Anda di halaman 1dari 28

Laporan Praktek Lapangan Mahasiswi Akademi Kebidanan Amanah Muara

Bungo Tentang SC Di Ruang Bedah Sentral / Ok


RSUD H. Hanafie Muara Bungo

Disusun Oleh :
Rika Mailani (1913210010)

AKADEMI KEBIDANAN AMANAH MUARA BUNGO


TAHUN AJARAN 2021/2022

1
Muara Bungo, Maret 2022

Tugas Ini Telah Diperiksa Dan Disetujui


Tanggal:
Oleh:

CI Akademik CI Lapangan

Annizar Sitorus, STr.Keb. MKM Yocy Efrarianti, SST, M.Kes

CI Ruangan Direktur Akbid Amanah

Kurniawati Amd.Keb Sefryani Nursari SM, SST. M.Kes

2
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan Rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan ini tepat
waktu.Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas laporan PKK III.
Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung
dan memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan ini yaitu kepada :
1) Direktur Akbid Amanah Muara Bungo Ibu Sefryani Nursari SM, SST, M.Kes
2) Ibu Annizar Sitorus, STr.Keb, M.K.M sebagai Dosen Pembimbing
3) Ibu Yocy Efrarianti, SST, M.Kes sebagai Dosen Pembimbing
4) Bayu Piesesa Hakim, Am.Kep sebagai Kepala Ruang Bedah Sentral di RSUD
H.Hanafie
5) Kurniawati Amd.Kep sebagai CI Ruang Bedah Sentral di RSUD H Hanafie
6) Seluruh perawat Ruang Bedah Sentral RSUD H.Hanafie
Saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan karena faktor keterbatasan pengetahuan dari penyusun,
maka saya dengan senang hati menerima kritik dan saran-saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan laporan ini.
Dan harapan saya sebagai penyusun adalah semoga hasil dari penyusunan
laporan ini dapat dimanfaatkan bagi generasi mendatang, khususnya mahasiswi
D-III Akademi Kebidanan Amanah Muara Bungo.

Muara Bungo, Maret 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

Lebar Pengesahan

Kata Pengantar...............................................................................................i

Daftar Isi.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................1


1.2 Rumus Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI.........................................................................3

2.1 Pengertian SC......................................................................................3


2.2 Indikasi SC...........................................................................................3
2.3 Klasifikasi SC......................................................................................4
2.4 Patofisiologis SC.................................................................................6
2.5 Pemeriksaan Penunjang SC.................................................................7
2.6 Penatalaksaan SC.................................................................................8
2.7 Komplikasi SC....................................................................................10
BAB III TINJAUAN KASUS......................................................................11

BAB IV PERBEDAAN TEORI DAN PRAKTEK....................................20

4.1 Perbedaan Teori dan Praktek..............................................................21


BAB V PENUTUP........................................................................................22

5.1 Kesimpulan.........................................................................................22
5.2 Saran...................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sectio Caesarea merupakan prosedur pembedahan untuk mengeluarkan

janin melalui insisi didinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus atau

histerektomi (Sumelung, 2014). Sectio caesarea semakin meningkat kejadiannya

sebagai pilihan melahirkan di beberapa negara dalam beberapa tahun terakhir

(Sihombing, 2017).

Menurut Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2013 menunjukkan terjadi kecenderungan peningkatan operasi Sectio Caesarea di

Indonesia dari tahun 1991 sampai tahun 2007 yaitu 1,3-6,8 persen. Persalinan

dengan Sectio Caesarea di kota jauh lebih tinggi dibandingkan di desa dengan

presentasi 11 persen dari 3,9 persen di desa.

Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan kelahiran dengan metode operasi

Sectio Caesarea sebesar 9,8 persen dari total 49.603 kelahiran sepanjang tahun

2010 sampai dengan 2013, dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan

terendah di Sulawesi Tenggara (3,3%). Secara umum pola persalinan melalui

sectio caesaria menurut karakteristik menunjukkan proporsi tertinggi pada

masyarakat yang tinggal di perkotaan (13,8%), pekerjaan sebagai pegawai

(20,9%) dan pendidikan tinggi/lulus PT (25,1%). Untuk wilayah Sumbar sendiri

menduduki peringkat ke 6 (14.3%).

5
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah

dalam Laporan ini adalah “Bagaimana Asuhan yang diberikan pada klien dengan

diagnosa SC di Ruang OK RSUD H. Hanafie.

1.3 Tujuan

1. Tujuan umum

Penulis mampu mendeskripsikan pemberian asuhan secara

komprehensif dari pengkajian sampai dengan evaluasi pada pasien

dengan diagnose SC di Ruang OK RSUD H. Hanafie.

2. Tujuan khusus

a) Mendeskripsikan pengkajian pada pasien dengan SC

b) Mendeskripsikan diagnosa pada pasien dengan SC

c) Mendeskripsikan rencana pada pasien dengan SC

d) Mendeskripsikan implementasi pada pasien dengan melakukan

evaluasi pada pasien dengan SC.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Sectio Caesaria
1. Pengertian Sectio Caesaria

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding

rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas

500 gram (Sarwono, 2009).

Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat

badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh

(Gulardi & Wiknjosastro, 2006).

Sectio caesaria (SC) adalah membuka perut dengan sayatan pada

dinding perut dan uterus yang dilakukan secara vertical , dari kulit

sampai fasia (Wiknjosastro, 2010).

Sectio caesaria adalah pembedahan untuk mengeluarkan anak dari

rongga rahim dengan mengiris dinding perut dan dinding rahim

(Angraini, 2008).

2. Etiologi

a. Riwayat SC

Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai

kontraindikasi untuk melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi

rupture uteri. Risiko ruptur uteri meningkat seiring dengan jumlah

insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut melintang yang

terbatas disegmen uterus bawah, kemungkinan mengalami robekan

7
jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang

mengalami ruptur uteri berisiko mengalami kekambuhan, sehingga

tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervagina,

tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan

janin.

b. Indikasi Ibu :

1) Panggul sempit

2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi

3) Stenosis serviks uteri atau vagina

4) Plassenta praevia

5) Disproporsi janin panggul

6) Rupture uteri membakat

7) Partus tak maju

8) Incordinate uterine action

c. Indikasi Janin

1) Kelainan Letak :

a) Letak lintang

b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)

c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang

d) Presentasi ganda

e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama

2) Gawat Janin

8
3) Indikasi Kontra(relative)

a) Infeksi intrauterine

b) Janin Mati

c) Syok/anemia berat yang belum diatasi

d) Kelainan kongenital berat

3. Tujuan Sectio Caesarea

Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat

lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan

segmen bawah rahim.

4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)

a. Abdomen (SC Abdominalis)

1) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang

pada corpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan

memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.

Kelebihan :

1. Mengeluarkan janin lebih memanjang

2. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

3. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan :

1. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak

ada reperitonial yang baik.

9
2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri

spontan.

3. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi

dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena

luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir

kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya

baru terjadi dalam persalinan.

4. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan

supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas

hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2

tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka

sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor

sebelum menutup luka rahim.

2) Sectio caesarea profunda(Ismika Profunda) : dengan insisi pada

segmen bawah uterus.Dilakukan dengan membuat sayatan

melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm

Kelebihan :

1. Penjahitan luka lebih mudah

2. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik

3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk

menahan isi uterus ke rongga perineum

4. Perdarahan kurang

10
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri

spontan lebih kecil

Kekurangan :

1. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga

dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan

menyebabkan perdarahan yang banyak.

2. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

3) Sectio caesarea ekstraperitonealis.

Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis

dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)

Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan

apabila :

1) Sayatan memanjang (longitudinal)

2) Sayatan melintang (tranversal)

3) Sayatan huruf T (T Insisian)

5. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya

plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo

pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-

eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut

11
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio

Caesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan

menyebabkan klien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan

masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan

kelemahan fisik akan menyebabkan klien tidak mampu melakukan

aktivitas perawatan diri klien secara mandiri sehingga timbul masalah

defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,

penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah

ansietas pada klien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan

dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan

terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di

sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan

prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah

proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan

luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan

masalah risiko infeksi.

6. Komplikasi

a. Infeksi Puerperalis

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama

beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat,

misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi

12
apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi

intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi

terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,

tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan

pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali,

terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC

transperitonealis profunda.

b. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika

cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri

c. Komplikasi-komplikasi lain seperti :

1) Luka kandung kemih

2) Embolisme paru – paru

Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang

kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan

berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih

banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari

kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada

pembedahan.

b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah

13
d. Urinalisis / kultur urine

e. Pemeriksaan elektrolit

8. Penatalaksanaan Medis Post SC

a. Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka

pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung

elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi

pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS

10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan

tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi

darah sesuai kebutuhan.

b. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita

flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.

Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh

dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

c. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah

operasi

2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur

telentang sedini mungkin setelah sadar

14
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5

menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu

menghembuskannya.

4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi

setengah duduk (semifowler)

5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, klien dianjurkan

belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian

berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

b. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak

pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan

perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi

tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

c. Pemberian obat-obatan

1) Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat

berbeda-beda setiap institusi

2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran

pencernaan

a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam

b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila

perlu

3) Obat-obatan lain

15
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat

diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

d. Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan

berdarah harus dibuka dan diganti

e. Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,

tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

f. Perawatan payudara

Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu

memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang

mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,

biasanya mengurangi rasa nyeri.

(Manuaba, 1999)

16
BAB III
TINJAUAN KASUS
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian fokus

a. Identitas klien dan penanggung jawab

Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama,

alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record,

diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan

umum tanda vital.

b. Keluhan utama

c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien

multipara

d. Data riwayat penyakit

1) Riwayat kesehatan sekarang

Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau

penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan

setelah klien operasi.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit

sekarang, maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit

yang sama (plasenta previa)

3) Riwayat kesehatan keluarga

17
Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien

ada juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta

previa).

e. Pola-pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah

dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta

kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan

masalah dalam perawatan dirinya

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan

karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.

3) Pola aktifitas

Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti

biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan

tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan

keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.

4) Pola eleminasi

Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering /

susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena

terjadinya odema, yang menimbulkan infeksi dari uretra

sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk

melakukan BAB.

18
5) Istirahat dan tidur

Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur

karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah

persalinan

6) Pola hubungan dan peran

Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan

keluarga dan orang lain.

7) Pola mekanisme coping atau stres

Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas

8) Pola sensori dan kognitif

Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka

jahitan dan nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri

oleh kontraksi uteri), pada pola kognitif klien nifas primipara

terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya

9) Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya,

lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien

terjadi  perubahan konsep diri antara lain dan body image dan

ideal diri

10) Pola reproduksi dan sosial

Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan

seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena

adanya proses persalinan dan nifas.

19
f. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala

Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut,

warna rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang

terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.

2) Mata

Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,

konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat

(anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,

sklera kunuing.

3) Telinga

Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana

kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.

4) Hidung

Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-

kadang ditemukan pernapasan cuping hidung.

5) Leher

Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena

jugularis.

6) Dada dan payudara

Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada

bisisng usus atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran

20
payudara, adanya hiperpigmentasi areola mamae dan papila

mamae

7) Abdomen

Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih

terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.

8) Ginetelia

Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila

terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak

dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.

9) Anus

Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena

ruptur, adanya hemoroid.

10) Ekstermitas

Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena

membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit

jantung atau ginjal.

11) Tanda-tanda vital

Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun,

nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul

21
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,

prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section

caesarea)

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada abdomen

post operasi SC

c. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan, luka post operasi

d. Cemas berhubungan dengan koping yang tidak efektif

3. Rencana Tindakan

a. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri

(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan

(section caesarea)

Tujuan :Klien akan mengungkapkan penurunan nyeri

Kriteria hasil:

- Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang

- Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )

- Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri

- Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan

- TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37°C, TD : 120/80 mmHg,

RR : 18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

22
Tindakan Rasional
1) Kaji lokasi, sifat dan durasi nyeri, Menandakan ketepatan pilihan
khususnya saat berhubungan tindakan. Klien yang menunggu
dengan indikasi kelahiran sesaris. kelahiran sesaria iminen dapat
mengalami berbagai derajat
ketidaknyamanan, tergantung pada
indikasi terhadap prosedur.

2) Hilangkan factor-faktor yang


Tingkat toleransi ansietas adalah
menghasilkan ansietas (mis;
individual dan dipengaruhi oleh
kehilangan control), berikan
berbagai faktor. Ansietas berlebihan
informasi akurat, dan anjurkan
pada respon terhadap situasi darurat
keberadaan pasangan.
dapat meningkatkan ketidaknyamanan
karena rasa takut, tegang, dan nyeri
yang saling berhubungan dan merubah
 
kemampuan klien untuk mengatasi.
3) Instruksikan teknik relaksasi;
Dapat membantu dalam reduksi
posisikan senyaman mungkin.
ansietas dan ketegangan dan
Gunakan sentuhan terapeutik.
meningkatkan kenyamanan.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada abdomen post


operasi SC
Tujuan: Dalam 3 x 24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi dengan
kriteria hasil klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Tindakan Rasional
1) Kaji tingkat mobilitas dari klien 1) Diharapkan dapat mempermudah
pemberian tindakan pengobatan
selanjutnya
2) Motivasi klien untuk 2) Diharapkan dapat meningkatkan
melakukan mobilitas secara kenyamanan dan ambulasi.

23
bertahap
3) Pertahankan posisi tubuh yang 3) Dapatkan meningkatkan posisi
tepat fungsional pada tubuh klien.
4) berikandukungan dan bantuan kelu 4) Memampukan keluarga/orang
arga/orang terdekat pada terdekat untuk aktifitas
latihan gerak klien. dalam perawatan klien
perasaan senang dan nyaman pada
klien.

c. Diagnosa keperawatan : Resiko infeksi berhubungan dengan


perdarahan, luka post operasi
Tujuan umum : Sel darah putih, suhu, nadi, tetap dalam batas normal.
Penyembuhan insisi terjadi dengan tujuan pertama ; uterus tetap lembut
dan tidak empuk dan lochia bebas dari bau.

Tindakan Rasional
1) Angkat balutan verban abdomen 1) Memudahkan insisi untuk kering
sesuai indikasi dan meningkatkan penyembuhan
setelah 24 jam pertama menjalani
prosedur pembedahan.
2) Bantu sesuai keperluan dengan 2) Insisi biasanya sudah cukup
mengangkat benang kulit sembuh untuk pengangkatan
benang pada 4-5 hari setelah
prosedur pembedahan.
3) Anjurkan klien untuk mandi air
3) Mandi sering diijinkan setelah hari
hangat setiap hari.
ke-2 menjalani prosedur kelahiran
caesarea dapat meningkatkan
kebersihan dan dapat merangsang
sirkulasi dan penyembuhan luka

4) Berikan oxytoksin atau preparat


4) Mempertahankan kontraksi
ergometrium, beri infuse oksitoksin

24
yang sering dianjurkan secara rutin miometrial oleh karena menurunya
untuk 4 jam setelah prosedur penyebaran bakteri melalui dinding
pembedahan. uterus, membantu dalam
pengeluaran bekuan dan selaput.
5) Ambil darah vaginal dan kultur
urine bila infeksi dicurigai. 5) Bekterimial lebih sering pada ibu
yang mengalami ruptur membrane
untuk 6 jam atau lebih lama dari
pada klien yang mempunyai
membran tetap utuh sebelum
menjalani kelahiran caesarea,
pemasangan kateter tidak tetap,
mempredisposisi klien untuk
6. Berikan infus antibiotik profilaksis.
kemungkinan infeksi.
6) Menurunkan / mengurangi
kemungkinan endometritis post
partum sebagaimana halnya dengan
komplikasi seperti abses insisi atau
trombophlebitis pelvis.

d. Diagnosa : Cemas b/d koping yang tidak efektif.


Tujuan : Cemas berkurang
Kriteria hasil Klien akan ;
- Mengungkapkan rasa takut pada keselamat klien dan janin
- Mendiskusikan perasaan tentang kelahiran sesaria
- Tampak benar-benar rileks
- Menggunakan sumber atau sistem pendukung secara efektif
Tindakan Rasional
1) Kaji respons psikologis pada Makin klien merasakan ancaman,
kejadian dan ketersediaan system makin besar tingkat ansietas.
pendukung.

25
2) Pastikan apakah prosedur Pada kelahiran sesaria yang tidak
direncanakan atau tidak direncanakan, klien/pasangan biasanya
direncanakan. tidak mempunyai waktu untuk
persiapan secara psikologis maupun
fisiologis. Bahkan bila direncanakan,
kelahiran sesaria dapat membuat
ketakutan klien/pasangan karena
ancaman fisik aktual atau dirasakan
pada ibu dan bayi yang berhubungan
dengan prosedur dan pembedahan itu
sendiri.
3) Tetap bersama klien dan tetap
Membantu membatasi transmisi
tenang. Bicara perlahan.
ansietas interpersonal, dan
Tunjukkan empati.
mendemonstrasikan perhatian terhadap

4) Beri penguatan aspek positif dari klien/pasangan.


ibu dan kondisi janin. Memfokuskan pada kemungkinan
keberhasilan hasil akhir dan membantu
membawa ancaman yang dirasakan /
aktual ke dalam perspektif.
5) Dukung/arahkan kembali
mekanisme koping yang Mendukung mekanisme koping dasar
diekspresikan dan otomatik, meningkatkan
kepercayaan diri dan penerimaan, dan
6) Diskusikan pengalaman / harapan menurunkan ansietas
kelahiran anak pada masa lalu, bila Klien dapat mengalami penyimpangan
tepat. memori dari melahirkan masa lalu atau
persepsi tidak realistis dari
abnormalitas kelahiran sesaria yang
akan meningkatkan ansietas.
7) Berikan masa privasi. Kurangi
rangsang lingkungan, seperti Memungkinkan kesempatan bagi

26
jumlah orang yang ada, sesuai klien/pasangan untuk
indikasi keinginan klien. menginternalisasi informasi.
Menyusun sumber-sumber, dan
mengatasi dengan efektif 

PERBEDAAN TEORI DAN PRAKTEK


Dari pembahasan kasus ini tidak ditemukannya perbedaan antara
teori dengan praktek yang telah dilakukan dilapangan.Semua prosedur
tindakan sesuai dengan teori yang telah ditentukan, sehingga tidak
ditemukan perbedaan antara teori dan praktek di ruangan OK.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini. 2008. Post Sectio Caesaria. Surakarta :UMS.


Gulardi ,Wiknjosastro, Hanifa, 2006, Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Jakarta :
YBP-SP.

Mansjoer, Arif, 2002, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. . Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal, Edisi 1. Cet. 12. Jakarta : Bina Pustaka.

28

Anda mungkin juga menyukai