Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KELOMPOK

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN AMPUTASI DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS)

RSUD DR.ADHYATAMA. MPH

DISUSUN OLEH :

ALVIA TYAS MAHESTI (16.005)

ANDRE DWI SUSILO (16.008)

ARINI DWI PUTRI (16.011)

AVIONITA RISMA ELFARIYANI (16.013)

FERI TRI YULIANTORO (16.031)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO

SEMARANG

2018
A. PENGERTIAN

Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha)
dan embel – embel tubuh (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan.
(kedaruratan medik. 2009)
Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma,
penyakit, tumor atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum diperbaiki
kembali untuk memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan protetik
(Standart Perawatan Pasien Vol. 3. 2008)
Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh.
Untuk amputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan klap kulit yang terbuat
dengan memotong tulang kira-kira dua inci lebih pendek dari pada kulit dan otot.

B. ETIOLOGI

Penyebab amputasi adalah kelainan ekstremitas yang disebabkan oleh penyakit DM,
Gangren, cedera, dan tumor ganas. Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
a. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
b. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
c. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
d. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
e. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
f. Deformitas organ.

C. PATHOFISIOLOGI

Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan dua
metode :
1. Metode terbuka (guillotine)
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya
benar-benar terbuka dan di pasang drainase agar luka bersih dan luka dapat ditutup
setelah tidak terinfeksi.

2. Metode tertutup (flap amputasi)


Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang
di amputasi, tidak semua amputasi di operasi dengan terencana, klasifikasi yang ada
karena trauma amputasi.
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit
pembuluh darah, cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, Amputasi harus
dilakukan karena dapat mengancam jiwa manusia. Adapun pengaruhnya meliputi :
a. Kecepatan metabolism
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan
pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga
menurunkan kecepatan metabolisme basal.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada
bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang
akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat
pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
c. Sistem respirasi
1. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.
2. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio
ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
3. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan
sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan
mengganggu gerakan siliaris normal.
d. Sistem Kardiovaskuler
1. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada
pasien dengan immobilisasi.
2. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi
sekuncup.
3. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana arteriol
dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari
pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah,
volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat
diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah
menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat
juga merasakan pingsan.
e. Sistem Muskuloskeletal
1. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan
suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan
pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan
otot.
2. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan
fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
3. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
4. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan
organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi
keropos.
f. Sistem Pencernaan
1. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
2. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan
spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam
colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
g. Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang,renal pelvis ureter dan kandung kencing berada
dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi dan
pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :

 Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu


ginjal.
 Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya
kuman dan dapat menyebabkan ISK.
h. Sistem integumen

Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan
bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan
nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan
akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk
meningkatkan suplai darah.

D. MANIFESTASI KLINIS
 Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah)
 Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung
saraf yangdekat dengan permukaan.
 Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa
dengankeronitis.
 Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau
aterom)
 Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
 Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
 Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan

PATHWAY

Trauma/Injury Infeksi, DM, Hipertensi, dsb Proliferasi Sel Abnormal

(Fraktur Multiple, Kerusakan pembuluh Tumor Maligna

Combustio, dsb) kapiler

Tumor Gana diekstremitas

Kerusakan jaringan/ Penurunan suplai O2

Ekstremitas yang tidak dan nutrisi ke Jaringan

Dapat diperbaiki/

disembuhkan Iskemik

Terbentuknya Gangren
Nekrosis Defisit self care

Amputasi/ Bedah Kurang perawatan diri

Post operasi Tindakan luka operasi kehilangan


Operasi/ bedah anggota tubuh

Proses penyembuhan Terputusnya


Resiko Tinggi kontinuitas Kesulitan untuk

Keb. Immobilisasi Infeksi jaringan melakukan aktivitas/

mobilisasi

Tirah baring lama Nyeri Akut

Gangguan Mobilitas Fisik

Kerusakan Integritas kulit

Kecacatan

Timbulnya rasa malu

depresi dan stress

Gangguan body image

Sumber : Potter, perry (2011)

E. KOMPLIKASI
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit.
Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi
masif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang
buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat
penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan protesis.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Foto rontgen : Mengidentifikasi abnormalitas tulang.
 Scan CT : Mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis,
pembentukan hematoma
 LED : Mengindikasikan respons inflamasi
 Kultur luka : Mengidentifikasi adanya luka / infeksi dan
organisme penyebab.
 Biopsy : Mengkonfirmasikan diagnosa masa benigna /
maligna.

G. PENATALAKSANAAN AMPUTASI
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi
dan menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit
yang sehat . pada lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka
karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya. Percepatan
penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan yang lembut terhadap sisa
tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak (rigid)
dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk menghindari
infeksi.
a. Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang
waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan
apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat
memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini
sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan
lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang
pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai
(punting) kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan
memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh
darah. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri
berat atau gips mulai longgar harus segara diganti.
b. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan
inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat
dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka
untuk meminimalkan infeksi.
c. Amputasi bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama
dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan
sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari
infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan
penutupan kulit.
d. Protesis
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat
dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien
menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan
setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah
proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk
mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal
harus diatasi, temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini
sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit
dicapai, bahkan dengan tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal
miolektrik dari otot biseps dan triseps.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengumpulan Data
1. Identitas Klien

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, diagnosa


medis, no register dan tanggal MRS.
2. Keluhan Utama
Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila
digerakkan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.
4. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
5. Riwayat Penyakit Keluarga.
Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur /
penyakit menular.
b Pola – Pola Fungsi
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala: keterbatasan actual atau antisipasi yang dimungkinkan oleh
kondisi/amputasi
2. Integritas ego
Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan, menarik diri, keceriaan
berdaya
Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial,
reaksi orang lain perasaan putus asa, tidak berdaya.
3. Seksualitas
Gejala : masalah tentang keintiman hubungan
4. Interaksi social
Gejala : masalah hubungan dengan penyakit atau kondisi.
.
A. Pengkajian Riwayat Kesehatan.
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat
mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus,
penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat
penggunaan rokok dan obat-obatan.

B. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh
klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan
amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi
tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.

Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :


SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen : Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat
Kulit secara umum. hidrasi.
Lokasi amputasi Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut
atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi
terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus
return.
Sistem Cardiovaskuler : Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan
Cardiac reserve pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator
Pembuluh darah fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian
terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai
adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik
dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.

C. Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual


Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi
psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien
melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada
amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat
operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada
antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan
tingkat persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan
meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan
dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri
antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan
bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping
konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan
fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar
siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien
untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan
bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada
saat pre operatif.

2. Diagnosa keperawatan
 Pre Operasi
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi otot dan
pergerakan akibat gangren.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan
perioperatif.
d. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan
kehilangan akibat amputasi.
 Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder
terhadap amputasi.
b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah arteri/ vena
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu
makan/anoreksia.
d. Resiko kerusakan Integritas kulit b.d adanya dekubitus akibat tirah baring
lama.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot akibat tirah
baring lama post amputasi.
f. Kurang perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, berdandan berhubungan
dengan kehilangan bagian tubuh
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya salah satu anggota
badan akibat amputasi.
D. Intervensi Keperawatan
 Pre Operasi
No Diagnosa keperawatan NOC NIC
.
1. Nyeri (akut) Setelah dilakukan Mandiri
berhubungan dengan asuhan keperawatan
1. Catat lokasi, frekwensi dan intensitas
cedera fisik/jaringan selama 3x24 jam nyeri (skala 0-10). Amati perubahan
dan trauma saraf. pasien dapat karakteristik nyeri, misalnya kebas dan
mentoleransi nyeri kesemutan.
dan nyeri berkurang.
2. Tinggikan bagian yang sakit dengan
Dengan kriteria hasil: meninggikan tempat tidur atau
-Px. Tampak rileks bantalguling sebagai penyangga.
Nadi: 60-100x/mnt 3. Tingkatkan kenyamanan klien (rubah
RR:16-24x/mnt posisi sesering mungkin, dan beri
TD:120/80mmHg pijatan punggung). Dotong penggunaan
Skala nyeri berkurang teknik manajemen stres (napas dalam,
0-2. visualisasi).
4. Berikan pijatan lembut pada sisa
tungkai (puntung) sesuai toleransi bila
balutan telah dilepas.
5. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik

2. Kecemasan Setelah dilakukan1. Memberikan bantuan secara fisik dan


berhubungan dengan tindakan keperawatan psikologis, memberikan dukungan
kurang pengetahuan selama 3 jam pasien moral.
tentang kegiatan mampu mengontrol2. Menerangkan prosedur operasidengan
perioperatif. tingkat ansietasnya sebaik-baiknya.
serta mampu3. Mengatur waktu khusus dengan klien
mengkomunikasikan untuk berdiskusi tentang kecemasan
perasaan negatifnya klien.
dengan tepat. Dengan4. Bina hubungan saling percaya dengan
KH: pasien dan keluarga pasien.
Nadi: 60-100x/mnt 5. Kolaborasi: beri obat untuk
RR:16-24x/mnt mengurangi ansietas sesuai kebutuhan
TD:120/80mmHg
Pasien tampak rileks

3. Berduka Setelah dilakukan1. Anjurkan klien untuk mengekspresikan


yang antisipasi asuhan keperawatan perasaan tentang dampak pembedahan
(anticipated griefing) selama 1x24 jam klien pada gaya hidup.
berhubungan dengan mampu 2. Berikan informasi yang adekuat dan
kehilangan akibat mendemontrasikan rasional tentang alasan pemilihan
amputasi. kesadaran akan tindakan pemilihan amputasi.
dampak pembedahan3. Beri informasi bahwa amputasi
pada citra diri dengan merupakan tindakan untuk memperbaiki
KH: kondisi klien dan merupakan langkah
Pasien menyadaridan awal untuk menghindari
menerima kondisi ketidakmampuan atau kondisi yang
tubuhnya saat ini, lebih parah.
pasien tampak tenang. 4. Fasilitasi untuk bertemu dengan orang
dengan amputasi yang telah berhasil
dalam penerimaan terhadap situasi
amputasi.

 Post Operasi
No Diagnosa keperawatan NOC NIC
.
1. Gangguan rasa Setelah 1. Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi
nyaman:Nyeri dilakukanasuhan
berhubungan dengan keperawatan selama panthom limb atau dari luka insisi. Bila
insisi bedah sekunder 3x24 jam pasien dapat terjadi nyeri panthom limb
terhadap amputasi. mentoleransi nyeri2. Ajarkan klien memberikan tekanan
dan nyeri berkurang. lembut dengan menempatkan puntung
Dengan kriteria hasil: pada handuk dan menarik handuk
-Px. Tampak rileks dengan berlahan.
Nadi: 60-100x/mnt 3. Ajarkan teknik distraksi relaksasi untuk
RR:16-24x/mnt menanggulangi nyeri.
TD:120/80mmHg 4. Beri analgesic
Skala nyeri berkurang ( kolaboratif )
0-2.
2. Resiko tinggi Setelah dilakukan
1. Pantau tanda vital, palpasi nadi
perubahan perfusi asuhan keperawatan perifer, perhatikan kekuatan dan
jaringan perifer selama 1x24 jam kesamaan.
berhubungan dengan menunjukkan perfusi
2. Lakukan pengkajian neurovascular
penurunan aliran jaringan yang baik periodic misalnya sensasi, gerakan,
darah arteri/ vena dengan kriteria hasil: nadi, warna kulit dan suhu.
Sianosis (-) 3. Inspeksi balutan/drainase, perhatikan
Suhu ekstermitas jumlah dan karakteristik balutan.
hangat 4. Berikan tekanan langsung pada sisi
Denyut proksimal perdarahan, bila terjadi perdarahan
dan perifer distal kuat segera hubungi dokter.
N: 60-100x/mnt 5. Evaluasi tungkai bawah yang tidak
Warna kulit dioperasi dari adanya inflamasi
normal. 6. Kolaborasi
Berikan cairan IV/darah sesuai order
Gunakan kaoskaki antiembolitik untuk
kaki yang tidak dioperasi.
Pantau pemeriksaan laboratorium :
Hb/Ht
Pt/APTT.

3. Perubahan nutrisi Setelah dilakukan1. Berikan informasi tentang kebutuhan


kurang dari kebutuhan asuhan keperawatan nutrisi dan bagaimana cara
tubuh b.d penurunan selama 3x24 jam memenuhinya
nafsu kebutuhan nutrisi2. Berikan asupan makanan dalam porsi
makan/anoreksia. pasien terpenuhi sedikit tapi sering
dengan kriteria hasil: 3. Beri asupan makanan tinggi kalori
-rasa pahit di lidah(-) tinggi protein
-sisa makanan (-) 4. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
-Bising Usus (-) menentukan kebutuhan nutrisi pasien
-Konjungtiva dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
mukosa berwarna pasien.
merahmuda
-annoreksia(-)

DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara ( 2009), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi Indonesia,

EGC: Jakarta.

Wilkinson, Judith.M. 2007. Buku saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan

Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. EGC: Jakarta

Price, silvia A, and lorraine M. Wilson. 2015. patofisiologi : konsep klinis


Brunner & suddarth (2008). Keperawatan medical bedah. Jakarta : EGC

Potter, perry (2011). Fundemental keperawatan buku1 edisi 7. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai