INERSIA UTERI
Disusun Oleh :
Nensi Wulansari
( 14.401.19.045 )
2021
LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH
Pembimbing
NIK:
Mengetahui,
i
NIK:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat kepada kita semua
sehingga saya bisa menyelesaikan tugas Konsep Asuhan Keperawatan Maternitas Inersia Uteri
ini dengan baik dan benar dan selesai tepat pada waktunya. Saya berterimakasih kepada dosen
mata kuliah Keperawatan Maternitas karena berkat bimbingan yang diberikan, saya dapat
mengerjakan tugas ini dengan sebaik mungkin.
Isi dari tugas ini adalah mengenai konsep teori dan konsep asuhan keperawatan pada
pasien dengan inersia uteri, didalamnya juga mengandung unsur penjelasan yang sudah dibahas.
Dengan adanya tugas ini di harapkan mahasiswa lain dapat lebih memahami tentang konsep
asuhan keperawatan dengan inersia uteri.
Saya sebagai penulis menyadari bahwa tugas yang saya buat ini belum sepenuh nya
sempurna, tetapi sebagai penulis saya berharap jika tugas yang di buat ini dapat bermanfaat bagi
mahasiswa dan mahasiswi sebagai sumber belajar dan bacaan mengenai konsep asuhan
keperawatan inersia uteri. Semoga dapat bermanfaat, terimakasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Batasan Masalah......................................................................................................................2
C. Rumusan Masalah...................................................................................................................2
D. Tujuan.....................................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................4
A. KONSEP TEORI....................................................................................................................4
a. Definisi.................................................................................................................................4
B. Etiologi................................................................................................................................4
C. Manifestasi Klinis................................................................................................................5
D. Patofisiologi.........................................................................................................................5
E. Pathway................................................................................................................................6
F. Klasifikasi............................................................................................................................6
G. Komplikasi..........................................................................................................................7
H. Penatalaksanaan...................................................................................................................8
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................10
A. Pengkajian.........................................................................................................................10
B. Diagnosa Keperawatan......................................................................................................12
C. Intervensi Keperawatan.....................................................................................................18
BAB III.........................................................................................................................................22
PENUTUP....................................................................................................................................22
iii
A. Kesimpulan.........................................................................................................................22
B. Saran...................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................23
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bidan merupakan mata rantai yang sangat penting karena kedudukannya sebagai ujung
tombak dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia melalui kemampuannya untuk
melakukan pengawasan kehamilan, pertolongan persalinan, pengawasan neonatus dan pada ibu
postpartum
Distosia kelainan tenaga (his) adalah his tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya
menyebabkan rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan
persalinan macet. Inersia uteri adalah his yang tidak adekuat (abnormal) dan ditandai oleh
kontraksi uterus dengan frekuensi yang jarang yaitu kurang dari 3 kali dalam 10 menit,
amplitudo yang lemah yaitu kurang dari 40 mmHg dan durasi yang lebih pendek yaitu kurang
dari 30 detik. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya perpanjangan persalinan kala I fase aktif
yang disebabkan oleh karena otot rahim kurang maksimal dan efisien dalam berkontraksi
sehingga tidak mampu menghasilkan dilatasi serviks dan mendorong janin keluar
(Prawirohardjo, 2014).
Partus lama yang berlangsung lebih dari 18 jam, partus berlangsung lebih dari 24 jam
atau kala 1 20 jam atau kala II 2 jam. Pada partus lama umumnya ibu dalam keadaan lelah,
demikian juga keadaan janin dan uterus. Bila partus lama dibiarkan tanpa pertolongan aktif, tidak
dapat diharapkan persalinan akan berakhir sendiri tanpa membahayakan jiwa ibu maupun janin.
Kadang-kadang sulit memastikan partus lama dari segi waktu karena kesulitan menentukan saat
mulai impartu. Untuk itu perti diperhatikan adanya tanda-tanda partus lama yaitu seperti keadaan
umum lemah kelelahan, nadi cepat, RR cepat, dehidrasi, perut kembung (Wiknojosastro, 2007).
Penanganan inersia, apabila penyebabnya bukan kelainan panggul atau kelainan janin
yang tidak memungkinkan terjadinya persalinan pervaginam, apabila ketuban positif dilakukan
pemecahan ketuban dahulu. Jika upaya ini tidak berhasil, berikut langkah langkah penanganan
selanjutnya menurut Fauziyah, dkk (2014) yaitu berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500
1
cc dekstrosa 5% dimulai dengan 12 tetes per menit, dinaikkan setiap 30 menit sampai 40-50
tetes per menit. Maksud dari pemberian oksitosin adalah supaya serviks dapat terbuka.
B. Batasan Masalah
Batasan masalah pada tugas ini adalah mencakup konsep teori dan konsep asuhan
keperawatan pada pasien dengan inersia uteri.
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan apa yang dimaksud dengan inersia
uteri
b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagaimana etiologi dari inersia uteri
e. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagaimana pathway dari inersia uteri
f. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagaimana klasifikasi dari inersia uteri
g. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan apa saja komplikasi dari inersia uteri
2
h. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagaimana penatalaksanaan dari
inersia uteri
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP TEORI
a. Definisi
Inersia uteri adalah his yang tidak adekuat (abnormal) dan ditandai oleh kontraksi uterus
dengan frekuensi yang jarang yaitu kurang dari 3 kali dalam 10 menit, amplitudo yang lemah
yaitu kurang dari 40 mmHg dan durasi yang lebih pendek yaitu kurang dari 30 detik. Hal ini
ditunjukkan dengan terjadinya perpanjangan persalinan kala I fase aktif yang disebabkan oleh
karena otot rahim kurang maksimal dan efisien dalam berkontraksi sehingga tidak mampu
menghasilkan dilatasi serviks dan mendorong janin keluar (Prawirohardjo, 2014).
His yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang dibandingkan dengan his
normal. Inersia uteri terjadi karena perpanjangan fase laten dan fase aktif atau kedua dua nya dari
kala pembukaan. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan oleh serviks yang belum matang atau
karena penggunaan analgetik yang terlalu dini (Fauziyah, dkk, 2014)
B. Etiologi
Menurut Reader, dkk dalam Fauziyah (2014), penyebab terjadinya Inersia Uteri yaitu:
1. Distensi berlebihan pada uterus, disebabkan oleh janin yang besar, kehamilan besar,
kehamilan kembar, atau polihidramnion.
2. Kekuatan serviks yang dihubungkan dengan fibrosis serviks dan nulipara yang berusia lanjut
3. Klien yang sangat gemuk (berhungan dengan persalinan yang lebih lambat dan lebih tidak
konsisten)
4. Usia maternal yang lanjut (pengerasan taut jaringan ikat antara komponen tulang panggul yang
dihubungkan dengan memanjangnya kala dua persalinan)
Sedangkan menurut Taufan,dkk dalam Fauziyah (2014), penyebab inersia uteri yaitu:
4
1. Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida khususnya primigravida tua
3. Faktor herediter
6. Bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan bawah uterus, seperti pada kelainan letak
janin atau disproporsi sevalipelfik
9. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion kehamilan
postmatur
C. Manifestasi Klinis
1. Persalinan memanjang
2. Pembukaan serviks lambat
3. Ketuban intak
4. Frekuensi his tdk teratur, jarang, sebentar
D. Patofisiologi
Partus lama yang berlangsung lebih dari 18 jam, partus berlangsung lebih dari 24 jam
atau kala 1 20 jam atau kala II 2 jam. Pada partus lama umumnya ibu dalam keadaan lelah,
demikian juga keadaan janin dan uterus. Bila partus lama dibiarkan tanpa pertolongan aktif,
tidak dapat diharapkan persalinan akan berakhir sendiri tanpa membahayakan jiwa ibu
maupun janin. Kadang-kadang sulit memastikan partus lama dari segi waktu karena kesulitan
menentukan saat mulai impartu. Untuk itu perti diperhatikan adanya tanda-tanda partus
lama :
1. Keadaan umum lemah kelelahan
2. Nadi cepat, RR cepat
5
3. Dehidrasi
4. Perut kembung (Wiknojosastro, 2007)
E. Pathway
Faktor penyebab
Inersia Uteri
Kala II memanjang
Resiko cedera
maternal Kurang informasi
His tidak
teratur
Ansietas
Nyeri
F. Klasifikasi
Menurut Sofian dalam Fauziyah (2014), Inersia Uteri dibagi menjadi 2 bagian:
6
yaitu kelemahan his timbul sejak permulaan persalinan. Hal ini harus dibedakan dengan
his pendahuluan yang juga lemah dan kadang kadang menjadi hilang (false labour). Sejak awal
telah terjadi his yang tidak adekuat, sehingga sulit untuk memastikan apakah penderita telah
memasuki keadaan inpartu apa belum.
yaitu kelamahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat teratur dan dalam waktu
yang lama.Terjadi pada fase 1 atau kala 2. permulaan his baik, kemudian pada keadaan
selanjutnya terdapat gangguan atau kelainan.
Sedangkan menurut Fauziyah, dkk (2014), Inersia uteri dibagi menjadi 2 yaitu:
yaitu kontraksi uterin tidak terkoordinasi, misalnya kontraksi segmen tengah lebih kuat dari
segmen atas. Inersia uteri ini sifat nya hipertonis, sering disebut inersia spatis. Pasien biasanya
sangat kesakitan . Inersia uteri hipertonis terjadi dalam fase laten. Oleh karena itu, sering juga
dinamakan juga sebagai inersia primer.
2. Inersia Hipotonis
yaitu kontraksi tetapi lemah. Melalui deteksi dengan menggunakan cardio theraphy (CTG),
terlihat tekanan yang kurang dari 15 mmHg. Dengan palpasi, his jarang dan pada puncak
kontraksi dinding rahim masih dapat ditekan ke dalam. His disebut naik bila tekanan intrauterin
mencapai 50-60 mmHg. Biasanya terjadi dalam fase aktif atau kala II. Oleh karena itu,
dinamakan juga kelemahan his sekunder.
G. Komplikasi
a. Pada Ibu Pada ibu
Persalinan dengan inersia uteri dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi atau sepsis
puerperalis. Hal ini disebabkan oleh karena kepala bayi yang tertahan pada pintu atas panggul
sehingga menyentuh os internal. Akibatnya, ketuban pecah dini mudah terjadi dan meningkatkan
risiko sepsis puerperalis. Selain itu, dikarenakan tidak terjadi engagement, maka segmen bawah
rahim akan mengalami penipisan yang abnormal sehingga mudah terjadi ruptur uterus serta
7
cedera persarafan dan otot-otot dasar panggul (Cunningham, et al., 2012). Pada inersia uteri
dapat ditemukan tanda-tanda dehidrasi oleh karena kelelahan pada ibu pada saat mengejan dan
diikuti oleh nadi dan temperatur yang meningkat (Manuaba, dkk., 2010).
b. Pada Janin
Inersia uteri dapat menyebabkan komplikasi pada janin, salah satunya gangguan detak
jantung janin berupa takikardi atau bradikardi. Pada pemeriksaan nonstress test dapat
menunjukkan asfiksia intrauterin serta pada pemeriksaan darah dan kulit kepala dapat ditemukan
asidosis pada janin. Selain itu, inersia uteri juga dapat mengakibatkan terbentuknya kaput
suksedenum pada bagian kepala yang dependen (Hollingworth, 2012).
H. Penatalaksanaan
Apabila penyebabnya bukan kelainan panggul atau kelainan janin yang tidak memungkinkan
terjadinya persalinan pervaginam, apabila ketuban positif dilakukan pemecahan ketuban dahulu.
Jika upaya ini tidak berhasil, berikut langkah langkah penanganan selanjutnya menurut Fauziyah,
dkk (2014) yaitu:
1. Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dekstrosa 5% dimulai dengan 12 tetes
per menit, dinaikkan setiap 30 menit sampai 40-50 tetes per menit. Maksud dari
pemberian oksitosin adalah supaya serviks dapat terbuka
2. Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak memperkuat his setelah
pemberian beberapa lama, hentikan dulu dan ibu dianjurkan untuk istirahat. Keesokan
harinya bisa diulang pemeberian oksitosin drips.
3. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya dilakukan seksio
caesarea
4. Bila sama his kuat tetapi kemudian terjadi inersia sekunder, pengobatan yang baik iala 50
mg atau tokolitik, seperti ritodine dengan maksud menimbulkan relaksasi dan istirahat,
dengan harapan bahwa setelah pasien itu bangun kembali timbul his yang normal.
Mengingat bahaya infeksi intrapartum, kadang kadang dicoba juga dengan oksitosin,
tetapi dalam larutan yang lebih lemah. Namun, jika his tidak menjadi lebih baik
dilakukan seksio caesarea.
8
Setelah diagnosis inersia uteri ditegakkan, maka langkah selanjutnya adalah memastikan
kondisi serviks, presentasi dan posisi janin, penurunan bagian terbawah janin dan keadaan
panggul ibu. Apabila didapatkan cephalopelvic disproportion, maka sebaiknya dilakukan sectio
caesarea. Apabila tidak terdapat cephalopelvic disproportion dan bayi normal yaitu presentasi
janin adalah kepala, posisi dan berat badan bayi normal dan kelainan terletak pada kontraksi
uterus, maka dilakukan akselerasi persalinan dengan tujuan untuk memperbaiki his sehingga
kontraksi uterus mampu menghasilkan dilatasi serviks dan mendorong janin agar segera lahir.
Akselerasi persalinan dapat dilakukan dengan pemberian oksitosin sebanyak 5 IU dalam 500 cc
dextrose 5% secara infus intravena dimulai dengan kecepatan delapan tetes tiap satu menit dan
kemudian dapat ditingkatkan empat tetes per menit setiap 15 menit hingga mencapai his yang
adekuat atau maksimal 40 tetes per menit. Setelah oksitosin diberikan, ibu hamil maupun janin
harus tetap dalam pengawasan. Apabila terjadi hiperstimulasi kontraksi uterus atau gawat janin
maka pemberian oksitosin dihentikan (Prawirohardjo, 2014).
9
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan utama
Pada inersia uteri klien mengeluhkan his lemah dan jarang bahkan sampai tidak
ada (Prawirohardjo, Sarwono, 2011)
Perlu dikaji pada klien apakah pernah terjadi inersia uteri sebelumnya terutama pada
multipara
Pada etiologi salah satu penyebab inersia uteri adalah herediter jadi perlu dikaji
juga faktor herediter
a) Keadaan umum
Pada inersia uteri primer klien keadaan umumnya terlihat baisa saja/tidak begitu
lemah, tetapi pada inersia uteri sekunder klien sangat lemah, Composmentis-apatis
10
d) Thorak Inpeksi pernafasan : Frekuensi, kedalam, jenis pernafasan, biasanya ada bagian
paru yang tertinggal saat pernafasan
e) Abdomen
Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak awal
persalinan atau menurun saat persalinan, biasanya posisi, letak, presentasi dan sikap anak
normal atau tidak, raba fundus keras atau lembek, biasanya anak kembar/ tidak, lakukan
perabaab pada simpisis biasanya blas penuh/ tidak untuk mengetahui adanya distensi usus
dan kandung kemih.
Lakukan VT : biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edem pada vulva/
servik, biasanya teraba promantorium, ada/ tidaknya kemajuan persalinan, biasanya
teraba jaringan plasenta untuk mengidentifikasi adanya plasenta previa
g) Panggul :
Lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk panggul dan
kelainan tulang belakang
h) Pernafasan
i) Genetalia
j) Ekstermitas(Integumen/Muskuloskeleta)
11
Kelemahan dalam pergerakan : Tidak terdapat paralise tetapi lemah dalam beraktivitas.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan tekanan kepala janin pada serviks, partus lama, kontraksi
tidak efektif.
Definisi:
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
3. Agen pencedera fisik ( mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
2. Objektif:
a. Tampak meringis
c. Gelisah
e. Sulit tidur
12
1. Subjektif: Tidak ada
2. Objektif:
e. Menarik diri
g. Diaforesis
a. Kondisi pembedahan
b. Cedera traumatis
c. Infeksi
e. Glaukoma
2) Resiko tinggi cedera maternal berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak karena
persalinan lama.
Definisi:
Beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang tidak lagi
sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik
Faktor Risiko:
1. Eksternal:
13
a. Terpapar patogen
d. Ketidakamanan transportasi
2. Internal:
c. Perubahan sensasi
d. Disfungsi autoimun
e. Disfungsi biokimia
f. Hipoksia jaringan
h. Malnutrisis
1. Kejang
2. Sinkop
3. Vertigo
4. Gangguan penglihatan
5. Gangguan pendengaran
14
6. Penyakit parkinson
7. Hipotensi
9. Retardasi mental
Definisi:
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan
spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk
menghadapi ancaman
Penyebab:
1. Krisis situasional
3. Krisis maturasional
15
12. Kurang terpapar informasi
1. Subjektif:
a. Merasa bingung
c. Sulit berkonsentrasi
2. Objektif:
a. Tampak gelisah
b. Tampak tegang
c. Sulit tidur
1. Subjektif:
a. Mengeluh pusing
b. Anoreksia
c. Palpitasi
2. Objektif:
d. Diaforesis
16
e. Tremor
g. Suara bergetar
i. Sering berkemih
2. Penyakit akut
3. Hospitalisasi
4. Rencana operasi
6. Penyakit neurologis
17
C. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri (akut ) berhubungan dengan tekanan kepala janin pada serviks, partus lama, kontraksi
tidak efektif.
Aktivitas keperawatan :
(R/ : Jawaban pertanyaan dapat menghilangkan rasa takut dan peningkatan pemahaman)
(R/ : Mendorong relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat
ketidaknyamanan.
(R/ : Relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut,yang memperberat
nyeri dan menghambat kemajuan persalinan)
18
Kriteria Evaluasi :
a) Berpartisipasi dalam perilaku untuk menurunkan sensasi nyeri dan meningkatkan kanyamanan
2.Resiko tinggi cedera maternal berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak karena persalinan
lama
Kriteria hasil :
Aktivitas keperawatan :
b) Evaluasi tingkat keletihan yang menyertai, serta aktivitas dan istirahat, sebelum
awitan persalinan
19
a) Anjurkan klien untuk berkemih setiap 1-2 jam
Aktivitas kolaboratif:
b) Kolaborasikan dengan tim medis persiapan seksio caesaria sesuai indikasi (Wilkinson,
2016)
Tujuan:
Menunjukkan Pengendalian diri terhadap Ansietas (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang,
kadang-kadang, sering, selalu)
Kriteria hasil:
Aktifitas keperawatan:
1. Pengkajian:
a) Kaji dan dokumentasikan tingkat ansietas pasien, termasuk reaksi fisik, setiap 2
jam sekali
20
b) Kaji untuk faktor budaya (misal, konflik nilai) yang menjadi penyebab ansietas
c) Gali bersama pasien tentang tekhnk yang berhasil dan tidak berhasil
menurunkan ansietas di masa lalu
Aktivitas kolaboratif:
Aktivitas lain:
a) Pada saat ansietas berat dampingi pasien bicara dengan tenang dan berikan keteangan
serta rasa nyaman
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inersia uteri adalah his yang tidak adekuat (abnormal) dan ditandai oleh kontraksi uterus
dengan frekuensi yang jarang yaitu kurang dari 3 kali dalam 10 menit, amplitudo yang lemah
yaitu kurang dari 40 mmHg dan durasi yang lebih pendek yaitu kurang dari 30 detik. Hal ini
ditunjukkan dengan terjadinya perpanjangan persalinan kala I fase aktif yang disebabkan
oleh karena otot rahim kurang maksimal dan efisien dalam berkontraksi sehingga tidak
mampu menghasilkan dilatasi serviks dan mendorong janin keluar (Prawirohardjo, 2014).
Menurut Reader, dkk dalam Fauziyah (2014), penyebab terjadinya Inersia Uteri yaitu:
distensi berlebihan pada uterus, kekuatan serviks, klien yang sangat gemuk (berhungan
dengan persalinan yang lebih lambat dan lebih tidak konsisten), usia maternal yang lanjut,
pemberian analgetik yang berlebihan. Diagnosa keperawatan pada inersia uteri terdiri dari
nyeri (akut ) berhubungan dengan tekanan kepala janin pada serviks, partus lama, kontraksi
tidak efektif, resiko tinggi cedera maternal berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak
karena persalinan lama, ansietas berhubungan dengan partus lama.
B. Saran
Demikian konsep teori dan konsep asuhan keperawatan inersia uteri yang sudah
dijelaskan. Sebagai penulis saya berharap jika tugas ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
dan mahasiswi sebagai sumber bacaan agar dapat lebih mengerti mengenai inersia uteri.
Makalah ini masih terdapat kekurangan dan perlu adanya perbaikan. Oleh karena itu, sebagai
penulis membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca. Terimakasih
22
DAFTAR PUSTAKA
Hollingworth, Tony. 2012. Diagnosis Banding Obstetri dan Ginekologi A-Z. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran.
Manuaba, IBG, Chandranita M., Fajar M. 2010. Pengantar Kuliah Obstetri. Edisi 2. Jakarta:
EGC.
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
23