Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

AMPUTASI DIGITI 3 SINISTRA

Disusun Oleh :

DETALIA APRIANI
2023207209041

PROGAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

AMPUTASI DIGITI 3 SINISTRA

A. KONSEP MEDIS

1. Pengertian

Amputasi berasal dari kata “amputare” yang berarti “pancung”. Bararah


dan Jauhar (2022) menyatakan bahwa “amputasi adapat diartikan sebagai
tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas.
Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan
terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak
mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala
kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau
merusak organ tubuh yang lain seperti timbulnya komplikasi infeks”.

Adapun pengertian amputasi menurut LeMone (2021) Amputasi adalah


pemotongan sebagian atau seluruh dari anggota ekstremitas. Amputasi
merupakan tidakan dari proses yang akut, seperti kejadian kecelakaan atau
kondisi yang kronik, misalnya penyakit pembuluh perifer, diabetes mellitus.

Hal yang sama diungkapkan juga oleh Lukman dan Ningsih (2021),
amputasi adalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian
anggota tubuh/gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan
peredaran darah, osteomeilitis, dan kanker tulang melalui proses pembedahan.

2. Etiologi/faktor risiko

Penyebab amputasi adalah kelainan ekstremitas yang disebabkan


oleh penyakit DM, Gangren, cedera, dan tumor ganas. Tindakan amputasi
dapat dilakukan pada kondisi :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6. Deformitas organ.

3. Patofisiologi

Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari


amputasi anggota gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit
pembuluh darah perifer adalah hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita
neuropati perifer terutama klien dengan diabetes melitus mempunyai resiko
untuk amputasi. Pada neuropati perifer biasanya kehilangan sensor untuk
merasakan adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya luka dapat infeksi dapat
menyebabkan terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan amputasi.

Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya
amputasi di indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau
kecelakaan penggunaan mesin saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada
orang dewasa namun presentasinya lebih sedikit dibanding dengan kalangan
muda. Amputasi di indikasikan bagi klien dengan gangguan aliran darah baik
akut maupun kronis. Pada situasi trauma akut, dimana anggota tubuhnya
terputus sebagian atau seluruhnya akan mengalami kematian jaringan.
Walaupun replantasi jari, bagian tubuh yang kecil, atau seluruh anggota tubuh
sukses. Pada proses penyakit kronik,sirkulasi mengalami gangguan sehingga
terjadi kebocoran protein pada intersisium sehingga terjadi edema. Edema
menambah resiko terjadinya cedera dan penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada
menjadi berkembang karena terinfeksi yang disebabkan oleh menurunnya
kekebalan yang membuat bakteri mudah berkembangbiak. Infeksi yang terus
bertumbuh membahayakan sirkulasi selanjutnya dan akhirnya memicu gangren,
dan dibutuhkan tindakan amputasi (LeMone, 2021).
Selain dari faktor diatas, penyebab atau faktor predisposisi terjadinya
amputasi diantaranya ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yang
tidak mungkin dapat diperbaiki, kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin
diperbaiki, gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat, infeksi
yang berat atau berisiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya, ada tumor
pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif, deformitas organ
(Bararah dan Jauhar, 2019).

Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi amputasi


selektif/terencana diamana amputasi ini dilakukan pada penyakit yang
terdiagnosis dan mendapat penangan yang terus menerus, biasanya dilakukan
sebagai salah satu tindakan terakhir, sedangkan amputasi akibat trauma tidak
direncanakan. Amputasi darurat merupakan tindakan yang memerlukan kerja
yang cepat, seperti pada trauma multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang
luas.

Menurut jenisnya amputasi dibagi menjadi dua macam, yaitu amputasi


jenis terbuka dan tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi
yang berat dimana pemotongan tulang dan otot pada tingkat yang sama
sedangkan amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih
memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat
dengan memotong kurang lebih 5 cm dibawah potongan otot dan tulang.
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor
peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (sesuai kebutuhan
protesis).
Pathway
4. Manifestasi klinik

a. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah)


b. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf
yang dekat dengan permukaan.
c. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa
dengan keronitis.
d. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
e. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
f. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
g. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan

5. Pemeriksaan penunjang

1. Foto rontgen : Mengidentifikasi abnormalitas tulang.


2. Scan CT : Mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis,pembentukan
hematoma
3. LED : Mengindikasikan respons inflamasi
4. Kultur luka : Mengidentifikasi adanya luka / infeksi dan organisme
penyebab.
5. Biopsy : Mengkonfirmasikan diagnosa masa benigna / maligna.

6. Komplikasi

Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit.


Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat
menjadi masif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran
darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit
akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan protesis.
7. Penatalaksanaan

Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka


amputasi dan menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan
dengan kulit yang sehat. pada lansia mungkin mengalami kelembatan
penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya.
Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan yang lembut
terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan
kompres lunak (rigid) dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka
untuk menghindari infeksi.
1. Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang
dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus
direncanakan apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan
dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki
buatan. Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang
merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah
kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan dipasang
pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian dibalut dengan
gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang merata.
Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-
14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai
longgar harus segara diganti.
2. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila
diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai
imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol
dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.
3. Amputasi bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-
tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan
nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika
dalam beberapa hari infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan
amputasi definitife dengan penutupan kulit.
4. Protesis
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera
dapat dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah
membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis
darurat baru diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi,
untuk penyakit pembuluh darah proteis sementara diberikan setelah 4
minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang
hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek
faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat
dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan
dengan tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari
otot biseps dan triseps.

B. KONSEP PROSES KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
diagnosa medis, no register dan tanggal MRS.
2) Keluhan Utama
Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila
digerakkan.
3) Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.
4) Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
5) Riwayat Penyakit Keluarga.
Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit
fraktur / penyakit menular.

b. Pola – Pola Fungsi


1) Aktivitas/Istirahat
Gejala : keterbatasan actual atau antisipasi yang dimungkinkan oleh
kondisi/amputasi
2) Integritas ego
Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan, menarik diri,
keceriaan berdaya
Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial,
reaksi orang lain perasaan putus asa, tidak berdaya.
3) Seksualitas
Gejala : masalah tentang keintiman hubungan
4) Interaksi social
Gejala : masalah hubungan dengan penyakit atau kondisi.
A. Pengkajian Riwayat Kesehatan.
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang
mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya
penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit
paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.
B. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum
kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan
operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan
terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik
mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :

SISTEM TUBUH KEGIATAN


Integumen : Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat
Kulit secara umum. hidrasi.
Lokasi amputasi Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut
atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi
terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus
return.
Sistem Cardiovaskuler : Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan
Cardiac reserve pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator
Pembuluh darah fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian
terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai
adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik
dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.

C. Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual


Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian
pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan
terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang
akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi
terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri.
Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi
terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan
memperhatikan tingkat persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran
ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah
dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri,
pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran
dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara
seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan
tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti
terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan
klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu
sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang
terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk
melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre
operatif.
D. Diagnosa Keperawatan
 Pre Operasi
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma
saraf.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi otot
dan pergerakan akibat gangren.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan
perioperatif.
d. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan
kehilangan akibat amputasi.
 Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
sekunder terhadap amputasi.
b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah arteri/ vena
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu
makan/anoreksia.
d. Resiko kerusakan Integritas kulit b.d adanya dekubitus akibat tirah
baring lama.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot akibat
tirah baring lama post amputasi.
f. Kurang perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, berdandan
berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya salah satu
anggota badan akibat amputasi.
E. Intervensi Keperawatan
 Pre Operasi

No SDKI SLKI SIKI


.
1. Nyeri (akut) Setelah dilakukan Mandiri
berhubungan dengan asuhan Catat lokasi,
cedera fisik/jaringan keperawata1n. selama frekwensi dan
dan trauma saraf. 3x24 jam pasien dapat intensitas nyeri (skala 0-10).
mentoleransi nyeri Amati
-
dan nyeri berkurang. perubahan karakteristik
-
Dengan kriteria hasil: nyeri,
-
-Px. Tampak rileks misalnya kebas dan
Nadi: 60-100x/mnt kesemutan.
RR:16-24x/mnt 2. Tinggikan bagian yang sakit
TD:120/80mmHg dengan meninggikan tempat
Skala nyeri berkurang tidur atau bantal guling
0-2. sebagai
penyangga.

3. Tingkatkan
kenyamanan klien (rubah
posisi sesering mungkin, dan
beri pijatan punggung).
Dotong penggunaan teknik
4.
manajemen stres (napas
dalam, visualisasi).
Berikan pijatan lembut
pada sisa tungkai (puntung)
sesuai toleransi bila balutan
5.
telah dilepas.
Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
2. Kecemasan Setelah dilakukan1. Memberikan bantuan secara
- berhubungan dengan tindakan keperawatan fisik dan
kurang pengetahuan selama 3 jam pasien psikologis, memberikan
tentang kegiatan mampu mengontrol dukungan moral.
perioperatif. tingkat ansietasnya Menerangkan
serta mampu2. prosedur operasi
mengkomunikasikan dengan sebaik-
- perasaan negatifnya baiknya.
- dengan tepat. Dengan
Mengatur waktu khusus
- KH: 3.
dengan klien untuk
Nadi: 60-100x/mnt
berdiskusi tentang
- RR:16-24x/mnt
kecemasan
TD:120/80mmHg
klien.
Pasien tampak rileks
4. Bina hubungan saling percaya
dengan pasien dan keluarga
pasien.
5.
Kolaborasi: beri obat untuk
mengurangi ansietas sesuai
kebutuhan

3. Berduka Setelah dilakukan1. Anjurkan klien untuk


yang antisipasi asuhan keperawatan mengekspresikan perasaan
(anticipated griefing) selama 1x24 jam klien tentang dampak
berhubungan dengan mampu pembedahan pada gaya
kehilangan akibat mendemontrasikan hidup.
amputasi. kesadaran akan2. Berikan informasi yang
dampak pembedahan adekuat dan rasional tentang
pada citra diri dengan alasan pemilihan tindakan
KH: pemilihan amputasi.
Pasien menyadaridan Beri informasi bahwa amputasi
menerima kondisi3. merupakan tindakan
tubuhnya saat ini, untuk
pasien tampak tenang. memperbaiki kondisi klien dan
merupakan langkah awal
untuk menghindari
ketidakmampuan atau kondisi
yang lebih parah.
Fasilitasi untuk bertemu
dengan orang dengan amputasi
yang
telah berhasil dalam
penerimaan terhadap
situasi amputasi.
 Post Operasi

No SDKI SLKI SIKI


.
1. Gangguan rasa Setelah 1. Evaluasi nyeri :
nyaman: Nyeri dilakukanasuhan berasal dari sensasi
berhubungan dengan keperawatan selama panthom limb atau
insisi bedah sekunder 3x24 jam pasien dapat dari luka insisi. Bila
terhadap amputasi. mentoleransi nyeri terjadi nyeri panthom
-
dan nyeri berkurang. limb
-
Dengan kriteria hasil: 2. Ajarkan klien
-
-Px. Tampak rileks memberikan tekanan
-
Nadi: 60-100x/mnt lembut dengan
RR:16-24x/mnt menempatkan
TD:120/80mmHg puntung pada handuk
Skala nyeri berkurang dan menarik handuk
0-2. dengan berlahan.
3. Ajarkan teknik
distraksi relaksasi
untuk menanggulangi
nyeri.
4.
Beri analgesic
( kolaboratif )
2. Resiko tinggi Setelah Pantau tanda vital,
perubahan perfusi dilakuka1n. asuhan palpasi nadi perifer,
jaringan perifer keperawatan selama perhatikan kekuatan
berhubungan dengan 1x24 jam dan kesamaan.
penurunan aliran menunjukkan perfusi Lakukan pengkajian
darah arteri/ vena jaringan yang neurovascular
bai2k. dengan kriteria periodic misalnya
hasil:
Sianosis (-)
Suhu ekstermitas sensasi, gerakan, nadi,
hangat warna kulit dan suhu.
Denyut proksima3l. Inspeksi
dan perifer distal kuat balutan/drainase,
N: 60-100x/mnt perhatikan jumlah dan
Warna kulit karakteristik balutan.
normal. 4. Berikan tekanan
langsung pada sisi
perdarahan, bila
terjadi perdarahan
segera hubungi dokter.
5.
Evaluasi tungkai
bawah yang tidak
dioperasi dari adanya
inflamasi
6.
Kolaborasi
Berikan cairan
IV/darah sesuai order
Gunakan kaoskaki
antiembolitik untuk
kaki yang tidak
dioperasi.
Pantau pemeriksaan
laboratorium :
Hb/Ht
Pt/APTT.

3. Perubahan nutrisi Setelah dilakukan1. Berikan informasi


kurang dari kebutuhan asuhan keperawatan tentang kebutuhan
tubuh b.d penurunan selama 3x24 jam nutrisi dan bagaimana
nafsu kebutuhan nutrisi cara memenuhinya
makan/anoreksia. pasien terpenuhi2. Berikan asupan
dengan kriteria hasil: makanan dalam porsi
-rasa pahit di lidah(-) sedikit tapi sering
-sisa makanan (-) 3. Beri asupan makanan
-Bising Usus (-) tinggi kalori tinggi
-Konjungtiva dan protein
mukosa berwarna4. Kolaborasi dengan
merahmuda ahli gizi dalam
-annoreksia(-) menentukan
kebutuhan nutrisi
pasien untuk
memenuhi kebutuhan
nutrisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat A. Alimul Asis, 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta.

Penerbit Buku Kedokteran : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),

Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),

Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai