Anda di halaman 1dari 24

JUDUL

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO CAESAR

Di RS. PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

Disusun Oleh:

Deni Azwardi Saputra,S.Kep.,Ns

Inggrit Tanjung Wulandari,S.Kep.,Ns

Ardian Ridho Fauzan,Amd.Kep

Farida Husnul Huda,A.Md.Kep

Dedi Anto, S.Kep.,Ns

Hipkabi Angkatan 17

Tahun 2022
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia Nya, sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Pasien Ny”.Laporan
Kasus ini disusun untuk memenuhi Tugas Pelatihan ketrampilan dasar bagi perawat kamar
bedah berbasis kompetensi yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Himpunan Perawat
Kamar Bedah Indonesia (HIPKABI) Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan sebesar ‐ besarnya kepada :

1. Ketua Pengurus dan Panitia Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia


wilayah Yogyakarta
2. Pembimbing Klinik dan Perawat IBS PKU Muhammadiyah Gaming yang
telah membimbing dan mendukung penyusun selama praktik.
3. Kepada semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu,
karena dukungan, semangat dan pengertian mereka sehingga kami dapat
menyelesaikan karya tulis laporan kasus ini
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pembaca yang budiman
sangat kami harapkan demi perbaikan tugas ini. Dan semoga laporan kasus ini
bermanfaat seperti yang diharapkan.

Penyusun
DAFTAR ISI

JUDUL.......................................................................................................................................1

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................2

KATA PENGANTAR...............................................................................................................3

DAFTAR ISI..............................................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................6

A. Definisi............................................................................................................................6

B. Klasifikasi.......................................................................................................................6

C. Aanatomi Fisiologi..........................................................................................................7

D. Tanda Gejala.................................................................................................................11

E. Patofisiologi..................................................................................................................12

F. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................13

G. Terapi............................................................................................................................13

H. Asuhan Keperawatan Perioperatif


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sectio Caesarea merupakan tindakan medis yang diperlukan untuk membantu
persalinan dengan indikasi tertentu, baik akibat masalah kesehatan ibu atau kondisi
janin. Persalinan Sectio Caesarea dilakukan ketika persalinan normal tidak bisa
dilakukan lagi. Tindakan Sectio Caesarea saat ini dilakukan tidak lagi dengan
pertimbangan medis, tetapi juga dengan permintaan pasien sendiri atau saran dokter
yang menangani. Hal tersebut yang menjadi faktor penyebab meningkatnya angka
kejadian Sectio Caesarea (Ayuningtyas et al., 2018).
World Health Organization (WHO) menetapkan standar rata-rata persalinan
dengan Sectio Caesarea di sebuah negara adalah sekitar 5-15 persen per 1000
kelahiran di dunia (Sihombing et al.,2017) .Kejadian ibu yang mengalami Sectio
Caesarea di dunia terus meningkat pada tahun 2015, terutama pada negara-negara
berpenghasilan berkembang dan menengah. Pada tahun 2015 selama hampir 30 tahun
tingkat persalinan dengan sectio caesarea menjadi 10% sampai 15% dari semua proses
persalinan di negara-negara berkembang (Puspitaningrum, 2017). Di China ibu Post
Operasi Sectio Caesarea yang mengalami nyeri mencapai 36,4 hingga 39,3 persen dari
jumlah 2 penduduk setiap tahunnya, bahkan data WHO Global Survey on Maternal
and Perinatal Health menunjukkan ibu Post Operasi Sectio Caesarea yang mengalami
nyeri mencapai 46,2 persen (Sihombing et al., 2017).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui proses keperawatan
perioperatif mulai dari pengkajian sampai evaluasi di kamar operasi sampai
pasien dipindah ke ruangan, serta mengetahui persiapan sampai proses tindakan
Sectio Caesarea.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai
evaluasi di kamar operasi pada klien Sectio Caesarea.
b. Untuk mengetahui persiapan alat dan bahan habis pakai serta instrument
yang akan digunakan pada tindakan Sectio Caesarea.
c. Untuk mengetahui langkah-langkah tindakan Sectio Caesarea.
d. Mampu menerapkan sign in, time out, dan sign out sebelum dan sesudah
operasi.
e. Mampu menemukan masalah keperawatan perioperatif pada klien Sectio
Caesarea.
f. Mampu merencanakan dan melaksanakan tindakan perioperatif pada klien
Sectio Caesarea.
g. Mampu mengevaluasi tindakan perioperatif yang sudah dilakukan pada klien
dengan Sectio Caesarea.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pada pembahasan makalah ini adalah pengelolaan pasien selama
preoperasi, intraoperasi dan post operasi.

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan, meningkatkan pengetahuan serta menambah pengalaman
bagi penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama pelatihan sehingga
dapat menjadi bekal dalam bekerja di Kamar Operasi.
2. Bagi HIPKABI
Meningkatkan pengetahuan peserta pelatihan agar menguasai teknik dan prosedur
operasi sehingga peserta Pelatihan Scrub Nurse HIPKABI dapat menjadi SDM
yang bermutu dan bersertifikat yang diakui di dunia kerja khususnya untuk bekerja
di Kamar Operasi.
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada dirumah sakit
dalam mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam rangka meningkatkan
pelayanan keperawatan pada klien dengan sectio caesarea.

E. Sistematika Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sectio Caesareaadalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada
dinding abdomen dan uterus persalinan buatan. Sehingga janin di lahirkan melalui
perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan
sehat (Anjarsari, 2019).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin denganmembuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut (Martowirjo, 2018). Sectio Caesarea
adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram (Sagita, 2019).

B. Klasifikasi

1. Sectio Caesarea Klasik


Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan
dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10
cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina
apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini.
2. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu sayatan
vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika bagian
bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan
dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal dilakukan sampai ke otot-
otot bawah rahim.
3. Sectio Caesarea Histerektomi Sectio
Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah janin dilahirkan
dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan rahim.
4. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada seorang
pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan di atas
bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan denganinsisi dinding dan faisa
abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan
segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum

C. Aanatomi Fisiologi

Menurut Winkjosastro (2007) anatomi fisiologi bagian eksterna pada wanita antara
lain:
1. Mons Pubis Adalah bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan anterior
simfisis pubis. Mons pubis berfungsi sebagai bantalan pada waktu melakukan
hubungan seks.
2. Labia Mayora (bibir besar) Labia mayora ialah dua lipatan kulit panjang
melengkung yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons
pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengelilingi labia
monora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora melindungi labia
minora, meatus urinarius, dan introitus vagina (muara vagina).
3. Labia Minora (bibir kecil) Labia minora, terletak di antara dua labia mayora,
merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit dan tidak berambut yang
memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette.
Sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen,
permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina; merah muda dan
basah. Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah
kemurahan dan memungkinkan labia minora membengkak, bila ada stimulus
emosional atau stimulus fisik.
4. Klitoris Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak
tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat
adalah sekitar 6 x 6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris di namai glans dan
lebih sensitif daripada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan
badan klitoris membesar.
5. Vulva Adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran
panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil, sampai ke belakang
dibatasi perineum.
6. Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu ata lonjong, terletak
di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara
utetra, kelenjar parauretra (vestibulum minus atau skene), vagina dan kelenjar
paravagina (vestibulum mayus, vulvovagina, atau Bartholini). Permukaan
vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia
(deodorant semprot, garam-garaman, busa sabun), panas, rabas dan friksi (celana
jins yang ketat).
7. Fourchette Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis,
terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah
dibawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di
antara fourchette dan himen
8. Perineum Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.
Jaringan yang menopang perineum adalah diafragma pelvis dan urogenital.
Perineum terdiri dari otot-otot yang dilapisi, dengan kulit dan menjadi penting
karena perineum dapat robek selama melahirkan
1. Ovarium merupakan organ yang berfungsi untuk perkembangan dan pelepasan
ovum, serta sintesis dari sekresi hormone steroid. Ukuran ovarium, panjang
2,5 – 5 cm, lebar 1,5 –3 cm, dan tebal 0,6 – 1 cm. Normalnya, ovarium terletak
pada bagian atas rongga panggul dan menempel pada lakukan dinding lateral
pelvis di antara muka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik
Fossa ovarica waldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui
mesovarium. Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan
memproduksi hormon. Ovarium juga merupakan tempat utama produksi
hormon seks steroid dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan dan fungsi wanita normal.
2. Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan rectum dan di belakang
kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus (muara eksterna di
vestibulum di antara labia minora vulva) sampai serviks (portio). Vagina
merupakan penghubung antara genetalia eksterna dan genetalia interna.
Bagian depan vagina berukuran 6,5 cm, sedangkan bagian belakang berukuran
9,5 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari
uterus dilalui sekresi uterus dan kotoran menstruasi sebagai organ kopulasi dan
sebagai bagian jalan lahir saat persalinan.
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas. Ceruk yang terbentuk di sekeliling serviks yang
menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan posterior. Mukosa
vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi estrogen dan progesteron.
Sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus menstruasi dan selama masa
hamil. Sel-sel yang diambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk
mengukur kadar hormon seks steroid. Cairan vagina berasal dari traktus
genitalia atas atau bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus
vagina dan Padaglikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH naik di atas
lima, insiden infeksi vagina meningkat.
3. Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum /
serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita
nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita
multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram.
Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram / lebih.
Uterus terdiri dari:
a. Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi
berinsensi ke uterus.
b. Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang
terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri
dari 3 lapisan: serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai fungsi utama
sebagai janin berkembang.
c. Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah
isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas
jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah.
d. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan
sebagian lapisan luar peritoneum parietalis.
4. Tuba Falopii Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara
kornu uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum
mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm. Tuba falopii
oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi
terdiri atas: pars interstialis: bagian tuba yang terdapat di dinding uterus, pars
ismika: bagian medial tuba yang sempit seluruhnya, pars ampularis: bagian
yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi, pars infudibulum: bagian
ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen mempunyai rumbai/umbul disebut
fimbria.
5. Serviks Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat
perlekatan serviks uteri dengan vagina, membagi serviks menjadi bagian
supravagina yang panjang dan bagian vagina yang lebih pendek. Panjang
serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm menonjol ke dalam vagina pada wanita
tidak hamil. Serviks terutama disusun oleh jaringan ikat fibrosa serta sejumlah
kecil serabut otot dan jaringan elastic.

D. Tanda Gejala

Sedangkan menurut Sagita (2019), indikasi ibu dilakukan Sectio Caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram> Dari beberapa
faktor Sectio Caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio sebagai
berikut:
1. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara normal. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalau
oleh janin ketikaakan lahir secara normal. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan normal sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-
ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan
infeksi, preeklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternatal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
3. KDP (Ketuban Pecah Dini) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.
4. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Sectio Caesarea. Hal
ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan
lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan
dasar panggul.
2) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %. Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada 14 penempatan
dagu, biasnya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau
letak belakang kepala.
b. Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki sempurna, presentasi bokong tidak sempurna dan presentasi kaki

E. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang


menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan yang
parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak bayi seperti sungsang dan
lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta yang lebih dikenal
dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu yang berusia lanjut,
persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum
keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan
perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (Ramadanty, 2018).
Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di
atas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Dalam proses
operasi, dilakukan tindakan anastesi yang akan menyebabkan pasien mengalami
imobilisasi. Efek anastesi juga dapat menimbulkan otot relaksasi dan menyebabkan
konstipasi.Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehinggga menyebabkan terputusnya inkontiunitas jaringan, pembuluh darah, dan
saraf-saraf disekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rangsangan pada area sensorik sehingga
menyebabkan adanya rasa nyeri sehingga timbullah masalah keperawatan nyeri
(Nanda Nic Noc, 2015).

F. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Martowirjo (2018), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada ibu Sectio
Caesarea adalah sebagai berikut :
1. Hitung darah lengkap.
2. Golongan darah (ABO),dan pencocokan silang, tes Coombs Nb.
3. Urinalisis : menentukn kadar albumin/glukosa.
4. Pelvimetri : menentukan CPD.
5. Kultur: mengidentifikasi adanya virus heres simpleks tipe II.
6. Ultrasonografi: melokalisasi plasenta menetukan pertumbuha,kedudukan, dan
presentasi janin.
7. Amniosintess: Mengkaji maturitas paaru janin. 8) Tes stres kontraksi atau non-
stres :mengkaji respons janin
8. Terhadap gerakan/stres dari pola kontraksi uterus/pola abnormal.
9. Penetuan elektronik selanjutnya:memastikan status janin/aktivitas uterus.

G. Terapi

Menurut Ramadanty (2019), penatalaksanan Sectio Caesarea adalah sebagai berikut:


1) Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
2) Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat dilakukan
penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari kedua post
operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas
dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah
menjadi posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut,
hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan,
dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
4) Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
5) Pemberian Obat-Obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai
indikasi.
6) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen
sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapatdiberikan tramadol atau 18
paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6 jam
bila perlu.
7) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit C.
8) Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti.
9) Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
10) Perawatan Payudara Pemberian ASI
dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui,
pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak
menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

H. Asuhan Keperawatan Perioperatif

1. Proses Keperawatan Praoperatif


a. Pengkajian Praoperatif

Pengkajian difokuskan pada optimalisasi pembedahan herniorafi inguinal


atau femoral. Pengkajian riwayat kesehatan diperlukan untuk menghindari
komplikasi pada intra operatif dan post operatif. Pasien yang mempunyai riwayat
peningkatan kadar glukosa darah dan hipertensi perlu dikoreksi sebelum
pembedahan, serta kaji adanya riwayat alergi obat-obatan. Selama melakukan
pengkajian psikososial, perlu diperhatikan tingkat kecemasan pasien, persepsi dan
kemampuan untuk memahami diagnosis, operasi yang direncanakan, dan
prognosis; perubahan citra tubuh; tingkat koping dan teknik menurunkan
kecemasan. Kaji pasien terhadap tanda dan gejala cemas (rentang perhatian sempit,
tegang, ekspresi muka khawatir, gelisah, insomnia, takikardi, pucat, diaphoresis,
iritabilitas, tidak mampu mempertahankan kontak mata, dan tidak mematuhi
rencana pengobatan). Kaji pemahaman pasien tentang intervensi bedah yang
direncanakan, rasa takut dan kesalah pahaman mengenai prognosis, pengalaman
sebelumnya dengan operasi dan dirawat di rumah sakit; perasaan harga diri
menurun dan keputusasaan; dan putusnya hubungan dengan orang terdekat.
b. Diagnosis Keperawatan Praoperatif
Diagnosis keperawatan menurut SDKI (2018) yang sering mucul pada pasien pra
bedah, meliputi:
1) Ansietas berhubungan dengan Krisis Situasional
2) Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
c. Intervensi Keperawatan pre operatif
Menurut SIKI (2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan berdasarkan 2
diagnosa diatas adalah :
1) Ansietas b.d Krisis Situasional
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas
dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman. DS dan DO yang mendukung :
DS:
(a) Merasa bingung
(b) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
(c) Sulit berkonsentrasi
DO :
(a) Tampak gelisah
(b) Tampak tegang
(c) Sulit tidur
(d) Frekuensi napas meningkat
(e) Frekuensi nadi meningkat
(f) Tekanan darah meningkat
(g) Tremor
(h) Muka tampak pucat
Tujuan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka tingkat ansietas menurun dengan
kriteria hasil:
(a) Verbalisasi kebingungan menurun
(b) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
(c) Perilaku gelisah menurun
(d) Frekuensi nadi membaik
(e) Tekanan darah membaik
Intervensi :
Berdasarkan standar intervensi indonesia (2018) intervensi yang dilakukan pada
diagnosa ansietas adalah :
- Reduksi ansietas
- Terapi relaksasi
- Persiapan pembedah
- konseling
2) Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
Keadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.
DS dan DO yang mendukung:
DS:
(a)Menanyakan masalah yang dihadapi
DO :
(a)Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran
(b) Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah
(c) Menjalani pemeriksaan tidak tepat
(d) Menunjukkan perilaku berlebih (misalnya apatis, bermusuhan, agitasi,
histeris).

Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka tingkat pengetauan membaik
dengan kriteria hasil:
(a) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat
(b) Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
(c) Perilaku membaik
Intervensi :
(a) Edukasi Kesehatan
(b) Edukasi perioperative

d. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat.
Saat implementasi intervensi akan dilakukan tindakan observasi, teraupetik,
edukasi dan kolaborasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketikan melakukan
implementasi intervensi dilaksanakan sesuai rencana setelah dilakukan validasi,
penguasaan kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal, intervensi
harus dilakukan dengan cermat dan efisien paa situasi yang tepat, keamanan
fisik dan fisiologi dilindungi dan didokumentasi keperawatan berupa
pencatatan dan pelaporan.

e. Evaluasi Praoperatif
Kriteria yang diharapkan pada pembedahan meliputi: kelancaran persiapan
( identitas , status rekam medik, data penunjang, informed consent) pembedahan
optimal dilaksanakan, terdapat penurunan tingkat nyeri, terpenuhinya dukungan pra
bedah dan pemenuhan informasi, serta kelengkapan alat dan sarana ( seperti
benang, cairan intravena).

2. Proses Asuhan keperawatan Intraoperatif


a. Pengkajian
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi
anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi
anaesthesi umum dan anasthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial.
Secara garis besar yang perlu dikaji adalah :
1) Pengkajian mental, bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar
atau terjagamaka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan
terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas atau takut menghadapi
prosedur tersebut.
2) Pengkajian fisik, tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan maka perawat
harusmemberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
3) Transfusi dan infuse, monitor flabot sudah habis apa belum.
b. Pengeluaran urin, normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg
BB/jam
b. Diagnosa
Diagnosis keperawatan pada fase intra operasi yang sering muncul menurut SDKI
(2018) adalah sebagai berikut :
1) Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
2) Risiko hipotermi berhubungan dengan suhu lingkungan rendah
3) Resiko cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan
c. Intervensi
1) Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
Berisiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi di dalam tubuh)
maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh).
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka tingkat perdarahan menurun
dengan kriteria hasil:
(1)Kelembapan membran mukosa meningkat
(2)Kelembapan kulit meningkat
(3)Perdarahan menurun
(4)Tekanan darah membaik
Intervensi:

(1) Pencegahan pendarahan


(2) Pemantauan cairan
(3) Pemantauan tanda vital
2) Risiko hipotermi berhubungan dengan suhu lingkungan rendah
Berisiko mengalami kegagalan termoregulasi yang dapat mengakibatkan suhu
tubuh berada di bawah rentang normal.
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka termogulasi membaik dengan
kriteria hasil:
(1) Menggigil menurun
(2) Pucat menurun
(3) Suhu tubuh membaik
(4) Suhu kulit membaik
(5) Pengisian kapiler membaik
Intervensi:
(1) Manajemen hipotermia
(2) Pemantauan hemodinamik invaif
(3) Induksi hipotermia
d. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat. Saat
implementasi intervensi akan dilakukan tindakan observasi, teraupetik, edukasi dan
kolaborasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketikan melakukan implementasi
intervensi dilaksanakan sesuai rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan
kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal, intervensi harus dilakukan
dengan cermat dan efisien paa situasi yang tepat, keamanan fisik dan fisiologi
dilindungi dan didokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan hasil perkembangan ibu dan berpedoman kepada hasil dan
tujuan yang hendak di capai didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan
keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan
respon prilaku klien yang tampil (Mitayani, 2011).
3. Proses keperawatan pascaoperatif
a. Pengkajian pascaoperatif
Pengkajian pascabedah herniorafi dilakukan sejak pasien mulai dipindahkan dari
kamar operasi ke ruang pemulihan. pengkajian dilakukan saat memindahkan
pasien yang berada di atas brankar, perawat mengkaji dan melakukan intervensi
tentang kondisi jalan nafas, tingkat kesadaran, status vaskuler,sirkulasi,
perdarahan, suhu tubuh dan saturasi oksigen. Posisi kepala pada saat
pemindahan sangat penting dilakukan untuk menjaga kepatenan jalan nafas.
Pengkajian di ruang pemulihan berfokus pada keselamatan jiwa pasien fokus
pengkajian meliputi : pengkajian respirasi, sirkulasi, status neurologis, suhu
tubuh, kondisi luka dan drainase, nyeri,gastrointestinal, genitourinari, cairan dan
elektrolit, psikologi dan keamanan peralatan.

b. Diagnosis Keperawatan Post Operasi


Diagnosa yang sering muncul pada post operasi adalah :
1) Nyeri akut b.d agen pencidera fisik
2) Risiko hipotermi perioperatif b.d suhu lingkungan rendah
c. Rencana Intervensi Keperawatan
Menurut SDKI (2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan
berdasarkan diagnosa diatas adalah :
1) Nyeri akut b.d agen pencidera fisik
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan. DS dan DO yang mendukung:
DS :
(1) Mengeluh nyeri

DO :

(1)Tampak meringis
(2)Bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari nyeri)
(3)Gelisah
(4)Frekuensi nadi meningkat
(5)Sulit tidur
(6)Tekanan darah meningkat

Tujuan:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka tingkat nyeri menurun dengan kriteria
hasil:

(1) Keluhan nyeri menurun

(2) Meringis menurun

(3) Sikap protektif menurun

(4) Frekuensi nadi membaik

(5) Tekanan darah membaik

Intervensi :

(1) Manajemen Nyeri

(2) Pemberian Analgetik

(3) Latihan pernapasan

(4) Terapi relaksasi


(5) Pemberian obat

2) Risiko hipotermi perioperatif b.d suhu lingkungan rendah


Berisiko mengalami penurunan suhu tubuh di bawah 36oC secara tiba-tiba yang
terjadi satu jam sebelum pembedahan hingga 24 jam setelah pembedahan.
Tujuan:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan maka termoregulasi membaik dengan
kriteria hasil:
(1) Menggigil menurun
(2) Pucat menurun
(3) Suhu tubuh membaik
(4) Suhu kulit membaik
(5) Pengisian kapiler membaik
Intervensi :
(1) Manajemen hipotermia
(2) Pemantauan hemodinamik invasif
(3) Induksi hipotermi

d. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketikan melakukan implementasi intervensi
dilaksanakan sesuai rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan kemampuan
interpersonal, intelektual, dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat
dan efisien paa situasi yang tepat, keamanan fisik dan fisiologi dilindungi dan
didokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan.

e. Evaluasi keperawatan pascaoperatif


Evaluasi yang diharapkan pada pasien pasca operatif meliputi :

1. Kembalinya fungsi fisiologis pada seluruh sistem secara normal


2. Tidak terjadi komplikasi pasca bedah
3. Pasien dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaman
4. Tidak terjadi luka operasi
5. Hilangnya rasa cemas
6. Meningkatnya konsep diri pasien
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Anda mungkin juga menyukai