Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


AMPUTASI

Disusun oleh :

1. Bangkit satrio aji (14.401.16.011)


2. Dian ristika hidayah (14.401.16.012)
3. Dian ristina hidayah (14.401.16.013)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

KRIKILAN – GLENMORE

BANYUWANGI

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Amputasi adalah operasi tertua pada laki-laki yang ada sebelum tercatat
dalam sejarah.Amputasi awalnya dilakukan sebagai hukuman atas perbuatan
kriminal. Amputasi saat ini dilakukan untuk mengobati luka cedera, kanker,
gangren tungkai yang meluas, dan penyakit pembulu darah yang mengancam
nyawa atau nyeri saat istirahat. Amputasi sangat umum; hampir 2 juta orang di
Amerika serikat mengalami amputasi. Walaupun alat prosthesis dapat
mengembalikan fungsi setelah amputasi dilakukan, hilangnya bagian tubuh
yang tidak terjadi pada operasi-operasi lainnya .
Selama beberapa tahun, amputasi dilakukan dengan perasaan bersalah dan
sering kali akan kegagalan. Belakangan ini media publik yang telah
berkembang pesat menunjukan bahwa orang-orang yang menjalani amputasi
telah “menutup kekurangannya” dan kembali ke lingkungan sosial. Banyak
organisasi-organisasi orang pasca amputasi yang telah menjadi pemain ski,
golf, dan pelari. Penyiaran ke publik ini telah mengubah banyak stigma yang
ada sejak lama.
Klien dengan penyakit vascular perifer adalah kandidat tersering untuk
amputasi pada ektremitas bawah. Penyakit diabetes melitus merupakan
penyebeb utama penyumbatan pembulu darah dan berhubungan dengan lebih
dari 55% dari sebagian besar amputasi pada klien dengan penyakit
penyumbatan pembulu darah ekstremitas bawah. Cedera akibat trauma juga
merupakan penyebab tersering dillakukan amputasi[CITATION Joy14 \p 936 \t \l
1057 ]

B. Batasan masalah
Pada pembahasan ini hanya membatasi konsep teori penyakit dan konsep
asuhan keperawatan pada klien amputasi.
C. Rumusan masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pasien yang mengalami amputasi ?
D. Tujuan

1. Tujuan umum
Mahasiswa memahami asuhan keperawatan pasien yang mengalami
amputasi
2. Tujuan khusus
1. Memahami konsep amputasi
2. Memahami konsep asuhan keperawatan amputasi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep penyakit
1. Definisi
Amputasi adalah hilangnya sebagian alat gerak yang menyebabkan
ketidak mampuan seseorang dalam derajat yang berfariasi (tergantung
dari luas hilangnya alat gerak, usia pasien, ketepatan oprasi dan
menejemen paska operasi )[CITATION Ami15 \p 30 \l 1057 ]
Amputasi adalah pengankatan atau pemotongan sebagian anggota
tubuh/ anggita gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan
peredaran darah, osteomilitis, kanker.[CITATION Luk09 \p 60 \l 1057 ]
Amputasi merupakan penghilangan ektremitas sebagian atau total.
Amputasi dapat menjadi akibat proses akut, seperti kejadia traumatik,
atau kondisi kronik, seperti penyakit vaskular perifer atau diabetes
militus[CITATION Pri17 \p 1647 \l 1057 ]
Jadi amputasi adalah penghilangan ektremitas sebagian atau total
yang menyebabkan ketidak mampuan seseorang dalam derajat yang
berfariasi karena oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah,
osteomilitis, kanker.
2. Etiologi
Penyakit vaskular perifer progresif (sering terjadi sebagai gejala sisa
diabetes militus). Ganggren, trauma (cidera remuk, luka bakar),
deformitas kongenital, atau tumor ganas. Penyakit vaskular perifer
merupakan penyebab tinggi amputasi ekstremitas bawah. Footner (1992 )
mengemukakan alasan diperlukan amputasi terjadi pada penyakit
vaskular perifer, tarauma, neoplasma malignan (mislanya steosarkoma),
infeksi (misalnya infeksi akut: gangren, infeksi kronik, osteomilitis ),
deformitas, dan paralisis. Secara umum penyebab amputasi adalah
kecelakaan, penyakit, dan gangguan kongenital. Berdasakan pendapat
diatas, dapat disimpulkan penyebab amputasi adalah vaskuler perifer,
infeksi, trauma, deformitas, tumor ganas dan paralisis. [CITATION Luk09 \p
60 \l 1057 ]
3. Manifestasi klinis
Dampak masalah dalam sitem tubuh
1) Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam ke adaan imobilitas maka akan menyebabkan
penekanan pada fungsi sismatik serta penurunan katekolamin dalam
darah sehingga munurunkan kecepatan metabolisme basal.
2) Ketidak seimbangan cairan dan metabolik
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme
lebih dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid
plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravascular ke luar
keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga
menyebabkan odema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor
bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan
memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk
mengahambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan
diuresis[CITATION Ami15 \p 31 \l 1057 ]
3) patofisiologi
Sumber: [CITATION Ami15 \p 34 \l 1057 ]

Infeksi, DM Kerusakan
hipertensi dsb pembukuh perifer

Trauma/injuri Penurunan suplai


O2 dan nutrisi
kejaringan
Poliferasi sel
Fraktur multiple
Iskemik abdomen
combution, dsb

Tumor maligna
Kerusakan Nefrosis
jaringan/ekstermitas
yang tidak mungkin
diperbaiki/disembuhk Terbentuknya Tumor ganas di
an gangren ekstremitas

Resiko infeksi Tidakan


Amputasi
operasi/bedah

Kehilangan
Kehilangan salah
anggota tubuh
satu anggota tubuh

kecatatan
Kesulitan untuk Kurangnya
melakukan aktifitas perawatan diri
Timbul rasa
malu, depresi
Hambatan Defisit perawatan
mobilitas fisik diri
Gangguan citra
tubuh
Post operasi Luka operasi

Proses Terputusnya Nyeri akut


penyemnuhan kontinuitas jaringan

Tirah baring lama Keb mobilitas

Kerusakan
integritas kulit
4) Klasifikasi
a. Jenis amputasi
Amputasi dapat terbuka (guillotine) atau tertutup (flap). Amputasi
terbuka, dilakukan jika infeksi terjadi. Luka tidak menutup, tetapi
tetap terbuka untuk drain. Ketika infeksi tidak lagi terjadi,
pembedahan untuk menutup luka. Pada amputasi tertutup, luka di
tutup dengan flap (penutup) kulit yang di jahit di atas punting.
[CITATION Pri17 \p 1647 \l 1057 ]
b. Tingkatan amputasi
a) Ekstermitas atas
Amputasi pada ektermitas atas dapat mengeai tangan kanan atau
tangan kiri, hal ini berkaitan dengan aktifitas seahari-hari seperti
makan, minum, mandi, berpakaian dan aktifitas yang lainnya
yang melibatkan tangan.
b) Ekstermitas bawah
Amputasi pada ekstermitas ini dapat mengenai semua atau
sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal
mungkin kemampuanya.[CITATION Ami15 \p 30 \l 1057 ]
c. Berdasarkan pelaksanaan amputasi
a) Amputasi selektif/terencan
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus
menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan
alternative terahir.
b) Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki
kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
c) Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat
seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan
kerusakan /kehilangan kulit yang luas. [CITATION Bar13 \p 256 \t \l
1057 ]

5) Komplikasi
Perdarahan, infeksi, dan keruskan kulit merupakan komplikasi amputasi.
Pendarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besr dan
dapat menjadi masif. Infeksi dapat tejadi pada semua pembedahan
dengan peredaran darah yang buruk atau dengan adanya kontaminasi
serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk
dan iritasi pengunaan prostensis. Menurut pusdiknes, komplikasi yang
dapat terjadi pada amputasi adalah infeksi, nyeri phantom(phantom limp-
pain), neuroma, keruskan kulit, dan fleksi kontraktur. [CITATION Luk09 \p
62 \l 1057 ]
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Pria memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami amputasi
traumatik dari pada wanita [CITATION Pri17 \p 1647 \l 1057 ]
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama
Pasien merasakan nyeri seperti sensasi terbakar disertai kram
otot dan adanya linu[CITATION Joy14 \p 940 \t \l 1057 ]
2) Alasan masuk rumah sakit
Pasien mengalami nyeri pada anggota tubuh tertentu disertai
rasa nyilu sekala berat[CITATION Joy14 \p 940 \t \l 1057 ]
3) Riwayat penyakit sekarang
Pasien amputasi traumatik dikibatkan dari kecelakaan kendaraan
bermotor atau cidera yang melibatkan mesin ditempat kerja
[CITATION Pri17 \p 1647 \l 1057 ]
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien dengan amputasi sebelumnya apakah pernah menderita
penyakit vaskulerperifer progresif (sering terjadi sebagai gejala
sisa diabetes militus), gangren, trauma (cedera remuk, luka
bakar), deformitas congenital, atau tumor ganas. [CITATION Luk09
\p 60 \l 1057 ]
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran : kesadaran biasanya composmentis
b) Tanda -tanda vital :
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama
klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan
kepatenan jalan nafas, mempertahankan oksigenisasi
jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang darah
yang hilang selama operasi dan mencegah injuri. [CITATION
Taq13 \p 264 \t \l 1057 ]
2) Body sistem
a) Sistem respiratori
- Penurunan kapasitas paru
Pada klien imobilisasi pada posisi baring terlentang,
maka komtraksi otot intercosta relatif kecil, difragma
otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal
dan ekspirasi paksa.
- Perubhan perfusi setempat
Dalam posisi tertidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal
terjadi perbedaan radio ventilasi dengan perfusi
setempat, jika cecara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi)
terjadi hipoksia
- Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat imobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran
penafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk
dan menjadi lebih kental dan menggangu gerakan
siliraris normal.[CITATION Placeholder3 \p 31 \t \l 1057 ]
b) Sistim kardiovaskuler
- Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifes klinis pengaruh faktor
metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang
menghasilkan adrenergik sering di jumpai pada pasien
dengan immobilisasi.
- Penurunan cardiac reseve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung
meningkat, hal ini mengakibatakan waktu pengisian
diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
- Orthostatik hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi
perifer, dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi
tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di
ekstermitas bawah, volume darah yang bersikulasi
menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak
cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan
darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada
saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan[CITATION Ami15 \p 31 \l 1057 ]
c) Sistem muskuloskeletal
- Penurunan kekuatan otot dengan adanya imobilisasi dan
gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan
nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula
dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu
sehingga menjadikan kelelahan otot.
- Atrofi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak
dan adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini
menyebabkan terjadinya atrofi dan paralisis otot
- Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atrifi dan penurunan kekuatan
otot serta adanya keterbatasan gerak
- Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini
menurunkan persenyawaan organik dan anorganik
sehingga masa tulang menipis dan tulang menjadi
keropos.[CITATION Ami15 \p 32 \l 1057 ]
d) Sistem pencernaan
- Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan
mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunya nafsu
makan.
- Konstipasi meningkatnya jumlah adrenergik akan
menghambat paristaltik usus dan sepinter anus menjadi
kontriksi sehungga reabsorbsi cairan meningkat dalam
colon, menjadi feses lebih keras dan orang sulit buang air
besar. [CITATION Ami15 \p 32 \l 1057 ]
e) Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan
kandung kemih berada dalam keadaan sejajar, sehingga
aliran urin harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal
banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan:
- Akumulasi endapan dari renal pelvis akan mudah
membentuk batu ginjal
- Tertahanya urin pada ginjal akan menyebabkan
berkembang biaknya kuman, dan dapat menyebabkan
ISK.[CITATION Ami15 \p 32 \l 1057 ]
f) Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian seperti
punggung dan bokong akan tertekan sehingga akan
menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke
jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan menjadi ischemia,
hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan
dihilangkan dan sulit dimasase untuk meningkatkan suplai
darah. [CITATION Ami15 \p 32 \l 1057 ]
g) Sistem persarafan
Neuropati perifer juga menempatkan orang yang mengalami
diabetes beresiko amputasi[CITATION Pri17 \p 1647 \l 1057 ]
h) Sistem reproduksi
Pada pasien amputasi tidak melakukan aktifitas seksual
dikarenakan kondisi pskikologis pasien kemumkinan terjadi
kecemasan melalu penilaian terhadap amputasi yang akan
dilakukan atau yang telah dilakukan [CITATION Taq13 \p
260 \t \l 1057 ]
i) Sistem endokrin
Rangsangan ke hypotalamus posterior untuk mengahambat
pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan
diuresis[CITATION Ami15 \p 31 \l 1057 ]
j) Sistem pengindraan
Mayoritas orang yang mengalamisensasi limpa fantom
(seperti kesemutan, baal, kram, atau gatal pada kaki atau
tangan fantom ) diawal periode pasca operasi[CITATION
Pri17 \p 1647 \l 1057 ]
k) Sistem imunitas
Terjadi ulkus statis dan telah menjadi terinfeksi karena
gangguan gagguan proses imun yang memungkinkan bakteri
berpoliferasi [CITATION Pri17 \p 1647 \t \l 1057 ]
e. Pemeriksaan penunjang
1) CT scan: mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis,
pembentukan hematoma.
2) Angiografi dan pemeriksaan aliran : mengevaluasi perubahan
sirkulasi/perfusu jaringan dan membantu memperkirakan potensi
penyembuhan jaringan setelah amputasi.
3) Ultrasound Doppler, Flowmwtri Doppler: dilakukan untuk
mengkaji dan mengukur aliran darah.
4) Tekanan O2 transkutaneus: memberi peta pada area perfusi
paling besar dan paling kecil dalam keterlibatan ekstermitas.
5) Termografi: mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di
dua sisi, dari jaringan kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan yang
rendah antara dua pembacaan, makin besar untuk sembuh.
6) Pletismografi: mengukur TD segmental bawah terdapat
ekstermitas bawah mengevaluasi aliran darah arterial.
7) LED: peningkatan mengidentifikasikan respon inflamasi.
8) Kultur luka: mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme
penyebab.
9) Biopsi: mengorfimasi diagnosis massa benigna/maligna
10) Hitung darah lengkap/differensial: peninggian dan pergeseran
kiri diduga proses infeksi[CITATION Luk09 \p 64 \l 1057 ]
f. Penatalaksanaan
1) Balutan rigid tertutup
Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata,
menyangga jaringan lunak dan mengotrol nyeri, serta mencegah
kontrakstur. Segera setealah pembedahan balutan gips rigid
dipasang dan dilengkapi tempat memasang ekstensi prostesis
sementara (pylon) dan kaki buatan. Pasang kaus kaki streril pada
sisi steril, dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa
tungkai (puntung) kemudian dibalut dengan gips elastis yang
ketika mengeras akan memberikan tekanan yang merata. Gips
diganti segitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh,
nyeri berat atau gips mulai longgar harus segera diganti.
[CITATION Luk09 \p 62 \l 1057 ]
2) Balutan lunak balutan dengan atau tampa kompresi dapat
digunakan bila diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai
(puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan
pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase
luka untuk meminimalkan infeksi.[CITATION Luk09 \p 62 \l 1057 ]
3) Amputasi bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi.
Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat
semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan
dibiarkan mengering. Sepsis ditangani dengan antibiotik. Dalam
beberapa hari, bila infeksi telah terkontrol dan klien telah stabil,
dilakukan amputasi difinitif dengan penutupan kulit. [CITATION
Luk09 \p 63 \l 1057 ]
4) Prostesis
Prostesis sementara kadang diberikan pada hari pertama
pascabedah, sehingga latihan segera dapat dimulai. Keuntungan
menggunakan prostesis sementara adalah membiasakan klien
menggunakan prostesis sedimi mungkin. Kadang prostesis
darurat baru diberikan setelah satu minggu luka menyembuh
tampa penyulit. Pada amputasi karena penyakit pembuluh darah,
prostesis smentara diberikan setelah empat minggu.
Prostesis bertujuan untuk mengganti bagian ekstermitas yang
hilang. Artinya defek sistem muskuloskeletal hatus diatasi,
termasuk defek faal. Pada ekstermitas bawah, tujuan prostesis ini
sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstermitas atas,
tujuan ini sulit dicapai, bahkan dengan tangan mioelektrik
canggih yang berkerja atas sinyal mioelektrik dari otot biseps dan
trisps.[CITATION Luk09 \p 63 \l 1057 ]
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut
Definisi: pengalaman sensoris atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat berintensitas ringgan berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab
1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasama)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengankat berat, prosedur operasi, trauma, latihan
fisik berlebihan)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1) Mengeluh nyeri
Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghidari nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
Gejala tanda minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berpikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaforesis
Kondisi klinis terkait
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaukoma[CITATION tim17 \p 172 \l 1057 ]
b. Ganguan citra tubuh
Definisi : perubahan presepsi penampilan, struktur dan fungsi fisik
individu.
Penyebab :
1) perubahan struktur/bentuk tubuh (mis. Amputasi, trauma, luka
bakar, obesitas, jerawat)
2) perubahan fungsi tubuh (mis. Proses penyakit, kehamilan,
kelumpuhan)
3) perubahan fungsi kognitif
4) ketidak sesuaian budaya,, keyakinan, atau sistem nilai
5) transisi perkembangan
6) ganguan psikososial
7) efek tindakan/pengobangatan (mis. Pembedahan, kemoterapi,
terapi radiasi)

gejala dan tanda mayor

subjektif

1) mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh

objektif

1) kehilangan bagian tubuh


2) fungsi/struktur tubuh berubah/menghilang

gejala dan tanda minor

subjektif

1) tidak mau mengungkapkan kecacatan kehilangan bagian tubuh


2) mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
3) mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang
lain
4) mengungkapkan perubahan gaya hidup

objektif

1) menyembunyikan/menunjukkan bagian tubuh secara berlebihan


2) menghindari melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh
3) fokus berlebihan pada perubahan tubuh
4) respon nonverbal pada perubahan dan presepsi tubuh
5) fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
6) hubungan sosial berubah

kondisi klinis terkait

1) mastektomi
2) amputasi
3) jerawat
4) parut atau luka bakar yang berlebihan
5) obesitas
6) hiperpigmentasi pada kehamilan
7) ganguan psikiatrik
8) program terapi neoplasma
9) alopecia chemiccally induced
c. Gangguan imobilitas fisik
Definisi:
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri.
Penyebab:
1) Kerusakan integritas struktur tulang
2) Perubahan metabolisme
3) Ketidak bugaran fisik
4) Penurunan kendali otot
5) Penurunan masa otot
6) Penurunan kekuatan otot
7) Keterlambatan perkembangan
8) Kekakuan sendi
9) Kotraktur
10) Malnutrisi
11) Gangguan muskuloskeletal
12) Gangguan neoromuskular
13) Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
14) Efek agen farmakologis
15) Program pembatasan gerak
16) Nyeri
17) Kurang terpapar informasi tentang aktifitas fisik
18) Kecemasan
19) Gangguan kognitif
20) Keengganan melakukan pergerakan
21) Gangguan sensoripersepsi
gejala dan tanda mayor
Subjektif
1) Mengeluh sulit mengerakan ekstermitas
Objektif
1) Kekuatan otot menurun
2) Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1) Nyeri saat bergerak
2) Engan melakukan pergerakan
3) Merasa cemas saat bergerak
Objektif
1) Sendi kaku
2) Gerakan tidak terkoordinasi
3) Gerakan terbatas
4) Fisik lemah
Kondisi klinis terkait
1) Stroke
2) Cedera medula spinalis
3) Trauma
4) Fraktur
5) Oseoarthritis
6) Ostemalasia
7) Keganasan[CITATION tim17 \p 124 \t \l 1057 ]
d. Resiko infeksi
Definisi
Beresikomengalamipeningkatanterserangorganismepatogenik
FaktorResiko
1) Penyakitkronis (mis. Diabetes mellitus)
2) Efekprosedur invasive
3) Malnutrisi
4) Peningkatanpaparanorganisme pathogen lingkungan
5) Ketidakadekuatanpertahanantubuhperimer :
a) Gangguan peristaltic
b) Kerusakanintegritaskulit
c) Perubahansekresi pH
d) Penurunankerjasiliaris
e) Ketubanpecah lama
f) Ketubanpecahsebelumwaktunya
g) Merokok
h) Stastiscairantubuh
6) Ketidakadekuatanpertahanantubuhsekunder :
a) Penurunan hemoglobin
b) Imunosupresi
c) Leukopenia
d) Supresiresponinflamasi
e) Vaksinasitidakadekuat

KondisiKlinisTerkait:
1) AIDS
2) Luka bakar
3) Penyakitparuobstruktifkronis
4) Diabetes mellitus
5) Tindakaninfansif
6) Kondisipenggunaanterapi steroid
7) Penyalahgunaanobat
8) KetubanPecahSebelumWaktunya (KPSW)
9) Kanker
10) Gagalginjal
11) Imunosupresi
12) Lymophedema
13) Leukositopenia
14) Gangguanfungsihati[CITATION tim17 \p 304 \l 1057 ]

4. Intervensi
a. Nyeri akut
1) Tujuan
Memperlihatkan pengendalian nyeri yang dibuktikan indikator
sebagai berikut ( sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-
kadang, sering, atau selalu).
2) Kriteria evaluasi
a) Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual secara
efektif untuk mencapai kenyamanan
b) Mempertahankan tingkat nyeri pada .... atau kurang
(dengan skala 0-10).
c) Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
d) Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan
untuk memodifikasi faktor tersebut
e) Melaporkan nyeri kepada penyedia kesehatan
f) Menggunkana tindakan meredakan nyeri dengan analgesik
dan analgesik secara tepat
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
a) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan utama
untuk mengumpulkan informasi pengkajian
b) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan
pada skala 0-10 (0= tidak ada nyeri/ketidaknyamanan,
10=nyeri hebat)
c) Gunakan bagian alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri
oleh analgesik dan kemungkinan efek sampingnya.
d) Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan
terhadap nyeri/ respon pasien
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien, obat khusus
yang harus diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan
efek samping, kemungkinan intraksi obat, kewaspadaan
khusus saat mengkonsumsi obat tersebut ( misalnya,
pembatasan aktifitas fisik, pembatasan diet), dan nama
orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri
membandel.
b) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada
perawat jika peredaan nyeri tidak tercapai.
c) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang
disarankan
d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik, narkotik
atau apioit (resiko ketergantungan atau over dosis)
Aktifitas kolaboratif
a) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat
yang terjadwal (misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam atau
PCA)[CITATION Jud15 \p 532 \t \l 1057 ]
b. Citra tubuh, gangguan
Definisi : konfisi pada gambaran mental fisik dari seseorang.
1) Tujuan
Menunjukan cintra tubuh , yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (sebutkan 1-5 tidak pernah, jarang, kadang-
kadang, sering, atau selalu di tampilakan)
2) Kriteria evaluasi
a) Mengenali perubahan aktual pada penampilan tubuh
b) Menunjukan penerimaan penampilan
c) Bersikap realistik mengenai hubungan antar tubuh dan
lingkungan
d) Mengungkapkan keinginan untuk mengunakan sumber
yang disaran setelah dipulangkan dari rumah sakit
e) Memelihara interaksi sosial yang dekat engan hubungan
personal
Aktivitas perawatatan
a) Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal
pasien terhadap tubuh pasien
b) Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan
pasien.
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
a) Ajarkan cara merawat dan perawatan diri, termasuk
komplikasi terapi medis.
Aktivitas lain
a) Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif dan akui
realitas kekhawatiran tehadap perawatan, kemajuan, dan
prognosis
b) Beri dukungan kepada pasien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaan dan berduka, jika perlu
c) Bantu pasien dan keluaga untuk mengidentifikasi dan
menggunakan mekanisme koping
d) Hati-hati dengan ekspresi wajah anda ketika merawat
pasien denagn cacat tubuh, pertahankan ekspresi
netral[CITATION Jud16 \p 45 \t \l 1057 ]
c. Imobilitas fisik
Keterbatasanaktivitasberhubungandenganimobilisasi
1) Tujuan
Memperlihatkanmobilitas, yang dibuktikanoleh indicator
berikut( sebutkan 1-5 : gangguamekstrem,berat,ringan,
atautidakmengalamigangguan)
2) Kriteria evaluasi
a) Memintabantuanuntukaktivitasmobilisasi, jikadiperlukan
b) Melakukanaktivitassehari-harisecaramandiridenganalat
bantu
Aktivitaskeperawatan
a) Kajikebutuhanterhadapbantuanpelayanankesehatandirumah
dankebutuhanterhadapperalatanpengobatan yang tahan
lama.
b) Ajarkanpasiententangdanpantaupenggunaanalat bantu
mobilitas (mis.tongkat,walker,kruk,ataukursiroda )
c) Ajarkandan bantu pasiendalam proses berpindah
(mis.daritempattidurkekursi )
d) Ajarkanpasienbagaimanamenggunakanposturdanmekanikat
ubuh yang benarsaatmelakukanaktivitas.
Aktivitas keperawtan tingkat 2
a) Kaji kebutuhan belajar pasien
b) Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien, jika
diperlukan
Aktivitas keperawatan tingkat 3 dan 4
a) Dukung pasien dan keluarga untuk memandang
keterbatasan dengan realitas.
b) Berikan penguatan positif dalam selama beraktivitas.
[CITATION Jud16 \p 268 \t \l 1057 ]
Daftar pustaka

Amin, H. (2015).Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Medi Action.


Bararah, T. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Lemona, P. (2017). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Lukman, N. N. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
GangguanMukuloskeletal . Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, A. (2013). Asuhan Kepererawatan perioperatif. Jakarta: Salemba
Medika .
PPNI, t. p. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia. jakarta: dewan
pengurus pusat.
Wilkinson, J. M. (2015). Buku Saku Diagnosis Keperawatan EDISI 9. Jakarta:
EGC.
Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai