AMPUTASI
KELOMPOK 9 :
KELAS : AQUIRA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan makalah
keperawatan kritis Amputasi. Makalah ini menjelaskan tentang teori amputasi, pendekatan
proses keperawatan dan asuhan keperawatan.
Penulis menyadari dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik materi maupun cara penulisan. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga buku ini dapat selesai dengan baik. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat berarti bagi kami. Besar harapan kami
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta memberi manfaat bagi
pembaca. Amin .
Kelompok 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Pada tujuan umum diketahui hasil studi asuhan keperawatan pada pasien dengan
amputasi.
2. Tujuan Khusus
Penulis mendapatkan :
a. Gambaran pengkajian pada pasien dengan amputasi.
b. Gambaran diagnosis keperawatan pada pasien dengan amputasi.
c. Gambaran perencanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan amputasi.
d. Gambaran pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan amputasi.
e. Gambaran evaluasi dan pendokumentasian tindakan keperawatan pada pasien dengan
amputasi.
1.4 Manfaat
1. Bagi pembaca
Sebagai tambahan untuk pengetahuan pembaca tentang amputasi.
2. Institusi pendidikan dan kesehatan
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan referensi dalam peningkatan asuhan
keperawatan.
3. Rumah sakit
Diharapkan sebagai peningkatan mutu pelayanan kepada pasien di rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Amputasi adalah perlakuan yang menyebabkan cacat menetap (Syamsuhidayat 1997
:1282). Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau
seluruh bagian ekstremitas. Amputasi adalah pengangkatan atau pemotongan sebagian
anggota tubuh atau anggota gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran
darah, osteomielitis dan kanker (PSIK FKUI,2009).
Dengan melihat beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa amputasi adalah
pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh atau anggota garak yang
disebabkan oleh adanya trauma,gangguan peredaran darah, osteomielitis dan kanker melalui
proses pembedahan.
2. Etiologi
Indikasi utama pada pembedahan amputasi adalah:
1. Iskemia karena penyakit vaskulasrisasi perifer
2. Trauma amputasi,bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti
terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolism seperti pagets disease dan kelainan
kongenital
3. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
4. Kerusakan jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
5. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
6. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
7. Ada tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi
4. Tujuan Amputasi
Adapun tujuan amputasi sebagai berikut:
1. Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai keadaan yang mengancam
jiwa (perdarahan dan infeksi).
2. Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas secara maksimal),
seperti pada kelainan kongenital dan keganasan.
Pada amputasi traumatik, tujuan utamanya adalah untuk menyelamatkan dan
menempelkan kembali ekstremitas. Banyak pedoman dan sistem penilaian telah dibentuk
untuk membantu dalam menentukan anggota badan yang diselamatkan. Salah satu sistem
yang paling banyak digunakan adalah mangled extremity severity score (MESS).
Ketika amputasi dilakukan karena trauma, jaringan yang terkontaminasi harus
didebridement dan di irigasi untuk mengurangi risiko infeksi. Seringkali jenis amputasi akan
dibiarkan terbuka untuk memungkinkan debridement lebih lanjut, dan penutup kulit ditutup
di lain waktu.
5. Patofisiologi Amputasi
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit pembuluh
darah,cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, Amputasi harus dilakukan karena
dapat mengancam jiwa manusia. Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Metabolisme tubuh
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan
kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme,maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang
rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi
klien sehingga menyebabkankecemasan yang akan memberikan rangsangan ke
hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi
peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi.
a. Penurunan kapasitas paru pada klien immobilisasi dalam posisi baring
terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut
dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat, dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi
pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara
mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau
infeksi) terjadi hipoksia
c. Mekanisme batuk tidak efektif, akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja
siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mucus cenderung menumpuk dan
menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler.
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien
dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan
waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi.
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana arteriol dan
venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume
darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak
cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien
merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal.
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai
oksigen dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan
pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan.Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan
gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik
dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan.
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter
anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon,
menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi dan pelvis renal
banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan:
- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan
dapat menyebabkan ISK
8. Sistem integument
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan.
Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika
tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah
6. Jenis Amputasi
Pada pelaksanaannya amputasi, dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar
dari tubuh, dengan dua metode :
a Amputasi Terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi
yang berat, dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Bentuknya
benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup
setelah tidak terinfeksi.
b. Amputasi Tertutup (flap amputasi). Pada metode ini, dibuat skaif kulit untuk menutup
luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan
tulang, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.
Berdasarkan pelaksanaan, amputasi dibedakan menjadi :
a) Amputasi selektif atau terencana. Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang
terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.
Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
b) Amputasi akibat trauma. Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan
tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi
serta memperbaiki kondisi umum klien.
c) Amputasi darurat. Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma
dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
7. Tingkatan Amputasi.
a. Ekstremitas atas. Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri.
Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian
dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan. Ekstremitas atas terdiri dari : telapak
tangan, pergelangan tangan, lengan bawah, siku dan lengan atas.
b. Ekstremitas bawah. Amputasi pada ekstremitas bawah dapat mengenai semua atau
sebagian dari jari-jari kaki yang menimbukan penurunan seminimal mungkin
kemampuannya. Ekstremitas bawah terdiri dari : jari kaki dan kaki, proximal sendi
pergelangan kaki, tungkai bawah, tungkai atas, sendi panggul, lutut, hemipelvektomi.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi 2 letak amputasi
yaitu :
- Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan
ischemic limb.
- Amputasi diatas lutut. Amputasinini memegang angka kesembuhan tertinggi pada
pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
c. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak
berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
d. Kontraktur. Kontraktur sebdi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta
melakukan Latihan sedini mungkin. Teerjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu
lama diistirahatkan atau tidak digerakkan.
e. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang telah dipotong terlalu rendah sehingga
melekat dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih
proximal dari stump sehingga tertanam didalam otot.
f. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya
ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan,
stimulasi terhadap saraf dan dengan cara kombinasi.
8. Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Perdarahan
dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi masif. Infeksi
dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang buruk atau adanya
kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan
iritasi penggunaan protesis.
9. Rehabilitas yang dilakukan :
Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot
Latihan untuk meningkatkan ketrampilan motorik, agar pasien bisa menjalani aktivitas
mandiri
Pengobatan dan perawatan untuk menunjang pemulihan dan meredakan rasa nyeri yang
muncul pada area amputasi
Terapi psikologi untuk mengatasi gangguan emosional yang mungkin dialami oleh pasien
akibat kehilangan organ tubuh
Penggunaan alat bantu, seperti kursi roda dan kruk
Iskemia
Hambatan mobilitas fisik
Nyeri
Terbentuk ganggren
Ansietas
Nekrosis Kerusakan integritas kulit
Amputasi bedah
4.1 Kesimpulan
Amputasi adalah tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir
manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas tidak dapat diperbaiki dengan
cara yang lain dan kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh pasien.
Amputasi merupakan pilihan pembedahan terakhir dimana sedapat mungkin
dilakukan prosedur bedah yang dapat mempertahankan ekstremitas. Namun dalam
beberapa kondisi, amputasi merupakan pilihan.
4.2 Saran
Untuk mencegah amputasi kita harus mengobati luka yang ada dengan tepat karena
kalau tidak diobati akan timbul gangguan vaskuler dan akan mengakibatkan nekrosis. Jika
dibiarkan harus dilakukan tindakan amputasi untuk mencegah penyebaran nekrosis.
DAFTAR PUSTAKA