Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN PERSALINAN SC (SECTIO CAESARIA)

DENGAN INDIKASI PREEKLAMSIA DI RUANG NIFAS


STASE KEPERAWATAN MATERNITAS
RSUD SELE BE SOLU KOTA SORONG

Disusun Oleh :

VIA RETNO SARI


NIM. 202214901037

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
SORONG
2023
PENGESAHAN LAPORAN

LAPORAN PENDAHULUAN PERSALINAN SC (SECTIO CAESARIA)


DENGAN INDIKASI PREEKLAMSIA DI RUANG NIFAS
STASE KEPERAWATAN MATERNITAS
RSUD SELE BE SOLU KOTA SORONG

LAPORAN PENDAHULUAN

VIA RETNO SARI


NIM. 202214901037

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik


Tgl. Responsi : Tgl. Responsi :

(Bdn. Wahema, S.Tr., Keb) (Ns. Maylar Gurning, S.Kep., M.Kep)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah berkenan
memberi petunjuk dan berkatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Dalam
menyelesaikan laporan ini penulis banyak sekali mendapat bantuan, dukungan moril maupun
materi dari berbagai pihak .
Dalam penulisan laporan ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan yang terbaik, namun penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat
membangun dari pembaca untuk kesempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat dipergunakan dengan
sebaik-baiknya.

Sorong, 16 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i


DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN.............................................. iii
BAB I KONSEP SECTIO CAESARIA .............................................. 1
A. Anatomi Sectio Caesaria .............................................................. 1
B. Definisi Sectio Caesaria ............................................................... 2
C. Etiologi Sectio Caesaria................................................................ 3
D. Klasifikasi Sectio Caesaria............................................................ 3
E. Manifestasi Klinis Sectio Caesaria................................................ 4
F. Patofisiologi Sectio Caesaria......................................................... 5
G. Fisiologi proses penyembuhan luka............................................... 5
H. Pemeriksaan Penunjang Sectio Caesaria....................................... 6
I. Komplikasi Sectio Caesaria.......................................................... 6
J. Penatalaksanaan Sectio Caesaria................................................... 7
BAB II KONSEP PREEKLAMSIA.................................................. 9
A. Definisi Preeklamsia..................................................................... 9
B. Etiologi Preeklamsia...................................................................... 9
C. Faktor predisposisi Preeklamsia................................................... 10
D. Manifestasi klinis Preeklamsia...................................................... 10
E. Pemeriksaan Penunjang Preeklamsia............................................. 11
F. Komplikasi Preeklamsia................................................................ 11
G. Penatalaksanaan Preeklamsia........................................................ 11
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN............................ 14
A......................................................................................Pengkajian ...........14
B........................................................................................Diagnosa ...........17
C........................................................................................Intervensi ...........18

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 22

iii
BAB I
KONSEP SECTIO CAESARIA (SC)

A. Anatomi dan fisiologi


Pada kasus section caesarea ada beberaa hal yang harus diperhatikan diantarannya
adalah anatomi dan fisiolofinya yang mana pada anatomi fisiologi ini terdiri dari dua hal
yaitu genitalia eksterna dan ginetalia interna (Lubis, D. S. 2018).
1. Genitalia eksterna sering dinamakan vulva, yang artinya pembungkus atau penutup
vulva terdiri dari :
a. Mons pubis Merupakan bantalan jaringan lemak yang terletak di atas
simpisis pubis
b. Labia mayora terdiri dari 2 buah lipatan kulit dengan jaringan lemak di
bawah nya yang berlanjut ke bawah sebagai perluasan dari mons pubis dan
menyatu menjadi perineum
c. Labia minora merupakan 2 buah lipatan tipis kulit yang terletak di sebelah
dalam labia mayora, labia minora tidak memiliki lemak subkutan.
d. Klitoris merupakan tonjolan kecil jaringan erektif yang terletak pada titik
temu labia minora di sebelah anterior, sebagai salah satu zona erotik yang
utama pada wanita.
e. Vestibulum adalah rongga yang di kelilingi oleh labia minora .
f. Perinium struktur ini membentang dari fourchette ( titik temu labia minora
di sebelah posterioranus
2. Genetalia interna
a. Vagina
Merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang ke atas
dan ke belakang dari vulva hingga uterus. Dinding anterior vagina memiliki
panjang 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm. Fungsi vagina :
1) Lintasan bagi spermatozoa
2) Saluran keluar bagi janin dan produk pembuahan lainnya saat persalinan
3) Saluran keluar darah haid

1
2

b. Uterus

Berbentuk seperti buah advokat, sebesar telur ayam. Terdiri dari


fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Korpus uteri merupakan bagian
uterus terbesar dan sebagai tempat janin berkembang. Uterus terdiri dari :

1) Fundus uteri
2) Korpus uteri

Fungsi uterus adalah :


1) Menyediakan tempat yang sesuai bagi ovum yang sudah di buahi
untuk menanamkan diri.
2) Jika korpus luteum tidak berdegenerasi, yaitu jika korpus luteum
dipertahankan oleh kehamilan, makaestrogen akan terus di produksi
sehingga kadar nya tetap berada di atas nilai ambang perdarahan haid
dan amenorea merupakan salah satu tanda pertama untuk kehamilan.
3) Memberikan perlindungan dan nutrisi pada embrio atau janin sampai
matur.
4) Mendorong keluar janin dan plasenta pada persalinan.
5) Mengendalikan perdarahan dari tempat perlekatan plasenta melalui
kontraksi otot-otot.
c. Tuba fallopi
Disebut juga dengan oviduct, saluran ini terdapat pada setiap sisi uterus
dan membentang dari kornu uteri ke arah dinding lateral pelvis.
d. Ovarium
Merupakan kelenjar kelamin.Ada 2 buah ovarim yang masing-masing
terdapat pada tiap sisi dan berada di dalam kavum abdomen di belakang
ligamentum latum dekat ujung fibria tuba falopi. Fungsi ovarium adalah untuk
produksi hormon dan ovulasi.

B. Definisi
Sectio Caesaria adalah pembedahan untuk mengeluakan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus (Wiknjosastro,2019).
3

Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas
500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &Wiknjosastro, 2019).
Sectio caesaria adalah alternative dari kelahiran vagina bila keamanan ibu dan
janin terganggu ( Doengoes, 2010).
Dengan demikian perawatan pada ibu nifas dengan post operasi sectio caesarea
adalah perawatan pada ibu pada masa setelah melahirkan janin dengan cara
insisi/pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim sampai organ-organ
reproduksi ibu kembali pulih yang berakhir kira-kira 6 minggu.

C. Etiologi
Sectio Caesaria yang dilakukan dapat di indikasikan oleh :
a. Indikasi Ibu
1). Panggul sempit absolute
2). Placenta previa
3). Ruptura uteri mengancam
4). Partus Lama
5). Partus Tak Maju
6). Pre eklampsia, dan Hipertensi
b. Indikasi janin
1). Kelainan Letak
2). Gawat Janin
3). Janin Besar
c. Kontra Indikasi
1). Janin Mati
2). Syok, anemia berat sebelum diatasi
3). Kelainan congenital Berat. (Wiknjosastro,2019)

D. Klasifikasi Sectio Caesaria


Ada beberapa jenis operasi Sectio Caesaria menurut Gulardi &Wiknjosastro, 2019
yang terdiri dari:
4

a. Sectio caesaria abdominalis, ada dua macam yaitu sectio caesaria


transperitonealisasi dan sectio caesaria ekstraperitonealisasi.
Sectiocaesaria transperitonealisasi sendiri terdiri dari dua cara.
1). Sectiocaesaria klasik dengan insisi memanjang pada korpus uteri yang
mempunyai kelebihan mengeluarkan janin lebih cepat, tidak mengakibatkan
komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias diperpanjang proksimal
atau distal. Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar
secara intraabdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik dan untuk
persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
2). Sectio caesaria ismika atau profunda dengan insisi pada segmen bawah rahim
dengan kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan ruptura uteri
spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat melebar ke
kiri, bawah dan kanan sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak serta
keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi. Sedangkan Sectio Caesaria
ekstraperitonealisasi, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan
demikian tidak membuka kavum abdominal.
b. Sectio caesaria vaginalis, menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat
dilakukan dengan sayatan memanjang (longitudinal), sayatan melintang
(transversal) dan sayatan huruf T (T-incision).

E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
5

9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah (Oktarina, R., Misnaniarti,
M., Sutrisnawati, D., & Nyoman, N, 2018).

F. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op,
yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
(Oktarina, R., Misnaniarti, M., Sutrisnawati, D., & Nyoman, N, 2018).

G. Fisiologi Proses Penyembuhan Luka


1. Fase I ( Inflamasi)

Penyembuhan luka leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak. Fibrin bertumpuk
pada gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh darah tumbuh pada luka dari benang
fibrin sebagai kerangka. Lapisan tipis dari sel epitel bermigrasi lewat luka dan
menutupi luka, pasien akan terlihat merasa sakit pada fase I selama 3 hari setelah
bedah besar.
6

2. Fase II (Proliferasi)

Berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai menghilang dan ceruk
mulai berisi kolagen serabut protein putih. Sel epitel beregenerasi dalam 1 minggu.
Jaringan baru memiliki banyak pembuluh darah. Tumpukan kolagen akan menunjang
luka dengan baik dalam 6 – 7 hari. Jadi jahitan diangkat pada waktu ini, tergantung
pada tempat dan luasnya bedah.
3. Fase III (Maturasi )

Kolagen terus bertumpuk. Ini menekan pembuluh darah baru dan arus darah menurun.
Luka terlihat seperti merah jambu yang luas. Fase ini berlangsung minggu kedua
sampai minggu keenam. Pasien harus menjaga agar tidak menggunakan otot yang
terkena.
4. Fase IV

Fase terakhir berlangsung beberapa bulan setelah bedah. Pasien akan mengeluh gatal
di seputar luka. Walaupun kolagen terus menimbun pada waktu ini luka menciut dan
menjadi tegang. Karena penciutan luka terjadi ceruk yang berwarna/berlapis putih.
Bila jaringan itu aseluler, avaskuler, jaringan kolagen tidak akan menjadi coklat karena
sinar matahari dan tidak akan keluar keringat dan tumbuh rambut (Smeltzer, 2017).

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Urinalisis : menetukan kadar albumin dan glukosa
3. Kultur urine : mengidentifikasi adanya virus Herpes

I. Komplikasi
1. Infeksi puerpuralis (nifas)
a. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau perut
sedikit kembung
7

c. Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai
pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum karena
ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Perdarahan, disebabkan karena:
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia uteri
c. Perdarahan pada placental bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi
terlalu tinggi.
4. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan. (Smeltzer, 2017).

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya:
1. Penatalaksanaan secara medis
a. Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam
Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.
b. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain Walaupun
pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria keefektifannaya masih
dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
d. Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
2. Kateterisasi
3. Pengaturan Diit
Makanan dan minuman diberikan setelah klien Flatus, diilakukan secara bertahap dari
minum air putih sedikit tapi sering. Makanan yanf diberikan berupa bubur saring,
selanjutnya bubur, nasi tim dan makanan biasa.
4. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30
menit pada 4 jam kemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
c. Mobilisasi
8

d. Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat
e. tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita
f. sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
g. Pembalutan luka ( Wound Dressing / wound care)
h. Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima
setelah operasi. (Smeltzer, 2017).
BAB II
PRE EKSLAMSI BERAT (PEB)

A. Definisi
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin
dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-
tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul
setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2019)
Pre eklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk, 2017).
Preeklamsi Berat apabila:
1. TD 160/110 mmHg atau lebih
2. Proteinuria 5gr atau lebih perliter
3. Oliguria (jumlah urine <500cc/24 jam)
4. Adanya gangguan serebri, gangguan visus, dan rasa nyeri pada efigastrium
5. Terdapat edema paru dan sianosis

B. Etiologi
Penyebab preeklamsi sampai sekarang belum di ketahui secara pasti,tapi pada
penderita yang meninggal karena preeklamsia terdapat perubahan yang khas pada berbagai
alat.Tapi kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasmus arteriole, retensi Na dan air
dan coogulasi intravaskulaer.

Walaupun vasospasmus mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan
tetapi vasospasmus ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai preeklamsi.
Sebab pre eklamasi belum diketahui. Vasospasmus menyebabkan :

1. Hypertensi
2. Pada otak (sakit kepala, kejang)
3. Pada placenta (solution placentae, kematian janin)
4. Pada ginjal (oliguri, insuffisiensi)
5. Pada hati (icterus)
6. Pada retina (amourose)

9
10

Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia yaitu :
1. Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
molahidatidosa
2. Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan
3. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus
4. Timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang dan koma. (Mansjoer dkk,
2017).

C. Faktor Perdisposisi Preeklamsi


1. Molahidatidosa
2. Diabetes melitus
3. Kehamilan ganda
4. Hidrocepalus
5. Obesitas
6. Umur yang lebih dari 35 tahun

D. Manifestasi Klinis
1. penambahan berat badan yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg seminggu
beberapa kali.
2. Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka
3. Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
a. TD > 160/90 mmHg atau
b. Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
c. Diastolik >15 mmHg
d. Tekanan diastolic pada trimester ke II yang >85 mmHg patut di curigai
sebagai preeklamsi
4. Proteinuria
a. Terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau pemeriksaan
kuwalitatif +1 / +2.
b. Kadar protein > 1 g/l dalam urine yang di keluarkan dengan kateter atau urine
porsi tengah, di ambil 2 kali dalam waktu 6 jam. (Mansjoer dkk, 2017).
11

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat


hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit
menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7
mg/100 ml.
2. USG : untuk mengetahui keadaan janin
3. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin. (Nanda, 2019)

F. Komplikasi
Tergantung derajat pre-eklampsianya, yang termasuk komplikasi antara lain atonia
uteri (uterus couvelaire), sindrom HELLP (Haemolysis Elevated Liver Enzymes, Low
Platelet Cown), ablasi retina, KID (Koagulasi Intra Vaskular Diseminata), gagal ginjal,
perdarahan otal, oedem paru, gagal jantung, syok dan kematian. Komplikasi pada janin
berhubungan dengan akut kronisnya insufisiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan
janin terhambat dan prematuritas. (Nanda, 2019)

G. Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Berat


Dapat ditangani secara aktif atau konservatif.  Aktif berarti : kehamilan diakhiri /
diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif berarti : kehamilan
dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal. Prinsip : Tetap pemantauan janin
dengan klinis, USG, kardiotokografi.
1. Penanganan aktif.
Penderita harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di ruang khusus di daerah
kamar bersalin.Tidak harus ruangan gelap.Penderita ditangani aktif bila ada satu
atau lebih kriteria ini.
a. Ada tanda-tanda impending eklampsia
b. Ada hellp syndrome
c. Ada kegagalan penanganan konservatif
d. Ada tanda-tanda gawat janin atau iugr
e. Usia kehamilan 35 minggu atau lebih
Pengobatan medisinal : diberikan obat anti kejang MgSO4 dalam infus dextrose
12

5% sebanyak 500 cc tiap 6 jam. Cara pemberian MgSO4 : dosis awal 2 gram
intravena diberikan dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
sebanyak 2 gram per jam drip infus (80 ml/jam atau 15-20 tetes/menit). Syarat
pemberian MgSO4 : – frekuensi napas lebih dari 16 kali permenit – tidak ada
tanda-tanda gawat napas – diuresis lebih dari 100 ml dalam 4 jam sebelumnya –
refleks patella positif. MgSO4 dihentikan bila : – ada tanda-tanda intoksikasi –
atau setelah 24 jam pasca persalinan – atau bila baru 6 jam pasca persalinan
sudah terdapat perbaikan yang nyata. Siapkan antidotum MgSO4 yaitu Ca-
glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NaCl 0.9%, diberikan intravena dalam 3
menit).Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160
mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg.Obat yang dipakai
umumnya nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum
turun dapat diberi tambahan 10 mg lagi. Terminasi kehamilan : bila penderita
belum in partu, dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip,
kateter Folley, atau prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi
tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi partus pervaginam.Pada persalinan
pervaginam kala 2, bila perlu dibantu ekstraksi vakum atau cunam.

2. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eclampsia dengan keadaan janin baik, dilakukan penanganan
konservatif.Medisinal : sama dengan pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan
bila ibu sudah mencapai tanda-tanda pre-eklampsia ringan, selambatnya dalam
waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini
dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera dilakukan terminasi.
jangan lupa : oksigen dengan nasal kanul, 4-6 l / menit, obstetrik : pemantauan
ketat keadaan ibu dan janin. bila ada indikasi, langsung terminasi.

Menjelaskan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan.


Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari
perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring.Diet tinggi
protein, dan rendah lemak, karbohidat, garam dan penambahan berat badan yang
13

tidak berlebihan perlu dianjurkan.

Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat penderita tanpa


memberikan diuretika dan obat anthipertensi, memang merupakan kemajuan yang
penting dari pemeriksaan antenatal yang baik. (Wiknjosastro, 2019).
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien : nama, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan dan nama penanggung jawab/suami, umur, suku bangsa dll.
2. Riwayat kesehatan
i. Keluhan utama : nyeri karena trauma karena pembedahan section caesaria
ii. Riwayat kesehatan sekarang
1) Provocative : adanya indikasi section caesaria , menyebabkan klien
dilkukan operasi SC  trauma pembedahan  discontinuiras jaringan
menimbulkan nyeri.
2) Qualitas / Quantitas : nyeri dirasakan klien setelah efek anestesi secara
perlahan hilang, nyeri akan timbul jika efek pemberian analgetika
berakhir ( 4 jam setelah pemberian) dan akan hilang saat analgetika di
berikan. Qualitas nyeri bersifat subyektif tergantung bagaimana klien
mempersepsikan nyeri tersebut.
3) Region : daerah yang mengalami nyeri adalah luka insisi yang terdapat
pada abdomen. Insisi pada SC klasik di Midline Abdomen antara pusat
dan simpisis pubis, pada SC Transprovunda di daerah supra simpisis
pubis dengan luka insisi melintang. Area penyebaran nyeri dirasakan
sampai bokong dan terkadang adanya after pain ( nyeri alihan) yang
dirasakan klien sampai ke pinggang.
4) Skala nyeri berkisar dari nyeri sedang sampai nyeri berat, dengan skala
numeric 1-10, berada pada rentang 5-10.
5) Timing : nyeri dirasakan setelah 6 – 12 jam post section caesaria, dan 1-3
hari pertama SC.
iii. Riwayat kesehatan Dahulu
Riwayat Ante Natal Care (ANC)
1) Kehamilan sekarang G…P…..A…..H…..mg

14
15

2) HPHT : tgl….bln….th…..HPL : tgl….bln…..th……


3) Keluhan saat hamil ;\:……………………..
4) Penyakit Yang di derita ibu saat hamil , penanganan penyakit
5) Riwayat imunisasi TT ( sudah/ belum )
6) Status imunisasi TT ( TT1,TT2,TT3,TT4.TT5)
7) ANC berapa kali.......tempat pemeriksaan bidan/perawat/DSOG
 Trimester I ……..X
 Trimester II …….X
 Trimester II……...X
Riwayat Intra natal
1) Riwayat Persalinan terdahulu : cara persalinan ( spontan, buatan (SC,
induksi)), penolong persalinan, tempat kelahiran, umur kehamilan
( aterm/preterm)
2) Plasenta ( spontan/ dibantu)
3) Jumlah darah yang keluar
4) Riwayat pemberian obat ( suntikan sebelum dan sesudah lahir)
5) Riwayat Intranatal saat ini, kaji etiologi/ indikasi SC antara lain : partus
lama, partus tak maju dan rupture uteri mengancam serta adanya gawat
janin, gagal induksi, KPD, CPD, atau adanya tumor pelvic yang
menghambat persalinan .
Riwayat post natal
1. Pengkajian pada nifas yang lalu:
Tanyakan apakah adanya gangguan / komplikasi pada nifas yang lalu
2. Pengkajian pada post Sectio Caesaria
Pada 4 jam sampai dengan 5 hari post partum kaji :

a) Sirkulasi darah : periksa kadar Hb dan Ht


b) Eliminasi : urin : pemasangan kateter indwelling; kaji warna, bau,
jumlah. Bila kateter sudah di lepas observasi vesika urinaria
c) Eliminasi : Faeces : pengosongan sistem pencernaan pada saat pra
operasi dan saat operasi menyebabkan tidak adanya bising usus
menyebabkan penumpukan gas  resiko infeksi
16

d) Pencernaan : kaji bising usus, adanya flatus


e) Neurosensori : kaji sensasi dan gerakan klien setelah efek anestesi
menghilang
f) Nyeri : rasa nyeri yang di nyatakan klien karena insisi Sectio caesaria
g) Pernafasan : kaji jumlah nafas dalam 1 menit, irama pernafasan,
kemampuan klien dalam bernafas ( pernafasan dada/ abdomen), serta
bunyi paru.
h) Balutan insisi : kaji kebersihan luka, proses penyembuhan luka, serta
tanda- tanda infeksi.
i) Cairan dan elektrolit : kaji jumlah / intake cairan (oral dan parenteral)
, kaji output cairan, kaji adanya perdarahan.
j) Abdomen : letak fundus uteri, kontraksi uterus, serta tinggi fundus
uteri.
k) Psikis ibu : kecemasan, kemampuan adaptasi,support system yang
mendukung ibu.
iv. Riwayat pemakaian kontrasepsi
Kapan , jenis / metode kontrasepsi, lama penggunaan, keluhan, cara
penanggulangan, kapan berhenti serta alasannya.

v. Riwayat pemakaian obat-obatan


1. Pemakaian obat-obat tertentu yang sering di gunakan klien
2. Pemakaian obat sebelum dan selama hamil.
vi. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit herediter, ada tdaknya keluarga yang menderita tumor atau
kanker

3. Pemeriksaan Fisik

a. Sistem Reproduksi
1. Abdomen : luka insisi, proses penyembuhan luka
2. Uterus : TFU, kontraksi, letak fundus uter.
3. Lokhea : jumlah, warna, bau, serta kaji adanya bekuan
4. Vulva &Vagina : kebersihan, ada tidaknya tanda-tanda radang
17

5. Payudara : laktasi, pengeluaran ASI, kesulitan dalam pemberian


ASI / menyusui, kemampuan bayi menghisap
b. Sistem Gastrointestinal
Bising usus di observasi setiap 1-2 jam post SC

c. Sistem Kardiovaskuler
Ukur Tekana Darah, Denyut nadi, HB,Ht. Leucosit

d. Sistem Genitourinaria
Vesicaurinaria, urine, warna, bau

e. Sistem Muskuloskeletal
Kemampuan bergerak dan respon terhadap rangsangan, ambulasi dini, kaji
Howman sign.

f. Sistem Respirasi
Kaji respirasi rate, pola serta jenis pernafasan.

g. System Panca Indra


Penglihatan, pendengaran, perasa, peraba serta penciuman.

h. Psikologis
Penerimaan ibu terhadap bayi, pelaksanan Inisiasi Menyusu Dini ( IMD).

i. Pemeriksaan terhadap bayi baru lahir


Penilaiian APGAR SCORE

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL PADA POST


PARTUM SECTIO CAESARIA a/i PEB
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post SC adalah
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
sekunder akibat pembedahan
3. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan perentanan tubuh terhadap bakteri
sekunder pembedahan
18

4. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam


pembedahan, mual dan muntah
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan nyeri
6. Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi
7. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan
pasca persalinan SC

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Fokus rencana keperawatan untuk diagnosa yang muncul pada pasien post SC indikasi
adalah :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi (SDKI, 2019).
Tujuan : Mempertahankan kepetanan jalan nafas.
Kriteria Hasil : dispnea menurun
Intervensi :
a. Awasi frekuensi pernafasan
Rasional : Untuk mengetahui peningkatan RR
b. Catat dan observasi adanya kesulitan bernafas bernafas
Rasional :
Menentukan apakah klien memerlukan alat bantu atau tidak
c. Tinggikan apek 30-45 derajat
Rasional : Membantu pengaturan nafas agar tidak sesak
d. Dorong batuk efektif dan nafas dalam
Rasional : Mengeluarkan secret
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitus jaringan
sekunder akibat pembedahan (SDKI, 2019).
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

1. Klien merasa nyeri berkurang /hilang


2. Klien dapat istirahat dengan tenang
19

Intervensi :

a. Kaji skala nyeri dan karakteristik alokasi karakteristik termasuk kualitasnya


frekuensi, kwalitasnya
Rasional : Untuk mengetahui tingkatan nyeri dan menentukan tindakan selanjutnya

b. Monitor tanda –tanda vital


Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah dan nadi meningkat

c. Lakukan reposisi sesui petunjuk, misalnya semi fowler ,miring


Rasional : Untuk mengurangi nyeri

d. Dorong penggunaan teknik relaksasi misal latihan nafas dalam


Rasional : Merileksasikan otot, mengalihkan perhatian dan sensori nyeri

e. Ciptakan lingkungan nyaman dan tenang


Rasional :Untuk mengurangi nyeri

f. Kolaborasi pemberian anal getik sesuai indikasi


Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan mempercepat proses penyembuhan

3. Resiko infeksi b/d peningkatan parentanan tubuh terhadap bakteri sekunder


pembedahan (SDKI, 2019)
Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria Hasil :

1. Tidak ada tanda- tanda infeksi (rubor, tulor, dolor, tumor, dan fungsiolaesa )
2. Tanda- tanda fital normal terutama suhu (36-37 °C)
Intervensi

a. Monitor tanda-tanda vital


Rasional : Suhu yang meningkat dapat menunjukan terjadinya infeksi

b. Kaji luka pada abdomen dan balutan


Rasional : Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya pus
20

c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan pasien, teknik rawat luka dengan
anti septik
Rasional : Mencegah kontaminasi silang atau penyebaran organisme infeksius

d. Catat /pantau kadar Hb dan Ht


Rasional : Resiko infeksi post partum dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar
Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan

e. Kolaborasi pemberian antibiotik


Rasional : Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi resmi pembedahan dan nyeri
(SDKI, 2019)
Tujuan : klien dapat meningkatkan dan melakukan aktivitas sesuai kemampuan tanpa di
sertai nyeri

Kriteria Hasil : Klien dapat mengidentivikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi


aktvitas

Intervensi :

a. Kaji respon pasien terhadap aktivitas


Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam keluhan
kelemahan,keletihan yang berkenaan dengan aktivitas

b. Catat tipe anestesi yang di berikan pada saat intra partus pada waktu klien sadar
Rasional : Pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktivitas klien

c. Anjurkan klien untuk istirahat


Rasional : Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenega untuk beraktivitas,
klien dapat rileks

d. Bantu dalam pemenuhan aktivitas sesuai kebutuhan


Rasional : Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena kebutuhan
klien terpenuhi
21

e. Tingkatkan aktivitas secara bertahap


Rasional : Dapat meningkatkan proses penyembuhan dan kemampuan koping
emosional
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal Edisi 3. Jakarta : EGC
Lubis, D. S. (2018). Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Riwayat Persalinan Sectio Caesarea
(SC) Di Rsia Norfa Husada Bangkinang Tahun 2018. Jurnal Doppler, 2(2).
Mansjoer, Arif,dkk. 2017.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3.Jakarta: FKUI
Nanda, R, 2019. Keperawatan Maternitas volume 2. Jakarta: EGC
Oktarina, R., Misnaniarti, M., Sutrisnawati, D., & Nyoman, N. (2018). Etika Kesehatan pada
Persalinan Melalui Sectio Caesarea Tanpa Indikasi Medis. Media Kesehatan
Masyarakat Indonesia Universitas Hasanuddin, 14(1), 9-16.
Smeltzer. 2017. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC
TIM POJKA. SDKI DPP PPNI, 2019. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Jakarta. DPP
PPNI
TIM POJKA. SLKI DPP PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Jakarta. DPP
PPNI
TIM POJKA. SiKI DPP PPNI, 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Jakarta. DPP
PPNI
Wiknjosastro Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga. Jakarta : YBP-SP.

22
Pathway Sectio Caesarea
Cefalo Pelvic Disproposi

Sectio Sesaria

Post Operasi sc

Post Ansestasi Spinal Luka Post Operasi Nifas

Penurunan saraf Penurunan saraf Jaringan Jaringan Uterus Laktasi Psikologis


ekstermitas Bawah otonom terputus terbuka (Taking in, taking
hold, taking go)
Kontraksi Progesteron dan
Kelumpuhan Penurunan Merangsang Proteksi uterus esterogen menurun
saraf area sensorik kurang Perubahan
Cemas vegetatif motorik psikologis
Mobilitas Prolaktin meningkat
Invasi Adekuat Tidak Adekuat
Penurunan Nyeri bakteri Penambahan
peristaltik anggota baru
Pertumbuhan kelenjar
usus Pengelupasan Atonia uretri susu terangsang
Resiko desidua
infeksi Kebutuhan
Resiko meningkat
Konstipasi Perdarahan Isapan bayi
Lochea
Perubahan
Hipovolemik Anemi Oksitosin meningkat pola peran

Kekurangan HbO2 Ejeksi ASI


volume cairan menurun

Adekuat Tidak adekuat


Metabolisme anaerob
ASI keluar ASI tidak keluar
Asam laktat meningkat
Efektif Inefektif laktasi
laktasi
Suplai O223
ke jaringan menurun Kelelahan Kurang pengetahuan
perawatan payudara

Nekrose Intoleransi aktivitas Menyusui tidak efektif


Pathway Sectio Caesarea

24

Anda mungkin juga menyukai