Disusun Oleh:
Kelompok 5/ 2B
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala nikmat dan
rahmat Nya yang telah dilimpahkan kepada kami sehingga kami dapat menyelesikan makalah
dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN AMPUTASI” dengan
tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II, dan menambah
pengetahuan kami tentang kasus amputasi. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Suratun,S.KM.,M.Kep selaku dosen pembimbing pada mata kuliah ini atas bimbingannya selama
pengerjaan makalah ini.
Kami sebagai penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan
kelompok sendiri untuk menambah pengetahuan tentang asuhan pada kasus amputasi. Kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang bisa menjadi bahan acuan dan
pertimbangan bagi kami untuk kesempurnaan makalah ini dikemudian hari.
Kelompok V
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau
seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi
pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin
dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain
seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan
yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan,
sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Lebih lanjut ia dapat menimbulkan
masalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan
produktifitas. Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi Tindakan amputasi dapat
dilakukan pada kondisi Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki,
Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki, Gangguan vaskuler/sirkulasi
pada ekstremitas yang berat,Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota
tubuh lainnya,Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif
Deformitas organ.
Adanya kecenderungan yang terus naik setiap tahunnya atas penderita kecacatan
yang mengalami amputasi di Indonesia Pada akhir tahun 2009 menunjukkan data terjadinya
kasus amputasi anggota gerak bawah kaki adalah sebesar 25% per tahunnya, yang terbagi
untuk amputasi kaki diatas lutut atau prothese jenis above knee amputation (AKA) sebesar
18% dan amputasi dibawah lutut atau prothese jenis below knee amputation (BAK) sebesar
7%. Sedangkan kejadian amputasi pada anggota gerak atas (tangan) sebesar 15%, yang
terbagi amputasi dibawah siku tangan atau prothese jenis below elbow amputation (BEA)
sebesar 10% dan amputasi diatas siku tangan atau prothese jenis above elbow amputation
(AEA) sebesar 5%.
Berdasarkan data dari rekam medik RS Fatmawati jakarta di ruang Orthopedi
periode Januari 2010 s/d Mei 2010 berjumlah 323 yang mengalami gangguan
muskuloskletel, termasuk yang mengalami amputasi berjumlah 31 orang (5,59%).
4
1
Di Sumatra utara selama periode bulan januari 2007 sampai 2009 telah datang kasus
patah tulang yang harus diamputasi ke RSUP HAM Medan. Jumlah 864 kasus dimana 463
(53,6%) kasus yang baru datang belum lewar satu minggu setelah kecelakaan. 401 (46,6%)
kasus lagi datang ke RS lebih dari satu minggu setelah kecelakaan semua golongan pada
kelompok kasus yang terlantar.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah adalah untuk menambah pengetahuan, informasi,
serta bahan pembelajaran tentang asuhan keperawatan pada pasien amputasi.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui tentang anatomi fisiologi, pengertian, penyebab, dan patofisiologi dari
amputasi.
2. Mengetahui manifestasi klinik, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan
komplikasi dari amputasi.
3. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan amputasi dimulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
C. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam makalah ini, disusun sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, tujuan, dan sistematika penulisan.
BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT PADA AMPUTASI
Bab ini berisi anatomi fisiologi, pengertian, penyebab, patofisiologi, manifestasi klinik,
pemeriksaan diagnosa, penatalaksanaan medik, dan komplikasi dari amputasi.
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SECARA UMUM PADA PASIEN
DENGAN AMPUTASI
Bab ini berisi pengkajian data, diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan (tujuan,
kriteria hasil, intervensi), dan evaluasi secara umum pada pasien dengan amputasi.
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN AMPUTASI
5
Bab ini berisi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pada pasien dengan amputasi.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran pada kasus amputasi.
DAFTAR PUSTAKA
6
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT PADA AMPUTASI
A. Anatomi Fisiologi
Tubuh manusia terdiri dari berbagai sistem, diantaranya adalah sistem rangka, sistem
pencernaan, sistem peredaran darah, sistem syaraf, sistem indera, sistem otot, dan lainnya.
Sistem-sistem tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya dan berperan dalam
menyokong kehidupan manusia. Sistem yang akan dibahas pada kesempatan kali ini adalah
sistem muskoloskeletal. Sistem muskoloskeletal terdiri dari: muskuler atau otot yang terdiri
dari otot, tendon, dan ligamen, serta skeletal atau rangka yang terdiri dari tulang dan sendi.
(Melti Suriya & Zuriyati, 2019)
a. Sistem Otot (Muscular System)
Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu lunak berkontraksi. Terdapat lebih dari
600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian bedar otot-otot tersebut dilekatkan pada
tulang-tulang kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagian kecil ada yang melekat di bawah
permukaan kulit.
Fungsi sistem muskuler atau otot:
1. Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan tulang tempat otot tersebut melekat dan
bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
2. Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan
mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap
gaya gravitasi.
3. Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas untuk
mempertahankan suhu tubuh normal.
Ciri-ciri sistem muskuler atau otot:
1. Kontrakstilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau tidak
melibatkan pemendekan otot.
2. Eksitabilitas. Serabut otot akan merespon dengan kuat jika distimulasi oleh impuls
saraf.
7
3. Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang melebihi panjang
otot saat rileks.
4. Elastisitas. Serabut otot dapat Kembali ke ukuran semula setelah berkontraksi atau
meregang.
Jenis-jenis otot:
1. Otot rangka, merupakan otot lurik, volunteer, dan melekat pada rangka.
2. Otot polos, merupakan otot tidak berlurik, dan involunter, biasa ditemukan pada
dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus.
3. Otot jantung, merupakan otot lurik, hanya terdapat pada jantung, bekerja terus
menerus tanpa henti kecuali saat berdenyut (istirahat).
b. Skeletal
Skeletal disebut juga sistem rangka, yang tersusun atas tulang-tulang. Tubuh kita
memiliki 206 tulang yang membentuk rangka. Bagian terpenting adalah tulang belakang.
Fungsi sistem skeletal:
1. Memproteksi organ-organ internal dan trauma mekanis.
2. Membentuk kerangka yang berfungsi untuk menyangga ubuh dan otot-otot.
3. Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan salah satu jaringan
pembentuk darah.
4. Merupakan tempat penyimpanan bagi mineral seperti kalsium dari dalam darah.
5. Hemopesis, peristiwa pembuatan sel darah.
Struktur tulang:
1. Tulang terdiri dari sel hidup yang menyebar diantara material tidak hidup (matriks).
2. Matriks terdiri dari atas osteoblast (sel pembentuk tulang).
3. Osteoblas membuat dan mensekresi protein kolagen dan garam mineral.
4. Jika pembentukan tulang baru dibutuhkan, osteoblast baru akan dibentuk.
5. Jika tulang telah dibentuk, osteoblast akan berubah menjadi osteosit (sel tulang
dewasa).
8
6. Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel perusak tulang).
B. Pengertian Amputasi
Amputasi diartikan sebagai penghilangan anggota tubuh. Ini mungkin terjadi sebagai akibat
dari trauma (trauma amputasi) atau dalam upaya untuk mengendalikan penyakit atau
kecacatan (amputasi terapi) (Timby & Smith, 2010). Salah satu indikasi untuk dilakukan
amputasi adalah iskemia ireversibel yang disebabkan salah satu penyakit atau trauma
(Daniels & Nicoll, 2012b).
Lebih jelas lagi dijabarkan Amputasi merupakan pengangkatan bagian tubuh, sering pada
ekstremitas. Amputasi ekstremitas bawah sering diperlukan karena penyakit progresif
vaskular perifer (diabetes mellitus), fulminan gas gangren, trauma (crushing injury, luka
bakar, frostbite, luka bakar listrik, ledakan, luka balistik), cacat bawaan, osteomyelitis
kronis, atau tumor ganas. Dari semua penyebab tersebut, penyakit pembuluh darah perifer
menyumbang sebagian amputasi ekstremitas bawah. terjadi lebih jarang daripada
ekstremitas bawah dan paling sering diperlukan karena baik luka trauma atau tumor ganas
(Smeltzer, Hinkle, Bare, & Cheever, 2010).
C. Penyebab Amputasi
Indikasi amputasi yang paling sering untuk ekstremitas bawah adalah penyakit pembuluh
darah perifer, lebih dari setengah dari amputasi dikaitkan dengan diabetes mellitus. Trauma
adalah penyebab utama amputasi pada populasi yang lebih muda dan lebih sering terjadi
pada pria karena paparan lebih tinggi terhadap bahaya kerja. Amputasi juga dapat
diindikasikan pada luka bakar termal ataupun listrik, frostbite yang parah, dan gangren.
Tumor ganas juga dapat menjadi penyebab amputasi, tetapi hal ini jarang terjadi karena
kemajuan dalam penyelamatan ekstremitas (Daniels & Nicoll, 2012b). Infeksi tulang dan
jaringan yang berlangsung lama (Timby & Smith, 2010).
a. Amputasi akibat cedera
Cedera ini bisa terjadi akibat sejumlah kondisi seperti berikut:
1. Bencana alam, misalnya tertimpa reruntuhan gedung saat gempa.
2. Serangan binatang buas.
3. Kecelakaan kendaraan bermotor.
4. Kecelakaan akibat pekerjaan yang melibatkan mesin atau alat berat.
5. Luka tembak atau ledakan akibat perang.
9
6. Luka bakar parah.
b. Amputasi akibat penyakit
Banyak penyakit yang dapat membuat seseorang harus menjalani prosedur amputasi,
antara lain:
1. Penebalan pada jaringan saraf (neuroma).
2. Frostbite, atau cedera akibat paparan suhu dingin yang ekstrem.
3. Infeksi yang tidak bisa diobati lagi, misalnya pada kasus osteomielitis atau
necrotising fasciitis yang parah.
4. Kanker yang sudah menyebar ke tulang, otot, saraf atau pembuluh darah.
5. Kematian jaringan (gangren), misalnya akibat penyakit arteri perifer atau neuropati
diabetic.
D. Patofisiologi Amputasi
Pada Peripheral Vascular Disease bagian kelompok otot yang terlibat (biasanya otot betis)
tidak menerima suplai darah arteri yang cukup baik karena obstruksi atau sumbatan. Pada
penderita diabetes mellitus, suplai darah yang tidak memadai ini disebabkan oleh
arteriosklerosis. Kekurangan darah akan menyebabkan iskemia irreversible. Dalam trauma,
setiap usaha dilakukan untuk menyelamatkan anggota badan, dengan satu-satunya indikasi
mutlak untuk amputasi sebagai cedera vaskular yang tidak dapat diperbaiki (Daniels &
Nicoll, 2012b).
a. Penyakit Peripheral Vaskular
Penyakit diabetes berdampak pada pembuluh darah secara keseluruhan. Perubahan
metabolisme berkaitan dengan kondisi hiperglikemia mengakibatkan perubahan struktur
dan fungsi arteri pada jaringan, sel, dan tingkat molekuler. Secara spesifik, DM
merupakan kondisi pro-inflamasi, terbukti dengan peningkatan C-reaktif protein (CRP),
baik yang berhubungan dengan DM ataupun PAD. Lebih dari inflamasi marker, CRP
mengikat reseptor sel endotel dan memiliki efek berbagai molekul, termasuk
menghambat endotel nitrit oksida sintase (eNOS), menstimulasi produksi tissue faktor,
dan meningkatkan produksi anti fibrinolitik faktor termasuk plasminogen activator
inhibitor (PAI) -1. Pada penderita diabetes, perubahan pada metabolisme NO terjadi
akibat hiperglikemia dan resistensi insulin. Akibat langsung dari suatu keadaan pro-
inflamasi yang pada akhirnya mengarah pada pembentukan ateroma melalui jalur
molekuler dan seluler yang sudah mapan.
10
Arteri terdiri dari tiga lapisan Selaput tunika intima, media, dan adventitia. Tunika
intima adalah lapisan terdalam dengan sisi luminal yang terdiri dari satu lapisan sel
endotel. Lapisan berikutnya intima terdiri dari matriks jaringan ikat ekstraseluler
terutama terdiri dari proteoglikan dan kolagen. Di sekitar intima merupakan lamina
elastis internal yang terdiri dari sel-sel elastis yang bervariasi ketebalannya tergantung
pada ukuran pembuluh. Media tunika merupakan lapisan berikutnya yang terdiri dari
vaskular utama sel otot polos dan ini lapisan yang tebal dari pembuluh darah. Lapisan
ini dikelilingi oleh lamina elastis eksternal, yang memisahkan media tunika adventitia
dari tunika, lapisan terluar dari dinding pembuluh darah. Lapisan ini terutama terdiri
atas kolagen dengan diselingi fibroblas dan sel-sel otot polos pembuluh darah.
Perkembangan aterosklerosis yang berhubungan dengan diabetes sama halnya seperti
aterosklerosis pada pasien nondiabetes. termasuk cedera endotel, proliferasi sel otot
polos, perkembangan sel busa dan infiltrasi, aktivasi trombosit, dan meningkatnya
peradangan. lokasi lesi ditentukan oleh kekuatan perubahan hemodinamik dan sumber
eksternal cedera pada sel-sel endotel. Meningkatnya permeabilitas endotel menyebabkan
retensi yang merusak low-density lipoprotein (LDL) yang saling berinteraksi dengan
dasar matriks ekstraseluler (ECM). Interaksi tersebut mempertahankan LDL pada
dinding pembuluh di mana ia dapat mengalami oksidasi dengan reactive oxygen species
(ROS). LDL yang teroksidasi ini kemudian dapat merangsang sel-sel endotel atasnya
untuk upregulate molekul adhesi selular, protein chemotactic, growth factor, dan
menghambat produksi nitrat oksida (NO). Kegiatan ini merekrut monosit dan makrofag,
yang interaksi dengan kumpulan LDL teroksidasi tinggi untuk membentuk sel busa.
Pro-inflamasi memproduksi sitokin oleh makrofag aktif sehingga menstimulasi
proliferasi sel otot polos pada pembuluh darah. Sel-sel otot polos intima kemudian
menghasilkan ECM yang menimbulkan cap fibrosa. Pada akhirnya terjadi plak yang
kompleks sangat rentan terhadap ketidakstabilan ruptur, dan trombosis yang tumpang
tindih menyebabkan oklusi vaskular akut. Plak aterosklerotik dengan adanya diabetes
pada umumnya mengalami peningkatan pengapuran, core nekrotik, reseptor untuk
advanced glikosilasi produk akhir (RAGE), dan makrofag dan infiltrasi sel-T. Ada pula
tingkat kejadian plak pecah dapat sembuh dan remodeling vaskuler. Fitur tersebut dapat
berkontribusi untuk atherosclerosis lebih parah dan lebih tinggi insiden
komplikasi yang akut (Shrikhande & McKinsey, 2012).
11
E. Manifestasi Klinik Amputasi
Jika amputasi disebabkan penyakit kronis, riwayat kesehatan medis sebelumnya pasien
harus diperiksa untuk mengetahui penyebab amputasi atau amputasi yang akan terjadi. Jika
penyebabnya adalah penyakit peripheral vascular, pasien harus dikaji untuk riwayat
klaudikasio intermiten, yang meliputi nyeri (biasanya pada otot betis) nyeri berkurang saat
istirahat. Pasien harus ditanya tentang keberadaan nyeri pada jari-jari kaki dan kakinya pada
saat istirahat yang dapat membaik dengan menempatkan ekstremitas dalam posisi
tergantung. Lain halnya penyebabnya berasal dari trauma atau luka bakar, mekanisme
cedera diperoleh (Daniels & Nicoll, 2012b).
Penyakit pembuluh darah perifer menyebabkan iskemia jaringan distal seperti tungkai dan
kaki. Gangren dan amputasi bisa terjadi. Tanda-tanda gangguan sirkulasi arteri perifer di
kaki dan kaki mungkin termasuk yang berikut (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016):
a. Penurunan denyut nadi perifer
b. Nyeri atau parestesia
c. Warna kulit pucat
d. ekstremitas dingin
e. Penurunan distribusi rambut
F. Pathway Amputasi
12
G. Pemeriksaan Diagnosa Pada Amputasi
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.tujuan
bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa tungkai
(puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat untuk penggunaan prostesis
Ada 2 perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi.
Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau
13
tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan
sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump
serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah
oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera,
mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3
minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid
dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita,
tersedianya perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan
kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid
dressing dibuka pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila
ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut
steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup.
Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan
konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat
tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab
akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain
dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien
diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya
jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut,
penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
14
Komplikasi dari referensi lain meliputi hemorrhage, infeksi, kerusakan kulit, phantom limb
pain, dan kontraktur sendi. Oleh karena pembuluh darah utama yang telah terputus,
perdarahan masif dapat terjadi. Infeksi merupakan resiko dengan semua prosedur bedah.
Risiko infeksi meningkat dengan luka terkontaminasi setelah amputasi traumatik. Iritasi
pada kulit disebabkan oleh prosthesis dapat mengakibatkan kerusakan kulit. Phantom limb
pain disebabkan oleh pemutusan saraf perifer. Joint Contracture ini disebabkan oleh
penentuan posisi dan suatu pola penarikan fleksi protektif yang terkait dengan rasa sakit dan
ketidakseimbangan otot (Smeltzer et al., 2010).
a. Neuroma
Gejala Neuromas seperti rasa terbakar, shooting atau nyeri listrik serta ambang
diturunkan untuk nyeri (hiperalgesia) dan nyeri pada sentuhan (allodynia) atau rasa
dingin yang ringan (intoleransi dingin). Cedera saraf perifer menyebabkan sejumlah
respon seluler. Cedera Akson distal mengalami degenerasi dan sel lokal Schwann dan
makrofag membersihkan tuba endoneurial bagian distal dari apoptotic debris. Hal ini
disebut Wallerian degeneration. Ujung akson terputus mulai tumbuh dalam waktu 24 jam
setelah cedera, dan akson individu dapat menghasilkan lebih dari satu tunas. Neurotropik
Faktor (yaitu BDNF, NGF), dirilis oleh makrofag dan sel Schwann, mengarahkan
regenerasi akson dan menginduksi maturasi akson dan perpanjangan kedalam selubung
endoneurial. Laju perkembangan akson adalah 1-5 mm / hari, dan, oleh karena itu,
mungkin memakan waktu beberapa bulan untuk regenerasi akson ke reinnervate target
bagian distal. Besarnya celah yaitu lebih 15-30mm, biasanya tidak dapat dijembatani
oleh akson. Proliferasi fibroblas dan jaringan parut yang baru terbentuk dapat
membentuk blokade fisik
b. Phantom Sensation dan phantom pain
Literatur yang diterbitkan secara rutin membedakan antara phantom "sensasi" dan
phantom "nyeri". Weinstein, misalnya, telah mengusulkan bahwa sensasi phantom dapat
dibagi menjadi 3 kategori: sensasi kinetik, komponen kinestetik, dan persepsi
exteroceptive. Sensasi kinetik adalah persepsi gerakan, dengan persepsi memperhatikan
kedua gerakan spontan dan berkemauan keras. Sebaliknya, komponen kinestetik
mengacu pada ukuran, bentuk, dan posisi bagian tubuh yang hilang, sedangkan persepsi
exteroceptive termasuk sentuhan, tekanan, suhu, rasa gatal, dan getaran. Weinstein
menjelaskan nyeri phantom sebagai jatuh di bawah kategori "persepsi exteroceptive," tapi
15
membedakan nyeri dari sensasi, menyatakan bahwa nyeri phantom memiliki intensitas
yang lebih besar dibandingkan sensasi phantom.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SECARA UMUM PADA PASIEN AMPUTASI
A. Pengkajian
1. Identitas Diri Klien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), nomor MR, umur pekerjaan,
agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk RS, cara masuk RS,
penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama :
Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri, dan gangguan
neurosensori
2) Riwayat kesehatan masa lalu :
Kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi, trauma, dan fraktur), cara
penanggulangan dan penyakit (amputasi).
3) Pemeriksaan fisik : keadaan umum dan kesadaran, keadaan integument (kulit
dan kuku), hipertensi dan takikardi), neurologis (spasme otot dan
kesemutan), keadaan ekstremitas, keterbatasan rentang gerak dan adanya
kontraktur, dan sisa tungkai (kondisi dan fungsi)
3. Pengkajian fisik
Dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk
kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan
tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik
mungkin manakala merupakan trauma/tindakan darurat. Kondisi fisik yang harus
dikaji meliputi :
Integumen : kulit secara umum. Lokasi amputasi : mengkaji kondisi umum
kulit untuk meninjau tingkat hidrasi. Lokasi amputasi mungkin mengalami
keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progresif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya
statis vena atau gangguan venus return.
Sistem cardiovaskuler : cardiac reserve pembuluh darah. Mengkaji tingkat
aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai
salah satu indicator fungsi jantung. Mengkaji kemungkinan atherosclerosis
melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
16
Sistem respirasi : mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai
adanya sianosis, riwayat gangguan nafas
Sistem urinari : mengkaji jumlah urine 24 jam. Mengkaji adanya perubahan
warna, BJ urine
Cairan dan elektrolit : mengkaji tingkat hidrasi, memonitor intake dan output
cairan.
Sistem neurologis : mengkaji tingkat kesadaran klien. Mengkaji sistem
persyarafan, khususnya sistem motoric dan sensorik daerah yang akan
diamputasi
Sistem mukuloskeletal : mengkaji kemampuan otot kontralateral.
4. Riwayat Psikososial
Reaksi emosional, citra tubuh dan sistem pendukung. Disamping pengkajian secara
fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis (respon emosi) klien
yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien
terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan
dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi
itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi
terhadap nyeri yang mungkin timbul. Perawat melakukan pengkajian pada gambaran
diri klien dengan memperhatikan tingkat persepsi klien terhadap dirinya, menilai
gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang
telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri,
pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan
gangguan identitas. Adanya ganguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan
secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan
tindakan dan pemilihan koping konstruktif. Adanya masalah kesehatan yang timbul
secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jnatung dan sebagainya perlu
didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi
amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat
yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk
melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre
operatif.
5. Pemeriksaan diagnostik : rontgen (lokasi/luas), CT-Scan, MRI, arteriogram, darah
lengkap dan keratinin.
6. Pola kebiasaan sehari-hari : nutrisi, eliminasi dan asupan cairan
17
2) Resiko sindrom disuse (00040) berhubungan dengan penurunan mobilisasi
setelah amputasi
3) Gangguan perawatan diri (mandi (00108), pakaian (00109), makan (00102),
toileting (00110)) berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh.
4) Berduka (00136) berhubungan dengan hilangnya bagian tubuh
5) Gangguan body image (00118) berhubungan dengan hilangnya bagian tubuh
6) Gangguan integritas kulit (00046) berhubungan dengan pembedahan
amputasi
7) Gangguan mobilitas fisik (00085) berhubungan dengan kehilangan
ekstermitas
8) Sindrom nyeri kronik (00255) berhubungan dengan phantom limb
9) Resiko infeksi (00004) berhubungan dengan luka operasi
C. Nursing Care Plan (Bulechek, Butcher, Dochterman, & wagner, 2013; Moorhead,
Johnson, Maas & Swanson, 2013)
1) Nyeri akut yang berhubungan dengan Post op amputasi
a) Tujuan :
Klien mampu mengontrol nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 x
24 jam
b) Kriteria hasil :
Semua indicator outcome menunjukkan score 5
Nursing Outcome Classification (NOC) :
NOC : Level nyeri
NOC : Kontrol nyeri
c) Intervensi :
NIC : Manajemen nyeri
Identifikasi nyeri pada klien melalui pengkajian pengalaman nyeri
secara teratur, meliputi : PQRST
Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan
nyeri
Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab, berapa lama
terjadi, dan tingkatan pencegahan
Ajarkan teknik nafas dalam
Anjurkan klien untuk melaporkan penglaman nyeri dan metode
menangani nyeri yang terakhir dilakukan
Berikan analgesic sesuai dengan anjuran
Evaluasi keefektifan dan tindakan mengontrol nyeri
Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
Monitor perubahan nyeri
Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri
18
NIC : Analgesik administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic
pertama kali
Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan gejala (efek samping)
20
BAB IV
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn.F
Umur :34 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Status Perkawinan : Kawin
Agama : islam
Suku : Minang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Khasus
Pada tangggal 7 Agustus 2017 klien melakukan operasi amputasi kaki akibat
kecelakaan, lalu saat pada saat dipindahkan ke ruang perawatan, klien
mengatakan banyak pertanyaan yang harus di tanyakan, lalu klien juga
mengatakan merasakan nyeri pada bagian kakinya yang post oprasi yang
tidak kunjung sembuh , skala nyeri pasien 5, klien juga mengatakan tidak
bisa menggerakan putungnya, terlihat balutan pasien belum di ganti 3 hari,
lalu pasien bercerita jika dirinya malu karena kakinya hilang sebelah
21
No Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanda Tangan
. Ditemukan Nama Jelas
4. Kelompok 4
Infeksi, resiko tinggi terhadap ketidak adekuatan
pertahanan primer ( kulit robek, jaringan traumatik)
prosedur invasif ; terpajan pada lingkungan, penyakit
kronis, perubahan status nutrisi.
5. Kelompok 4
Mobilitas fisik, kerusakan berhubungan dengan
kehilangan tungkai (terutama ekstremitas bawah) ;
nyeri/ ketidaknyamanan, gangguan perceptual
perubahan rasa keseimbangan.
C. Rencana Keperawatan
Nama Inisial Pasien : Tn.F
Usia : 34 thn
Ruang Rawat : R.Bedah
22
NO Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan Rasional
. Keperawa
Kriteria Hasil
tan
(SMART)
d. Teman senasib
yang telah melalui
pengalaman yang
sama bertindak
sebagai model
peran dan dapat
juga memberikan
pernyataan juuga
harapan
untukpemulihan
dan masa depan
normal.
25
3. Perfusi Tujuan : a. Lakukan a. Edema
Komplikasi tercegah
jaringan, atau minimal
pengkajian jaringan pasca
perubahan Kriteria hasil : neuro vaskuler operasi
Mempertahankan
; perifer, periodic, contoh pembentukan
perfusi jaringan
resiko adekuat dibuktikan sensasi, hematoma,
tinggi dengan nadi perifer
teraba dan kulit gerakan, nadi, atau balutan
terhadap hangat/ kering. warna kulit dan terlalu ketat
penurunan
suhu. dapat
aliran
mengganggu
darah b. Tekanan
sirkulasi pada
vena/ langsung pada
arterial ; puntung,
pendarahan
edema mengakibatkan
dapt diteruskan
jaringan, nekrosis
dengan
pembentuk jaringan.
penggunaan
an
balutan serat b. berikan
hematoma.
pengaman tekanan
langsung pada
dengan balutan sisi
elastis bila pendarahan,
bila terjadi
pendarahan
pendaran.
terkontrol. Hubungi dokter
dengan
c. Evaluasi tungkai segera.
bawah yang tak
dioperasi untuk c. Peningkatan
adnya inflamasi, insiden
tanda human
pembentukan
positif.
thrombus pada
d. Berikan cairan IV
/ produk darah pasien dengan
sesuai indikasi penyakit
vaskuler perifer
sebelumnya/
perubahan
diabetic.
26
d. Mempertahanka
n volume
sirkulasi untuk
memaksimalkan
perfusi jaringan
27
secara profilaktif
atau terapi
antibiotic
mungkin
disesuaikan
terhadap
organisme
khusus.
28
e. Tunjukkan atau panggul
Bantu teknik
pemindahan dan d. Mencegah
penggunaan alat rotasi eksternal
mobilitas, contoh
trapeze, kruk puntung
atau walker. tungkai bawah
e. Membantu
perawatan
diri
dan
kemandirian
pasien.Teknik
pemindahan
yang dapat
mencegah
cedera abrasi
dari kulit
karena lari
cepat.
D. Tindakan Keperawatan
Nama Inisial Pasien : Tn.F
Usia : 34 thn
Ruang Rawat : R.bedah
Diagnosa ke-1
Tgl Pukul No. Catatan Keperawatan Respon/Hasil Tanda
Diagnosa Tangan
29
Nama Jelas
tipe/lokasi setelah
tindakan
amputasi, tipe
operasi
prospese bila tepat
( segera, lambat), DO : pasien
harapan tindakan mengatakan
Diagnosa ke-2
Tgl Pukul No. Catatan Keperawatan Respon/Hasil Tanda
Diagnosa Tangan
Nama Jelas
perubahan bagian
Do:
Diketahui
nyeri dengan
31
skala 8
an tampak
nyaman saat
tinda
diberikan
kan
Tindakan
keny
dan tidak
aman
stress
an
(cont
oh
ubah
posisi
serin
g,
pijata
n
pung
gung)
dan
32
aktivi
tas
terau
petik
2. doro
ng
peng
guna
an
tekni
k
mana
jeme
n
stres
s
(cont
oh
latiha
n
nafas
dala
m,
visual
isasi,
pedo
man
khay
alan)
dan
33
sentu
han
terau
petik.
Diagnosa ke-3
Tgl Pukul No. Catatan Respon/Hasil Tanda
Diagnosa Keperawatan Tangan
Nama Jelas
34
06/02/202 Ds: KELOMPOK
memberikan
2 4
tekanan Do: Pasien
Ds: KELOMPOK
memberikan 4
Do: Pasien
cairan IV /
menerima
produk darah saat
sesuai indikasi diberikannya
cairan
IV/produk
35
darah
Diagnosa ke-4
Tgl Pukul No. Catatan Keperawatan Respon/Hasil Tanda
Diagnosa Tangan
Nama Jelas
36
e
secara
rutin.
06/02/202 KELOMPOK
2 5. Menut 4
up
balutan
dengan
plastic
bila
mengg
unakan
pispot
atau
bila
inkonti
nensia
6. Membe
rikan
antibio
tic
sesuai
indikasi
Diagnosa ke-5
Tgl Pukul No. Catatan Respon/Hasil Tanda
Diagnosa Keperawatan Tangan
37
Nama Jelas
berbaring melakukan
yang
dengan posisi
berbaring
tengkurap sesuai
dengan
toleransi
posisi
sedikitnya dua
tengkurap
kali sehari
dengan bantal
38
dibawah
abdomen dan
puntung
ekstremitas
bawah.
39
Ruang Rawat : R. Bedah
Tgl Pukul No. Catatan Tanda Tangan
Diagno
(Subjektif, Objektif, Assessment, Planning) Nama Jelas
sa
berkurang.
Masalah Teratasi
BAB V
PENUTUP
a. Kesimpulan
Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah atau traumatic. Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan post op amputasi di
perlukan proses perawatan yang komprehensif yang meliputi aspei hio, psiko,
sosial, spiritual dengan mengikutkan klien dan keluarga klien di dalamnya.
b. Saran
a. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan makalah ini dapat menjadi pedoman bagi perawat dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan dengan post op amputasi atas lutut
sinistra.
b. Bagi Institusi
41
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan terutama di Akademi
Keperawatan, dan menjadi bahan tambahan bacaan dan pengetahuan bagi
mahasiswa/i Akademi Keperawatan.
c. Bagi Perawat
Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya kebutuhan pelayanan
kesehatan menuntut perawat kontemporer saat ini memiliki pengetahuan dan
keterampilan di berbagai bidang.Saat ini perawat memiliki peran yang lebih
luas dengan penekanan pada peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit, juga memandang klien secara komprehensif.Perawat kontemporer
menjalankan fungsi dalam kaitannya dengan berbagai peran pemberi
perawatan.
Perawat hendaknya perlu meningkatkan mutu pelayanan keperawatan guna
mengembangkan hubungan interpersonal yang akrab dan terbuka antara
perawat, klien dan keluarga khususnya di ruang Rindu B-3 RSUP H. Adam
Malik Medan dan diharapkan kepada perawat memberikan health education
kepada klien dan keluarga tentang amputasi atas lutut sinistra.
d. Bagi Klien
Di harapkan pada Tn.F bisa melaksanakan semua intruksi dan anjuran dokter
dan perawat untuk kesembuhan penyakitn
42
43
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddath, 2002, Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah, edisi 3,
Jakarta: EGC
44