Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
1. Dwi Wahyuningrum
2. Muh Sahrul Hidayat
3. Nika setiana
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberi rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Amputasi” tanpa
ada suatu halangan apapun. Sholawat serta salam kita haturkan kepada junjungan nabi agung
Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di yaumul kiamah nanti, tak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada dosen sekaligus pembimbing mata kuliah KMB II yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun supaya teman-teman serta diri kami sendiri dapat mengetahui
dan memahami lebih mendalam mengenai amputasi. Penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, mohon kritik dan sarannya supaya menjadi lebih baik lagi.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amputasi adalah hilangnya sebagian alat gerak yang menyebabkan
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan aktivitas dalam derajat yang bervariasi,
tergantung dari bagianmana alat gerak yang hilang, usia, dan penanganan operasi
(untuk kasus kehilangan alat gerak yang disebabkan amputasi). Kehilangan alat gerak
tersebut dapat disebabkan berbagai hal, seperti penyakit, faktor cacat bawaan lahir,
ataupun kecelakaan. Operasi pengangkatan alat gerak pada tubuh manusia ini disebut
dengan amputasi.
Menurut Crenshaw, dalam Vitrian a(2002), amputasi pada alat gerak bawah
mencapai 85%-90% dari seluruh amputasi, dimana amputasi bawah lutut (transtibial
amputation) merupakan jenis operasi amputasi yang paling sering dilakukan. Angka
kejadian amputasi yang pasti di indonesia saat ini tidak diketahui sedangkan di
Amerika Serikat terjadi 43.000 kasus per tahun dari jumlah penduduk 280.562.489
jiwa atau sekitar 0,02%, sedangkan dalam Raichle et al. (2009) disebutkan bahwa
terjadi kasus amputasi sekitar 158.000per tahun dari jumlah penduduk 307.212.123
atau sekitar 0,05%. Dengan demikian dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan
kasus amputasi di Amerika Serikat, baik secara jumlah, maupun secara persentase
dari jumlah penduduk.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep dasar teori dari amputasi
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan amputasi
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami teori dan askep amputasi
2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
1. Memahami pengertian tentang amputasi
2. Memahami tentang etiologi amputasi
3. Memahami tentang manifestasi klinis amputasi
4. Memahami tentang patofisiologi amputasi
5. Memahami tentang pathways amputasi
6. Memahami tentang terapi obat amputasi
BAB II
PEMBAHASAN
a. Amputasi terbuka. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat
dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi
terbuka dilakukan pada luka yang kotor, seperti luka perang atau infeksi berat
antara lain gangrene, dibuat sayatan dikulit secara sirkuler sedangkan otot
dipotong sedikit proximal dari sayatan kulit dan digergaji sedikit proximal dari
otot.
b. Amputasi tertutup. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih
memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan
memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang. Setelah
dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan
luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah
kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan
protese ( mungkin ). Amputasi tertutup dibuat flap kulit yang direncanakan luas
dan bentuknya secara teliti untuk memperoleh kulit penutup ujung putung yang
baik dengan lokasi bekas pembedahan.
4. Patofisiologi Amputasi
Amputasi biasanya teradi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit
pembuluh darah, cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, Amputasi harus
dilakukan karena dapat mengancam jiwa manusia. Adapun pengaruhnya meliputi :
a. Kecepatan metabolism Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan
menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin
dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar
dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada
bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan edema. Immobilitas
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan
yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk
menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
c. Sistem respirasi
1. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi
otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai
inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
2. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan
rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan
terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi
hipoksia.
3. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan
sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental
dan mengganggu gerakan siliaris normal.
d. Sistem Kardiovaskuler
1. Peningkatan denyut nadiTerjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor
metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan
adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
2. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi
sekuncup.
3. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana
arteriol dan venul tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih
panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di
ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah
ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan
tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat
bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
e. Sistem Muskuloskeletal
1. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler
memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan,
demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu
sehingga menjadikan kelelahan otot.
2. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya
penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan
paralisis otot.
3. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
4. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan
persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan
tulang menjadi keropos.
f. Sistem Pencernaan
1. Anoreksia Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan
mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan
sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya
nafsu makan.
2. Konstipasi Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik
usus dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan
meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit
buang air besar.
g. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing
berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya
gravitasi dan pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat
menyebabkan :
1. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu
ginjal.
2. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya
kuman dan dapat menyebabkan ISK.
h. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan
bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah
dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis
dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk
meningkatkan suplai darah.
Pathways Amputasi
Terapi Obat Amputasi
Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap
yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap post operatif.
a) Pre Operatif . Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada
upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi
kegiatan operasi. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan
dengan kondisi fisik,khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk
menjalani operasi.
b) Intra Operatif. Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi
terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk
menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan
oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri
selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuk tindakan perawatan
luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi
luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka
selanjutnya dimasa postoperatif.
c) Post Operatif. Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk
mempertahankan tandatanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi
ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa. Perawat
melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan
tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan,
memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan
masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang
drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot
darah. Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan
secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum
klien. Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien,
khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien
untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka.
Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanyanyeri yang dapat timbul
pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolaholah nyeri
terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat
menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa
‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam
masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan
bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
4. Tingkatan Amputasi
a) Estremitas atas. Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau
kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi,
berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan. Ekstremitas atas,
terdiri dari : telapak, pergelangan tangan, lengan bawah, siku dan lengan atas.
b) Ekstremitas bawah. Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau
sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan penurunan seminimal mungkin
kemampuannya. Ekstremitas bawah terdiri dari : jari kaki dan kaki, proksimal sendi
pergelangan kaki, tungkai bawah, tungkai atas, sendi panggul, lutut, hemipeivektomi.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :
1. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).Ada 2 metode pada
amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.
2. Amputasi diatas lutut Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi
pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif,
bila tidak berhasi dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump
amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur
sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah
sehinggamelengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan
memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot
6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih
utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan
obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
Komplikasi
Penatalaksanaan Amputasi
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang
waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah
penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang
ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan
untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan
mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril
dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian
dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang
merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14
hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus
segaradiganti.
b. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan
inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat
dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka
untuk meminimalkan infeksi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Tanggal Masuk : 23 Maret 2021
Jam Masuk : 12.40 WIB
No.RM : 1325
Tanggal Pengkajian : 24 Maret 2021
B. BIODATA
A. 1 Pengkajian Pasien
Nama : Tn.D
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : SMP
Suku/bangsa : Indonesia
Alamat : Pesawahan Rt.02 Rw.03
Pekerjaan : Buruh
Diagnosa : Amputasi
2 Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn.B
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Pesawahan Rt.02 Rw.03
Hubungan Dengan Pasien : Anak
B. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri melakukan amputasi
P : Amputasi
Q : Menusuk
R : Kaki sebelah kanan
S :4
T : Hilang timbul
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan nyeri dengan skala 4 dan bertambah ketika melakukan
medikasi
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan mempunyai penyakit diabetus mellitus sejak 5 tahun
yang lalu
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes
mellitus dan hipertensi
A : normal
3. Abdomen
I : normal
A : normal
P : tidak
P : normal
i. Genital : bersih, normal, tidak terpasang kateter
j. Ekstermitas :
a. Kuku : utuh, sedikit kotor
b. Kulit : sawo matang, turgor kulit tidak elastis
c. Terpasang infus dengan bersih dan normal
E. DATA PENUNJANG
a. Hemoglobin : 7.8 g/dL
b. Hematokrit : 27 %
c. Leukosit : 2.7 ribu/ul
d. Trombosit : 55 ribu/ul
e. Eritrosit : 3.40 juta/ul
f. VER : 80.5 fl
g. HER : 23.1 pg
h. KHER : 28.7 g/dl
i. RDW : 17.8 %
F. DATA FOKUS
a. Ds : pasien mengatakan nyeri dengan skla 4 dan bertambah ketika
melakukan medikasi, pasien mengatakan
b. Do : pasien tampak mengalami perubahan perilaku setlah dilakukan
tindakan amputasi, pasien tampak sering diam, pasien tampak kurang
kooperatif saat diajak komunikasi, pasien hanya mau bercerita hanya
dengan keluarganya saja
TD : 110/70 mmHg
S : 38℃
N : 90x/menit
RR : 18x/menit
ANALISA DATA
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Gangguan citra tubu berhubungan dengan perubahan stuktur bentuk tubuh
IMPLEMENTASI
EVALUASI