikan kemungkinan untuk bedah rekonstruksi
Data Subjektif :
Klien tampak tenang atau pemakaian prostetik.
Klien mengatakan takut
Mau berpartisipasi …..
ditolak oleh orang lain.
dalam program terapi …..
Ekspresi wajah tampak
…..
murung.
Tidak mau melihat …..
tubuhnya.
…..
…..
Data Objektif:
Klien tampak takut
melihat anggota
tubuhnya
…..
…..
Gangguan harga diri b.d Setelah dilakukan tindakan Diskusikan dengan klien atau orang terdekat respon
kecacatan bedah keperawatan ….. x ….. Jam, klien terhadap penyakitnya
klien dapat menerima keadaan Tinjau ulang efek pembedahan
Data Subjektif : dirinya KH : Berikan dukungan emosi klien.
klien mengatakan malu Klien tidak malu Anjurkan keluarga klien untuk selalu mendampingi
dengan keadaan dirinya dengan keadaan klien.
….. dirinya. …..
….. Klien dapat menerima …..
efek pembedahan
5. Struktur Ginjal.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat
gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat
lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut
yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks
yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai
pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus..
Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi
ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang
masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis
minores. Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang
merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron
dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal,
ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
7. Pendarahan.
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang
mempunyai percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan
kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobularis
kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di
tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus yang masuk
ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut
arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis
masuk ke vena cava inferior.
8. Persarafan Ginjal.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor).
Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam
ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang
masuk ke ginjal.
9. Ureter.
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari
ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang
0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian
lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos.
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan
peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung
kemih.
11. Uretra.
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang
berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
a. Urethra pars Prostatica
b. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
c. Urethra pars spongiosa.
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm
(Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara
clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
a. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari
Vesika urinaria mengandung jaringan elastis dan otot polos.
Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
b. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh
darah dan saraf.
c. Lapisan mukosa.
13. Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi
dengan urin.
Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
a. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada
dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini
terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin), keadaan ini akan
mencetuskan tahap ke 2.
b. adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan
mengosongkan kandung kemih.
Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang)
Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat
di pelajari “latih”. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat Vesika
Urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan
spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis: impuls
menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi
terjadi Mikturisi (normal: tidak nyeri).
B. DEFINISI
C. ETIOLOGI
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air
kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau
karena air kemih kekurangan penghambat pembentuka batu yang normal
(Sja’bani, 2006). Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya
mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral
struvit (Sja’bani, 2006). Batu struvit (campuran dari magnesium,
amonium dan fosfat) juga disebut batu infeksi karena batu ini hanya
terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi.
Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan
mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batu yang
besar disebut kalkulus staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan
pelvis renalis dan kalises renalis. Sampai saat sekarang penyebab
terbentuknya batu belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor
predisposisi terjadinya batu :
a. Faktor Endogen .
Brunner dan Sudarth (2010) dan Nurlina (2008) menyebutkan
beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih,
yaitu: Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan
hiperoksalouria.
b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan
mineral dalam air minum.
Beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan saluran kemih antara
lain:
1) Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis
jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentuk batu saluran
kemih. Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk
amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.
2) Stasis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan stasis urine pada sistem perkemihan
akan mempermudah Infeksi Saluran Kencing (ISK).
3) Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan
perbandingan 3:1
4) Ras
Batu saluran kemih lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
5) Keturunan
Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu
saluran kemih memiliki resiko untuk menderita batu saluran
kemih dibanding dengan yang tidak memiliki anggota keluarga
dengan batu saluran kemih.
6) Air Minum
Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang
didapat dari minum air. Memperbanyak diuresis dengan cara
banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya
batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua
substansi dalam urine meningkat.
7) Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.
8) Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan
panas sehingga pengeluaran cairan menjadi meningkat, apabila
tidak didukung oleh hidrasi yang adekuat akan meningkatkan
resiko batu saluran kemih.
9) Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani,
kalsium, natrium klorida, vitamin C, makanan tinggi garam akan
meningkatkan resiko pembentukan batu karena mempengaruhi
saturasi urine.
D. PATOFISIOLOGI
a. Teori Intimatriks
Sja’bani (2006) meyebutkan terbentuknya batu saluran kencing
memerlukan adanya substansi organik sebagai inti. Substansi ini
terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah
kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi
Sja’bani (2006) menyebutkan erjadi kejenuhan substansi
pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium
oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Sja’bani (2006) menyebutkan perubahan pH urine akan
mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat
asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan
mengendap garam-garam fosfat. d. Teori Berkurangnya Faktor
Penghambat (Muslim, 2007)Berkurangnya faktor penghambat seperti
peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam
mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya batu saluran
kemih.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat,
pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan
mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencin
F. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri
1. Batu di dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut
bagian bawah.
2. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus
renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis
(nyeri kolik yang hebat).
3. Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul,
biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang,
yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah
dalam (Brunner dan Suddarth, 2014).
b. Mual dan Muntah
c. Perut Menggelembung
d. Demam
e. menggigil
f. darah di dalam air kemih.
g. Penderita mungkin menjadi sering berkemih,
1. Terutama ketika batu melewati ureter.
2. Hanya sedikit urin yang keluar.
h. Menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran
kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul
diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini
berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam
ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal
(hidronefrosis Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan
gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik yang menyebar kepala
obdomen dan genitalia.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu
saluran kemih adalah (American Urological Association, 2005) :
a. Urinalisis
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-
kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan
obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH :
normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu
asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau
batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium,
fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine
menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20
mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk
mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar
perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh
diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik
(cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai
15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang
bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine)
sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
b. Laboratorium
1. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat
atau polisitemia.
2. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal
(PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang,
meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi
infeksi, serta mengurangi obstruksi akibat batu (Sja’bani, 2006). Cara
yang biasanya digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih adalah
terapi konservatif, medikamentosa, pemecahan batu, dan operasi terbuka.
a. Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm.
Batu ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan
(Fillingham dan Douglass, 2000). Untuk mengeluarkan batu kecil
tersebut terdapat pilihan terapi konservatif berupa (American
Urological Association, 2005):
1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2. α - blocker
3. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping
ukuran batu syarat lain untuk terapi konservatif adalah berat
ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya
kolik berulang atau ISK menyebabkan konservatif bukan merupakan
pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-
pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan
fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini
harus segera dilakukan intervensi (American Urological Association,
2005).
b. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran
kemih. Badlani (2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah
memecah batu saluran kemih dengan menggunakan gelombang kejut
yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang
dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu
dengan berbagai cara. Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi
akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali gelombang
kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil,
selanjutnya keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit.
Al-Ansari (2005) menyebutkan komplikasi ESWL untuk terapi
batu ureter hampir tidak ada. Keterbatasan ESWL antara lain sulit
memecah batu keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat), perlu
beberapa kali tindakan, dan sulit pada orang bertubuh gemuk.
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan
anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius karena ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium.
c. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah
mengubah secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi
dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah
sukses dalam memecah batu ureter. Keterbatasan URS adalah tidak
bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga
diperlukan alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan
untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada
pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
e. Operasi Terbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa beberapa
variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan.
Hal tersebut tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi
bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Saat ini
operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja,
terutama pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau
ukuran batu ureter yang besar
I. KOMPLIKASI
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yang dapat
menimbulkan infeksi saluran kemih, pylonetritis, yang akibatnya yang
akhirnya merusak ginjal, maka timbul gagal ginjal dengan segala
akibatnya yang jauh lebih parah (Abdul Haris Awie, 2009).
a. Sumbatan atau obstruksi akibat adanya pecahan batu.
b. Infeksi, akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat
obstruksi
c. Kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum
pengobatan atau pengangkatan batu ginjal.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat
keperawatan yang perlu dikaji adalah:
a. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
1. Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih
banyak duduk.
2. Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi.
3. Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik
lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama)
b. Sirkulasi
Tanda:
1. Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal).
2. Kulit hangat dan kemerahan atau pucat
c. Eliminasi
Gejala:
1. Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya.
2. Penrunan volume urine.
3. Rasa terbakar, dorongan berkemih.
4. Diare
Tanda:
1. Oliguria, hematuria, piouria.
2. Perubahan pola berkemih.
d. Makanan dan cairan:
Gejala:
1. Mual/muntah, nyeri tekan abdomen.
2. Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat.
3. Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup.
Tanda:
4. Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus.
5. Muntah.
e. Nyeri dan kenyamanan:
Gejala:
1. Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri
tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri
dangkal konstan)
Tanda:
2. Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi.
3. Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit
f. Keamanan:
Gejala:
1. Penggunaan alcohol.
2. Demam/menggigil
g. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
1. Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal,
hipertensi, gout, ISK kronis.
2. Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme.
3. Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat,
alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau
vitamin.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri kronis berhubungan dengan aktivitas peristaltik otot
polos sistem kalises, peregangan dari terminal saraf
sekunder dari adanya batu pada ginjal.
b) Perubahan pola miksi berhubungan dengan retensi urine,
sering BAK, hematuria sekunder dari iritasi saluran kemih.
c) Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual, muntah efek sekunder dari nyeri
klonik.
d) Kecemasaan berhubungan dengan pronogsis pembedahan,
tindakan invasif diagnostik.
e) Pemenuhan informasi berhubungan dengan rencana
pembedahan, tindakan diagnostik invasif (ESWL),
perencanaan pasien pulang.
DAFTAR PUSTAKA
Huda Nurarif, Amin & Kusuma, Hardhi S. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC – NOC Edisi Revisi Jilid III.
Yogyakarta: MediAction.
L. Hinkle, Janice & H. Cheever, Kerry. 2014. Brunner & Suddarth's Textbook of
Medical-Surgical Nursing (Brunner and Suddarth's Textbook of Medical-Surgical)
Thirteenth, North American Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
O’Callaghan,C.A.2009.TheRenalSystemAt AGlance.Oxford:Wiley–
RENCANA KEPERAWATAN
1 Nyeri akut b.d agen cidera Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Pain Management
biologis : peningkatan selama......., dengan KH: - Analgesic Administration
frekuensi/dorongan kontraksi 1. Mampu mengontrol nyeri. 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
uretral atau agen cidera fisik : 2. Melaporkan bahwa nyeri komprehensif.
post insisi bedah. berkurang dengan menggunakan 2. Observasi reaksi non verbal
manajemen nyeri. 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
3. Mampu mengenali nyeri. 4. Kontrol lingkungan yang dapat
4. Menyatakan rasa nyaman setelah mempengaruhi nyeri.
nyeri berkurang. 5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi,
interpersonal)
6. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
7. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
8. Kolaborasi dengan dokter jika da
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil.
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
2 Ansietas b.d perubahan dalam Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Anxiety Reduction
(status kesehatan) selama......., dengan KH: 1. Gunkan pendekatan yang menenangkan.
1. Pasien mampu mengungkapkan 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
gejala cemas. dirasakan selama prosedur
2. Mengidentifikasi, mengunkapkan 3. Pahami prespektif pasien terhadap
dan menunjukkan teknik untuk situasi stress.
mengontrol cemas 4. Dorong keluarga untuk menemani
3. Vital sign dalam batas normal 5. Identifikasi tingkat kecemasan
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa 6. Dorong pasien untuk mengungkapakan
tubuh menunjukkan berkurangnya perasaan, keakutan, persepsi
kecemasan. 7. Intruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
8. Bila perlu berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
3 Retensi urine b.d sumbatan, Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Urinary Retention Care
tekanan ureter tinggi. selama......., dengan KH: - Urinary Eliminationt Management
1. Kandung kemih kosong secara penuh 1. Lakukan penilaian kemih yang
2. Tidak ada residu urine > 100-200 cc komprehensif (output urine)
3. Intake cairan dalam rentang normal 2. Pasang kateter kemih.
4. Bebas dari ISK 3. Anjurkan pasien/keluarga untuk merekam
5. Tidak ada spasme bladder. output urin
6. Balance cairan seimbang. 4. Memantau tingkat distensi kandung
kemih dengan palpasi dan perkusi.
5. Monitor tanda dan gejala (hematuria)
6. Kolaborasi dengan dokter spesialis
urologi.
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
4 Gangguan eliminasi urine b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Urinary Retention Care
obstruksi anatomic : post selama......., dengan KH: 7. Lakukan penilaian kemih yang
operasi 1. Kandung kemih kosong secara penuh komprehensif (output urine)
2. Tidak ada residu urine > 100-200 cc 8. Pasang kateter kemih.
3. Intake cairan dalam rentang normal 9. Anjurkan pasien/keluarga untuk merekam
4. Bebas dari ISK output urin
5. Tidak ada spasme bladder. 10. Memantau tingkat distensi kandung
6. Balance cairan seimbang. kemih dengan palpasi dan perkusi.
1. Kolaborasi dengan dokter spesialis
urologi.
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
5 Resiko kekurang volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Fluid Management
b.d hipovolemik selama......., dengan KH: - Hypovolemia Management
1. Mempertahankan urine output 1. Monitor vital sign.
2. Tekanan darah, Nadi, Suhu tubuh 2. Monitor status nutrisi
dalam batas normal. 3. Monitor masukan makanan/cairan dan
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi. hitung intake kalori harian.
4. Elastisitas turgor kulit baik, 4. Monitor tingkat Hb dan Ht
membran mukosa lembab. 5. Kolaborasi untuk pemberian cairan IV
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
6 Resiko infeksi b.d prosedur Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Infection Control
invasive (pasca tindakan selama......., dengan KH: - Infecton Protection
pembedahan) 1. Pasien beba dari tanda dan 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
gejala infeksi 2. Batasi pengujung
2. Menunjukkan kemampuan 3. Intruksikan pada pengunjung untuk mencuci
untuk mencegah timbulnya tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
infeksi meninggalkan pasien
3. Jumlah leukosit dalam batas 4. Gunakan sabun antimikoba untuk cuci tangan
normal 5. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindkan
4. Menunjkkan perilaku hidup keperawatan
sehat 6. Gunakan baju dan sarung tangan untuk pelindung
7. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
8. Berikan terapi antibiotik bila perlu
KONSEP TEORI CHOLELITIASIS
A. DEFISNISI
B. KLASIFIKASI
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol.
Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50%
kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <20%
kolesterol. Jenisnya antara lain:
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat
adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya
disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi
saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari
bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium
mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang
dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya
batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu
dalam empedu yang terinfeksi.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan
sisa zat hitam yang tak terekstraksi.1 Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak
ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam
ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu
ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu
dengan empedu yang steril.
3. Batu campuran
Kehamilan (obat estrogn), pil KB (perubahan hormone dan pelambatan kontraksi otot
kandung empedu. Menyebabkan penurunan kecepatan pengososngan kandung
empedu) angka kejadian meningkat pada wanita yang hamil berulang.
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen
empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.
a. Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan
produksi empedu.
4. Wanita
Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis
kronik/sirosis hati tanpa infeksiBatu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapislapis,
ditemukan disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi.
Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun, 70%
hingga 80% pasien tetap asimtomatik seumur hidupnya (Robbins,2007). Penderita
batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik. Bentuk akut
ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama ditengah
epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign). Pasien
dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah
sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali
terulang. (Sjamsuhidajat,2005)Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase
akut, tetapi beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Sering kali terdapat
riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung
lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung
empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan komplikasi.
Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu (kolesistitis) dan
obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat
sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding
kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan
peritonitis, atau menyebakan ruptur dinding kandung empedu. (Sjamsuhidajat,2005).
E. PATOFISIOGI
Batu empedu terdapat di dalam kandung empedu atau dapat bergerak kearea lain dari
system empedu. Pada saat pengososngan kandung empedu atau pengisian kandung
empedu batu dapat pindah dan terjebak dalam leher kandung empedu. Selain leher
cysticduct (saluran cyste), atau saluran empedu menyebabkan bebuntuan. Ketika
empedu tidak bias mengalir dari kandung empedu. Terjadi bendungan dan iritasi
lokakl dari batu empedu menyebabkan radang batu empedu
(cholecystitis)Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan
masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen.
Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan
fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti
sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau
terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik. (Schwartz,2000).
Absorsi empedu
Terganggu Segmen cairan empedu
Penyumbatan
Diulkus sistucus Penyumbatan kolet uktus Perlu dilakuka
tindakaan pembedah
Distensi kandun empedu obstruksi saluran empdu
Menuju duodenum Ansietas
Gangguan rasa (nyeri) Akumulasi bilirubin dalm darah filtrasi pgmen diginjal
Meisfistasi : Gatal
Mual muntah
G. PEMIRIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan.
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji
kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila
pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung
empedu yang mengalami obstruksi. (Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu
telah menebal. (Williams 2003).
2. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan serum kolesterol
Kenaikan fosfolipid
Penurunan ester kolesterol
Kenaikan protrombin serum time
Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
Penurunan urobilirubin
Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)
Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus
utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu
empedu muncul lagi)
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
I. PENATALAKSANAAN
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan
bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai
kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang
asimptomatik.
1. Penatalaksanaan Nonbedah
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi
bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk (Smeltzer, SC dan Bare, BG
2002). Manajemen terapi :
iv. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
b) Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-
obatan oral. Ursodeoxycholic acidlebih dipilih dalam pengobatan daripada
chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan
chenodeoxycholicseperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrasedan
hiperkolesterolemia sedang
c) Disolusi kontak
Terapi contact dissolutionadalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol
dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter
perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang
dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus
ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung
empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang
kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi
mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung
empedu.
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock
Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus
koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah
fragmen. (Smeltzer & Bare, 2002).ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun
yang lalu. Analisis biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini
hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani
terapi ini.
2. Penatalaksanaan Bedah
a) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera
duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk
prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b) Kolesistektomi laparaskopi
Diagnosa Pre-Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis : obstruksi atau spasme duktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan atau nekrosis (kematian jaringan)
2. Ansietas b.d perubahan dalam (status kesehatan)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak adekuatnya
intake nutrisi (tonus otot/peristaltic menurun)
4. Resiko kekurangan volume cairanb.d kehilangan melalui penghisapan gaster
berlebihan, muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster.
Diagnosa Post-Operasi
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
1 Nyeri akut b.d agen cidera Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Pain Management
biologis : obstruksi atau spasme selama......., dengan KH: - Analgesic Administration
duktus, proses inflamasi, 5. Mampu mengontrol nyeri. 9. Lakukan pengkajian nyeri secara
iskemia jaringan atau nekrosis 6. Melaporkan bahwa nyeri berkurang komprehensif.
(kematian jaringan) dengan menggunakan manajemen 10. Observasi reaksi non verbal
nyeri. 11. Gunakan teknik komunikasi
7. Mampu mengenali nyeri. terapeutik
8. Menyatakan rasa nyaman setelah 12. Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri berkurang. mempengaruhi nyeri.
13. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi, interpersonal)
14. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
15. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
16. Kolaborasi dengan dokter jika da
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil.
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
2 Ansietas b.d perubahan dalam Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Anxiety Reduction
(status kesehatan) selama......., dengan KH: 9. Gunkan pendekatan yang
5. Pasien mampu mengungkapkan menenangkan.
gejala cemas. 10. Jelaskan semua prosedur dan apa
6. Mengidentifikasi, mengunkapkan yang dirasakan selama prosedur
dan menunjukkan teknik untuk 11. Pahami prespektif pasien terhadap
mengontrol cemas situasi stress.
7. Vital sign dalam batas normal 12. Dorong keluarga untuk menemani
8. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa 13. Identifikasi tingkat kecemasan
tubuh menunjukkan berkurangnya 14. Dorong pasien untuk
kecemasan. mengungkapakan perasaan,
keakutan, persepsi
15. Intruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
16. Bila perlu berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
5 Hipertermi b.d peningkatan laju Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Fever treatment
metabolisme, proses selama......., dengan KH: - Temperatur regulation
penyakit(inflamasi) 5. Suhu tubuh dalam rentang normal 6. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
6. Nadi dan RR dalam rentang normal 7. Monitor IWL
7. Tidak ada perubahan warna kulit dan 8. Monitor warna dan suhu kulit
tidak ada pusing 9. Monitor tekanan darah, nadi, RR
10. Monitor penurunan tingkat
kesadaran
11. Monitor WBC, Hb dan Hct
12. Monitor intake dan output
13. Berikan antipiretik
14. Lakukan tapid sponge
15. Kolaborasikan pemberian cairan
intavena
16. Kompres pasien pada lipatan paha
dan axilla
17. Tingkatkan sirkulasi udara
18. Monitor sianosis perifer
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
6 Resiko infeksi b.d prosedur Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Infection Control
invasive (pasca tindakan selama......., dengan KH: - Infecton Protection
pembedahan) 5. Pasien beba dari tanda dan gejala 9. Bersihkan lingkungan setelah
infeksi dipakai pasien lain
6. Menunjukkan kemampuan untuk 10. Batasi pengujung
mencegah timbulnya infeksi 11. Intruksikan pada pengunjung
7. Jumlah leukosit dalam batas normal untuk mencuci tangan saat
8. Menunjkkan perilaku hidup sehat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan
pasien
12. Gunakan sabun antimikoba
untuk cuci tangan
13. Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindkan
keperawatan
14. Gunakan baju dan sarung
tangan untuk pelindung
15. Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
16. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
KONSEP TEORI PTERIGIUM
1. Definisi
Pterigium berasal dari kata Yunani “pterygos” yang berarti “sayap kecil”
(Aminlari dkk, 2010). Pterigium adalah suatu pertumbuhan dari epitel konjungtiva
bulbaris dan jaringan ikat subkonjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif yang
terdapat dicelah kelopak mata bagian medial atau nasal berbentuk segitiga, dengan
puncaknya mengarah kebagian tengah dari kornea. Pterigium ini lebih sering tumbuh di
bagian nasal daripada dibagian temporal, namun dapat juga terjadi pertumbuhan nasal dan
temporal pada satu mata disebut double pterigium. Pterigium dapat mengenai kedua mata
dengan derajat pertumbuhannya yang berbeda (Erry dkk, 2011).
2. Etiologi
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari,
dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan
suatu neoplasama, radang, dan degenerasi (Ilyas, 2009).
3. Epidemiologi
Distribusi pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah
dengan sinar matahari yang tinggi dan udara yang kering serta tingginya angin dan debu
yang merupakan karakteristik dari daerah di sekitar khatulistiwa. Istilah umum yang
dipakai untuk menunjukkan daerah dengan peningkatan prevalensi pterigium adalah
“sabuk pterigium”, yang terletak di antara 37 derajat lintang utara dan selatan. (Saerang,
2013). Di populasi, prevalensi pterigium bervariasi, mulai 1,2% di daerah perkotaan pada
penduduk berkulit putih, sampai 23,4% pada populasi berkulit hitam di Barbados
(Gazzar, 2002). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi
pterigium di Indonesia pada kedua mata didapatkan 3,2% sedangkan pterigium pada satu
mata 1,9% dengan prevalensi yang meningkat dengan bertambahnya umur. Jawa timur
menduduki peringkat keenam di Indonesia dengan prevalensi 4,9% pada kedua mata, dan
2,7% pada satu mata (Erry dkk, 2011).
Suatu penelitian epidemiologi di Adelaide (Australia) menemukan faktor risiko
independen terjadinya pterigium berhubungan dengan umur, jenis kelamin (laki-laki),
daerah tinggal (desa) dan paparan sinar matahari. Prevalensinya lebih tinggi pada laki-laki
daripada perempuan, karena laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas di luar ruangan
sehingga lebih sering berhubungan dengan faktor risiko terjadi pterigium seperti sinar
ultraviolet, debu, angin dan udara yang kering (Erry dkk, 2011).
4. Patofisiologi
Ada beberapa teori penyebab terjadinya pterigium, salah satunya teori penyinaran
sinar ultraviolet, terutama UV-B. Hipotesis kerja yang berlaku saat ini adalah radiasi sinar
UV menyebabkan mutasi tumor supresor gen p53, yang kemudian memfasilitasi
proliferasi abnormal dari epitel limbus (Aminlari dkk, 2010).
Sinar ultraviolet juga dapat menyebabkan perubahan histologis sel epitel, yaitu
jaringan subepitel menunjukkan elastosis senilis (degenerasi basofilik) dari substansia
propria dengan jaringan kolagen abnormal. Terjadi disolusi membran Bowman yand
diikuti oleh invasi kornea superfisial. Akibatnya fungsi barier limbus tidak ada sehingga
konjungtiva yang mengalami inflamasi dan degenerasi dapat dengan mudah menjalar
melewati limbus menuju kornea dan membentuk jaringan pterigium di daerah
interpalpebra (celah kelopak) (Erry dkk, 2011).
Pterigium ini biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan
yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran
pada konjungtiva akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum lakrimalis
dialirkan ke meatus nasi inferior (Soewono dkk, 2006).
Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih
banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping kontak
langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung
akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal konjungtiva lebih sering
didapatkan pterigium dibandingkan dengan bagian temporal (Soewono dkk, 2006).
Terdapatnya beberapa kasus dan hasil penelitian case control pterigium pada
suatu anggota keluarga menimbulkan dugaan adanya peranan faktor genetik dalam
patofisiologinya (Laszuarni, 2010).
6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.
Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu atau kedua
mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini mungkin telah ada
selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahan-lahan, pada akhirnya
menyebabkan penglihatan terganggu, ketidaknyamanan dari peradangan dan iritasi.
Sensasi benda asing dapat dirasakan, dan mata mungkin tampak lebih kering dari
biasanya. penderita juga dapat melaporkan sejarah paparan berlebihan terhadap sinar
matahari atau partikel debu (MDGuidelines, 2013).
Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visi terpengaruh.
Dengan menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan pterygium tersebut
(MDGuidelines, 2013).
7. Diagnosis Banding
a. Pinguekula
Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna
kekuningan (Soewono dkk, 2006).
b. Pseudopterigium
Merupakan suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada
pengecekan dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan kornea
(Soewono dkk, 2006).
c. Penyulit
Pterigium dapat menimbulkan komplikasi baik pre maupun post operasi.
1) Komplikasi dari pterigium sebelum dilakukan tindakan bedah meliputi
sebagai berikut:
- Gangguan penglihatan karena astigmatisma ireguler
- Mata kemerahan
- Iritasi
- Gangguan pergerakan bola mata.
- Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea
- Dry Eye sindrom
2) Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:
- Infeksi
- Ulkus kornea
- Graft konjungtiva yang terbuka
- Diplopia
- Adanya jaringan parut di kornea (Fisher, 2009)
8. Penatalaksanaan
Pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium yang mengalami
inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes anti inflamasi golingan steroid dan nonsteroid
seperti indomethacin 0,1% dan sodium diclofenac 0,1%. Diperhatikan juga bahwa
penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular
tinggi atau mengalami kelainan pada kornea (Soewono dkk, 2006).
Selain penatalaksanaan secara konservatif, pterigium dapat pula dilakukan
tindakan bedah atas indikasi. Indikasi operasinya adalah:
a. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
b. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
c. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatismus
d. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita (Soewono dkk, 2006).
Terapi supportif yang bisa diberikan adalah artificial tear tetes karena salah satu keluhan
dari pterigium adalah kekeringan pada mata (dry eye). Penggunaan kacamata pelindung
dan topi terbukti dapat mengurangi keluhan dan mencegah terjadinya pterigium (Erry
dkk, 2011).
9. Terapi dan Perawatan
a. Tidak ada pengobatan yang spesifik
b. Pembedahan : Pengangkatan secara bedah transplantasi kornea,ketebalan
parsial diperlukan bila pteregium menarik sumbu pandangan dan mengganggu
kenyamanan. 30 – 50 % pasien pteregium kambuh lagi setelah pembedahan
c. Bersifat rekuren
d. Operasi dilakukan bila terjadi kemunduran tajam penglihatan atau gangguan
kosmetik (Estetika)
e. Bila meradang dapat diberikan steroid atau obat tetes mata dekongestan
penyinaran sinar transplantasi mukosa mulut. Radiasi Beta pasca operasi
menurunkan angka kekambuhan namun bukannya tanpa komplikasi- Pada
keadaan residif (kemungkinan tumbuh kembali) dapat dilakukan (Beta)
(stronsium - 90), atau eksterpasi dan
f. Tetes mata Mitomycin (Bahan anti metabolik) efektif mencegah kekambuhan.
Mitomycin C adalah bahan anti myoplastik yang mempunyai efek samping
seperti infalamasi, photo phobia, pengeluaran air mata dan nyeri.
g. Perawatan yang penting lindungi mata dari sinar matahari langsung, debu atau
udara panas. Gunakan juga kaca mata pelidung untuk menghindari pajanan
sinar matahari debu dan udara.
10. ASUHAN KEPERAWATAN.
a. Data Demografi
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dst.
b. PolaFungsional
c. Persepsi kesehatan dan penanganan kesehatan
d. Keluhan Utama : Penglihatan kabur
e. Riwayat penyakit :
- Sejak kapan dirasakan, sudah berapa lama
- Gambaran gejala apa yang dialami, apa yang memperburuk atau
memperbaiki?
- apa yang dilakukan untuk menyembuhkan gejala.
f. Penggunaan obat sekarang :
g. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat trauma pada mata
h. Riwayat penyakit keluarga : Keluarga yang pernah menderita
i. Pola aktivitas: Aktivitas sedikit terganggu
j. Pola kognitif – Konseptual\
- Terjadi kemunduran tajam penglihatan, pandangan kabur
- Pemeriksaan Fisik mata :
- Konjungtiva
- Visus
DAFTAR PUSTAKA
Bahan kuliah Medikal Bedah I, Banjarbaru Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan. Edisi 3. Penerbit: EGC, Jakarta Reeves, Charlene J —- (ET…al). 2001.
Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit: Salemba Medika, Jakarta.
Diagnose Keperawatan
1. Diagnosa preoperasi :
a. Gangguanpersepsisensori:penglihatanberhubungandenganpenurunan
tajam penglihatan.
2. Diagnosa postoperasi :
c. Defisitpengetahuanperawatandirumahberhubungandenganterbatasnya
informasi.
INTERVENSI KEPERAWATAN