Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Footner (1992), mengemukakan 60% amputasi dilakukan pada klien dengan usia diatas
60 tahun dan umumnya akibat iskemia (kematian jaringan) atau akibat penyakit vascular perifer
progresif (sering sebagai gejala sisa diabetes militus), gangren, trauma, (cedera,remuk dan luka
bakar) dan tumor gamas. Dari semua penyebab tadi penyakit vascular parifer merupakan
penyebab yang tertinggi amputasi pada ekstremitas bawah.
Kehilangan ekstremitas atas memberikan masalah yang berbeda bagi pasien dari pada
kehilangan ekstremitas bawah karena ekstremitas atas mempunyai fungsi yang sangat
spesialistis. Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastis dan
digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau
memperbaiki kwalitas hidup pasien.
Bila tim perawat kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif maka pasien akan
lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana
rehabilitasi. Karena kehilangan ektremitas memerlukan penyesuaian besar. Presepsi pasien
mengenai amputasi harus di pahami oleh tim perawat kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri
dengan adanya perubahan citra diri permanen, yang harus diselaraskan sedemikian rupa sehingga
tidak akan menimbulkan harga diri rendah pada pasien akibat perubahan citra tubuh.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan amputasi?
2. Apa saja faktor predisposisi Amputasi?
3. Bagaimanana metode Amputasi?
4. Apa saja jenis-jenis Amputasi?
5. Bagaimana Manifestasi klinik Amputasi?
6. Bagaimana Pemeriksaan diagnostik Amputasi?
7. Bagaimana Pencegahan Amputasi?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Amputasi?
9. Bagaimana Komplikasi Amputasi?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Amputasi?

1
C. Tujuan
Untuk mengetahui konsep dasar amputasi dan asuhan keperawatan pada pasien amputasi.

2
BAB II
TINJAUN TEORI
A. Pengertian
Amputasi berasal dari kata “amputare“ yang kurang lebih diartikan “pancung“.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh
bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan
terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat
diperbaiki dengan menggunakan tekhnik lain atau manakala kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat
menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan
beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persarafan, sistem muskuloskeletal dan
sisem cardiovaskuler.
Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha) dan embel –
embel tubuh (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan (kedaruratan medik. 2000)
Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma, penyakit, tumor
atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum diperbaiki kembali untuk
memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan protetik (Standart Perawatan Pasien Vol.
3. 1998)
B. Patofisiologi
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari amputasi anggota

gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit pembuluh darah perifer adalah hipertensi,

diabetes, hiperlipidemia. Penderita neuropati perifer terutama klien dengan diabetes melitus

mempunyai resiko untuk amputasi. Pada neuropati perifer biasanya kehilangan sensor untuk

merasakan adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya luka dapat infeksi dapat menyebabkan

terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan amputasi.

Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya amputasi di

indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau kecelakaan penggunaan mesin

saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada orang dewasa namun presentasinya lebih

3
sedikit dibanding dengan kalangan muda. Amputasi di indikasikan bagi klien dengan gangguan

aliran darah baik akut maupun kronis. Pada situasi trauma akut, dimana anggota tubuhnya

terputus sebagian atau seluruhnya akan mengalami kematian jaringan. Walaupun replantasi jari,

bagian tubuh yang kecil, atau seluruh anggota tubuh sukses. Pada proses penyakit

kronik,sirkulasi mengalami gangguan sehingga terjadi kebocoran protein pada intersisium

sehingga terjadi edema. Edema menambah resiko terjadinya cedera dan penurunan sirkulasi.

Ulkus yang ada menjadi berkembang karena terinfeksi yang disebabkan oleh menurunnya

kekebalan yang membuat bakteri mudah berkembangbiak. Infeksi yang terus bertumbuh

membahayakan sirkulasi selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan dibutuhkan tindakan

amputasi (LeMone, 2011).

Selain dari data diatas, penyebab atau faktor predisposisi terjadinya amputasi diantaranya

ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yangt tidak mungkin dapat diperbaiki,

kehancuran jaringan kuli yang tidak mungkin diperbaiki, gangguan vaskuler/sirkulasi pada

ekstremitas yang berat, infeksi yang berat atau berisiko tinggi menyebar ke anggota tubuh

lainnya, ada tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif, deformitas organ

(Bararah dan Jauhar, 2013).

Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi amputasi selektif/terencana

diamana amputasi ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penangan yang

terus menerus, biasanya dilakukan sebagai salah satu tindakan terakhir, sedangkan amputasi

akibat trauma tidak direncanakan. Amputasi darurat merupakan tindakan yang memerlukan kerja

yang cepat, seperti pada trauma multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

Menurut jenisnya amputasi dibagi menjadi dua macam, yaitu amputasi jenis terbuka dan

tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan tulang

4
dan otot pada tingkat yang sama sedangkan amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang

lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan

memotong kurang lebih 5 centimeter dibawah potongan otot dan tulang.

Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan

dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor peredaran darah pada bagian

itu dan kegunaan fungsional (sesuai kebutuhan protesis).

Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam gaya jalan

dan keseimbangan. Amputasi syme (memodifikasi amputasi disartikulasi pergelangan kaki)

dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan ekstremitas yang bebas

nyeri dan kuat dan dapat menahan beban berat badan penuh. Amputasi dibawah lutut lebih

disukai dibanding amputasi diatas lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan energi

untutk berjalan. Dengan mempertahankan lututbagi lansia antara ia bisa berjalan dengan alat

bantu dan atau bisa duduk di kursi roda. Diartikulasi sendi lutut paling berhasil pada klien muda,

aktif yang masih mampu mengembangkan kontrol yang tepat sebanyak mungkin panjangnya,

otot dibentuk dan distabilkan, dan disupervisi pinggul dapat dicegah untuk potensi supervise

maksimal. Bila dilakukan amputasi disartikulasikan sendi pinggul kebanyakan orang akan

tergantung pada kursi roda untuk mobilisasinya.

Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional maksimal.

Protesis segera diukur dengan fungsinya bisa maksimal (Bararah dan Jauhar, 2013).

Perdarahan infeksi, dan kerusakan integritas kulit merupakan komplikasi amputasi.

Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi massif.

Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan, dengan perdaran darah yang buruk atau adanya

5
kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi

penggunaan prosthesis (Lukman dan Ningsih, 2009).

PATOFISIOLOGI
Kecelakaan lalu lintas

Fraktur

Defisit pengetahuan Penanganan yang salah

Informasi Nekrosis jaringan

Gas ganggren

terputusnya kontinuitas tlg otot saraf amputasi

hilang organ luka pasca amputasi

gangguan citra diri invasi bakteri infeksi

inflamasi kalor, rubor, dolor

saraf terputus vasokontriksi dilatasi histamine, bradikinin

ujung saraf makrofag, leukosit menekan saraf

merangsang hipotalamus menempel pada jaringan luka Nyeri

persepsi nyeri pus yang purulen

phantom limb

pasang stump

gangguan mobilitas fisik

6
C. Penyebab/faktor Predisposisi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :

1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki

2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki


3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif
6. Deformitas organ
7. Trauma

D. Metode Amputasi
Amputasi dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan metode :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang
mengembang atau berat. Dimana pemotongan dilakukan pada tingkat yang sama. Bentuknya
benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah
tidak terinfeksi.
2. Metode tertutup. Dilakukan dalam kondisi yang lebih mungkin. Pada metode ini kulit tepi
ditarik atau dibuat skalf untuk menutupi luka, pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah
yang diamputasi.

E. Jenis Amputasi
a. Amputasi guillotine
Amputasi ini dilakukan pada saat darurat jika penyembuhan primer luka tidak mungkin
berlangsung karena kontaminasi atau infeksi berat
b. Amputasi definitive
Amputasi hanya dilakukan pada kasus anggota badan yang sudah hancur
Menurut Tempat Amputasi :
a) Amputasi pada superior
1. Jari tangan
2. Setinggi / sekitar pergelangan tangan (amputasi transkarpal)

7
3. Lengan bawah
1) Bagian distal
2) 1/3 proksimal
4. Lengan atas
5. Daerah suprakondiler
6. Daerah proksimal suprakondiler
1) Bahu
b) Amputasi pada ekstremitas inferior
1.      Paha
2.      Lutut
3.      Kaki
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif / rencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat
penanganan yang baik serta terpantau secra terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai
salah satu tindakan alternatif terakhir.
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.
Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki
kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan
patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada pasien dengan post operasi amputasi
antara lain :
1.   Nyeri akut
2. Keterbatasan fisik
3. Pantom syndrome

8
4. Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman
5. Adanya gangguan citra tubuh, mudah marah, cepat tersinggung, pasien cenderung berdiam
diri

G. Pemeriksaan Diagnostik
a) Foto Rontgen : Untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
b) CT Scan : Mengidentifikasi lesi neopalstik, osteomfelitis, pembentukan hematoma
c) Angiografi dan pemeriksaan aliran darah : Mengevaluasi perubahan sirkulasi /
perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensial penyembuhan jaringan
setelah amputasi
d) Kultur luka : Mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
e) Biopsy : Mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna
f) Led : Peninggian mengidentifikasi respon inflamasi
g) Hitung darah lengkap / deferensial : Peninggian dan perpindahan ke kiri di duga
proses infeksi

H. Pencegahan
1. Mengajarkan klien tentang hidup sehat
2. Pemeriksaan kesehatan teratur untuk deteksi penyakit diabetes melitus, dan
mengajarkan perawatan kaki
3. Memberitahu kebiasaan berkendara yang aman
4. Memberitahu tentang penggunaan mesin industri dengan prinsip K-3

I. Penatalaksanaaan
a. Tingkatan Amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat
mencapaipenyembuhandengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasar dua fakor:
peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (mis. Sesuai kebuuhan protesis).
Status peredaran darah ekstremitas dievaluasi melalui pemeriksaan fisik dan uji dan uji
tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat penting untuk penyembuhan. Floemetri doppler,
penentuan tekanan darah segmental, dan tekanan parsial oksigen perkutan (PaO2)

9
merupakan uji yang sangat berguna. Angiografi dilakukan bila revaskularisasi
kemungkinan dapat dilakukan.
Tujun pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin tujuan ekstremitas
konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut dan siku adalah
pilihan yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi dapat dipasangi prostesis.
Kebutuhan energi dan kebutuhan kardiovaskuler yang ditimbulkannya akan meningkat
dan menggunakan kursi roda ke prostesis ke tongkat tanpa protesis. Maka pemantauan
kardiovaskuler dan nutrisi yang keaet sangat penting sehingga batas fisiologis dan
kebutuhan dapats seimbang.
Amputasi jari kaki dan sebagaian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam gaya
berjalan dan keseimbangan. Amputasi syme (modifikasi amputasi disartikulasi
pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan
ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan yang dapat menahan beban berat badan penuh.
Amputasi bawah luut lebih disukai daripada di atas lutut karena peningnya sendi lutut dan
kebutuhan energi untuk berjalan. Dengan mempertahankan lutut sangat berarti bagi
seorang lansia antara ia bisa berjalan dengan alat bantu dan hanya bisa duduk di kursi roda.
Disartikulasi sendi lutut paling berhasil pada pasien muda, aktif yang masih mampu
mengembangkan kontrol yang tepat terhadap prostesis. Bila dilakukan amputasi atas lutut,
pertahankan sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan, dan kontraktur
pinggul dapat dicegah untuk potensial ambulasi maksimal. Bila dilakukan amputasi
disartikulasi sendi pinggul, kebanyakan orang akan tergantung pada kursi roda untuk
mobilitasnya.
Amputasi ektremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional
maksimal. Prostesis segera diukur agar fungsinya bisa maksimal.
b. Penatalaksanaan Sisa Tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa
tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kuli yang sehat untuk penggunaan
prosteis. Lansia mungkin mengalami kelambatan penyembuhan luka karena nutrisi yang
buruk dan masalah kesehatan lainnya. Penyembuhan dipercepat dengan penanganan
lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres

10
lunak atau rigid dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka unuk menghindari
infeksi.
a) Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah
penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang
ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan
untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol
nyeri dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan
dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian dibalut dengan
gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang merata. Hati-hati
jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi
peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara diganti.

b) Balutan lunak.
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi
berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan
pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk
meminimalkan infeksi.
c) Amputasi Bertahap
Amputasi  bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama
dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis.
Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah
terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan penutupan kulit.
d) Protesis.
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat
dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien
menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan setelah
satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah proteis
sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti bagian

11
ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi, temasuk
defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat dicapai.
Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan
miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps.
Pasien yang memerlukan amputasi biasanya mudah dengan trauma ekstremitas berat
atau manula dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda umumnya sehat, sembuh
dengan cepat, dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi segera. Karena amputasi
sering merupakan akibat dari cedera, pasien memerlukan lebih banyak dukungan
psikologis untuk menerima perubahan mendadak citra diri dan menerima stres akibat
hospitalisasi,rehabilitasi jangka panjang dan penyesuaiaan gaya hidup. Pasien ini
memerlukan waktu untuk mengatasi perasaan mereka mengenai kehilangan permanen.
Reaksi mereka susah diduga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan bermusuhan.
Sebaliknya, lansia dengan penyakit vascular perifer sering mengidap masalah
kesehatan lain, termasuk diabetes militus dan arterosklerosis. Amputasi terapeutik untuk
kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan pasien dari nyeri, disabilitas
dan ketergantungan. Pasien ini biasanya sudah siap mengatasi perasaannya dan siap
menerima amputasi. Adapun pengaruh dari amputasi yaitu :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan imobilisasi maka akan menyebabkan penekanan
pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga sehingga
menurunkan kecepatan metabolismebasal.
2. System musculoskeletal
Terjadi penurunan kekuatan otot. Dengan adanya imobilisasi dan gangguan
system vaskuler memungkinkan supali O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan
demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu.
3. System integument
Tirah baring yang lama dapat mengakibatkan tubuh bagian bawah seperti
punggung dan bokong akan tertekan akibat tirah baring lama sehingga terjadi penurunan
suplai darah dan nutrisi kejaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia,
hyperemis, dekubitus dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit
dimasase untuk meningkatkan supali darah.

12
J. Perawatan Pasca Amputasi
1. Pasang balut steril, tonjolan – tonjolan hilang di balut tekan. Pemasangan perban
elastic harus hati – hati jangan sampai terjadi kontriksi puntung diproksimalnya
sehingga distalnya iskemik
2. Meninggikan puntung dengan mengangkat kaki jangan di tahan dengan bantal, sebab
dapat menjadikan fleksi kontraktur pada paha dan lutut
3. Luka ditutup, drain diangkat setelah 48 – 72 jam sedangkan puntung tetap dibalut
tekan, angkat jahitan hari ke 10 – 14
4. Amputasi bawah lutut tidak boleh menggantung di pinggir tempat tidur / berbaring /
duduk lama dengan fleksi lutut
5. Amputasi di atas lutut jangan diasang bantal diantara paha / membiarkan abduksi
puntung / menggantungnya waktu jalan dengan kruk untuk mencegah kontraktur lutut
dan paha
6. Latihan – latihan, 1 hari pasca bedah atau sesegera mungkin berjalan dengan kruk,
puntung baru dilepas balutannya setelah benar – benar sembuh 

K. Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Karena ada
pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi merupakan infeksi
pada semua pembedahan; dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi
traumatika, resiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat prostesis
dapat menyebabkan kerusakan kulit

13
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN AMPUTASI

A.      Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan Utama: Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan gangguan
neurosensory
3. Riwayat kesehatan Masa Lalu: kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi, trauma dan
fraktur), cara penanggulangan dan penyakit (diabetes melitus)
4. Riwayat kesehatan sekarang: kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala
(tiba tiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan cara penanggulangan.
5. Pemeriksaan Fisik: keadaan umum dan kesadaran, keadaan integumen (kulit dan
kuku), kardiovaskuler (hipertensi dan takikardia), neurologis (spasme otot dan kebas
atau kesemutan), keadaan ekstremitas, keadaan rentang gerak dan adanya kontraktur,
dan sisa tungkai (kondisi dan fungsi).
6. Riwayat Psikososial: reaksi emosional, citra tubuh, dan sistem pendukung
7. Pemeriksaan diagnostik: rontgen (lokasi/luas), Ct scan, MRI, arteriogram, darah
lengkap dan kreatinin.
8. Pola kebiasaan sehari-hari: nutrisi, eliminasi, dan asupan cairan.
9. Aktifitas / Istirahat
Gejala : keterbatasan actual / antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi / amputasi
10. Integritas Ego
Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situsi financial, reaksi orang
lain, perasaan putus asa, tidak berdaya
Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, menarik diri, keceriaan semu
11. Seksualitas
Gejala : masalah tentang keintiman hubungan
12. Interaksi Sosial
Gejala : masalah sehubungan dengan kondisi tentang peran fungsi, reaksi orang lain

14
B. Diagnosa Keperawatn
No. Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1. Gangguan Citra 1. Citra Tubuh Observasi
Tubuh berhubungan - Verbalisasi perasaan negative - Identifikasi
dengan Perubahan tentang perubahan tubuh harapan citra
Struktur Bentuk tubuh menurun tubuh
(Amputasi) - Verbalisasi kekhawatiran pada berdasarkan
penolakan/reaksi orang lain tahap
menurun perkembangan
- Verbalisasi perubahan gaya - Identifikasi
hidup menurun budaya,
- Menyembunyikan bagian agama, jenis
tubuh berlebihan menurun kelamin, dan
- Menunjukkan bagian tubuh umur terkait
berlebihan menurun citra tubuh
- Fokus pada bagian tubuh yang

menurun mengakibatka

- Fokus pada penampilan masa n isolasi social

lalu menurun - Identifikasi

- Fokus pada kekuatan masa lalu perubahan

menurun citra tubuh

2. Harga diri yang

- Penilaian diri positif mengakibatka

meningkat n isolasi social

- Perasaan memiliki kelebihan - Monitor

atau kemampuan positif frekuesi

meningkat pernyataan

- Penerimaan penilaian positif kritik terhadap


diri sendiri
terhadap diri sendiri meningkat
- Berjalan menampakkan wajah - Monitor

15
- Postur tubuh menampakkan apakah pasien
wajah bias melihat
- Konsentrasi meningkat bagian tubuh
- Tidur membaik yang berubah

- Kontak mata membaik Terapeutik

- Gairah aktifitas meningkat - Diskusikan

- Perasaan malu menurun perubahan


tubuh dan
- Perasaan tidak mampu
fungsinya
melakukan apapun menurun
- Diskusikan
-
perbedaan
penampilan
fisik terhadap
harga diri
- Diskusikan
perubahan
akibat
pubertas,
kehamilan dan
penuaan
- Diskusikan
kondisi stress
yang
mempengaruhi
citra tubuh
(mis.luka,
penyakit,
pembedahan)
- Diskusikan
cara
mengembangk

16
an harapan
citra tubuh
secara realistis
- Diskusikan
persepsi
pasien dan
keluarga
tentang
perubahan
citra tubuh
Edukasi
- Jelaskan pada
keluarga
tentang
perawatan
perubahan
citra tubuh
- Anjurkan
mengungkapk
an gambaran
diri terhadap
citra tubuh
- Anjurkan
menggunakan
alat bantu
(mis. Pakaian,
wig, kosmetik)
- Anjurkan
mengikuti
kelompok
pendukungan

17
(mis.
Kelompok
sebaya)
- Latih fungsi
tubu yang
dimiliki
- Latih
peningkatan
penampilan
diri (mis.
Berdandan)
- Latih
pengungkapan
kemampuan
diri kepada
orang lain
maupun
kelompok.
2. Nyeri akut 1. Tingkat Nyeri Observasi
berhubungan dengan - Keluhan nyeri menurun - Identifikasi
agen pencedera fisik - Meringis menurun lokasi,
(amputasi) - Gelisah menurun karakteristik,

- Kesulitan tidur menurun durasi,

- Berfokus pada diri sendiri frekuensi,

menurun kualitas,

- Perasaan depresi (tertekan) intensitas

menurun nyeri

- Perasaan takut mengalami - Identifikasi

cedera berulang menurun skala nyeri

- Frekuensi nadi membaik - Identifikasi


respons nyeri
- Pola napas membaik

18
- TD membaik non verbal
2. Kontrol Nyeri - Identifikasi
- Dapat melaporkan nyeri factor yang
terkontrol memperberat
- Keluhan nyeri menurun dan
3. Tingkat Cedera memperingkan
- Toleransi aktivitas meningkat nyeri

- Kejadian cedera menurun - Identifikasi

- Perdarahan menurun pengetahuan

- Ekspresi wajah kesakitan dan keyakinan


tentang nyeri
menurun
- Identifikasi
- Gangguan mobilitas menurun
pengaruh
budaya
terhadap
respon nyeri
- Identifikasi
respon nyeri
pada kualitas
hidup
- Monitor
keberhasilan
terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
- Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik

19
- Berikan teknik
nonfarmakolo
gis untuk
mengurangi
rasa nyeri
(mis. TENS,
hypnosis,
akupresur,
terapi music,
biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi,
teknik imjinasi
terbimbing
,kompres
hangat/dingi,
terapi
bermain)
- Control
lingkungan
yang
memperberat
rasa nyeri
(mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitas
istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan

20
jenis dan
sumber nteri
dalan
pemilihan
strategi
meredakan
nyeri
Edukasi
- Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan
stategi
meredakan
nyeri
- Anjurkan
memonitor
nyeri secara
mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik
secara tepat
- Anjurkan
teknik
nonfarmakolo
gis untuk
menggurangi
nyeri
kolaborasi

21
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
3. Gangguan Mobilitas 1. Mobilitas Fisik Observasi
Fisik berubungan - Pergerakan ekstremitas - Identifikasi
dengan Kerusakan meningkat adanya nyeri
Integritas Struktur - Kekuatan otot meningkat atau keluhan
Tulang - Rentang gerak (ROM) fisik lainnya
meningkat - Identifikasi
- Kelemahan fisik menurun toleransi fisik
- Kecemasan menurun melakukan

2. Keseimbangan ambulasi

- Kemampuan duduk tanpa - Monitor

sandaran meningkat frekuensi

- Kemampuan bangkit dari jantung dan

posisi duduk meningkat tekanan darah

- Kemampuan saat berdiri sebelum

meningkat memulai

- Kemampuan saat berjalang ambulasi

meningkat - Monitor

- Pusing menurun kondisi umum


selama
- Tersandung menurun
melakukan
- Perasaan bergoncang menurun
ambulasi
3. Koordinasi Pergerakan
Terapeutik
- Kontrol gerakan meningkat
- Fasilitas
- Keseimbangan gerakan
aktivitas
meningkat
ambulasi
- Kram otot menurun
dengan alat
- Kecepatan gerakan membaik
bantu (mis.

22
- Tegangan otot menurun Tongkat, kruk)
- Fasilitas
melakukan
mobilitas fisik,
jika perlu
- Libatkan
keluarga untuk
membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi
- Jelaskan
tujuan dan
prosedur
ambulasi
- Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
- Ajarkan
ambulasi
sederhana
yang harus
dilakukan
(mis. Berjalan
dari tempat
tidur ke kursi
roda, berjalan
dari tempat
tidur ke kamar
mandi,

23
berjalan sesuai
toleransi)
4. Resiko Infeksi 1. Tingkat Infeksi Observasi
- Kebersihan tangan meningkat - Monitor tanda
- Kebersihan badan meningkat dan gejala
- Cairan berbau busuk menurun infeksi local

- Nyeri menurun dan sistemik

- Bengkak menurun Terapeutik

- Drainase purulent menurun - Batasi jumlah

2. Integritas kulit dan jaringan pengunjung

- Nyeri menurun - Berikan


perawatan
- Perdarahan menurun
kulit pada area
- Nekrosis menurun
edema
- Hematoma menurun
- Cuci tangan
- Suhu kulit membaik
sebelum dan
sesudah
kontak dengan
pasien dan
lingkungan
pasien
- Pertahankan
teknik aseptic
pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan dan
tanda gejala
infeksi
- Ajarkan cara
mencuci

24
tangan dengan
benar
- Anjarkan etika
batuk
- Ajarkan cara
memeriksa
kondisi luka
dan luka
operasi
- Anjurkan
meningkatkan
meningkatan
asupan nutrisi
- Anjurkan
meningkatan
asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
imuniasasi,
jika perlu
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh
bagian ekstremitas. Selain ketidakmampuan fisik, perawat perlu juga mengetahui aspek
psikososial yang ditimbulkan karena aspek tersebut lebih sering dijumpai. Amputasi akan
mengubah gambaran tubuh dan harga diri. Proses selanjutnya dapat diikuti melalui proses
kehilangan.
Indikasi utama bedah amputasi, yaitu:
1.   Iskemia akibat penyakit vaskular progresif (klien arteriosklerosis, diabetes melitus)

25
2.Trauma berat akibat perang, kecelakaan kendaraan bermotor (cedera remuk), cedera
termal, luka bakar, tumor, infeksi (gangren, osteomieliis kronis) dan kelainan kongenital.
Tindakan amputasi dilakukan pada bagian kecil sampai bagian besar tubuh. Metodenya
terbuka dan tertutup. Teknik terbuka dilakukan pada klien dengan infeksi yang mengembang,
kemudian dipasang drainase agar kulit bersih. Kulit ditutup setelah infeksi teratasi (sembuh).
Teknik tertutup, kulit penutup ditarik sampai ke bagian yang diamputasi tertutup oleh kulit.
Tindakan amputasi meliputi:
1. Ekstremitas bawah. Kehilangan semua atau sebagian dari jari-jari kaki akan mempengaruhi
keseimbangan menekan waku berjalan. Makin besar tingkatan amputasi, makin besar energi
yang diperlukan untuk mobilisasi.
2. Ekstremitas atas. Kehilangan ekstremitas atas menimbulkan masalah yang spesifik, dandapat
mengenai tubuh bagian kiri atau kanan. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperi
makan, minum, mandi berpakaian, dan mengendarai mobil. Pertahankan bagian yang masih
dapat berfungsi dengan baik. Amputasi ekstremitas atas jarang terjadi.
Komplikasi dari amputasi meliputi perdarahan, infeksi, nyeri, nyeri fantom puntung, neuroma
dan fleksi kontraktur.
Kehilangan ekstremitas memerlukan penyesuaian besar. Persepsi pasien mengenai amputasi
harus dipahami oleh tim perawatan kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri dengan adanya
perubahan citra diri permanen, yang harus dieselaraskan sedemikan rupa sehingga tidak akan
menghilangkan rasa diri berharaga. Mobilitas atau kemampuan fisik untuk melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari berubah dan pasien perlu belajar bagaimana menyesuaikan aktivitas dan
lingkungan untuk mengakomodasikan diri dengan penggunaan alat bantu dan bantuan mobilitas.
Tim rehabilitasi bersifat multidisiplin (pasien, perawat, dokter, pekerja sosial, psikologis, ahli
prostesis, pekerja rehabilitasi vokasional) dan membantu pasien mencapai derajat fungsi tertinggi
yang mungkin dicapai dan parisipasi dalam aktivitas hidup.

26
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddath,2002, Buku Keperawatan Medikal Bedah, edisi 3, Jakarta;EGC

Doesngoes E Marlyin, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk


perencanaan. Yakarta : EGC

Pearce, C Evelyn,2000. Anatomi Fisiologi Untuk Para Medis, Jakarta: EGC

Syaifudin,2000. Anatomi Fisiologi Untuk Maasiswa Keperawatan, Jakarta: EGC

Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar diagnosa keperawatan indonesia. Jakarta:
DPP PPNI

27
Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar luaran keperawatan indonesia. Jakarta: DPP
PPNI

Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar intervensi keperawatan indonesia. Jakarta:
DPP PPNI

28

Anda mungkin juga menyukai