Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.

B. TUJUAN.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI.

Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap. ( R.Sjamsudiat dan


Wim de jong, 1997 : 1288)
Amputasi adalah pemisahan anggota badan atau bagian lain dengan pembedahan. (H.T.
Laksman, 2000 : 13)
Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian ekstremitas. ( Barbara
Engram, 1999 : 343)
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau
seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi
pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin
dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain
seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti
sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler.
Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa
penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

B. ETIOLOGI

Penyebab atau faktor predisposisi terjadinya amputasi adalah pada kondisi :


1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.

5. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti
klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.

6. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
7. Deformitas organ.
8. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury
seperty terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets diesease dan
kelainan kongenital.

C. MANIFESTASI KLINIS

Pada umumnya pada pasien amputasi akan merasa adanya gangguan harga diri, nyeri
pada bagian amputasi karena adanya gangguan perfusi jarigan dan immobilitas.

D. ANATOMI FISIOLOGI.

Tulang membentuk rangka penujnjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang
tertentu berisi jaringan hematopoetik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan
organic (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam
(hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik
tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari oeteoid adalah kolagen tipe I yang
kaku dan memberikan ketegaran tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun
tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.

Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamelar. Tulang yang berbentuk anyamn
terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya
patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang
berbentuk lamelar. Pada orang dewasa, tulang anyaman ditemukan pada inserasi ligamentum
atau tendon. Tumor osteosarkoma terdiri dari ulang anyaman.

Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang. Diafisis atau batang, adalah bagian engah
tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki
kekuatan besar. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar didekat ujung akhir batang.
Daerah ini terutama disusun oleh ulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung
sumsum merah. Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang. Pada
anak-anak, sumsum merah mengisi sebagia besa bagian dalam dari tulang panjang, teapi
kemudian diganti oleh sumsum kuning siring dengan semakin dewasanya anak tersebut.
Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Bagian ini akan
menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi ulang panjang
bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Tulang adalah
suau jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel : Osteoblas, osteosit, dan osteoklas.

Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai
matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika
sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali, yang mengandung peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatse alkali akan memasuki aliran darah, dengan
demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik
tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus
metastasis kanker tulang. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasa untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar
berinti banyk yang memungkinkan minerl dan matriks tulang dapat diabsorpsi.osteoklas
mengikis tulang.

E. KLASIFIKASI

Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :


1. amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan
yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu
tindakan alternatif terakhir
2. amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan
tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum
klien.
3. amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang
multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Namun pada umumnya amputasi yang dikenal adalah amputasi terbuka dan amputasi
tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan
pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi
yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan
memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan
luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur,
mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi
maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.

Tingkatan Amputasi

1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan
aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.

2. Ekstremitas bawah

Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari
kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.

Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :

a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).

Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb
dan inschemic limb.

b. Amputasi diatas lutut

Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan


penyakit vaskuler perifer.

3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila
tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.

4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi
serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi
terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.

5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga
melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf
lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.

6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya
ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan,
stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
Tipe amputasi :
Amputasi terbuka, amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat
dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama.
Amputasi tertutup, amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih
memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong
kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi
perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah
kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese.
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka
perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.

F. PATOFISIOLOGI.

Amputasi merupakan hasil dari atau diakibatkan oleh gangguan aliran darah baik akut
maupun kronik. Pada keaadaan akut organ sebagian atau keseluruhan dipotong dan jaringan
mati diangkat. Terkadang ada anjuran baru pada penyambung kembali dari jari atau bagian
tubuh yang kecil tetapi tidak bagian otot. Tubuhn mungkin merasa sebuah amputasi parsial
sebagai ancaman dan sepsis mungkin berkembang pada beberapa kasus bagian tubuh yang
dipindahkan dugunakan untuk mencegah kematian klien. Klien yang mengalami situasi
seperti ini memerlukan konseling. Mereka mungkin tidak akan mau mengorbankan sebuah
anggota tubuhnya, meskipun tidak berfungsi lagi untuk lebih memastikan hidupnya. Pada
proses penyakit yang kronik sirkulasi terputus, aliran vena sedikit , protein bocor ke dalam
ruang interstisium dan edema berkembang, edema meningkatkan resiko injuri dan lebih jauh
menurunkan sirkulasi, berkembangnya ulkus yang statis dan menjadi tempat infeksi karena
sirkulasi terputus dan penurunan proses imun sehingga bakteri mudah berpoliferasi, adanya
proses infeksi yang progresif lebih jauh akan mengakibatkan sirkulasi terhambat dan
kemungkinan besar m,enja di gangren yang mana merupakan hal yang mengharuskan
amputasi
G. WOC

Trauma berat (kecelakaan)

Invasi bakteri Clostridium welai

Menghasilkan endotoksin dan

Enzim sakarolitik
nyeri
Menjadi CO2 hidrogen

Dan asam laktat


PRE-
OPERATION Menaikkan tek. jaringan

Terbentuk gas

Trombosis pem. Darah

Suplai darah menurun

iskemia
gg. Integritas kulit
nekrosis terdapat 10 jahitan

gangren

amputasi terbuka kulit teraba hangat, kemerahan resti infeksi


hilangnya anggota tubuh

perubahan petasomatosensori perubahan peran ujung saraf terputus


gg. mobilitas fisik
otak merespon mengirimkan sinyal
menyambung kembali sirkuit- ke talamus
gg. biospikososial

sirkuit yang tidak lagi menerima

impuls dari bagian diamputasi

menimbulkan impuls

persepsi nyeri

nyeri phantom

gg. rasa nyaman nyeri

Klien bedrest
POST-OPERATION
Komplikasi
gg. mobilitas fisik

komplikasi

imobilisasi katabolisme < imobilisasi adrenergik denyut imobilissasi sekresi kelenjar hilangnya

penekanan fungsi anabolisme kontraksi otot jantung suplai O2 & nutrisi keb. kalori anggota

simpatik serum protein kapasitas paru penurunan cardiac reserve pembuangan nafsu mkn tubuh

katekolamin pergeseran cairan takikardia sisa metabolisme anoreksia emosional

kec metabolisme intravascular ke terganggu perubahan

basal interstisial kelemahan otot konsep diri

katabolisme < odema

anabolisme adrenergik

tirah baring lama peristaltik


tirah baring lama aliran urin melawan gravitasi usus

suplai darah endapan urin urin tertahan konstriksi

iskemia membentuk batu ginjal kuman berkembang biak spencter

nekrotik jaringan infeksi sal. kemih konstipasi


H. PENATALAKSANAAN.

Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.tujuan
bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa tungkai
(puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat untuk penggunaan prostesis Ada 2
perawatan post amputasi yaitu :

1. Rigid dressing

Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada
waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila
tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan
konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang
menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat
posisi berdiri.

Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera,


mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu, setelah
stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini
dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang
terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan
supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk
melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau
sistemik.

2. Soft dressing

Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril
yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus
diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump.
Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan
mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur.
Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit
dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya
mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas
lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi pasca operasi utama adalah infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak dan
sensasi phantom limb.

Masalah nyeri phantom kadang sukar diatasi. Setelah amputasi selalu terdapat perasaan
bagian ekstremitas yang hilang masih ada, dan setiap penderita akan mengalaminya.
Sebagian penderita merasa terganggu sedangkan sebagian lagi merasakannya sebagai nyeri.
Rasional untuk fenomema ini tak jelas, tetapi diyakini berhubungan dengan inflamasi
potongan ujung saraf. Meskipun jarang, sensasi phantom limb dapat menjadi kronis, masalah
berat yang memerlukan intervensi lebih agresif seperti blok saraf, psikoterapi, terapi obat,
stimulasi saraf listrik, atau eksisi neuroma.

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pre operasi :

a. CBC dilakukan untuk mengukur WBC, hemoglobin dan hematokrit.

b. Kadar asam serum ditunjukkan untuk mengkaji pasien yang mengalami gannguan
kseseimbangan cairan

c. Waktu pembekuan di order untuk mengetahui penggumpalan darah

d. Analisa urin digunakan untuk mendeteksi adanya sel darah merah, darah putih
atau protein yang mungkin mengindikasikan protein

e. Elektrokardiogram untuk mengkaji jantung terhadap tanda- tanda luka atau


iskemik

f. X-rays dada membantu mengidentifikasi adanya ineksi di paru seperti pneumonia

Post operasi :

a. CBC penurunan darah yang tiba-tiba menandakan hemoragi dan peningkatan


sel darah puih yang tiba- tiba mengidentifikasikan adanya infeksi
b. Kimia darah: ukuran elektrolit dan pengisian cairan seimbang , selama operasi
klien sering menerima cairan iv

c. doppler

BAB III

ASKEP TEORITIS

A. PENGKAJIAN

Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada
tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif.
a. Pre Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk
mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi. Pada
tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang
berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.
Identitas Pasien yang meliputi : Nama , umur , jenis kelamin, agama , pendidikan ,
status.dll

Pengkajian Riwayat Kesehatan

Perawat memfokuskan pada Keluhan utama yaitu keluhan pada pertama kali masuk
rumah sakit, Riwayat kesehatan sekarang ,Riwayat kesehatan dahulu apakah klien pernah
dulu menderita diabetes mellitus, Riwayat kesehatan keluarga apakah ada keluarga pasien
yan riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan
seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit
paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.

Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara
utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi
merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik
mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
Integumen :
a. Kulit secara umum Lokasi amputasi
b. Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi. Lokasi amputasi
mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan
atau kerusakan progesif.
c. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau
gangguan venus return.
2. Sistem Cardiovaskuler :
a. Cardiac reserve
b. Pembuluh darah
c. Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum
operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
d. Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas
pembuluh darah
3. Sistem Respirasi .
a. Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis.
b. Riwayat gangguan nafas.
4. Sistem Urinaria
a. Mengkaji jumlah urine 24 jam.
b. Mengkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
5. Cairan dan elektrolit
a. Mengkaji tingkat hidrasi.
b. Memonitor intake dan output cairan.
6. Sistem Neurologis .
a. Mengkaji tingkat kesadaran klien.
b. Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah
yang akan diamputasi.
7. Sistem Mukuloskeletal .
Mengkaji kemampuan otot kontralateral

Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual


Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi
psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien
melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada
amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat
operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi
terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkatr
persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi
klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang
dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan
penampilan peran dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-
sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi
jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk
menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha
berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk
melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif.
b. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klien.
Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi
optimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan
oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama
operasi dan dimasa pemulihan kesadaran.
Khusus untuk tindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur
operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini
berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa post operatif.

c. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda
vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan
tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara
rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi
jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Pre Operatif

1. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang peristiwa praoperasi dan pasca operasi.
2. berduka yang di antipasti b/d kehilangan yang akan di rasakan pada amputasi

b) Pos Operastif

1. Nyeri b/d sensasi fantom , insisi bedah sekunder terhadap amputasi

2. Gangguan konsep diri b/d perubahan citra tubuh sekunder tewrhadap amputasi
3. Risiko tinggi terjadi komplikasi b/d amputasi

4. Kerusakan integritas kulit yang b/d amputasi bedah.

5. Kurang perawatan diri : makan, mandi, berpakai, berdandan, yang b/d kehilangan
bagian tubuh

6. Gangguan mobilitas fisik yang b/d kehilangan ekstremitas.

C. INTERVENSI

Pre Operatif

DX I : Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang peristiwa praoperasi dan pasca


operasi.
Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.
- Mengungkapkan pemahaman tentang operasi.
Intervensi :
• Memberikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan dukungan moral.
Rasional : Secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa saling
percaya.
• Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya.
Rasional: Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/ persepsi klien.
• Mengatur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang kecemasan klien.
Rasional : Meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien melakukan komunikasi
secara lebih terbuka dan lebih akurat.
DX II : berduka yang di antipasti b/d kehilangan yang akan di rasakan pada amputasi
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian.
- Takut kecacatan.
- Rendah diri, menarik diri.
Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada
citra diri.
Kriteria evaluasi :
- Mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.
- Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yang baru.
Intervensi :
• Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang dampak pembedahan
pada gaya hidup.
Rasional : Mengurangi rasa tertekan dalam diri klien, menghindarkan depresi,
meningkatkan dukungan mental.
• Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan
pemilihan amputasi.
Rasional : Membantu klien menggapai penerimaan terhadap kondisinya melalui
teknik rasionalisasi.
• Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki
kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan
atau kondisi yang lebih parah.
Rasional : Meningkatkan dukungan mental.
• Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam
penerimaan terhadap situasi amputasi.
Rasional : Strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri.

Pos Operastif

DX I : Nyeri b/d sensasi fantom , insisi bedah sekunder terhadap amputasi.

Karakteristik penentu :
- Menyatakan nyeri.
- Merintih, meringis.
Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan nyeri hilang.
- Ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
• Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi panthom limb atau dari luka insisi.
Rasional : Sensasi panthom limb memerlukan waktu yang lama untuk sembuh
daripada nyeri akibat insisi.
• Bila terjadi nyeri panthom limb, Beri analgesik (kolaboratif).
Rasional : Untuk menghilangkan nyeri.
• Ajarkan klien memberikan tekanan lembut dengan menempatkan puntung pada
handuk dan menarik handuk dengan berlahan.
Rasional : Mengurangi nyeri akibat nyeri panthom limb.
DX II : Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder
terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.
- Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.
- Depresi.
Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
- Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
Intervensi :
• Validasi masalah yang dialami klien.
Rasional : Meninjau perkembangan klien.
• Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung menggunakan
putung : perawatan luka, mandi, menggunakan pakaian.
Rasional : Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra
tubuh.
• Berikan dukungan moral.
Rasional : Meningkatkan status mental klien.
• Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri.
Rasional : Memfasilitasi penerimaan terhadap diri.
DX III : Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemorragi, kontraktur, emboli
lemak berhubungan dengan amputasi
Karakteristik penentu :
- Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria evaluasi : tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.
Intervensi :
• Lakukan perawatan luka adekuat. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.
• Pantau masukan dan pengeluaran cairan. Rasional : Menghindari resiko
kehilangan cairan dan resiko terjadinya perdarahan pada daerah amputasi.
• Pantau tanda-tanda vital tiap 4 jam. Rasional : Sebagai monitor status
hemodinamik.
• Pantau kondisi balutan tiap 4-8 jam. Rasional : Indikator adanya perdaraham
masif.
• Monitor pernafasan. Rasional : Memantau tanda emboli lemak sedini mungkin.
• Persiapkan oksigen. Rasional : Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-waktu
dperlukan untuk tindakan yang cepat.
• Pertahankan posisi flower atau tetap tirah baring selama beberapa waktu. Rasional
: Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan atau memudahkan pernafasan.
Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :
1. Melakukan perawatan luka postoperasi, diantaranya mengganti balutan dan
melakukan inspeksi luka.
2. Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese yang digunakan
telah tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan -1 tahun).
3. Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri seperti memberi dukungan
psikologis, memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas dengan kondisi saat ini.
4. Mencegah kontraktur, Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada
daerah amputasi segera setelah pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi,
Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna untuk
meningkatkan kekuatan untuk penggunaan protese, menghindari terjadinya
kontraktur.
5. Aktivitas perawatan diri, diantaranya Diskusikan ketersediaan protese (dengan terapis
fisik, ortotis), Mengajari klien cara menggunakan dan melepas protese, Menyatakan
bahwa klien idealnya mencari bantuan/superfisi dari tim rehabilitasi kesehatan selama
penggunaan protese, Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus, Mengajarkan cara
mengkaji adanya gangguan kulit akibat penggunaan protese.

DX IV : Kerusakan integritas kulit yang b/d amputasi bedah.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Klien dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.

· Jangka Pendek :

- Kulit bersih dan kelembaban cukup.

- Kulit tidak berwarna merah.

- Kulit pada bokong tidak terasa ngilu.

b. Intervensi :
1.) Kerjasama dengan keluarga untuk selalu menyediakan sabun mandi saat
mandi.

Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan kuman


dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.

2.) Pelihara kebersihan dan kerapihan alat tenun setiap hari.

Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko kerusakan
kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.

3.) Anjurkan pada klien untuk merubah posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam sekali

Rasional : Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat


menyebabkan iritasi.

DX V :Kurang perawatan diri : makan, mandi, berpakai, berdandan, yang b/d


kehilangan bagian tubuh

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.

· Jangka Pendek :

- Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.


- Kuku pendek dan bersih.
- Rambut bersih dan rapih
- Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih
- Klien mengatakan merasa nyaman.

b. Intervensi :

1.) Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat
mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.
Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi maka akan
mendorong kemandirian klien dalam hal perawatan dan melakukan aktivitas.
2.) Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.

Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan memotong kuku
maka kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.

3.) Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti pakaiannya
setiap hari.

Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan memberikan


rasa nyaman klien.

DX VI :Gangguan mobilitas fisik yang b/d kehilangan ekstremitas.

a. Tujuan :
· Jangka Panjang : Mobilisasi fisik terpenuhi.
· Jangka Pendek :
- Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.
- Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.
- ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.
- Klien dapat melakukan ambulasi.
b. Intervensi :
1.) Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur
pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan
persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan
aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
2.) Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.
Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara
pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.
3.) Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan
kursi roda.
Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan
menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan
juga untuk memenuhi aktivitas klien.
4.) Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodik
Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya
kontraktur.
5.) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.
Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk
dan turun dari tempat tidur.

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan

kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup

besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.


Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi

klien sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk memcapai

tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegagkkan

untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan

psikologis akibat amputasi.

SARAN

Mengingat askep ini merupakan askep pelayanan kompleks diharapkan kepada tenaga
keperawatan benar-benar mempelajari dan menjalankan manajemen keperawatan
yang sesuai untuk membantu klien secara menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA

Asep Setiawan, SKp, et all, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.

Schwartz Stures dan Spencer, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah,

Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi Indonesia,

EGC, Jakarta.

Brunner, Lillian S; Suddarth, Doris S ( 1986 ), Manual of Nursing Practice, 4th edition, J.B.

Lippincott Co. Philadelphia.

Reksoprodjo, S; dkk ( 1995 ), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara, Jakarta

Doengoes, Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.EGC : Jakarta.
R. Sjamsuhidayat dan Wim de jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Swearingan, Pamela. L (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai