Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

AMPUTASI

KELOMPOK 9 :

1. ESTU WINAYUDITA (2201140755)


2. KRISTIN KURNIA SARI (2201140756)
3. NATALIA WISUDAWATI PUTRI (2201140764)
4. PUJO KRISTANTO (2201140766)

KELAS : AQUIRA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MALANG

PROGRAM S1 ALIH JENJANG KEPERAWATAN

TAHUN AJAR 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan makalah
keperawatan kritis Amputasi. Makalah ini menjelaskan tentang teori amputasi, pendekatan
proses keperawatan dan asuhan keperawatan.

Penulis menyadari dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik materi maupun cara penulisan. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga buku ini dapat selesai dengan baik. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat berarti bagi kami. Besar harapan kami
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta memberi manfaat bagi
pembaca. Amin .

Batu, 31 Mei 2023

Kelompok 9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Amputasi adalah merupakan prosedur pembedahan yang paling tertua, perkembangan
tenik pembedahan dan desain prosthetic dimulai akibat dari peperangan (Daniels & Nicoll,
2012b). Istilah amputasi berasal dari bahasa latin yaitu “amputare”, mengacu didalam teks
romawi yaitu pemotongan tangan para penjahat. Pada abad ke-17 penulis dari Inggris Cook
dan Wiseman menerapkan amputasi sebagai pengangkatan ekstermitas dalam menangani
tumor tulang ganas (Kirkup, 2007). Sampai sekarang Amputasi diartikan sebagai proses
pengangkatan atau pembuangan sebagian anggota tubuh atau anggota gerak yang
disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah,osteomyelitis, dan kanker
melalui proses pembedahan, amputasi merupakan Tindakan yang melibatkan beberapa
system tubuh seperti system integument, system persarafan, system muskuloskletal dan
system kardiovaskuler (Deni & Nursiswati,2017). Salah satu indikasi untuk dilakukan
amputasi adalah iskemia ireversibel yang disebabkan salah satu penyakit atau trauma
(Daniels & Nicoll, 2012b).
Angka amputasi di dunia yaitu 0,7 dari 1000 penduduk, sedangkan di Asia 31 dari
1000 penduduk (National Diabetes Statistics Report, 2014). Berdasarkan data angka
kejadian amputasi di Indonesia pada tahun 2010-2011 meningkat dari 35,5% menjadi 54,8%
(Purwanti, 2014). Angka kejadian amputasi yang pasti di indonesia saat ini tidak diketahui,
tapi menurut Vitriana (2002) di Amerika Serikat terjadi 43.000 kasus pertahun dari jumlah
penduduk 280.562.489 jiwa atau sekitar 0,02%, sedangkan dalam Raichleet al. (2009)
disebutkan bahwa terjadi kasus amputasi sekitar 158.000per tahun dari jumlah penduduk
307.212.123 atau sekitar 0,05%. Menurut informasi dari National Limb Loss Information
Center (NLLIC) tahun 2008, ada sekitar 1,7 juta orang di Amerika Serikat hidup dengan
kehilangan anggota tubuh dan sekitar 185.000 pembuangan rumah sakit yang terkait dengan
amputasi setiap tahun. Jumlah kasus baru amputasi tertinggi pada pasien pada diabetes,
terdapat 1 dari setiap 185 pasien diabetes menjalani amputasi digit atau anggota tubuh
lainnya kekurangan anggota tubuh akibat congenital sebesar 2.6 per 10.000 kelahiran hidup
(National Limb Loss Information Center (NLLIC), 2008).
Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir
manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki
dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat
menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan
beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal
dan sisten kardiovaskuler, pasien amputasi juga dapat menimbulkan masalah psikologis bagi
klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.
Berdasarkan masalah di atas maka penulis tertarik untuk membuat Makalah dengan
judul “Asuhan Keperawatan pada pasien dengan amputasi ".

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka didapatkan rumusan masalah “Bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien dengan Amputasi?”

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Pada tujuan umum diketahui hasil studi asuhan keperawatan pada pasien dengan
amputasi.
2. Tujuan Khusus
Penulis mendapatkan :
a. Gambaran pengkajian pada pasien dengan amputasi.
b. Gambaran diagnosis keperawatan pada pasien dengan amputasi.
c. Gambaran perencanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan amputasi.
d. Gambaran pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan amputasi.
e. Gambaran evaluasi dan pendokumentasian tindakan keperawatan pada pasien dengan
amputasi.

1.4 Manfaat
1. Bagi pembaca
Sebagai tambahan untuk pengetahuan pembaca tentang amputasi.
2. Institusi pendidikan dan kesehatan
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan referensi dalam peningkatan asuhan
keperawatan.
3. Rumah sakit
Diharapkan sebagai peningkatan mutu pelayanan kepada pasien di rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Amputasi adalah perlakuan yang menyebabkan cacat menetap (Syamsuhidayat 1997
:1282). Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau
seluruh bagian ekstremitas. Amputasi adalah pengangkatan atau pemotongan sebagian
anggota tubuh atau anggota gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran
darah, osteomielitis dan kanker (PSIK FKUI,2009).
Dengan melihat beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa amputasi adalah
pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh atau anggota garak yang
disebabkan oleh adanya trauma,gangguan peredaran darah, osteomielitis dan kanker melalui
proses pembedahan.

2. Etiologi
Indikasi utama pada pembedahan amputasi adalah:
1. Iskemia karena penyakit vaskulasrisasi perifer
2. Trauma amputasi,bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti
terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolism seperti pagets disease dan kelainan
kongenital
3. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
4. Kerusakan jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
5. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
6. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
7. Ada tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi

3. Manifestasi Klinis Amputasi


1. Kehilangan anggota gerak (ekstremitas atas atau bawah)
2. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung syaraf yang dekat
dengan permukaan.
3. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hyperplasia varikosa dengan
keronitis
4. Dermatitis pada tempat tekanan dan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
5. Busitis (terbentuk bursa tekanan atara penonjolan tulang dan kulit)
6. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
7. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan.

4. Tujuan Amputasi
Adapun tujuan amputasi sebagai berikut:
1. Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai keadaan yang mengancam
jiwa (perdarahan dan infeksi).
2. Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas secara maksimal),
seperti pada kelainan kongenital dan keganasan.
Pada amputasi traumatik, tujuan utamanya adalah untuk menyelamatkan dan
menempelkan kembali ekstremitas. Banyak pedoman dan sistem penilaian telah dibentuk
untuk membantu dalam menentukan anggota badan yang diselamatkan. Salah satu sistem
yang paling banyak digunakan adalah mangled extremity severity score (MESS).
Ketika amputasi dilakukan karena trauma, jaringan yang terkontaminasi harus
didebridement dan di irigasi untuk mengurangi risiko infeksi. Seringkali jenis amputasi akan
dibiarkan terbuka untuk memungkinkan debridement lebih lanjut, dan penutup kulit ditutup
di lain waktu.

5. Patofisiologi Amputasi
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit pembuluh
darah,cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, Amputasi harus dilakukan karena
dapat mengancam jiwa manusia. Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Metabolisme tubuh
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan
kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme,maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang
rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi
klien sehingga menyebabkankecemasan yang akan memberikan rangsangan ke
hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi
peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi.
a. Penurunan kapasitas paru pada klien immobilisasi dalam posisi baring
terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut
dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat, dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi
pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara
mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau
infeksi) terjadi hipoksia
c. Mekanisme batuk tidak efektif, akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja
siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mucus cenderung menumpuk dan
menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler.
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien
dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan
waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi.
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana arteriol dan
venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume
darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak
cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien
merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal.
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai
oksigen dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan
pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan.Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan
gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik
dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan.
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter
anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon,
menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi dan pelvis renal
banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan:
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan
dapat menyebabkan ISK
8. Sistem integument
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan.
Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika
tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah
6. Jenis Amputasi
Pada pelaksanaannya amputasi, dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar
dari tubuh, dengan dua metode :
a Amputasi Terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi
yang berat, dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Bentuknya
benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup
setelah tidak terinfeksi.
b. Amputasi Tertutup (flap amputasi). Pada metode ini, dibuat skaif kulit untuk menutup
luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan
tulang, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.
Berdasarkan pelaksanaan, amputasi dibedakan menjadi :
a) Amputasi selektif atau terencana. Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang
terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.
Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
b) Amputasi akibat trauma. Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan
tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi
serta memperbaiki kondisi umum klien.
c) Amputasi darurat. Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma
dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
7. Tingkatan Amputasi.
a. Ekstremitas atas. Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri.
Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian
dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan. Ekstremitas atas terdiri dari : telapak
tangan, pergelangan tangan, lengan bawah, siku dan lengan atas.
b. Ekstremitas bawah. Amputasi pada ekstremitas bawah dapat mengenai semua atau
sebagian dari jari-jari kaki yang menimbukan penurunan seminimal mungkin
kemampuannya. Ekstremitas bawah terdiri dari : jari kaki dan kaki, proximal sendi
pergelangan kaki, tungkai bawah, tungkai atas, sendi panggul, lutut, hemipelvektomi.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi 2 letak amputasi
yaitu :
- Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan
ischemic limb.
- Amputasi diatas lutut. Amputasinini memegang angka kesembuhan tertinggi pada
pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
c. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak
berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
d. Kontraktur. Kontraktur sebdi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta
melakukan Latihan sedini mungkin. Teerjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu
lama diistirahatkan atau tidak digerakkan.
e. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang telah dipotong terlalu rendah sehingga
melekat dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih
proximal dari stump sehingga tertanam didalam otot.
f. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya
ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan,
stimulasi terhadap saraf dan dengan cara kombinasi.

8. Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Perdarahan
dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi masif. Infeksi
dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang buruk atau adanya
kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan
iritasi penggunaan protesis.
9. Rehabilitas yang dilakukan :
 Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot
 Latihan untuk meningkatkan ketrampilan motorik, agar pasien bisa menjalani aktivitas
mandiri
 Pengobatan dan perawatan untuk menunjang pemulihan dan meredakan rasa nyeri yang
muncul pada area amputasi
 Terapi psikologi untuk mengatasi gangguan emosional yang mungkin dialami oleh pasien
akibat kehilangan organ tubuh
 Penggunaan alat bantu, seperti kursi roda dan kruk

10. Penatalaksanaan Amputasi


Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi dan
menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang bebas nyeri tekan dengan kulit yang sehat . pada
lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan
masalah kesehatan lainnya. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan pengontrolan
edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak (rigid) dan menggunakan teknik aseptik
dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi.
 Balutan rigid tertutup. Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of
paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus
direncanakan apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi
tempat memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini
sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak
dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Kaos kaki steril dipasang pada sisi
steril dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian
dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang
merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14
hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus
segara diganti.
 Balutan lunak. Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila
diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi
dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka
untuk meminimalkan infeksi.
 Amputasi bertahap. Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi.
Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis
dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari
infeksi telah terkontrol dan klien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan
penutupan kulit.
 Protesis. Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera
dapat dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien
menggunakan protesis sedini mungkin. Protesis darurat diberikan setelah satu minggu
luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah proteis sementara
diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas
yang hilang.
11. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen : mengidentifikasi anbormalitas tulang
b. CT-scan : mengidentifikasi lesi neoplastic,osteoplastic, pembentukan hematoma
c. LED : mengindikasikan respon inflamasi.
d. Kultur luka : Mengidentifikasi adanya luka infeksi dan organisme penyebab
e. Biopsi : mengkonfirmasikan diagnose massa benigna/maligna
12. Manajemen Keperawatan.
Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu
pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap post operatif.
a. Pre Operatif . Pada tahap pre operatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada
upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi
kegiatan operasi. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan
kondisi fisik,khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani
operasi.
b. Intra Operatif. Pada tahap ini, perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi
terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk
menciptakan kondisi optimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan. Perawat
berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang
adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi
dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuk tindakan perawatan luka, perawat
membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi
jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya
dimasa postoperative
c. Post Operatif. Pada tahap post operatif perawat mempertahankan tanda-tanda vital,
khususnya amputasi ekstremitas bawah/diatas lutut merupakan tindakan yang
mengancam jiwa, mempertahankan kepatenan jalan nafas, mempertahankan
oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi
dan mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu
ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat
oleh clot darah. Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan
kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat
penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri
yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan
seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini
dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah
merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam
masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan
bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
13. Pathway

Trauma /injury infeksi Poliferasi sel abnormal

Fraktur Kerusakan pembuluh


Tumor maligna
multiple,combustio, kapiler
dsb
Penurunan suplai O2 dan
Tumor ganas di ekstremitas
Kerusakan jaringan / nutrisi ke jaringan
ekstremitas

Iskemia
Hambatan mobilitas fisik
Nyeri
Terbentuk ganggren

Ansietas
Nekrosis Kerusakan integritas kulit

Amputasi bedah

Tindakan operasi Post operasi Luka operasi Kehilangan


anggota tubuh
Invasi Proses penyembuhan Terputusnya jaringan
mikroorganisme kontinuitas Gangguan citra diri

Resiko infeksi Ketidakmampuan


mobilisasi Nyeri akut
Kehilangan darah

Tirah baring lama


Resiko syok hipovolemia

Kerusakan integritas kulit


Kesulitan
melakukan aktivitas
Gangguan mobilitas fisik
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Riwayat Kesehatan.


Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat
mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit
jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan
rokok dan obat-obatan.
1.1 Pengkajian fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara
utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi
merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik
mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :

SISTEM TUBUH KEGIATAN


Integumen : Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat
Kulit secara umum. dehidrasi.

Lokasi amputasi Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau


kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progesif. Kajikondisi jaringan diatas lokasi amputasi
terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
System kardiovaskuler : Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan
cardiac reserve pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indicator
fungsi jantung. Mengkaji kemungkinan atherosklerosius
melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai
adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Uninari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Mengkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan eletrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan,khususnya sistem motorik
dan sensorik daerah yang akan diampuitasi
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral

1.2 Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual


Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi
psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien
melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada
amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat
operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi
terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan
tingkat persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau
persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar
yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan
penampilan peran dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan
bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping
konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan
fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar
siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien
untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi
perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre
operatif.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi otot dan pergerakan
akibat gangren.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan perioperatif.
d. Kerusakan integritas kulit
b. Post operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik (amputasi)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh
(amputasi)
e. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
f. Resiko syok hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif.
3. Perencanaan Tindakan Keperawatan
Perencanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan penyusunan rencana asuhan
keperawatan yang akan diberikan kepada pasien untuk membantu pasien untuk mencapai
kesembuhan.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, tim pokja DPP PPNI SIKI (2018) :
a. Nyeri akut
Intervensi :
1. Identifikasi skala nyeri
2. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4. Fasilitasi istirahat dan tidur
5. Jelaskan strategi pengendali nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
7. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
8. Anjurkan menggunakan analgesik
b. Gangguan mobilitas fisik
Intervensi:
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Fasilitasi melakukan pergerakan
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
c. Kerusakan integritas kulit
Intervensi :
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
3. Anjurkan minum air yang cukup
4. Anjurkan meningkatkan nutrisi
5. Pertahankan teknik steril saat perawatan luka
d. Gangguan citra tubuh
Intervensi :
1. Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi social
2. Anjurkan menggunakan alat bantu
3. Latih fungsi tubuh yang dimiliki
4. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
e. Resiko infeksi
Intervensi :
1. Monitor tanda gejala infeksi local dan sistemik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien
4. Pertahankan teknik aseptic
5. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
f. Resiko syok hipovolemia
Intervensi :
1. Monitor status kardiopulmonal
2. Monitor status oksigenasi
3. Pasang IV, jika diperlukan
4. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Pelaksanaan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun dan menyesuaikan dengan kondisi terkini pasien.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan, dan diharapkan selama pasien dirawat adalah dalam masa perawatan
selama 3x24 jam didapati masalah hipervolemia teratasi sebagian.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Amputasi adalah tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir
manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas tidak dapat diperbaiki dengan
cara yang lain dan kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh pasien.
Amputasi merupakan pilihan pembedahan terakhir dimana sedapat mungkin
dilakukan prosedur bedah yang dapat mempertahankan ekstremitas. Namun dalam
beberapa kondisi, amputasi merupakan pilihan.

4.2 Saran
Untuk mencegah amputasi kita harus mengobati luka yang ada dengan tepat karena
kalau tidak diobati akan timbul gangguan vaskuler dan akan mengakibatkan nekrosis. Jika
dibiarkan harus dilakukan tindakan amputasi untuk mencegah penyebaran nekrosis.
DAFTAR PUSTAKA

Suratun.dkk,2008 klien gangguan system muskuluskeletal seri asuhan keperawatan.JAKARTA :


EKG

Asuhan keperawatan amputasi http//:www kardi.blogspot.com/2008/11/askep-amputasi.Html

Guyton hall.2002.fisiologi kedokteran.JAKARTA : EKG

Anda mungkin juga menyukai