PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.
B. TUJUAN.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI.
B. ETIOLOGI
5. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti
klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
6. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
7. Deformitas organ.
8. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury
seperty terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets diesease dan
kelainan kongenital.
C. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya pada pasien amputasi akan merasa adanya gangguan harga diri, nyeri
pada bagian amputasi karena adanya gangguan perfusi jarigan dan immobilitas.
D. ANATOMI FISIOLOGI.
Tulang membentuk rangka penujnjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang
tertentu berisi jaringan hematopoetik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan
organic (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam
(hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik
tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari oeteoid adalah kolagen tipe I yang
kaku dan memberikan ketegaran tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun
tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamelar. Tulang yang berbentuk anyamn
terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya
patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang
berbentuk lamelar. Pada orang dewasa, tulang anyaman ditemukan pada inserasi ligamentum
atau tendon. Tumor osteosarkoma terdiri dari ulang anyaman.
Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang. Diafisis atau batang, adalah bagian engah
tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki
kekuatan besar. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar didekat ujung akhir batang.
Daerah ini terutama disusun oleh ulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung
sumsum merah. Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang. Pada
anak-anak, sumsum merah mengisi sebagia besa bagian dalam dari tulang panjang, teapi
kemudian diganti oleh sumsum kuning siring dengan semakin dewasanya anak tersebut.
Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Bagian ini akan
menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi ulang panjang
bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Tulang adalah
suau jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel : Osteoblas, osteosit, dan osteoklas.
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai
matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika
sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali, yang mengandung peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatse alkali akan memasuki aliran darah, dengan
demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik
tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus
metastasis kanker tulang. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasa untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar
berinti banyk yang memungkinkan minerl dan matriks tulang dapat diabsorpsi.osteoklas
mengikis tulang.
E. KLASIFIKASI
Tingkatan Amputasi
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan
aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari
kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb
dan inschemic limb.
3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila
tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi
serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi
terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga
melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf
lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya
ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan,
stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
Tipe amputasi :
Amputasi terbuka, amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat
dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama.
Amputasi tertutup, amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih
memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong
kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi
perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah
kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese.
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka
perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.
F. PATOFISIOLOGI.
Amputasi merupakan hasil dari atau diakibatkan oleh gangguan aliran darah baik akut
maupun kronik. Pada keaadaan akut organ sebagian atau keseluruhan dipotong dan jaringan
mati diangkat. Terkadang ada anjuran baru pada penyambung kembali dari jari atau bagian
tubuh yang kecil tetapi tidak bagian otot. Tubuhn mungkin merasa sebuah amputasi parsial
sebagai ancaman dan sepsis mungkin berkembang pada beberapa kasus bagian tubuh yang
dipindahkan dugunakan untuk mencegah kematian klien. Klien yang mengalami situasi
seperti ini memerlukan konseling. Mereka mungkin tidak akan mau mengorbankan sebuah
anggota tubuhnya, meskipun tidak berfungsi lagi untuk lebih memastikan hidupnya. Pada
proses penyakit yang kronik sirkulasi terputus, aliran vena sedikit , protein bocor ke dalam
ruang interstisium dan edema berkembang, edema meningkatkan resiko injuri dan lebih jauh
menurunkan sirkulasi, berkembangnya ulkus yang statis dan menjadi tempat infeksi karena
sirkulasi terputus dan penurunan proses imun sehingga bakteri mudah berpoliferasi, adanya
proses infeksi yang progresif lebih jauh akan mengakibatkan sirkulasi terhambat dan
kemungkinan besar m,enja di gangren yang mana merupakan hal yang mengharuskan
amputasi
G. WOC
Enzim sakarolitik
nyeri
Menjadi CO2 hidrogen
Terbentuk gas
iskemia
gg. Integritas kulit
nekrosis terdapat 10 jahitan
gangren
menimbulkan impuls
persepsi nyeri
nyeri phantom
Klien bedrest
POST-OPERATION
Komplikasi
gg. mobilitas fisik
komplikasi
imobilisasi katabolisme < imobilisasi adrenergik denyut imobilissasi sekresi kelenjar hilangnya
penekanan fungsi anabolisme kontraksi otot jantung suplai O2 & nutrisi keb. kalori anggota
simpatik serum protein kapasitas paru penurunan cardiac reserve pembuangan nafsu mkn tubuh
anabolisme adrenergik
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.tujuan
bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa tungkai
(puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat untuk penggunaan prostesis Ada 2
perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada
waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila
tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan
konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang
menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat
posisi berdiri.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril
yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus
diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump.
Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan
mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur.
Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit
dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya
mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas
lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi pasca operasi utama adalah infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak dan
sensasi phantom limb.
Masalah nyeri phantom kadang sukar diatasi. Setelah amputasi selalu terdapat perasaan
bagian ekstremitas yang hilang masih ada, dan setiap penderita akan mengalaminya.
Sebagian penderita merasa terganggu sedangkan sebagian lagi merasakannya sebagai nyeri.
Rasional untuk fenomema ini tak jelas, tetapi diyakini berhubungan dengan inflamasi
potongan ujung saraf. Meskipun jarang, sensasi phantom limb dapat menjadi kronis, masalah
berat yang memerlukan intervensi lebih agresif seperti blok saraf, psikoterapi, terapi obat,
stimulasi saraf listrik, atau eksisi neuroma.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pre operasi :
b. Kadar asam serum ditunjukkan untuk mengkaji pasien yang mengalami gannguan
kseseimbangan cairan
d. Analisa urin digunakan untuk mendeteksi adanya sel darah merah, darah putih
atau protein yang mungkin mengindikasikan protein
Post operasi :
c. doppler
BAB III
ASKEP TEORITIS
A. PENGKAJIAN
Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada
tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif.
a. Pre Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk
mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi. Pada
tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang
berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.
Identitas Pasien yang meliputi : Nama , umur , jenis kelamin, agama , pendidikan ,
status.dll
Perawat memfokuskan pada Keluhan utama yaitu keluhan pada pertama kali masuk
rumah sakit, Riwayat kesehatan sekarang ,Riwayat kesehatan dahulu apakah klien pernah
dulu menderita diabetes mellitus, Riwayat kesehatan keluarga apakah ada keluarga pasien
yan riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan
seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit
paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.
Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara
utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi
merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik
mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
Integumen :
a. Kulit secara umum Lokasi amputasi
b. Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi. Lokasi amputasi
mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan
atau kerusakan progesif.
c. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau
gangguan venus return.
2. Sistem Cardiovaskuler :
a. Cardiac reserve
b. Pembuluh darah
c. Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum
operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
d. Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas
pembuluh darah
3. Sistem Respirasi .
a. Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis.
b. Riwayat gangguan nafas.
4. Sistem Urinaria
a. Mengkaji jumlah urine 24 jam.
b. Mengkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
5. Cairan dan elektrolit
a. Mengkaji tingkat hidrasi.
b. Memonitor intake dan output cairan.
6. Sistem Neurologis .
a. Mengkaji tingkat kesadaran klien.
b. Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah
yang akan diamputasi.
7. Sistem Mukuloskeletal .
Mengkaji kemampuan otot kontralateral
c. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda
vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan
tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara
rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi
jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Pre Operatif
1. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang peristiwa praoperasi dan pasca operasi.
2. berduka yang di antipasti b/d kehilangan yang akan di rasakan pada amputasi
b) Pos Operastif
2. Gangguan konsep diri b/d perubahan citra tubuh sekunder tewrhadap amputasi
3. Risiko tinggi terjadi komplikasi b/d amputasi
5. Kurang perawatan diri : makan, mandi, berpakai, berdandan, yang b/d kehilangan
bagian tubuh
C. INTERVENSI
Pre Operatif
Pos Operastif
Karakteristik penentu :
- Menyatakan nyeri.
- Merintih, meringis.
Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan nyeri hilang.
- Ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
• Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi panthom limb atau dari luka insisi.
Rasional : Sensasi panthom limb memerlukan waktu yang lama untuk sembuh
daripada nyeri akibat insisi.
• Bila terjadi nyeri panthom limb, Beri analgesik (kolaboratif).
Rasional : Untuk menghilangkan nyeri.
• Ajarkan klien memberikan tekanan lembut dengan menempatkan puntung pada
handuk dan menarik handuk dengan berlahan.
Rasional : Mengurangi nyeri akibat nyeri panthom limb.
DX II : Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder
terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.
- Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.
- Depresi.
Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
- Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
Intervensi :
• Validasi masalah yang dialami klien.
Rasional : Meninjau perkembangan klien.
• Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung menggunakan
putung : perawatan luka, mandi, menggunakan pakaian.
Rasional : Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra
tubuh.
• Berikan dukungan moral.
Rasional : Meningkatkan status mental klien.
• Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri.
Rasional : Memfasilitasi penerimaan terhadap diri.
DX III : Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemorragi, kontraktur, emboli
lemak berhubungan dengan amputasi
Karakteristik penentu :
- Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria evaluasi : tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.
Intervensi :
• Lakukan perawatan luka adekuat. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.
• Pantau masukan dan pengeluaran cairan. Rasional : Menghindari resiko
kehilangan cairan dan resiko terjadinya perdarahan pada daerah amputasi.
• Pantau tanda-tanda vital tiap 4 jam. Rasional : Sebagai monitor status
hemodinamik.
• Pantau kondisi balutan tiap 4-8 jam. Rasional : Indikator adanya perdaraham
masif.
• Monitor pernafasan. Rasional : Memantau tanda emboli lemak sedini mungkin.
• Persiapkan oksigen. Rasional : Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-waktu
dperlukan untuk tindakan yang cepat.
• Pertahankan posisi flower atau tetap tirah baring selama beberapa waktu. Rasional
: Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan atau memudahkan pernafasan.
Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :
1. Melakukan perawatan luka postoperasi, diantaranya mengganti balutan dan
melakukan inspeksi luka.
2. Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese yang digunakan
telah tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan -1 tahun).
3. Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri seperti memberi dukungan
psikologis, memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas dengan kondisi saat ini.
4. Mencegah kontraktur, Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada
daerah amputasi segera setelah pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi,
Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna untuk
meningkatkan kekuatan untuk penggunaan protese, menghindari terjadinya
kontraktur.
5. Aktivitas perawatan diri, diantaranya Diskusikan ketersediaan protese (dengan terapis
fisik, ortotis), Mengajari klien cara menggunakan dan melepas protese, Menyatakan
bahwa klien idealnya mencari bantuan/superfisi dari tim rehabilitasi kesehatan selama
penggunaan protese, Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus, Mengajarkan cara
mengkaji adanya gangguan kulit akibat penggunaan protese.
a. Tujuan :
· Jangka Pendek :
b. Intervensi :
1.) Kerjasama dengan keluarga untuk selalu menyediakan sabun mandi saat
mandi.
Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko kerusakan
kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.
3.) Anjurkan pada klien untuk merubah posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam sekali
a. Tujuan :
· Jangka Pendek :
b. Intervensi :
1.) Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat
mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.
Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi maka akan
mendorong kemandirian klien dalam hal perawatan dan melakukan aktivitas.
2.) Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.
Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan memotong kuku
maka kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.
3.) Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti pakaiannya
setiap hari.
a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Mobilisasi fisik terpenuhi.
· Jangka Pendek :
- Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.
- Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.
- ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.
- Klien dapat melakukan ambulasi.
b. Intervensi :
1.) Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur
pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan
persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan
aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
2.) Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.
Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara
pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.
3.) Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan
kursi roda.
Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan
menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan
juga untuk memenuhi aktivitas klien.
4.) Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodik
Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya
kontraktur.
5.) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.
Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk
dan turun dari tempat tidur.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan
kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup
klien sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk memcapai
untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan
SARAN
Mengingat askep ini merupakan askep pelayanan kompleks diharapkan kepada tenaga
keperawatan benar-benar mempelajari dan menjalankan manajemen keperawatan
yang sesuai untuk membantu klien secara menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Setiawan, SKp, et all, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi Indonesia,
EGC, Jakarta.
Brunner, Lillian S; Suddarth, Doris S ( 1986 ), Manual of Nursing Practice, 4th edition, J.B.
Reksoprodjo, S; dkk ( 1995 ), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara, Jakarta