Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

HALAMAN JUDUL
LOW BACK PAIN

Dibuat sebagai salah satu tugas dan syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik
Program Pendidikan Profesi pada bagian / SMF Neurologi

Disusun Oleh:

JUAN ORTEGA PUTRA, S.Ked


196100802024

Pembimbing:

dr. GOMGOM HENRICO SIRAIT, Sp. N

SMF NEUROLOGI RSUD dr. DORIS SYLVANUS


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
PALANGKA RAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

LOW BACK PAIN

Juan Ortega Putra, S.Ked


196100802024

Pembimbing:
dr. Gomgom Henrico Sirait, Sp. N

Referat ini disahkan oleh :

Nama Tanggal Tanda Tangan

dr. Gomgom Henrico Sirait, Sp. N ................................ ............................

II
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Juan Ortega Putra, S.Ked


NIM : 196100802024
Jurusan : Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Palangka Raya
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa referat yang berjudul Low Back Pain ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan peniruan terhadap karya

orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain ditunjuk sesuai dengan cara-

cara penulisan yang berlaku. Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan

bahwa dalam laporan kasus ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk

peniruan lain yang dianggap melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima

sanksi atas perbuatan tersebut.

Palangka Raya, April 2021

Juan Ortega Putra


196100802024

III
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya, penyusunan referat yang berjudul “Low Back Pain” dapat
diselesaikan dengan baik. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
untuk dapat mengikuti ujian akhir di bagian/SMF Ilmu Neurologi di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan
ini banyak mengalami kendala, namun berkat dan bantuan, bimbingan dan
kerjasama dari berbagai pihak sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut
dapat diatasi.
Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
Gomgom Henrico Sirait, Sp. N selaku pembimbing saya yang sangat membantu
saya dalam penyusunan referat ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Kiranya referat ini dapat berguna
dan membantu dokter-dokter muda selanjutnya maupun mahasiswa jurusan
kesehatan lain yang sedang menempuh pendidikan. Referat ini berguna sebagai
referensi dan sumber bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan.

Palangka Raya, Maret 2021

Juan Ortega Putra, S. Ked


196100802024

IV
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ I

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... II

PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................... III

KATA PENGANTAR .......................................................................................... IV

DAFTAR ISI ...........................................................................................................V

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ VI

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 2

2.1 ANATOMI TULANG BELAKANG ................................................................... 3

2.2 DEFINISI ..................................................................................................... 4

2.3 ETIOLOGI ................................................................................................... 4


2.4 KLASIFIKASI............................................................................................... 6

2.5 FAKTOR RESIKO ......................................................................................... 8

2.6 PATOFISIOLOGI ...................................ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

2.7 GEJALA KLINIS ......................................................................................... 13

2.8 DIAGNOSIS ............................................................................................... 14

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG ...................................................................... 15

3.1 PENATALAKSANAAN ................................................................................ 21

3.2 PROGNOSIS .............................................................................................. 25

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27

V
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 anatomi tulang vertebrae .................................................................... 2


Gambar 2. 2 compression of L5 and S1 ................................................................. 3
Gambar 2. 3 patofisiologi Low Back Pain .............................................................. 8

VI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Low Back Pain adalah masalah kesehatan yang paling umum diantara orang dewasa
yang lebih tua yang menyebabkan rasa sakit. Low Back Pain atau nyeri punggung
bawah merupakan salah satu gangguan musculosceletal yang disebabkan oleh
aktivitas tubuh yang kurang baik. 1
Prevalensi low back pain selama 1 tahun pada manula yang tinggal dikomunitas
berkisar antara 13 – 50 % diseluruh dunia. Demikian pula penduduk yang lebih tua
yang tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang berkisar 80 % mengalami nyeri
musculoskeletal yang subtansial. Prevalensi selama 1 bulan (nyeri yang
mempengaruhi aktivitas sehari hari dalam sebulan terakhir) meningkat dari 3,8%
diantara orang orang yang berusia antara 77 – 79 menjadi 9.7%. Penelitian dari
kelompok studi nyeri Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI)
menemukan bahwa jumlah penderita LBP sebanyak 35,86 persen dari total
kunjungan pasien nyeri. Enam puluh lima koma lima persen dari penderita LBP
adalah wanita, dan persentase penderita tertinggi pada rentang umur 41 hingga 60
tahun.2
Anamnesis yang akurat dan pemeriksaan fisik sangatlah diperlukan dalam
mengevaluasi LBP. Pada umumnya, pasien terbangun dengan nyeri di pagi hari
ataupun nyeri tersebut muncul setelah melakukan beberapa gerakan seperti
membungkuk, berputar, atau mengangkat barang. Nyeri yang muncul dari struktur
tulang belakang dapat menjalar hingga tungkai bawah, namun pada umumnya tidak
melebihi lutut.2
Pemeriksaan radiologi tidak dianjurkan untuk dilakukan pada seluruh pasien
dengan keluhan LBP, pemeriksaan ini hanya dianjurkan pada pasien dengan tanda
dan gejala yang mengindikasikan adanya penyakit dasar yang serius seperti kanker,
sindroma cauda equina, fraktur dan infeksi. 2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tulang belakang3
Tulang belakang anterior terdiri dari badan vertebral silinder yang terpisah
oleh disk intervertebralis dan disatukan oleh anterior dan posterior ligamen
longitudinal. Disk intervertebralis terdiri dari nukleus pulposus inti gelatin yang
dikelilingi oleh cincin kartilaginosa yang kuat, annulus fibrosis. Disk bertanggung
jawab atas 25% tulang belakang panjang kolom dan memungkinkan tulang vertebra
bergerak dengan mudah pada masing-masing lainnya (Gambar 1). Pengeringan
nukleus pulposus dan degenerasi dari annulus fibrosus meningkat dengan
bertambahnya usia, mengakibatkan kehilangan tinggi disk. Disk terbesar di serviks
dan lumbar daerah di mana gerakan tulang belakang paling besar. Tulang belakang
anterior menyerap goncangan gerakan tubuh seperti berjalan dan berlari dan,
dengan tulang belakang posterior, melindungi sumsum tulang belakang dan akar
saraf di kanal tulang belakang. Tulang belakang posterior terdiri dari lengkungan
vertebra dan proses. Setiap lengkungan terdiri dari pedikel silindris berpasangan
anterior dan berpasangan lamina posterior. Lengkungan vertebra juga
menimbulkan dua proses transversal lateral, satu proses spinosus posterior,
ditambah dua superior dan dua sisi artikular inferior. Apposisi atasan dan facet
inferior merupakan facet joint. Tulang belakang posterior memberikan jangkar
untuk lampiran otot dan ligamen. Kontraksi dari otot yang melekat pada proses
spinosus dan transversal serta lamina bekerja seperti sistem katrol dan tuas yang
menghasilkan gerakan fleksi, ekstensi, dan tekuk lateral tulang belakang.

Gambar.1 anatomi vertebra3

2
Cidera akar saraf (radikulopati) adalah penyebab umum dari leher dan lengan,
atau punggung bagian bawah dan bokong atau kaki, nyeri Akar saraf keluar
pada tingkat di atas vertebra masing-masing tubuh di daerah serviks (mis., akar
saraf C7 keluar di C6-C7) dan di bawah tubuh vertebral masing - masing di
thoracic dan daerah lumbar (mis., akar saraf T1 keluar pada tingkat T1-T2). akar
saraf serviks mengikuti kursus intraspinal singkat sebelum keluar. Oleh
Sebaliknya, karena sumsum tulang belakang berakhir pada tingkat L1 atau L2
vertebra, maka Akar saraf lumbar mengikuti jalan intraspinal yang panjang dan
dapat cedera di mana saja dari tulang belakang lumbar atas ke foramen
intervertebralis atau ruang ekstraforaminal. Misalnya, herniasi disk pada level
L4-L5 dapat menghasilkan kompresi root L4 secara lateral, tetapi lebih sering
kompresi dari akar saraf L5 yang melintasi. Akar saraf lumbal adalah mobile di
kanal tulang belakang, tetapi akhirnya melewati reses lateral kanal tulang
belakang sempit dan foramen intervertebralis Neuroimaging tulang belakang
harus mencakup sagital dan pandangan aksial untuk menilai kemungkinan
kompresi di dalam reses lateral atau foramen intervertebralis.

Gambar 2. Compression of L5 and S1 roots by herniated disks3

Mulai dari level C3, masing-masing serviks (dan toraks pertama) tubuh vertebral
memproyeksikan proses tulang lateral ke atas — yang tidak menyatu proses. Proses
uncinate berartikulasi dengan vertebra servikal tubuh di atas melalui sendi terbuka.

3
Sendi yang terbuka bisa hipertrofi seiring bertambahnya usia dan berkontribusi
terhadap penyempitan foraminal saraf dan radikulopati di tulang belakang leher.
Struktur sensitif nyeri pada tulang belakang termasuk periosteum vertebra, dura,
facet joint, annulus fibrosus disk intervertebralis, vena dan arteri epidural, dan
ligamen longitudinal. Penyakit struktur yang beragam ini dapat menjelaskan
banyak kasus sakit punggung tanpa kompresi akar saraf. Dalam keadaan normal,
nukleus pulposus dari diskus intervertebralis tidak peka terhadap nyeri.5

Gambar 3. Spinal Colum3

2.2 DEFINISI LOW BACK PAIN1


Low back pain (LBP) merupakan nyeri dan ketidaknyamanan yang
terlokalisasi dibawah margin kosta dan diatas lipatan gluteal inferior, dengan atau
tanpa nyeri kaki. Merupakan salah satu kondisi nyeri kronis paling umum yang
ditemui dalam praktik klinis diseluruh dunia. Low back pain (LBP) dianggap
kronis bila berlangsung selama 12 minggu atau lebih.

2.3 Etiologi4
Low Back Pain dibagi dalam 5 berdasarkan nyeri nya :
1. Nyeri Myofascial .

4
Nyeri myofascial adalah keluhan musculoskeletal yang sering terlihat setelah
trauma dan cedera gerakan berulang. Nyeri myofascial ditandai dengan adanya titik
pemicu myofascial yang terletak di fasia, tendon, dan / atau otot yang, jika dipicu,
menghasilkan respons nyeri simtomatik. Penderita biasanya akan mengeluhkan
ketidaknyamanan otot paraspinal dan nyeri yang bisa menjalar ke bokong dan paha.
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan titik-titik nyeri yang terlokalisasi dengan
pengenalan nyeri pasien, nyeri pada saat palpasi, dan penurunan rentang gerak
2. Nyeri yang dimediasi facet
Nyeri yang dimediasi facet adalah hasil dari proses multifaktorial yang terkait
dengan degenerasi diskus intervertebralis yang menyebabkan degenerasi sendi faset
lumbal. Nyeri dapat disebabkan oleh osteoartritis sendi facet atau oleh stres di
dalam kapsul sendi facet. Nyeri sering digambarkan oleh pasien sebagai sensasi
yang dalam dan nyeri dengan distribusi unilateral atau bilateral. Kadang-kadang,
radiasi ke salah satu atau kedua bokong, selangkangan, dan / atau paha dapat
muncul, tetapi biasanya berhenti di atas lutut. Faktor-faktor yang dapat
memperburuk nyeri yang dimediasi oleh faset ini termasuk stresor psikososial,
peningkatan atau penurunan aktivitas fisik, ekstensi lumbal dengan atau tanpa
rotasi, dan berdiri atau duduk dalam waktu lama. Pemeriksaan fisik akan sering
menunjukkan nyeri pada ekstensi, tekukan lateral, dan palpasi paraspinal. Studi
pencitraan dapat membantu dalam mengidentifikasi lebih lanjut patologi yang
terkait dengan nyeri yang dimediasi faset.
3. Nyeri Diskogenik
Penyebab umum nyeri punggung bawah lainnya adalah nyeri diskogenik.
Menurut Comer (2009), 39% penyebab nyeri punggung bawah dapat dikaitkan
dengan diskus intervertebralis. Gangguan cakram internal terutama disebabkan oleh
degradasi cakram dan komponen inti dan dapat menjadi rumit dengan
berkembangnya celah radial yang memanjang dari nukleus ke anulus. Riwayat
pasien yang khas adalah nyeri di bagian tengah punggung bawah dengan radiasi
minimal; Namun, jika ada radiasi, biasanya berada di bokong atau paha. Nyeri ini
biasanya digambarkan sebagai nyeri yang dalam dan tumpul. Pasien akan sering
melaporkan bahwa nyeri membaik dengan berdiri dan berbaring datar dan dapat
berkurang dengan ekstensi. Nyeri biasanya memburuk dengan duduk, mengemudi,

5
fleksi lumbal, membungkuk, memutar, manuver Valsava, dan batuk. Insiden nyeri
punggung bawah diskogenik yang lebih tinggi terjadi pada pasien yang mengalami
obesitas dan merokok produk tembakau. Selain itu, pasien dengan pekerjaan
menetap yang membutuhkan waktu lama duduk dan pasien dengan pekerjaan fisik
yang membutuhkan pengangkatan dan paparan getaran juga ditemukan memiliki
insiden penyakit yang lebih tinggi. Untuk membantu diagnosis, MRI dapat
dilakukan untuk menunjukkan degenerasi.
4. Stenosis tulang belakang
Stenosis tulang belakang adalah suatu kondisi di mana perubahan degeneratif
dari tulang belakang lumbal menyebabkan berkurangnya ruang yang tersedia untuk
elemen saraf dan vaskular. Gejala stenosis tulang belakang lumbal termasuk nyeri
gluteal dan ekstremitas bawah, dan / atau kelelahan yang mungkin atau mungkin
tidak terjadi bersamaan dengan nyeri punggung bawah. Ada beberapa ciri
provokatif dan paliatif. Fitur provokatif termasuk olahraga tegak seperti berjalan
dan perubahan posisi seperti ekstensi lumbal menghasilkan gejala klaudikasio
neurogenik. Gambaran paliatif termasuk meredakan gejala dengan istirahat, duduk,
dan fleksi lumbal. Pada pasien dengan riwayat dan pemeriksaan fisik yang
konsisten dengan stenosis tulang belakang lumbal, MRI disarankan sebagai tes
yang paling tepat untuk mengevaluasi adanya penyempitan kanal tulang belakang
atau pelampiasan akar saraf.
5. Nyeri sendi sakroiliaka
Nyeri sendi sakroiliaka biasanya terjadi di punggung bawah atau pantat atas
di atas sendi. Sendi sakroiliaka itu sendiri adalah sendi sinovial diartrodial dengan
persarafan yang banyak sehingga memiliki kemampuan untuk menjadi sumber
nyeri punggung bawah. Saat ini, tidak ada gambaran riwayat, fisik, atau radiologis
untuk memberikan diagnosis pasti nyeri sendi sakroiliaka. Namun, beberapa
temuan pemeriksaan fisik menunjukkan nyeri sendi sakroiliaka seperti nyeri pada
palpasi langsung di atas sendi sakroiliaka. Patrick ' s dan Gaenslen ' Tes s juga dapat
digunakan untuk menilai rasa sakit secara klinis.

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi LBP terbagi dalam beberapa kelompok, yakni :

6
1. Klasifikasi Low Back Pain menurut perjalanan kliniknya, dibedakan
menjadi dua yaitu:3
a) Acute low back pain
Rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba, rentang waktunya kurang
dari 3 bulan. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain
dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau
terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian.Kejadian tersebut selain
dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon.Pada
kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal
dapat masih sembuh sendiri.Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri
pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.
b) Chronic low back pain
Rasa nyeri yang menyerang lebih dari 12 minggu atau rasa nyeri yang
berulang-ulang atau kambuh kembali.Fase ini biasanya memiliki onset yang
berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama.Chronic low back pain dapat
terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus
intervertebralis dan tumor.
2. Klasifikasi Low back pain berdasarkan keluhan nyeri :3
Keluhan nyeri yang beragam pada pasien LBP dan nyeri diklasifikasikan
sebagai nyeri yang bersifat lokal, radikular, dan menjalar (refered pain 0 atau
spasmodik :
1. Nyeri yang bersifat lokal
Nyeri lokal yang berasal dari proses patologik yang merangsang ujung saraf
sensorik, umumnya menetap , namun dapat pula interminten, nyeri
dipengaruhi perubahan posisi, bersifat tajam atau tumpul.
2. Nyeri radikular
Nyeri radikular berkaitan erat dengan distribusi radiks saraf saraf spinal
(spinal never root), dan keluhan ini lebih dirasakan berat pada posisi yang
mengakibatkan tarikan seperti membungkuk dan berkurang dengan istirahat.
3. Nyeri menjalar (referred pain)
Nyeri alih atau menjalar dari pelvis visera umum yang mengenai dermatom
tertentu, bersifat tumpul dan terasa lebih dalam.

7
2.5 Faktor risiko1
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya low back pain antara lain faktor
yang tidak dapat dimodifikasi dan factor yang dapat dimodifikasi
1. Factor yang tidak dapat dimodifikasi
a. Jenis kelamin
Wanita lebih rentan terhadap LBP kronis daripada pria tanpa memandang usia.
Jimenez-Sanchez dan rekan kerja memperkirakan bahwa wanita dua kali lebih
mungkin mengembangkan LBP kronis dibandingkan pria. Prevalensi nyeri kronis
yang lebih tinggi pada wanita dapat dikaitkan dengan mekanisme biopsikososial
yang kompleks (misalnya, nyeri yang kurang efisien, habituasi atau pengendalian
penghambatan berbahaya yang menyebar, sensitivitas genetik, penanganan nyeri,
dan kerentanan yang lebih tinggi untuk mengembangkan penjumlahan temporal
secara kimiawi atau nyeri yang ditimbulkan secara mekanis). Lebih lanjut, wanita
biasanya memiliki lebih banyak penyakit kronis yang menyertai (misalnya,
osteoporosis, osteopenia, dan osteoartritis), yang dikenal sebagai faktor risiko untuk
mengembangkan LBP kronis dan tekanan psikologis pada orang dewasa yang lebih
tua
b. Genetic
Penelitian terbaru telah menyoroti bahwa faktor genetik memainkan peran
penting dalam memodulasi sensitivitas nyeri, respon terhadap analgesik, dan
kerentanan terhadap perkembangan nyeri kronis. Beberapa faktor genetik tidak
hanya mempengaruhi orang untuk gangguan tulang belakang (misalnya, skoliosis
dan degenerasi diskus intervertebralis) tetapi juga mengubah struktur otak yang
dapat memodifikasi pemrosesan dan persepsi nyeri sentral. Misalnya, polimorfisme
gen katekol-O-metiltransferase adalah diketahui mempengaruhi proses kognitif dan
emosi nyeri di otak. Sedangkan variasi pada beberapa ekspresi gen (mis., Val 158
bertemu polimorfisme nukleotida tunggal (SNP)) dapat memodulasi penjumlahan
temporal nyeri, SNP lain (misalnya, gen katekol-O-metiltransferase, haplotipe
interleukin-6 GGGA atau gen SCN9A, atau gen neuropati sensorik herediter tipe
II) dapat berubah sensitivitas nyeri melalui mekanisme yang berbeda (misalnya,
mempengaruhi saluran natrium dengan gerbang tegangan, mengubah mielinisasi
serabut saraf, atau memodulasi anabolisme / katabolisme neurotransmiter

8
katekolamin). Secara kolektif, beberapa orang (termasuk manula) mungkin lebih
rentan untuk mengembangkan LBP kronis karena susunan genetik mereka.
C. Eksposure pekerjaan sebelumnya
Sementara eksposur pekerjaan terhadap getaran seluruh tubuh, seperti
mengangkat, menekuk, memutar, membungkuk, telah diidentifikasi sebagai faktor
risiko potensial untuk LBP pada kelompok usia kerja, semakin banyak bukti yang
menunjukkan bahwa paparan pekerjaan sebelumnya terhadap pekerjaan yang berat
secara fisik meningkatkan risiko. LBP pada pensiunan senior. Sebuah studi
prospektif yang melibatkan lebih dari 1500 orang menunjukkan bahwa paparan
biomekanik pekerjaan sebelumnya terhadap menekuk / memutar atau mengemudi
selama setidaknya 10 tahun meningkatkan kemungkinan mengalami LBP persisten
pada pensiunan.
d. Factor demografis
Tingkat pendidikan yang lebih rendah, pendapatan yang lebih rendah, dan
merokok terkait dengan kecenderungan LBP yang lebih tinggi pada orang tua.
Disarankan bahwa individu yang lebih berpendidikan mengalami lebih sedikit
gejala LBP karena mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang nyeri,
kepatuhan yang lebih baik terhadap pengobatan, dan kemauan yang kuat untuk
menerapkan gaya hidup sehat. Sebaliknya, orang dengan status ekonomi yang
buruk mungkin mengalami kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan di
tempat-tempat tertentu. Pasien dengan sumber daya terbatas dapat menunda
mencari perawatan kesehatan sampai gejala mereka tidak dapat ditoleransi, yang
pada gilirannya meningkatkan kronisitas / keparahan LBP di sepanjang perjalanan
hidup. Sebuah studi multinasional telah menunjukkan bahwa orang-orang di kuintil
sosial ekonomi termiskin 1,4 kali lebih mungkin untuk memiliki LBP dengan
mengacu pada kuintil tertinggi. Menariknya, dibandingkan dengan orang dewasa
yang lebih tua yang belum pernah menikah, mereka yang bercerai, menikah,
berpisah, dan janda memiliki setidaknya 1 orang.
2. Factor yang dapat dimodifikasi
a. Aktifitas fisik
Jenis dan jumlah aktivitas fisik yang berbeda terkait dengan LBP persisten pada
orang dewasa yang lebih tua. Umumnya, aktivitas fisik sedang atau kuat

9
mempertinggi risiko LBP tanpa memandang usia. Sebuah studi berbasis populasi
menemukan bahwa aktivitas fisik sedang (setidaknya 30 menit aktivitas intensitas
sedang pada lima hari atau lebih per minggu) dan kuat (setidaknya 20 menit
aktivitas kuat pada tiga hari atau lebih per minggu) aktivitas fisik secara signifikan
dikaitkan dengan peningkatan risiko LBP persisten di antara wanita berusia lebih
dari atau sama dengan 65 tahun, saat berjalan selama 30 menit dalam lima hari atau
lebih dalam seminggu dan latihan kekuatan pada dua hari atau lebih per minggu
menurunkan risiko LBP persisten setelah disesuaikan dengan usia dan massa tubuh.
indeks (BMI).
b. Merokok
Seperti kelompok usia lainnya, perokok lebih mungkin mengalami LBP.
Diperkirakan bahwa perokok mungkin memiliki persepsi nyeri yang berbeda
dibandingkan dengan non-perokok meskipun efek merokok pada persepsi nyeri
masih belum jelas. Namun, penelitian pada hewan dan manusia telah menunjukkan
bahwa merokok dapat menyebabkan perubahan degeneratif pada struktur tulang
belakang, seperti diskus intervertebralis. Dengan demikian, perubahan degeneratif
ini dapat menekan struktur saraf dan menyebabkan LBP neuropatik.
c. Factor social
Faktor sosial dapat mempengaruhi asal dan persistensi LBP. Diketahui dengan
baik bahwa faktor sosial (misalnya, lingkungan sosial atau kelompok tempat
individu tinggal) dapat mempengaruhi timbulnya dan perkembangan penyakit atau
kecacatan, terutama di antara orang dewasa yang lebih tua. Karena kondisi sosial
dapat menyebabkan stres sosial (misalnya, perumahan yang buruk, kejahatan, dan
lingkungan hidup yang buruk), mempengaruhi paparan risiko (misalnya, kebiasaan
makan yang buruk yang menyebabkan obesitas), mempengaruhi psikologi dan
emosi (misalnya, tekanan sosial dan rasa ketidaksetaraan), dan membahayakan
akses ke layanan kesehatan (misalnya, pendidikan perawatan kesehatan atau
penggunaan perawatan kesehatan). Pemangku kepentingan layanan kesehatan
harus mengenali dan menangani berbagai faktor sosial yang dapat memengaruhi
lansia dengan LBP. Sebagai contoh, karena orang dewasa yang lebih tua dengan
ikatan sosial yang kurang lebih cenderung mengalami rasa sakit yang
melumpuhkan karena depresi, program kesehatan masyarakat yang tepat dan

10
alokasi sumber daya (misalnya, layanan konseling pekerjaan sosial dan pendidikan
kesehatan) dapat menargetkan lansia yang rentan ini (misalnya, lansia atau manula
dengan depresi). Yang penting, penduduk dengan LBP yang tinggal di fasilitas
perawatan jangka panjang mungkin bergantung pada staf panti jompo (misalnya,
asisten perawat) untuk memberikan obat-obatan atau perawatan pribadi. Perhatian
dan daya tanggap staf panti jompo akan mempengaruhi pemulihan dan persistensi
LBP pada penghuni tersebut. lansia tertua atau manula dengan depresi). Yang
penting, penduduk dengan LBP yang tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang
mungkin bergantung pada staf panti jompo (misalnya, asisten perawat) untuk
memberikan obat-obatan atau perawatan pribadi. Perhatian dan daya tanggap staf
panti jompo akan mempengaruhi pemulihan dan persistensi LBP pada penghuni
tersebut. lansia tertua atau manula dengan depresi).
d. Kesehatan yang dipersepsikan sendiri
Lansia dengan status kesehatan yang dipersepsikan buruk lebih mungkin untuk
mengalami LBP parah. Sebuah studi cross-sectional pada orang dewasa berusia
antara 70 sampai 102 tahun menemukan bahwa kesehatan diri yang buruk sangat
terkait dengan LBP. Demikian pula, sebuah studi longitudinal mengungkapkan
bahwa orang dengan kesehatan yang dilaporkan sendiri buruk empat kali lebih
mungkin untuk melaporkan LBP pada tindak lanjut 4 tahun dibandingkan mereka
yang melaporkan kesehatan yang sangat baik. Studi yang sama juga menemukan
bahwa mereka yang membutuhkan layanan kesehatan atau social.
e. Komorbiditas
Penelitian telah menunjukkan bahwa penyakit penyerta terkait dengan LBP
kronis pada manula. Jacobs dkk. Menemukan bahwa wanita, hipertensi, nyeri sendi,
LBP yang sudah ada sebelumnya, adalah prediktor untuk mengembangkan LBP
persisten pada individu berusia 70 tahun. Studi lain mengungkapkan bahwa kondisi
kronis komorbiditas berhubungan positif dengan setidaknya satu episode LBP
dalam sebulan terakhir di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Secara
khusus, kemungkinan LBP adalah 2,7 kali lebih tinggi di antara manula dengan satu
kondisi komorbid kronis, dibandingkan dengan manula tanpa penyakit penyerta,
sedangkan rasio odds adalah 4,8 untuk orang dengan dua atau lebih penyakit
penyerta.

11
2.6 Patofisiologi5
Punggung bawah (L1-L5) adalah struktur kompleks yang terdiri dari tulang
belakang, cakram intervertebralis yang melindungi dan menopang tulang belakang,
sendi faset dilapisi dengan tulang rawan dan dilumasi dengan cairan sinovial yang
menghubungkan tulang belakang dan memungkinkan untuk bergerak, otot besar
yang menopang tulang belakang dan gerakan kekuatan , dan ligamen dan tulang
rawan yang memberikan dukungan struktural. 1 Akar saraf tulang belakang keluar
dari tulang belakang melalui foramen intervertebralis, sedangkan tulang, otot, dan
sendi facet dipersarafi dengan nosiseptor yang merespons cedera, peradangan, atau
tekanan mekanis. 1 Kompleksitas ini menyulitkan untuk mengidentifikasi
penyebab spesifik yang mendasari CLBP pada pasien individu, terutama karena
pasien sering secara fenotip menunjukkan aspek keadaan nyeri neuropatik dan
nosiseptif.
Komponen neuropatik CLBP dapat terjadi akibat kompresi mekanis akar
saraf oleh diskus yang menonjol atau hernia, ligamen, atau taji tulang; iritasi pada
akar saraf oleh peradangan di dekatnya atau bahan degeneratif dari cakram atau
sendi di dekatnya; dan, berpotensi, lesi pada tunas nosiseptif invasif di dalam sendi
atau cakram yang merosot. Komponen nosiseptif dapat muncul dari aktivasi
nosiseptor persisten dan / atau sensitisasi sebagai respons terhadap proses inflamasi
dalam berbagai struktur termasuk diskus intervertebralis, sendi facet, tulang,
ligamen, otot, dan organ di dalam rongga perut. Seperti itupensinyalan nosiseptif
persisten, seperti yang dibahas sebelumnya, dapat menyebabkan sensitisasi sentral
di tanduk dorsal. Sensitisasi diyakini berperan dalam beberapa bentuk CLBP,
meskipun kontribusi pasti dari sensitisasi (dan NGF) pada keseluruhan keadaan
nyeri tidak digambarkan dengan jelas.
Namun, ada alasan berbasis patofisiologis untuk peran NGF dalam CLBP
pada beberapa pasien. Berbeda dengan diskus intervertebralis yang sehat, misalnya,
media yang diperoleh dari diskus degenerasi nyeri yang dikultur mengandung
jumlah mediator nosiseptif proinflamasi yang meningkat (termasuk NGF) dan dapat
menginduksi pertumbuhan neurit di CGRP. Neuron in vitro yang diblokir oleh
NGF-Abs. Selain itu, spesimen diskus degenerasi yang nyeri menunjukkan
pertumbuhan pembuluh darah yang mengekspresikan NGF ke dalam diskus yang

12
biasanya avaskular yang disertai dengan pertumbuhan saraf yang berdekatan yang
mengekspresikan TrkA; efek yang tidak terbukti dalam spesimen diskus yang
merosot dari individu yang tidak melaporkan nyeri. 34 Ini menunjukkan bahwa
NGF dapat menginduksi pertumbuhan saraf ke dalam diskus intervertebralis, yang
biasanya dipersarafi dengan buruk, tetapi dapat menjadi dipersarafi secara padat
pada saat degenerasi. Hal ini menunjukkan bahwa NGF mungkin memainkan peran
dalam diskus degenerasi yang menyakitkan, meskipun kontribusi pasti dari NGF
dalam CLBP ini, dan etiologi lainnya tidak sepenuhnya dipahami. Ada
kemungkinan bahwa peradangan dan aksi NGF dapat mempengaruhi satu atau lebih
dari beberapa komponen saraf yang berada di dekat tulang belakang termasuk serat
aferen primer ke DRG, neuron. di dalam DRG, akar saraf eferen dari DRG ke
sumsum tulang belakang, atau neuron di sumsum tulang belakang itu sendiri.
Namun, dibandingkan dengan alasan yang cukup lurus ke depan untuk pengobatan
NGF-Abs pada OA, saat ini tidak ada konsensus tentang pendekatan terapeutik
yang berorientasi mekanisme pada CLBP. Selain itu, keberhasilan terapeutik juga
tidak serta merta membuktikan keterlibatan dalam mekanisme patomekanisme
sebagaimana secara jelas dicontohkan dengan pengurangan nyeri sentral oleh blok
saraf perifer

13
2.7 Gejala Klinis
Berdasarakan pemeriksaan yang cermat, LBP dapat dikategorikan ke dalam
kelompok :1
a. Simple Back Pain (LBP sederhana) dengan karakteristik :
1. Adanya nyeri pada daerah lumbal atau lumbosacral tanpa penjalaran atau
keterlibatan neurologis
2. Nyeri mekanik, derajat nyeri bervariasi setiap waktu, dan tergantung dari
aktivitas fisik
3. Kondisi kesehatan pasien secara umum adalah baik.
b. LBP dengan keterlibatan neurologis, dibuktikan dengan adanya 1 atau lebih
tanda atau gejala yang mengindikasikan adanya keterlibatan neurologis
- Gejala : nyeri spontan (timbul tanpa rangsangan), respons abnormal
(sentuhan ringan, panas, atau dingin), Hiperalgesia, nyeri spontan dapat
bersifat paroksismal ( menembak, menusuk, seperti sengatan listrik ),
sensasi termal ( misalnya terbakar atau dingin seperti es).
c. Red flag LBP dengan kecurigaan mengenai adanya cedera atau kondisi
patologis yang berat pada spinal. Karakteristik umum :
- Trauma fisik berat seperti jatuh dari ketinggian ataupun kecelakaan
kendaraan bermotor
- Ditemukan nyeri abdomen dan atau thoracal
- Nyeri hebat pada malam hari yang tidak membaik dengan posisi
terlentang
- Riwayat atau adanya kecurigaan kanker, HIV, atau keadaan patologis
lainnya yang dapat menyebabkan kanker
- Penggunaan kortikosteroid jangka panjang
- Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya, menggigil dan atu
demam
- Fleksi lumbal sangat terbatas dan persisten
- Saddle anestesi, dan atau adanya inkonentinensia urin

14
2.8 Diagnosis 3
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan
neurologis serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Anamnesis merupakan awal yang penting dalam pemeriksaan LPB. Perlu
ditanyakan keluhan utama, anamnesis keluarga, penyakit penyakit sebelumnya,
keadaan sosial, dan penyakit saat ini. Cara ini praktis dan efisien untuk mendeteksi
kondisi-kondisi penyebab yang lebih serius (red flags)
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda penyebab sistemik dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik
umum: demam didapatkan proses infeksi maupun inflamasi lain seperti pada kasus
neoplasia; tekanan darah dan nadi dapat membantu evaluasi adanya nyeri dan
perdarahan.
Pemeriksaan kulit dapat membantu memperlihatkan berbagai tanda
sistemik misalnya, psoriasis, herpes zoster, gangguan gangguan hematologis, dan
lain-lain. Pemeriksaan leher dapat melihat kemungkinan nyeri akibat tidak
langsung dari gangguan paratiroid dan kemungkinan metastasis neoplasma dengan
adanya limfadenopati. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk menilai
kemungkinan gangguan organ viseral. Pemeriksaan muskuloskeletal perlu
dilakukan, khususnya pada daerah yang dikeluhkan.
Pemeriksaan neurologik meliputi pemeriksaan motorik, sensorik, refleks
fisiologik dan patologik, serta uji untuk menentukan kelainan saraf, seperti straight
leg raising (SLR)/Laseque test (iritasi n. ischiadicus), cross Laseque (HNP median),
reverse Laseque (iritasi radiks lumbal atas), sitting knee extension (iritasi
n.ischiadicus), saddle anesthesia (sindrom konus medularis).
1. Pemeriksaan sensorik
Bila nyeri pinggang bawah disebabkan oleh gangguan pada salah satu saraf
tertentu maka biasanya dapat ditentukan adanya gangguan sensorik dengan
menentukan batas-batasnya, dengan demikian segmen yang terganggu dapat
diketahui. Pemeriksaan sensorik ini meliputi pemeriksaan rasa rabaan, rasa
sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa getar (vibrasi). Bila ada kelainan maka

15
tentukanlah batasnya sehingga dapat dipastikan dermatom mana yang
terganggu.
2. Pemeriksaan motorik
Dengan mengetahui segmen otot mana yang lemah maka segmen mana yang
terganggu akan diketahui, misalnya lesi yang mengenai segmen L4 maka
musculus tibialis anterior akan menurun kekuatannya. Pemeriksaan yang
dilakukan :
o Kekuatan : fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari,
dan jari lainnya dengan menyuruh penderita melakukan gerakan fleksi dan
ekstensi, sementara pemeriksaan menahan gerakan tadi.
o Atrofi : perhatikan atrofi otot
o Perlu perhatikan adanya fasikulasi ( kontraksi involunter yang bersifat
halus) pada otot – otot tertentu.
Pemeriksaan reflek
Reflek tendon akan menurun pada atau menghilang pada lesi motor neuron
bawah dan meningkat pada lesi motor atas. Pada nyeri punggung bawah yang
disebabkan HNP maka reflek tendon dari segmen yang terkena akan menurun
atau menghilang
- Refleks lutut/patela : lutut dalam posisi fleksi ( penderita dapat berbaring
atau duduk dengan tungkai menjuntai), tendon patela dipukul dengan palu
refleks. Apabila ada reaksi ekstensi tungkai bawah, maka refleks patela
postitif. Pada HNP lateral di L4-L5, refleksi ini negatif.
- Refleks tumit/achiles : penderita dalam posisi berbaring, lutut dalam
posisi fleksi, tumit diletakkan di atas tungkai yang satunya, dan ujung kaki
ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian tendo achiles dipukul.
Apabila terjadi gerakan plantar fleksi maka refleks achiles positif. Pada
HNP lateral L5-S1, refleksi ini negatif.
1. Tes-tes yang lazim digunakan pada penderita low back pain
a. Tes lasegue (straight leg raising)
Tungkai difleksikan pada sendi coxa sedangkan sendi lutut tetap lurus.
Saraf ischiadicus akan tertarik. Bila nyeri pinggang dikarenakan iritasi

16
pasa saraf ini maka nyeri akan dirasakan pada sepanjang perjalanan saraf
ini, mulai dari pantat sampai ujung kaki.
b. Crossed lasegue
Bila tes lasegue pada tungkai yang tidak sakit menyebabkan rasa nyeri
pada tungkai yang sakit maka dikatakan crossed lasegue positif. Artinya
ada lesi pada saraf ischiadicus atau akar-akar saraf yang membentuk saraf
ini.
c. Tes kernig
Sama dengan lasegue hanya dilakukan dengan lutut fleksi, setelah sendi
coxa 90 derajat dicoba untuk meluruskan sendi lutut
d. Patrick sign (FABERE sign)
FABERE merupakan singkatan dari fleksi, abduksi, external, rotasi,
extensi. Pada tes ini penderita berbaring, tumit dari kaki yang satu
diletakkan pada sendi lutut pada tungkai yang lain. Setelah ini dilakukan
penekanan pada sendi lutut hingga terjadi rotasi keluar.Bila timbul rasa
nyeri maka hal ini berarti ada suatu sebab yang non neurologik misalnya
coxitis.
e. Chin chest maneuver
Fleksi pasif pada leher hingga dagu mengenai dada. Tindakan ini akan
mengakibatkan tertariknya myelum naik ke atas dalam canalis spinalis.
Akibatnya maka akar-akar saraf akan ikut tertarik ke atas juga, terutama
yang berada di bagian thorakal bawah dan lumbal atas. Jika terasa nyeri
berarti ada gangguan pada akar-akat saraf tersebut
f. Viets dan naffziger test
Penekanan vena jugularis dengan tangan (viets)atau dengan manset
sebuah alat ukur tekanan darah hingga 40 mmhg(naffziger)
g. Ober’s sign
Penderita tidur miring ke satu sisi.Tungkai pada sisi tersebut dalam posisi
fleksi.Tungkai lainnya di abduksikan dan diluruskan lalu secara
mendadak dilepas. Dalam keadaan normal tungkai ini akan cepat turun
atau jatuh ke bawah. Bila terdapat kontraktur dari fascia lata pada sisi
tersebut maka tungkainya akan jatuh lambat.

17
h. Neri’s sign
Penderita berdiri lurus. Bila diminta untuk membungkuk ke depan akan
terjadi fleksi pada sendi lutut sisi yang sakit.
i. Percobaan Perspirasi
Percobaan ini untuk menunjukkan ada atau tidaknya gangguan saraf
autonom, dan dapat pula untuk menunjukkan lokasi kelainan yang ada
yaitu sesuai dengan radiks atau saraf spinal yang terkena.
2.9 Pemeriksaan Penunjang6
Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan sesuai indikasi. Pemeriksaan dapat dilakukan untuk melihat tanda-
tanda infeksi, serologis, fosfatase alkali, ureum, kreatinin, dan tanda-tanda
keganasan. Pemeriksaan urin juga dapat dilakukan untuk mengetahui fungsi ginjal.
Pemeriksaan endokrin diperlukan untuk melihat kelainan paratiroid dan
osteoporosis pada lanjut usia.
Pemeriksaan radiologi
Foto polos
Foto polos vertebra lumbosakral tidak perlu dilakukan secara rutin, kecuali
ada indikasi. Foto polos ini berguna untuk dugaan fraktur dan dislokasi. Biasanya,
foto polos proyeksi anteroposterior dan lateral sudah cukup membantu diagnosis.
Foto oblik dilakukan bila ada dugaan spondilolistesis. Yang perlu dinilai adalah ada
tidaknya kelainan visera dan ABCs (alignment, bony changes, cartilaginous
changes, soft tissue changes).
Computed tomography (CT) scan
Computed tomography (CT) scan dapat menentukan kelainan tulang, tetapi
kurang baik untuk menilai kanalis spinalis. Pemeriksaan ini juga membantu dalam
diagnosis HNP (hernia nukleus pulposus) pada pasien dengan teka spinal yang
sempit atau pendek dan ruang kanalis spinalis yang lebar.
Magnetic resonance imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) berguna untuk melihat defek intra dan
ekstra dural serta melihat jaringan lunak. Magnetic resonance imaging (MRI)
diperlukan pada dugaan metastasis ke vertebra dan HNP servikal, toraks dan
lumbal. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat melihat diskus, medula spinalis

18
dan radiks saraf di daerah servikal yang tidak mungkin terlihat pada CT scan dan
MRI juga tidak mengunakan radiasi ion. Pada lesi medulla spinalis, MRI
merupakan pemeriksaan pilihan. Hampir 70% nyeri punggung bawah akut
memberikan gejala yang mengarah ke strain dan sprainotot spinalis, biasanya
terjadi pada usia lebih muda, yang menunjukkan nyeri punggung sederhana. Pada
keadaaan ini, MRI tidak perlu dilakukan dalam 4-8 minggu pertama setelah onset
gejala.
Pedoman internasional, seperti Agency for Health Care Policy and Research
(AHCPR) dan Eropean Commision, Research DirectorateGeneral, Department
Policy, Coordination and Strategy mengatakan bahwa pada pasien nyeri punggung
bawah akut tanpa tanda bahaya (red flags) abnormalitas tulang belakang, pencitraan
tidak diperlukan dalam 4-8 minggu pertama. American College of Radiology (ACR)
Appropriate Criteria menyebutkan bahwa pasien nyeri punggung bawah dengan
red fl ags berupa trauma, osteoporosis, defisit fokal atau progresif, usia >70 tahun,
atau durasi gejala yang lama, memerlukan pemeriksaan MRI tanpa kontras,
sedangkan pada nyeri punggung bawah dengan red flags berupa curiga kanker,
infeksi, atau imunosupresi, memerlukan pemeriksaan MRI tanpa dan dengan
kontras.
Magnteic resonance imaging (MRI) dipertimbangkan sebagai teknik pencitraan
yang paling baik untuk nyeri punggung bawah kronik karena kontras jaringan yang
tinggi dan tidak terdapat efek radiasi pengion. Kondisi-kondisi red flags sebagai
indikasi MRI dalam diagnosis pasien dengan nyeri punggung bawah antara lain
sebagai berikut:
1. Bila direncanakan pencitraan terhadap kondisi nyeri punggung bawah akut,
MRI tanpa kontras merupakan pilihan;
2. Bila tidak terdapat gejala berikut pada nyeri punggung bawah akut dengan
atau tanpa radikulopati, pemeriksaan MRI tidak wajib dilakukan:
a. tanda neurologis progresif (adanya kelemahan motorik)
b. diduga sindrom kauda ekuina, berupa tanda dan gejala neurologis bilateral
dan disfungsi akut kandung kemih dan usus
c. pada infeksi, dapat dilakukan MRI dengan dan tanpa kontras, jika
terdapat gejala-gejala berikut ini:

19
 demam
 curiga infeksi sistemik atau tulang belakang
 imunosupresi
 penyalahgunaan obat-obat suntik
 bakteremia yang sudah terbukti
 LED meningkat
d. pada pasien nyeri punggung bawah akut, perlu dipertimbangkan riwayat
maupun kecurigaan proses keganasan. Proses keganasan dapat dicurigai
jika terdapat minimal 2 gejala berikut:
 penurunan berat badan tanpa sebab jelas
 tidak ada perbaikan nyeri punggung bawah setelah satu bulan
 usia >50 tahun
American College of Physicians (ACP) merekomendasikan dilakukannya foto
polos untuk kriteria penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, dan jika ada
faktor risiko multipel, dapat dilakukan MRI.
Menurut ACR, bila terdapat kecurigaan proses keganasan, infeksi ataupun
imunosupresi, pemeriksaan MRI tanpa dan dengan kontras paling dianjurkan.
Namun, jika ada kontraindikasi MRI, dapat dilakukan CT tanpa kontras. Trauma
kecepatan rendah (misalnya jatuh dari ketinggian atau tertabrak sesuatu) atau
osteoporosis, dan/atau usia >70 tahun. Berdasarkan ACP, jika dicurigai adanya
fraktur kompresi vertebra karena riwayat osteoporosis, penggunaan steroid, atau
usia >70 tahun, harus dilakukan foto polos terlebih dahulu sebelum dilakukan MRI.
Menurut ACR, MRI tanpa kontras perlu dilakukan pada keadaan ini.
3. Pencitraan MRI tanpa kontras dapat dilakukan pada pasien dengan gejala
nyeri punggung bawah subakut yang tela mendapat terapi medis/konservatif
selama minimal 6 minggu dengan gejala-gejala berikut:
a. terdapat salah satu kriteria nyeri punggung bawah akut, atau
b. adanya kecurigaan radikulopati dengan gejala:
 nyeri lebih terasa di kaki daripada di punggung,
 nyeri sesuai jaras saraf tepi,
 test Laseque positif <45º atau pada tes Laseque menyilang atau
kelemahan motorik dan sensorik dengan penjalaran radikuler.

20
Berdasarkan ACP, EMG (elektromiografi) atau NCS (nerve conduction studies)
dilakukan jika gejala menetap >1 bulan. Selain itu, ACR menyatakan jika terdapat
kecurigaan radikulopati, dapat dilakukan MRI tanpa kontras. Computed
tomography tanpa kontras dapat dilakukan jika ada kontraindikasi MRI.
4. Pada pasien nyeri punggung bawah kronik yang:
 belum pernah menjalani MRI, dapat dilakukan MRI tanpa kontras jika:
a. terdapat salah satu kriteria dari nyeri punggung bawah subakut
b. terdapat kecurigaan adanya stenosis spinal pada hasil pencitraan lain
 sudah pernah menjalani MRI, dapat dilakukan MRI tanpa kontras lagi
jika:
a. melalui pemeriksaan fisik atau tes elektrodiagnostik, didapatkan
perburukan gejala neurologis
b. pasien dianggap sebagai kandidat operasi tulang belakang dan
memenuhi satu dari ketentuan berikut ini:
 terdapat perubahan neurologis yang progresif
 minimal gejalanya menetap selama 1 tahun sejak MRI lumbal
terakhir (tanpa perubahan tanda neurologis)
Menurut ACR, MRI tanpa kontras paling dianjurkan. Computed tomography
tanpa kontras dilakukan jika ada kontraindikasi MRI. Magnetic resonance
imaging dengan dan tanpa kontras diindikasikan bila MRI tanpa kontras tidak
dapat menentukan diagnosis.
c. untuk kepentingan pre-operatif operasi lumbal, pencitraan MRI dapat
dilakukan dengan tujuan:
 untuk melihat ada tidaknya tanda neurologis baru atau yang
memburuk
 dilakukan foto polos atau mencari tanda klinis yang mengarah ke
efek samping yang dapat timbul akibat operasi (jaringan parut
epidural)
3.1 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penanganan LBP terdiri dari :6
a. Non medika metosa
- Beristirahat

21
Sebelumnya, tirah baring sering direkomendasikan untuk pasien dengan sakit
punggung. Namun, beberapa penelitian menunjukkan memiliki efek buruk pada
latihan dan hasil pengobatan. Satu uji klinis acak ditemukan bahwa pasien dengan
dua hari istirahat di tempat tidur memiliki klinis hasil yang serupa dengan pasien
dengan tujuh hari istirahat di tempat tidur. Rekomendasi saat ini adalah dua hingga
tiga hari tidur beristirahat dalam posisi terlentang untuk pasien dengan akut
radiculopathy. Alasan biomekanik untuk tidur sisanya adalah bahwa tekanan
intradiscal lebih rendah pada posisi terlentang posisi. Namun, terguling di tempat
tidur dapat menyebabkan peningkatan tekanan intradiscal. Duduk, bahkan dalam
posisi berbaring position, sebenarnya meningkatkan tekanan dan kaleng intradiscal
secara teoritis memperburuk herniasi dan nyeri diskus. Modifikasi Aktivitas
sekarang menjadi rekomendasi yang lebih disukai untuk pasien dengan nyeri non-
neurogenik. Dengan pembatasan aktivitas, menghindari lengkungan yang
menyakitkan yang memperburuk sakit punggung.
- Modalitas terapi fisik
Panas superfisial (paket hidrokoloid), ultrasonografi (dalam panas),
bungkusan dingin, dan pijatan bermanfaat untuk menghilangkan rasa sakit gejala
pada fase akut setelah timbulnya low back pain. Modalitas ini memberikan
analgesia dan relaksasi otot. Namun, penggunaannya harus terbatas pada yang
pertama, dua hingga empat minggu setelah cedera.
- Korset
Peran korset (orthosis lumbosakral, mendukung punggung, dan pengikat perut)
dalam pengobatan pasien dengan nyeri punggung bawah masih kontroversial.
Penggunaan korset untuk waktu singkat (beberapa minggu) dapat diindikasikan
pada pasien dengan fraktur kompresi osteoporosis.
- Olahraga
Latihan aerobik telah dilaporkan untuk meningkatkan atau mencegah sakit
punggung. Mekanisme tindakan tidak jelas, dan hubungan antara kondisi dan
tingkat kardiovaskular pemulihan tidak diterima secara universal. Kelebihan berat,
Namun, memiliki efek langsung pada kemungkinan berkembang nyeri punggung
bawah, serta efek samping pada pemulihan. Secara umum, program latihan yang
memfasilitasi penurunan berat badan, memperkuat, dan peregangan struktur

22
muskulosketal tampaknya paling membantu dalam mengurangi nyeri punggung
bawah. Latihan yang mempromosikan penguatan otot yang mendukung tulang
belakang (mis., otot-otot ekstensor abdomen dan spinal oblik) harus dimasukkan
dalam rejimen terapi fisik. Agresif program latihan telah terbukti mengurangi perlu
intervensi bedah Kiropraktik. Pasien dengan nyeri punggung akut atau kronis sering
mencari intervensi chiropraktik. Badan Layanan Kesehatan Research and Quality
(AHRQ), sebelumnya Agency for
Kebijakan dan Penelitian Perawatan Kesehatan (AHCPR), dan Kelompok
Penasihat Standar Klinis (CSAG) mengakui nilai potensial dari kursus pendek
manipulasi tulang belakang pada pasien dengan nyeri punggung bawah akut.
- Pendidikan pasien
Sangat penting untuk meminta partisipasi aktif pasien dalam perawatan tulang
belakang. Perawatan yang berhasil tergantung pada pemahaman pasien tentang
gangguan dan perannya dalam menghindari cedera ulang.
- Evaluasi psikologis
Hambatan psikososial untuk pemulihan mungkin ada dan harus dieksplorasi.
Studi telah menunjukkan bahwa pekerja dengan rendah kepuasan kerja lebih
mungkin untuk melaporkan nyeri punggung dan mengalami pemulihan yang
berlarut-larut. Pasien dengan afektif gangguan (mis., depresi), atau riwayat
penyalahgunaan zat lebih mungkin mengalami kesulitan dengan resolusi nyeri.

b. Obat-obatan (medikamentosa)
Pilihan pengobatan tergantung pada ketepatannya diagnosis nyeri punggung
bawah. Obat dalam beberapa kelas telah terbukti memiliki tingkat sedang, terutama
manfaat jangka pendek.
Obat antiinflamasi nonsteroid: (NSAID) : ibuprofen, naproxen, ketoprofen,
dan banyak lainnyatersedia. Tidak ada NSAID tertentu yang terbukti lebih efektif
untuk mengendalikan rasa sakit daripada yang lain.
Inhibitor COX-2: Seperti celecoxib (Celebrex), lebih banyak anggota selektif
NSAID. Kekurangan harganya mahal dan berpotensi perdarahan fatal pada saluran
pencernaan

23
Asetaminofen: Dianggap efektif dan aman untuk mengobati rasa sakit akut
juga. NSAID memang memiliki sejumlah efek samping potensial, termasuk iritasi
lambung dan kerusakan ginjal dengan penggunaan jangka panjang.
Relaksan otot: Kejang otot paraspinous terkait dengan cedera punggung akut
berbagai respons etiologi baik dengan obat-obatan ini. Relaksan otot efektif dalam
manajemen nyeri punggung non-spesifik, tetapi efek samping mengharuskan
mereka digunakan dengan hati-hati.
Analgesik opioid: Obat ini dianggap pilihan untuk pengendalian nyeri pada
nyeri punggung akut, parah, dan melumpuhkan yang tidak (atau tidak mungkin)
dikendalikan dengan acetaminophen atau NSAID. Penggunaan obat-obatan ini
dikaitkan dengan efek samping yang serius, termasuk ketergantungan, sedasi,
penurunan waktu reaksi, mual. Salah satu yang paling merepotkan efek sampingnya
adalah konstipasi. Ini terjadi dalam jumlah besar persentase orang yang
menggunakan obat jenis ini untuk lebih dari beberapa hari. Beberapa penelitian
mendukung penggunaan jangka pendek mereka untuk menghilangkan rasa sakit
sementara. Penggunaannya, bagaimanapun, tidak mempercepat pemulihan.
Depresi umum terjadi pada pasien dengan punggung bawah kronis rasa sakit
dan harus dinilai dan diobati dengan tepat. Antidepresan trisiklik: Merupakan
pilihan untuk meredakan nyeri pada pasien dengan sakit punggung bawah kronis.
Gabapentin adalah pengobatan terkait dengan manfaat jangka pendek yang kecil
pada pasien dengan radiculopathy.
Steroid: Steroid sistemik tidak dianjurkan untuk pengobatan nyeri punggung
bawah dengan atau tanpa linu panggul. Suntikan steroid ke dalam ruang epidural
belum ditemukan untuk mengurangi durasi gejala atau membaik berfungsi dan saat
ini tidak direkomendasikan untuk pengobatan nyeri punggung akut tanpa linu
panggul. Manfaat dalam sakit kronis dengan linu panggul masih kontroversial.
Suntikan ke dalam ruang sendi posterior, sisi, mungkin bermanfaat untuk orang
dengan nyeri yang berhubungan dengan linu panggul. Titik picu Suntikan belum
terbukti membantu dalam nyeri punggung akut. Suntikan titik pemicu dengan
steroid dan local anestesi dapat membantu pada nyeri punggung kronis.
Penggunaannya tetap kontroversial.
c. Pembedahan

24
Kelompok pasien tertentu dengan nyeri punggung bawah akut harus
menjalani evaluasi bedah segera. Pasien dengan diduga lesi cauda equina (ditandai
dengan sadel anestesi, perubahan sensorimotor pada tungkai dan retensi urin)
memerlukan investigasi bedah segera. Evaluasi bedah juga ditunjukkan pada pasien
dengan memperburuk defisit neurologis atau rasa sakit yang tidak bisa diatasi tahan
terhadap pengobatan konservatif.

d. Terapi lain
 Manipulasi tulang belakang
Manipulasi osteopatik atau chiropraktik tampaknya bermanfaat pada orang
selama bulan pertama gejala. Studi tentang topik ini telah menghasilkan
hasil yang bertentangan. Penggunaan manipulasi untuk orang dengan sakit
punggung kronis telah dipelajari juga, juga dengan hasil yang bertentangan.
Itu efektivitas pengobatan ini masih belum diketahui. Manipulasi belum
ditemukan bermanfaat bagi orang dengan masalah akar saraf.
 Akupunktur
Bukti saat ini tidak mendukung penggunaan akupunktur untuk pengobatan
nyeri punggung akut. Studi ilmiah yang valid tidak tersedia. Penggunaan
akupunktur tetap kontroversial.
 Stimulasi saraf listrik transkutan (TENS)
TENS menyediakan pulsa stimulasi listrik melalui elektroda permukaan.
Untuk sakit punggung akut, tidak ada manfaat terbukti. Dua penelitian kecil
menghasilkan kesimpulan yang tidak meyakinkan hasil, dengan kecenderungan
peningkatan dengan TENS. Di sakit punggung kronis, ada bukti yang saling
bertentangan mengenai kemampuannya untuk membantu menghilangkan rasa
sakit. Satu studi menunjukkan sedikit Keuntungan pada satu minggu untuk TENS
tetapi tidak ada perbedaan sama sekali tiga bulan dan lebih. Studi lain menunjukkan
tidak manfaat untuk TENS kapan saja. Tidak ada manfaat yang diketahui untuk
nyeri panggul.
3.2 Prognosis6
Prognosis untuk orang dengan nyeri punggung akut terkait dengan red flags
tergantung pada penyebab rasa sakit yang mendasarinya. Hingga 90% orang

25
mengalami episode nyeri punggung tanpa gangguan kesehatan lainnya, dan gejala
mereka akan hilang dengan sendirinya dalam satu bulan. Sekitar setengahnya, sakit
punggung mungkin kembali. Sekitar 80% orang dengan linu panggul akhirnya akan
pulih, dengan atau tanpa operasi. Masa pemulihan jauh lebih lama daripada untuk
sakit punggung akut tanpa komplikasi. Seseorang dapat meningkatkan peluang
pemulihan dini dengan tetap aktif dan menghindari lebih dari dua hari tirah baring.

26
BAB III
KESIMPULAN

Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah merupakan gangguan
muskuloskeletal yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit muskuloskeletal,
gangguan psikologis, dan mobilisasi yang salah
Etiologi Low Back Pain dapat diperantarai oleh nyeri myofascial, nyeri yang
dimediasi facet, nyeri diskogenik, stenosis tulang belakang, nyeri sendi sakroiliaka.
Untuk mendiagnosis low back pain, perlu dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, Pemeriksaan penunjang juga diperlukan dalam menegakkan kearah LBP,
seperti dan radiologi. Tatalaksana untuk LBP meliputi medikamentosa
(mengurangi nyeri), pembedahan dan terapi lainnya.
Prognosis 90% orang mengalami episode nyeri punggung tanpa gangguan
kesehatan lainnya, dan gejala mereka akan hilang dengan sendirinya dalam satu
bulan.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Arnold YL wong, jaro karppinen, dino samartzis. 2017. Low back pain in
older adults: risk factors, management options and future directions.
Scholiosis and spinal disorder.

2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan Praktik Klinis


Neurologi. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT, editors. Perdossi. 2016.

3. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. 2018. Back and Neck Pain.
Dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine. 20th Edition. New York:
McGraw
4. Ivan urits, et all. 2019. low back pain, a comprehensive review;
pathophysiologi, diagnosis, and treatment. Current pain and headache
reports

5. R. Baron, A. Binder, N. Attal et all. 2016. neuropathic low back pain in


clinical practice. European journal of pain

6. K Gur Prasad Dureja et al. 2017. Evidence and consensus recommendations


for the pharmacological management of pain in India. Journal of Pain
Research

28

Anda mungkin juga menyukai