Disusun Oleh :
LAPORAN PENDAHULUAN
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah berkenan
memberi petunjuk dan berkatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Dalam
menyelesaikan laporan ini penulis banyak sekali mendapat bantuan, dukungan moril maupun
materi dari berbagai pihak .
Dalam penulisan laporan ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan yang terbaik, namun penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat
membangun dari pembaca untuk kesempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat dipergunakan dengan
sebaik-baiknya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 22
iii
BAB I
KONSEP SECTIO CAESARIA (SC)
1
2
b. Uterus
1) Fundus uteri
2) Korpus uteri
B. Definisi
Sectio Caesaria adalah pembedahan untuk mengeluakan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus (Wiknjosastro,2019).
3
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas
500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &Wiknjosastro, 2019).
Sectio caesaria adalah alternative dari kelahiran vagina bila keamanan ibu dan
janin terganggu ( Doengoes, 2010).
Dengan demikian perawatan pada ibu nifas dengan post operasi sectio caesarea
adalah perawatan pada ibu pada masa setelah melahirkan janin dengan cara
insisi/pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim sampai organ-organ
reproduksi ibu kembali pulih yang berakhir kira-kira 6 minggu.
C. Etiologi
Sectio Caesaria yang dilakukan dapat di indikasikan oleh :
a. Indikasi Ibu
1). Panggul sempit absolute
2). Placenta previa
3). Ruptura uteri mengancam
4). Partus Lama
5). Partus Tak Maju
6). Pre eklampsia, dan Hipertensi
b. Indikasi janin
1). Kelainan Letak
2). Gawat Janin
3). Janin Besar
c. Kontra Indikasi
1). Janin Mati
2). Syok, anemia berat sebelum diatasi
3). Kelainan congenital Berat. (Wiknjosastro,2019)
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
5
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah (Oktarina, R., Misnaniarti,
M., Sutrisnawati, D., & Nyoman, N, 2018).
F. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op,
yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
(Oktarina, R., Misnaniarti, M., Sutrisnawati, D., & Nyoman, N, 2018).
Penyembuhan luka leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak. Fibrin bertumpuk
pada gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh darah tumbuh pada luka dari benang
fibrin sebagai kerangka. Lapisan tipis dari sel epitel bermigrasi lewat luka dan
menutupi luka, pasien akan terlihat merasa sakit pada fase I selama 3 hari setelah
bedah besar.
6
2. Fase II (Proliferasi)
Berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai menghilang dan ceruk
mulai berisi kolagen serabut protein putih. Sel epitel beregenerasi dalam 1 minggu.
Jaringan baru memiliki banyak pembuluh darah. Tumpukan kolagen akan menunjang
luka dengan baik dalam 6 – 7 hari. Jadi jahitan diangkat pada waktu ini, tergantung
pada tempat dan luasnya bedah.
3. Fase III (Maturasi )
Kolagen terus bertumpuk. Ini menekan pembuluh darah baru dan arus darah menurun.
Luka terlihat seperti merah jambu yang luas. Fase ini berlangsung minggu kedua
sampai minggu keenam. Pasien harus menjaga agar tidak menggunakan otot yang
terkena.
4. Fase IV
Fase terakhir berlangsung beberapa bulan setelah bedah. Pasien akan mengeluh gatal
di seputar luka. Walaupun kolagen terus menimbun pada waktu ini luka menciut dan
menjadi tegang. Karena penciutan luka terjadi ceruk yang berwarna/berlapis putih.
Bila jaringan itu aseluler, avaskuler, jaringan kolagen tidak akan menjadi coklat karena
sinar matahari dan tidak akan keluar keringat dan tumbuh rambut (Smeltzer, 2017).
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Urinalisis : menetukan kadar albumin dan glukosa
3. Kultur urine : mengidentifikasi adanya virus Herpes
I. Komplikasi
1. Infeksi puerpuralis (nifas)
a. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau perut
sedikit kembung
7
c. Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai
pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum karena
ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Perdarahan, disebabkan karena:
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia uteri
c. Perdarahan pada placental bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi
terlalu tinggi.
4. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan. (Smeltzer, 2017).
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya:
1. Penatalaksanaan secara medis
a. Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam
Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.
b. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain Walaupun
pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria keefektifannaya masih
dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
d. Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
2. Kateterisasi
3. Pengaturan Diit
Makanan dan minuman diberikan setelah klien Flatus, diilakukan secara bertahap dari
minum air putih sedikit tapi sering. Makanan yanf diberikan berupa bubur saring,
selanjutnya bubur, nasi tim dan makanan biasa.
4. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30
menit pada 4 jam kemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
c. Mobilisasi
8
d. Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat
e. tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita
f. sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
g. Pembalutan luka ( Wound Dressing / wound care)
h. Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima
setelah operasi. (Smeltzer, 2017).
BAB II
PRE EKSLAMSI BERAT (PEB)
A. Definisi
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin
dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-
tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul
setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2019)
Pre eklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk, 2017).
Preeklamsi Berat apabila:
1. TD 160/110 mmHg atau lebih
2. Proteinuria 5gr atau lebih perliter
3. Oliguria (jumlah urine <500cc/24 jam)
4. Adanya gangguan serebri, gangguan visus, dan rasa nyeri pada efigastrium
5. Terdapat edema paru dan sianosis
B. Etiologi
Penyebab preeklamsi sampai sekarang belum di ketahui secara pasti,tapi pada
penderita yang meninggal karena preeklamsia terdapat perubahan yang khas pada berbagai
alat.Tapi kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasmus arteriole, retensi Na dan air
dan coogulasi intravaskulaer.
Walaupun vasospasmus mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan
tetapi vasospasmus ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai preeklamsi.
Sebab pre eklamasi belum diketahui. Vasospasmus menyebabkan :
1. Hypertensi
2. Pada otak (sakit kepala, kejang)
3. Pada placenta (solution placentae, kematian janin)
4. Pada ginjal (oliguri, insuffisiensi)
5. Pada hati (icterus)
6. Pada retina (amourose)
9
10
Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia yaitu :
1. Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
molahidatidosa
2. Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan
3. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus
4. Timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang dan koma. (Mansjoer dkk,
2017).
D. Manifestasi Klinis
1. penambahan berat badan yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg seminggu
beberapa kali.
2. Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka
3. Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
a. TD > 160/90 mmHg atau
b. Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
c. Diastolik >15 mmHg
d. Tekanan diastolic pada trimester ke II yang >85 mmHg patut di curigai
sebagai preeklamsi
4. Proteinuria
a. Terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau pemeriksaan
kuwalitatif +1 / +2.
b. Kadar protein > 1 g/l dalam urine yang di keluarkan dengan kateter atau urine
porsi tengah, di ambil 2 kali dalam waktu 6 jam. (Mansjoer dkk, 2017).
11
E. Pemeriksaan Penunjang
F. Komplikasi
Tergantung derajat pre-eklampsianya, yang termasuk komplikasi antara lain atonia
uteri (uterus couvelaire), sindrom HELLP (Haemolysis Elevated Liver Enzymes, Low
Platelet Cown), ablasi retina, KID (Koagulasi Intra Vaskular Diseminata), gagal ginjal,
perdarahan otal, oedem paru, gagal jantung, syok dan kematian. Komplikasi pada janin
berhubungan dengan akut kronisnya insufisiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan
janin terhambat dan prematuritas. (Nanda, 2019)
5% sebanyak 500 cc tiap 6 jam. Cara pemberian MgSO4 : dosis awal 2 gram
intravena diberikan dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
sebanyak 2 gram per jam drip infus (80 ml/jam atau 15-20 tetes/menit). Syarat
pemberian MgSO4 : – frekuensi napas lebih dari 16 kali permenit – tidak ada
tanda-tanda gawat napas – diuresis lebih dari 100 ml dalam 4 jam sebelumnya –
refleks patella positif. MgSO4 dihentikan bila : – ada tanda-tanda intoksikasi –
atau setelah 24 jam pasca persalinan – atau bila baru 6 jam pasca persalinan
sudah terdapat perbaikan yang nyata. Siapkan antidotum MgSO4 yaitu Ca-
glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NaCl 0.9%, diberikan intravena dalam 3
menit).Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160
mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg.Obat yang dipakai
umumnya nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum
turun dapat diberi tambahan 10 mg lagi. Terminasi kehamilan : bila penderita
belum in partu, dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip,
kateter Folley, atau prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi
tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi partus pervaginam.Pada persalinan
pervaginam kala 2, bila perlu dibantu ekstraksi vakum atau cunam.
2. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eclampsia dengan keadaan janin baik, dilakukan penanganan
konservatif.Medisinal : sama dengan pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan
bila ibu sudah mencapai tanda-tanda pre-eklampsia ringan, selambatnya dalam
waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini
dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera dilakukan terminasi.
jangan lupa : oksigen dengan nasal kanul, 4-6 l / menit, obstetrik : pemantauan
ketat keadaan ibu dan janin. bila ada indikasi, langsung terminasi.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien : nama, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan dan nama penanggung jawab/suami, umur, suku bangsa dll.
2. Riwayat kesehatan
i. Keluhan utama : nyeri karena trauma karena pembedahan section caesaria
ii. Riwayat kesehatan sekarang
1) Provocative : adanya indikasi section caesaria , menyebabkan klien
dilkukan operasi SC trauma pembedahan discontinuiras jaringan
menimbulkan nyeri.
2) Qualitas / Quantitas : nyeri dirasakan klien setelah efek anestesi secara
perlahan hilang, nyeri akan timbul jika efek pemberian analgetika
berakhir ( 4 jam setelah pemberian) dan akan hilang saat analgetika di
berikan. Qualitas nyeri bersifat subyektif tergantung bagaimana klien
mempersepsikan nyeri tersebut.
3) Region : daerah yang mengalami nyeri adalah luka insisi yang terdapat
pada abdomen. Insisi pada SC klasik di Midline Abdomen antara pusat
dan simpisis pubis, pada SC Transprovunda di daerah supra simpisis
pubis dengan luka insisi melintang. Area penyebaran nyeri dirasakan
sampai bokong dan terkadang adanya after pain ( nyeri alihan) yang
dirasakan klien sampai ke pinggang.
4) Skala nyeri berkisar dari nyeri sedang sampai nyeri berat, dengan skala
numeric 1-10, berada pada rentang 5-10.
5) Timing : nyeri dirasakan setelah 6 – 12 jam post section caesaria, dan 1-3
hari pertama SC.
iii. Riwayat kesehatan Dahulu
Riwayat Ante Natal Care (ANC)
1) Kehamilan sekarang G…P…..A…..H…..mg
14
15
3. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Reproduksi
1. Abdomen : luka insisi, proses penyembuhan luka
2. Uterus : TFU, kontraksi, letak fundus uter.
3. Lokhea : jumlah, warna, bau, serta kaji adanya bekuan
4. Vulva &Vagina : kebersihan, ada tidaknya tanda-tanda radang
17
c. Sistem Kardiovaskuler
Ukur Tekana Darah, Denyut nadi, HB,Ht. Leucosit
d. Sistem Genitourinaria
Vesicaurinaria, urine, warna, bau
e. Sistem Muskuloskeletal
Kemampuan bergerak dan respon terhadap rangsangan, ambulasi dini, kaji
Howman sign.
f. Sistem Respirasi
Kaji respirasi rate, pola serta jenis pernafasan.
h. Psikologis
Penerimaan ibu terhadap bayi, pelaksanan Inisiasi Menyusu Dini ( IMD).
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Fokus rencana keperawatan untuk diagnosa yang muncul pada pasien post SC indikasi
adalah :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi (SDKI, 2019).
Tujuan : Mempertahankan kepetanan jalan nafas.
Kriteria Hasil : dispnea menurun
Intervensi :
a. Awasi frekuensi pernafasan
Rasional : Untuk mengetahui peningkatan RR
b. Catat dan observasi adanya kesulitan bernafas bernafas
Rasional :
Menentukan apakah klien memerlukan alat bantu atau tidak
c. Tinggikan apek 30-45 derajat
Rasional : Membantu pengaturan nafas agar tidak sesak
d. Dorong batuk efektif dan nafas dalam
Rasional : Mengeluarkan secret
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitus jaringan
sekunder akibat pembedahan (SDKI, 2019).
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Kriteria Hasil :
1. Tidak ada tanda- tanda infeksi (rubor, tulor, dolor, tumor, dan fungsiolaesa )
2. Tanda- tanda fital normal terutama suhu (36-37 °C)
Intervensi
c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan pasien, teknik rawat luka dengan
anti septik
Rasional : Mencegah kontaminasi silang atau penyebaran organisme infeksius
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi resmi pembedahan dan nyeri
(SDKI, 2019)
Tujuan : klien dapat meningkatkan dan melakukan aktivitas sesuai kemampuan tanpa di
sertai nyeri
Intervensi :
b. Catat tipe anestesi yang di berikan pada saat intra partus pada waktu klien sadar
Rasional : Pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktivitas klien
Doenges, M.E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal Edisi 3. Jakarta : EGC
Lubis, D. S. (2018). Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Riwayat Persalinan Sectio Caesarea
(SC) Di Rsia Norfa Husada Bangkinang Tahun 2018. Jurnal Doppler, 2(2).
Mansjoer, Arif,dkk. 2017.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3.Jakarta: FKUI
Nanda, R, 2019. Keperawatan Maternitas volume 2. Jakarta: EGC
Oktarina, R., Misnaniarti, M., Sutrisnawati, D., & Nyoman, N. (2018). Etika Kesehatan pada
Persalinan Melalui Sectio Caesarea Tanpa Indikasi Medis. Media Kesehatan
Masyarakat Indonesia Universitas Hasanuddin, 14(1), 9-16.
Smeltzer. 2017. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC
TIM POJKA. SDKI DPP PPNI, 2019. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Jakarta. DPP
PPNI
TIM POJKA. SLKI DPP PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Jakarta. DPP
PPNI
TIM POJKA. SiKI DPP PPNI, 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Jakarta. DPP
PPNI
Wiknjosastro Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga. Jakarta : YBP-SP.
22
Pathway Sectio Caesarea
Cefalo Pelvic Disproposi
Sectio Sesaria
Post Operasi sc
24