Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Trauma amputasi adalah hilangnya bagian tubuh biasanya jari, jari kaki, lengan, atau
kaki yang terjadi sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma. Sebuah amputasi traumatik
dapat melibatkan bagian tubuh, termasuk lengan, tangan, jari tangan, kaki, jari kaki, telinga,
hidung, kelopak mata dan alat kelamin. Anggota tubuh bagian atas termasuk jari-jari
(falang), tangan (metakarpal), pergelangan tangan (carpals), lengan (radius/ulna), lengan
atas (humerus), tulang belikat (tulang belikat) dan tulang kerah (klavikula). Amputasi
ekstremitas lebih dari 65% dari traumatik amputasi, sementara orang yang dapat terlibat
dalam amputasi korban kebanyakan antara usia 15 dan sebagian besar korban 80% adalah
laki-laki.
Diperkirakan bahwa satu dari setiap 200 individu di Amerika Serikat telah mengalami
amputasi. Amputasi traumatik tidak direncanakan biasanya terjadi di luar lingkungan rumah
sakit. Lebih dari 30.000 amputasi traumatik terjadi setiap tahun.
Amputasi dapat melibatkan anatomi proksimal atau distal. Amputasi proksimal
melibatkan anatomi yang melekat erat dengan inti tubuh, seperti seluruh lengan pada sendi
bahu atau kaki di sendi pinggul. Distal amputasi melibatkan anatomi yang jauh dari inti
tubuh, seperti jari tangan atau kaki. Distal amputasi lebih umum daripada amputasi
proksimal.
Pada kelompok usia muda amputasi disebabkan karena trauma. Pada anak-anak, 60%
disebabkan oleh amputasi kongenital dan amputasi bedah umumnya disebabkan karena
trauma atau keganasan. Sekitar 75% amputasi terjadi pada pria. Baik amputasi yang terjadi
karena pekerjaan, penyakit dan penyebab lain, insidennya lebih tinggi pada pria, 85%
amputasi terjadi pada ekstremitas bawah.

1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan umun
Setelah mempelajari makalah ini, mahasiswa mampu memberikan asuhan
keperawatan pada masalah Traumatik Amputasi
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah mempelajari makalah ini, mahasiswa mampu
1. Memahami definisiamputasi
2. Memahami etiologi dari amputasi
3. Menyebutkan manifestasi klinis amputasi
4. Menjelaskan patofisiologi amputasi
5. Menjelaskan kompikasi amputasi
6. Menjelaskan cara penanganan amputasi
7. Menjelaskan penatalaksanaan amputasi
8. Menjelaskan proses keperawatan amputasi

1.3 MANFAAT
Adapun makalah ini dapat digunakan sebagai :
1. Bahanuntuk belajar tentang perawatan amputasi dalam keperawatan gerontik.
2. Menambah bacaan tentang amputasi
3. Salah satu acuan belajar tentang asuhan pasien amputasi
4. Sebagai motivator dan sumber informasi bagi mahasiswa tentang amputasi

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 PENGERTIAN
Menurut para ahli ada beberapa pengertian tentang trauma dan amputasi, antara lain:
2.1.1 Menurut Cerney dan Pickett (1998),
Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka.
3

Sementara menurut Stamm (1998) mengatakan bahwa traumatik merupakan suatu


reaksi yang alamiah terhadap peristiwa yang mengandung kekerasan (seperti
kekerasan kelompok, pemerkosaan, kecelakaan, dan bencana alam) atau kondisi
dalam kehidupan yang mengerikan (seperti kemiskinan, deprivasi, dan lain-lain).
Sedangkan menurut Lonergan (1998) traumatik adalah suatu kejadian yang
dialami atau disaksikan oleh individu, yang mengancam keselamatan dirinya.
(http://rumahbelajarpsikologi.com)
Jadi, dapat disimpulkan trauma adalahsuatu kejadian yang dialami seseorang dan
meninggalkan bekas yang diakibatkan oleh suatu kejadian yang melukai secara fisik,
misalnya kecelakaan, kekerasan atau bencana alam.
2.1.2 Menurut (Garrison, 2001:30)
Amputasi adalah hilangnya suatu bagian tubuh atau bagian dari tubuh.
Kehilangan tersebut bisa sekecil ujung hidung atau seluas keseluruhan tubuh di
bawah vertebra lumbalis bawah.
Sedangkan menurut (Carpenito, 1999:459) amputasi adalah pembedahan
memotong dan mengangkut tungkai dan lengan. Amputasi yang disebabkan
kecelakaan (23%), penyakit (74%) kelainan kongenital (3%).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa traumatik amputasi adalah penghilangan
sebuah ekstremitas tubuh oleh traumafisik yang dialami individu seperti kecelakaan
atau kekerasan.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab utama amputasi ekstremitas atas adalah trauma berat (cedera akut, luka
bakar listrik, luka bakar dingin), tumor ganas, infeksi gas ganggren fulminal, osteomielitis
kronis dan malforasi kongenital. (Smeltzer, 2002: 2387).

Trauma amputasi biasanya hasil langsung dari pabrik, peternakan, atau kecelakaan
perkakas listrik atau dari kecelakaan kendaraan bermotor. Bencana alam, perang, dan
serangan teroris juga bisa menyebabkan amputasi traumatik.
Trauma adalah penyebab paling sering dari suatu amputasi, cedera terkait
pekerjaan, aktivitas di alam bebas, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kendaraan bermotor
dan cedera terkait pekerjaan. Terdapat suatu insiden yang lebih besar dari hilangnya
ekstermitas bawah, meliputi hampir 10% tindakan amputasi, terutama pada kecelakaan
kerja.
2.3 PATOFISIOLOGI
Terjadinya amputasi (kehilangan bagian tubuh) pada seseorang dapat disebabkan
karena berbagai faktor antara lain penyakit vaskuler perifer yaitu penyakit pada pembuluh
darah, trauma disebabkan kerena kecelakaan, tumor ganas seperti osteosarkoma (tumor
tulang) serta congenital (bawaan sejak lahir). Amputasi sendiri bisa diartikan sebagai
diskontinuitas jaringan tulang dan otot yang dapat mengakibatkan terputusnya pembuluh
darah dan syaraf serta kehilangan bagian tubuh, dimana pada terputusnya pembuluh darah
dan syaraf ini akan menimbulkan rasa nyeri yang sering kali berdampak pada resiko
terjadinya infeksi pada luka yang ada dan gangguan mobilitas fisik yang dapat
menimbulkan resiko kontraktur fleksi pinggul. Selain disebabkan oleh nyeri, gangguan
mobilitas fisik juga bisa disebabkan oleh kehilangannya bagian tubuh terutama pada
ekstremitas bawah. Kehilangan bagian tubuh juga dapat menimbulkan stress emosional
dikarenakan gangguan psikologis yang disebabkan oleh adanya perubahan dari struktur
tubuh yang berdampak pada timbulnya gangguan citra diri dan penurunan intake oral. Pada
penurunan intaka oral ini biasanya akan menimbulkan resiko kurangnya pemenuhan nutrisi

(kurang dari kebutuhan tubuh dan akan terjadi kelemahan fisik serta resiko penyembuhan
luka yang lambat.

2.4 JENIS-JENIS AMPUTASI


Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi:
1. Amputasi selektif atau terencana, amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang
terdiognosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.
Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
2. Amputasi akibat trauma, ini merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma
dan tidak terencana. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi
amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat, kegiatan amputasi ini dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti trauma
dengan patah tulang multiple dan kerusakan kulit yang luas.
2.5MANIFESTASI KLINIS
Adapun pengaruhnya meliputi:
a. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan
pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan
kecepatan metabolisme basal.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar ke ruang interstitial pada bagian tubuh yang

rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi


klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke
hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi
peningkatan diuresis.
c. Sistem respirasi
1) Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.
2) Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan
rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
3) Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan
sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan
mengganggu gerakan siliaris normal.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme
pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan
immobilisasi.
2) Penurunan cardiac reserve

Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan


waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
3) Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior
dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah
yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk
memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan
pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
e. Sistem Muskuloskeletal
1) Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan
suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan
pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
2) Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan
fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropidan paralisis otot.
3) Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
4) Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan
organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.

f. Sistem pencernaan
1) Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan
kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
2) Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat peristaltikusus dan spincter anus
menjadi konstriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan
feces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
g. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada
dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal
banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan: Akumulasi endapan urine di renal
pelvis akan mudah membentuk batu ginjal, tertahannya urine pada ginjal akan
menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK (Infeksi Saluran
Kemih).
h. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong
akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke
jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali
jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

2.6 KOMPLIKASI

Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit. Karena ada
pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi merupakan
infeksi pada semua pembedahan. Dengan peredaran darah yang buruk atau kontaminasi luka
setelah amputasi traumatika, risiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan
iritasi akibat prostesis dapat menyebabkan kerusakan kulit. (Smeltzer, 2002:2389)

2.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan
sisa amputasi (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat untuk penggunaan
prostesis. Penyembuhan dipercepat dengan penanganan lembut terhadap sisa amputasi,
pengontrolan edema, dengan balutan kompres lunak atau rigit dan menggunakan teknik
aseptik dalam perawatan luka untuk meghindari infeksi.
a. Balutan rigit tertutup, ini sering digunakan untuk mendapat kompresi yang merata,
menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur.
b. Balutan lunak, dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi
berkala sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan dengan balutan. Hematoma
(luka) puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.
(Smeltzer, 2002:2388-2389).

10

2.8 WOC

Peningkatan vaskuler perifer


(tumor tulang, trauma).

Conggenita

Discontinue jaringan
Jaringan, otot dan tulang

Amputasi

Ketidakadekuatan pertahanan
Perifer (kulit robek)

Luka post oprasi

Resiko infeksi

kehilangan sebagian anggota tubuh (extermitas)

11

Reseptor nyeri memberi

Gangguan
Mobilitas Fisik

Impuls ke hipotalamus

stress emosional

Nyeri di persepsikan
Gangguan citra
diri
Nyeri

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1. Biodata
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada remaja
dandewasa

muda.jenis

kelamin;

dapat

terjadi

pada

pria

dan

wanita.P e k e r j a a n ; beresiko tinggi pada penjajak seks komersial


2. Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanankesehatan
adalah nyeri pada lesi yang timbul.
3. Riwayat penyakit sekarang
Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien.
Pada beberapa kasus,timbul lesi/vesikel perkelompok pada penderita yang mengalami
demam ataupenyakit yang disertai peningkatan suhu tubuh atau pada penderita
yangmengalami trauma fisik maupun psikis.
12

Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada aera kulit yang mengalami

peradangan berat dan vesikulasi hebat.


4. Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit herpessimplek
atau memiliki riwayat penyakit seperti ini.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.
6. Kebutuhan psikososial.
7. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: Seperti

keterbatasan

aktual/antisipasi

yang

dimungkinkan

oleh

kondisi/amputasi.
b. Integritas ego
Gejala: Antisipasi pola hidup, situasi finansial, perasaan putus asa, tidak berdaya.
Tanda: Ansietas, ketakutan, peka, marah, menarik diri.
c. Seksualitas
Gejala: Masalah tentang keintiman hubungan
d. Interaksi sosial
Gejala: Masalah sehubungan dengan penyakit/kondisi, peran fungsi.
e. Penyuluhan/pembelajaran
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 9,7 hari
Rencana pemulangan: Memerlukan bantuan dalam perawatan luka/bahan, adaptasi
terhadap alat bantu ambulatori, transportasi, pemeliharaan rumah, kemungkinan
aktivitas parawatan diri, dan latihan kejuruan.
8.Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan tergantung pada kondisi dasar perlunya amputasi dan digunakan untuk
menentukan tingkat yang tepat untuk amputasi.
a. Foto rontgen: Mengidentifikasi abnormalitas tulang.
b. Skan CT: Mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, pembentukan hematoma

13

c. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah: Mengevaluasi perubahan sirkulasi/perfusi


jaringan dan membantu memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah
amputasi.
d. Ultrasound Doppler, flowmetri dopller laser: Dilakukan untuk mengkaji dan
mengukur aliran darah
e. Tekanan O2 transkutaneus: Memberi peta area perfusi paling besar dan paling kecil
dalam keterlibatan ekstremitas.
f. Termografi: Mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik pada dua sisi, dari
jaringan kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua pembacaan,
makin besar kesempatan untuk sembuh.
g. Pletismografi: Mengukur TD segmental bahwa terhadap ekstremitas bawah
h.
i.
j.
k.

mengevaluasi aliran darah arterial.


LED: Peninggian mengidentifikasi respon inflamasi.
Kultur luka: Mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
Biopsi: Mengkonfirmasi diagnosa massa benigna/maligna
Hitung darah lengkap/diferensial: Peninggian dan perpindahan ke kiri di duga
proses infeksi.
Smeltzer dan Bare (2000:2390) menguraikan rangkaian sebelum
pembedahan, status neurovaskuler, fungsional ekstremitas harus dievaluasi melalui
riwayat dan pengkajian fisik.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Perumusan diagnosa keperawatan adalah bagaimana diagnosa keperawatan
digunakan dalam proses pemecahan masalah. Melalui identifikasi, dapat digambarkan
berbagai masalah keperawatan yang membutuhkan asuhan keperawatan (Hidayat, 2002:24)
Diagnosa keperawatan menurut Doenges (2000:787-793) yang mungkin muncul pada klien
amputasi sebagai berikut:
1. Gangguan citra diri berhubungan dengan faktor biopsiko atau kehilangan bagian tubuh
2. Nyeri berhubungan dengan cidera fisik/jaringan dan trauma syaraf. Dampak psikologis
dari kehilangan bagian tubuh
14

3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer


(kulit robek, jaringan traumatik) prosedur invasif, terpajan pada lingkungan
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai, gangguan perseptual
2.3 Perencanaan Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan catatan penyusunan Rencana tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk menanggulangi masalah dengan cara mencegah,
mengurangi, dan menghilangkan masalah. Perawat dapat menggunakan strategi pemecahan
masalah untuk mengatasi masalah klien melalui intervensi, implementasi dan manajemen
yang baik. (Hidayat, 2002:30)
Rencana keperawatan yang dijumpai pada klien dengan amputasi menurut Doenges
(2000:787-794), antara lain:
1. Gangguan citra diri berhubungan dengan faktor biopsiko atau kehilangan bagian tubuh
Tujuan/kriteria hasil:

Klien menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri


(amputasi)

Intervensi:
1) Kaji/pertimbangan persiapan klien dan pandangan terhadap amputasi
Rasional: Memandang amputasi sebagai rekonstruksi akan menerima diri yang baru.
2) Dorong ekspresi ketakutan perasaan negatif, dan kehilangan bagian tubuh.
Rasional: Ekspresi emosi membantu klien menerima kenyataan dan realita hidup tanpa
tungkai
3) Kaji derajat dukungan untuk klien
Rasional: Dukungan yang cukup dari orang terdekat membantu proses ketakutan
4) Dorongan dalam aktivitas sehari-hari, beri kesempatan untuk memandang/merawat
puntung menggunakan waktu untuk menunjukkan tanda positif kesembuhan
Rasional: Meningkatkan kemandirian, meningkatkan perasaan harga diri, membantu
dalam pemecahan masalah.
2. Nyeri berhubungan dengan cidera fisik/jaringan dan trauma syaraf. Dampak psikologis
dari kehilangan bagian tubuh.
15

Tujuan/kriteria hasil:

Klien menyatakan nyeri hilang/terkontrol.


Klien tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat dan menyatakan
pemahaman nyeri fantom dan metode untuk menghilangkannya.

Intervensi:
1) Catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10) selidiki perubahan karakteristik nyeri.
Rasional: Membantu dalam evaluasi dan keefektifan intervensi
2) Terima kenyataan sensasi fantom tungkai yang biasanya hilang dengan sendirinya
dan banyak alat akan dicobakan untuk menghilangkan nyeri.
Rasional: Mengetahui tentang sensasi ini memungkinkan klien memahami
fenomena normal yang terjadi segera atau beberapa minggu pasca operasi.
3) Berikan pijatan lembut pada puntung sesuai toleransi bila balutan telah lepas.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi, menurunkan tegangan otot
4) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, analgesik, relaksan otot
Rasional: Menurunkan nyeri/spasme otot.
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Tujuan/kriteria:

Klien mencapai penyembuhan tepat pada waktunya, bebas draine purulen, atau
eritema, dan tidak demam.

Intervensi:
1) Pertahankan tekhnik antiseptik bila merawat luka/ganti balutan
Rasional: Meminimalkan introduksi bakteri
2) Inspeksi puntung yang tepat, mencegah komplikasi
Rasional: Deteksi dini terjadinya infeksi, memberikan kesempatan untuk intervensi
yang tepat, mencegah komplikasi
3) Buka puntung terhadap udara, pencucian dengan sabun ringan dan air setelah balutan
konraindikasi
Rasional: Mempertahankan kebersihan, meningkatkan penyembuhan kulit yang
lunak
4) Awasi tanda vital
Rasional: Peningkatan suhu dapat menunjukkan adanya sepsis
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai, gangguan perseptual
16

Tujuan/kriteria:

Klien

menyatakan

situasi

individu/pemahaman

tindakan

keamanan

klien

menunjukkan partisipasi dalam aktivitas mempertahankan posisi fungsi


Intervensi:
1) Berikan perawatan puntung secara teratur
Rasional: Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi penyembuhan dan
komplikasi
2) Bantu latihan tentang gerak khusus untuk area sakit dan yang tak sakit
Rasional: Untuk mencegah kontraktur, perubahan bentuk
3) Instruksi klien untuk berbaring tengkurap sesuai toleransi dengan bantal di bawah
abdomen dan puntung ekstremitas bawah
Rasional: Menguatkan otot untuk mencegah kontraktur fleksi pinggul
4) Tunjukkan/bantu tekhnik pemindahan dan penggunaan alat mobilitas
Rasional: Membantu perawatan diri dan kemandirian klien
3.4 IMPLEMENTASI
Adalah mengelola dan mewujudkan rencana perawatan meliputi tindakan yang
direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan ketentuan didalam rumah
sakit.

3.5 EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, evaluasi
merupakan kegiatan yang disengaja dan terus menerus yang melibatkan klien, perawat
dan tim kesehatan lain. Evaluasi juga hanya menunjukkan masalah mana yang telah
dipecahkan yang perlu dikaji ulang rencana kembali dilaksanakan dan rencana evaluasi
kembali.

17

BAB 4

18

PENUTUP

4.1

KESIMPULAN
trauma adalahsuatu kejadian yang dialami seseorang dan meninggalkan bekas
yang diakibatkan oleh suatu kejadian yang melukai secara fisik, misalnya kecelakaan,
kekerasan atau bencana alam. bahwa traumatik amputasi adalah penghilangan sebuah
ekstremitas tubuh oleh traumafisik yang dialami individu seperti kecelakaan atau
kekerasan.
Terjadinya amputasi (kehilangan bagian tubuh) pada seseorang dapat disebabkan
karena berbagai faktor antara lain penyakit vaskuler perifer yaitu penyakit pada
pembuluh darah, trauma disebabkan kerena kecelakaan, tumor ganas seperti
osteosarkoma (tumor tulang) serta congenital (bawaan sejak lahir). Amputasi sendiri bisa
diartikan sebagai diskontinuitas jaringan tulang dan otot yang dapat mengakibatkan
terputusnya pembuluh darah dan syaraf serta kehilangan bagian tubuh, dimana pada
terputusnya pembuluh darah dan syaraf ini akan menimbulkan rasa nyeri yang sering kali
berdampak pada resiko terjadinya infeksi pada luka yang ada dan gangguan mobilitas
fisik yang dapat menimbulkan resiko kontraktur fleksi pinggul. Selain disebabkan oleh
nyeri, gangguan mobilitas fisik juga bisa disebabkan oleh kehilangannya bagian tubuh
terutama pada ekstremitas bawah. Kehilangan bagian tubuh juga dapat menimbulkan
stress emosional dikarenakan gangguan psikologis yang disebabkan oleh adanya
perubahan dari struktur tubuh yang berdampak pada timbulnya gangguan citra diri dan
penurunan intake oral.

19

4.2 SARAN
Perawat ataupun mahasiswa keperawatan harus banyak membaca
memperbanyak

referensi

untuk

meningkatkan

pengetahuan

dan

dan

pemahaman

tentangTraumatik Ampitasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2001. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional.Widya Medika, Jakarta

Capernito, Lynda Juall. 1999. RencanaAsuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


Keperawatan dan Kolaboratif; Alih Bahasa Monica Ester, Setiawan, EGC, Jakarta

Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Salemba Medika, Jakarta

Doenges, Marylinn E. 1999,2000. Rencana Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC,Jakarta.

`1

20

Anda mungkin juga menyukai