KOTA MALANG
OLEH :
1817154011166
2021
LEMBAR KONSUL ASUHAN KEBIDANAN
Nim : 1817154011166
Pembimbing
No Tanggal Rekomendasi TTD
1 2
Mengetahui, Mengetahui,
(……………………………..) (…………………………)
LEMBAR PERSETUJUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah Kehamilan merupakan proses dan mulainya ovulasi yaitu kira – kira
280 hari (40 minggu) juga disebut kehamilan matur (cukup bulan) lebih dari 43
minggu disebut postmatur dan kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu
disebut kehamilan prematur hingga terjadinya persalinan (Saifuddin, 2010).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasisiwa mampu mengerti, memahami, malakukan, dan melaksanakan
asuhan kebidanan pada pasien Pre operasi
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian terhadap pasien pre op
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnose kebidanan pada pasien
c. Mahasiswa mampu menyusun dan melaksanakan rencana asuhan
kebidanan pre operasi
d. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan kebidanan pada pasien pre
operasi
D. Gambaran Kasus
Pada ny “ N “ usia 22 tahun G1 P0000 Ab000 datang ke PMB C. Yunita
dengan keluhan kenceng-kenceng pada perutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
1. Pengertian Sectio Caesarea
Merupakan suatu tindakan pembedahan dengan cara membuka dinding
abdomen dan dinding rahim untuk melahirkan janin dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram dan usia janin > 28
minggu yang dilakukan dengan cara melakukan suatu irisan pembedahan
yang akan menembus dinding abdomen pasien (laparotomy) dan uterus
(histerektomi) dengan tujuan untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih
(Saifuddin AB, 2010).
Tindakan Sectio Caesarea dilakukan untuk mencegah kematian janin dan
ibu karena adanya suatu komplikasi yang akan terjadi bila persalinan
dilakukan secara pervaginam.
2. Indikasi Sectio Caesarea
Indikasi dilakukannya Sectio Caesarea berasal dari faktor ibu maupun
janin, seperti CPD (Pinggul sempit), gawat janin, plasenta previa, letak
lintang, Incoordinate Uterine Action (kontraksi Rahim adekuat), pre-
eklampsi, Oligohidramnion, serta riwayat SC sebelumnya.
3. Perawatan Pre Operasi SC Perawatan pre operasi merupakan perawatan
perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima
pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk
dilakukan tindakan pembedahan (Mirianti, 2011).
Persiapan sebelum SC sangat penting dilakukan untuk mendukung
kesuksesan tindakan operasi. Persiapan SC yang dapat dilakukan yaitu
persiapan fisiologis, dimana persiapan ini merupakan persiapan yang
dilakukan mulai dari persiapan fisik, pemeriksaan penunjang, pemerikaan
status anastesi sampai informed consent. Selain itu, persiapan psikologis
atau persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam
proses persiapan SC. Persiapan perioperatif, diantaranya :
1) Persiapan Fisik
a. Memeriksa status kesehatan fisik secara umum termasuk
memeriksa adanya riwayat alergi dan memantau tanda-tanda
vital
b. Memeriksa status nutrisi pasien, dimana pasien yang akan
operasi SC setidaknya puasa selama 4 jam
c. Melakukan pencukuran daerah operasi
d. Memastikan kebersihan tubuh pasien termasuk melepas
perhiasan dan memastikan pasien tidak menggunakan cat kuku
e. Memastikan keseimbangan cairan elektrolit dengan cara
memasang cairan infus
f. Pengosongan kantong kemih dan memasang kateter
2) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari tindakan pembedahan. Pemeriksaan penunjang
yang diperlukan sebelum operasi SC adalah pemeriksaan USG,
laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti NST.
3) Persiapan mental
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam
proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau
labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Ketakutan dan
kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan
adanya perubahan-perubahan fisik seperti meningkatnya frekuensi
denyut jantung dan pernafasan, tekanan darah, gerakan-gerakan
tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah,
serta menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sehingga
peran dan dukungan keluarga sangat diperlukan selama proses
operasi.
4. Mobilisasi
Mobilisasi dini dianjurkan 6 jam pasca operasi untuk memperbaikan
sirkulasi, serta menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal. Hal
tersebut berpengaruh terhadap proses penyembuhan dan kembalinya
organ-organ kewanitaan seperti sebelum hamil. Penelitian yang dilakukan
oleh Reni Heryani dan Ardenny (2016) tentang Pengaruh Mobilisasi Dini
Terhadap Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea membuktikan bahwa
penerapan mobilisasi dini berpengaruh 3 kali terhadap penyembuhan luka
dibandingkan dengan tidak melakukan mobilisasi dini karena mobilisasi
dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis untuk
mempertahankan kemandirian.
5. Perawatan luka operasi
Perawatan luka operasi sangat diperlukan untuk penghalang dan pelindung
terhadap infeksi selama proses penyembuhan. Luka operasi harus dijaga
tetap bersih dan kering.
6. Pemberian antibiotika
jika ada tanda infeksi atau pasien demam, dan diberikan sampai bebas
demam selama 48 jam 2) Perawatan Lanjutan di Rumah
a. Menjaga kebersihan diri termasuk menjaga luka operasi tetap bersih
dan kering
b. Menghindari mengangkat beban yang berat untuk menghindari
tekanan pada bagian perut
c. Mengkonusmsi makanan bergizi
B. Etiologi
1. Pre Eklampsia
Sampai saat ini terjadinya preeklampsia belum diketahui
penyebabnya, tetapi ada yang menyatakan bahwa preeklampsia dapat
terjadi pada kelompok tertentu diantaranya yaitu ibu yang mempunyai
faktor penyabab dari dalam diri seperti umur karena bertambahnya usia
juga lebih rentan untuk terjadinya peningkatan hipertensi kronis dan
menghadapi risiko lebih besar untuk menderita hipertensi karena
kehamilan, riwayat melahirkan, keturunan, riwayat kehamilan, riwayat
preeklampsia (Sitomorang dkk, 2016).
Penyebab pasti preeklampsia masih belum diketahui secara pasti.
Menurut Angsar (2009) beberapa faktor risiko terjadinya preeklampsia
meliputi riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia, riwayat
preeklampsia sebelumnya, umur ibu yang ekstrim (35 tahun), riwayat
preeklampsia dalam keluarga, kehamilan kembar, hipertensi kronik.
2. CPD (Cephalopelvic Disproportion)
C. Patofisiologi
1. Pre Eklampsia
Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena
kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal
kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis
tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran
darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia
plasenta. Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan
zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid
peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan
terjadinya stress oksidatif yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas
jumlahnya 13 lebih dominan dibandingkan antioksidan. Stress oksidatif
pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat
merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah
yang disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh
permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita
preeklampsia.
2. CPD
Cephalopelvic disproportion (CPD) dipengaruhi oleh
faktor passageway (bentuk dan ukuran panggul) dan
juga passenger (ukuran dan presentasi kepala janin). Istilah cephalopelvic
disproportion dipakai untuk mendeskripsikan ketidak sesuaian ukuran
panggul ibu dengan ukuran kepala janin. Ketika kepala janin lebih besar
dari diameter pintu panggul atau kepala janin berukuran normal namun
ukuran panggul lebih sempit, maka akan terjadi hambatan penurunan janin
dan mempersulit persalinan per vaginam sehingga pada umumnya akan
dilakukan sectio caesarea.
D. Penatalaksanaan
Menurut Sarwono (2008), dalam pengelolaan kehamilan postmatur ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain : Menentukan apakah
kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan atau bukan. Dengan
demikian, penatalaksanaan diyujukan pada dua variasi dari postmatur ini.
Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin. Priksa
kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini
memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postmatur.
Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat 25
segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana
serviks telah matang. Menurut mansjoer (2000)
penatalaksanaan kehamilan lewat waktu bila keadaan janin baik dapat
dilakukan dengan cara :
1. Tanda pengahiran kehamilan selama 1 minggu dengan menilai gerakan
janin dan tes tanpa tekanan 3 hari kemudian, bila hasil positif, segera
lakukan section caesarea.
2. Induksi Persalinan merupakan suatu usaha supaya persalinan mulai
berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his. Ada dua cara
yang biasannya dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu mekanik
dan kimia. Kedua cara ini pada dasarnya dilakukan untuk mengeluarkan
zat prostaglandin yang fungsinya sebagai zat penyebab otot rahim
berkontraksi.
a. Secara mekanik, biasanya dilakukan dengan sejumlah cara, seperti
menggunakan metode stripping, vibrator, kateter, serta
memecahkan ketuban.
b. Secara kimia, ibu akan diberikan obat-obatan khusus. Ada yang
diberikan dengan cara diminum, dimasukkan kedalam vagina,
diinfuskan, atau pun disemprotkan pada hidung. Biasannya, tak
lama setelah salah satu cara kimia itu dilakukan, ibu hamil akan
merasakan datangnya kontraksi.
BAB IV
PEMBAHASAN
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
500 gram (Sarwono, 2009).
Berdasarkan beberapa uraian yang telah didapatkan pada bab-bab
sebelumnya serta analisis data yang didapatkan pada pasien di Ruang
Kamar Bersalin RS Bhayangkara Hasta Brata Batu. Maka dapat
diambil kesimpulan bahwa Ny.”N” Usia 22 tahun G1 P0000 Ab000
UK 41-42 minggu T/H/I pre SC. Dari hasil pemeriksaan didapatkan
hasil bahwa Kndungan sudah post date dan kepala janin belum turun
ke panggul jadi tindakan yang akan dilakukan adalah dengan
melakukan rujukan ke rumah sakit.
B. Saran
Saran yang dapat saya ajukan khusus untuk tenaga kesehatan
terutama bidan adalah agar tetap memberikan konseling secara terinci,
tak terkecuali mengenai dana. Agar bagi klien yang tiba-tiba pada saat
inpartu tidak dapat melahirkan dengan spontan, maka tidak bingung
mengenai dana. Konseling tersebut dilakukan agar menyediakan dana
yang tak terduga.
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat CM. 2004. Prosedur tetap Obstetri dan ginekologi. Jakarta : EGC
Kriebs, Jan M. 2009. Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney, Ed. 2. Jakarta : EGC