Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

AMPUTASI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Koordinator : H. Hikmat Rudyana S.Kp., M.Kep

Dosen Pembimbing : Dedi Supriadi S.Kep., Ns., M.kep

Disusun Oleh :

Nurrizky Firdaus
NPM : 214121019

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2021
LAPORAN PENDAHULUAN AMPUTASI

A. DEFINISI
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang berarti “pancung”. Bararah dan
Jauhar (2012) menyatakan bahwa “amputasi adapat diartikan sebagai tindakan
memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini
merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala
masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki
dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh
yang lain seperti timbulnya komplikasi infeks”.
Adapun pengertian amputasi menurut LeMone (2011) Amputasi adalah
pemotongan sebagian atau seluruh dari anggota ekstremitas. Amputasi merupakan
tidakan dari proses yang akut, seperti kejadian kecelakaan atau kondisi yang
kronik, misalnya penyakit pembuluh perifer, diabetes mellitus.
Hal yang sama diungkapkan juga oleh Lukman dan Ningsih (2011), amputasi
adalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota  tubuh/gerak
yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomeilitis, dan
kanker tulang melalui proses pembedahan. 
B. ETIOLOGI
Penyebab amputasi adalah kelainan ekstremitas yang disebabkan oleh
penyakit DM, Gangren, cedera, dan tumor ganas. Tindakan amputasi dapat
dilakukan pada kondisi :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6. Deformitas organ.
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari
amputasi anggota gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit pembuluh
darah perifer adalah hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita neuropati
perifer terutama klien dengan diabetes melitus mempunyai resiko untuk amputasi.
Pada neuropati perifer biasanya kehilangan sensor untuk merasakan adanya luka
dan infeksi. Tidak terawatnya luka dapat infeksi dapat menyebabkan terjadinya
gangren dan membutuhkan tindakan amputasi.
Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya
amputasi di indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau
kecelakaan penggunaan mesin saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada
orang dewasa namun presentasinya lebih sedikit dibanding dengan kalangan muda.
Amputasi di indikasikan bagi klien dengan gangguan aliran darah baik akut
maupun kronis. Pada situasi trauma akut, dimana anggota tubuhnya terputus
sebagian atau seluruhnya akan mengalami kematian jaringan. Walaupun replantasi
jari, bagian tubuh yang kecil, atau seluruh anggota tubuh sukses. Pada proses
penyakit kronik,sirkulasi mengalami gangguan sehingga terjadi kebocoran protein
pada intersisium sehingga terjadi edema. Edema menambah resiko terjadinya
cedera dan penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada menjadi berkembang karena
terinfeksi yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan yang membuat bakteri
mudah berkembangbiak. Infeksi yang terus bertumbuh membahayakan sirkulasi
selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan dibutuhkan tindakan amputasi
(LeMone, 2011).
Selain dari faktor diatas, penyebab atau faktor predisposisi terjadinya
amputasi diantaranya ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yang tidak
mungkin dapat diperbaiki, kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin
diperbaiki, gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat, infeksi yang
berat atau berisiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya, ada tumor pada
organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif, deformitas organ (Bararah
dan Jauhar, 2013).
Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi amputasi
selektif/terencana diamana amputasi ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis
dan mendapat penangan yang terus menerus, biasanya dilakukan sebagai salah satu
tindakan terakhir, sedangkan amputasi akibat trauma tidak direncanakan. Amputasi
darurat merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat, seperti pada
trauma multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Menurut jenisnya amputasi dibagi menjadi dua macam, yaitu amputasi jenis
terbuka dan tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat
dimana pemotongan tulang dan otot pada tingkat yang sama sedangkan amputasi
tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif
kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 cm
dibawah potongan otot dan tulang. Amputasi dilakukan pada titik paling distal
yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi
ditentukan berdasarkan dua faktor peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan
fungsional (sesuai kebutuhan protesis).
Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor
dalam gaya jalan dan keseimbangan. Amputasi syme (memodifikasi amputasi
disartikulasi pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif
dan menghasilkan ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan dapat menahan beban
berat badan penuh. Amputasi dibawah lutut lebih disukai dibanding amputasi
diatas lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan energi untutk berjalan.
Dengan mempertahankan lutut bagi lansia antara ia bisa berjalan dengan alat bantu
dan atau bisa duduk di kursi roda. Diartikulasi sendi lutut paling berhasil pada
klien muda, aktif yang masih mampu mengembangkan kontrol yang tepat
sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan, dan disupervisi
pinggul dapat dicegah untuk potensi supervise maksimal. Bila dilakukan amputasi
disartikulasikan sendi pinggul kebanyakan orang akan tergantung pada kursi roda
untuk mobilisasinya.
Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang
fungsional maksimal. Protesis segera diukur dengan fungsinya bisa maksimal
(Bararah dan Jauhar, 2013). Perdarahan infeksi, dan kerusakan integritas kulit
merupakan komplikasi amputasi. Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan
pembuluh darah besar dan dapat menjadi massif. Infeksi dapat terjadi pada semua
pembedahan, dengan perdaran darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta
dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi
penggunaan prosthesis (Lukman dan Ningsih, 2011).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah)
2. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf
yang dekat dengan permukaan.
3. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa dengan
keronitis.
4. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
5. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
6. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
7. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan
E. JENIS- JENIS AMPUTASI
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat
penanganan yang baik serta terpantau secara terus- menerus. Amputasi
dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi
amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma
dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi diantaranya adalah :
1. Amputasi terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana
pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi terbuka
dilakukan pada luka yang kotor, seperti luka perang atau infeksi berat antara
lain gangrene, dibuat sayatan dikulit secara sirkuler sedangkan otot dipotong
sedikit proximal dari sayatan kulit dan digergaji sedikit proximal dari otot.
2. Amputasi tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana
dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang
lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan
tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka
operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah
kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan
protese ( mungkin ). Amputasi tertutup dibuat flap kulit yang direncanakan
luas dan bentuknya secara teliti untuk memperoleh kulit penutup ujung putung
yang baik dengan lokasi bekas pembedahan.
F. TINGKATAN AMPUTASI
1. Estremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal
ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi,
berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan. Ekstremitas
atas, terdiri dari : telapak, pergelangan tangan, lengan bawah, siku dan lengan
atas.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-
jari kaki yang menimbulkan penurunan seminimal mungkin kemampuannya.
Ekstremitas bawah terdiri dari : jari kaki dan kaki, proksimal sendi
pergelangan kaki, tungkai bawah, tungkai atas, sendi panggul, lutut,
hemipeivektomi.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua
letak amputasi yaitu :
a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation)
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic
limb dan inschemic limb.
b. Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan
penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila
tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur
Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi
serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena
sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga
melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf
lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sensation
Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya
ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-
obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit.
Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat
menjadi masif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran
darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit
akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan protesis.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto rontgen : Mengidentifikasi abnormalitas tulang.
2. Scan CT : Mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis,pembentukan hematoma
3. LED : Mengindikasikan respons inflamasi
4. Kultur luka : Mengidentifikasi adanya luka / infeksi dan organisme penyebab.
5. Biopsy : Mengkonfirmasikan diagnosa masa benigna / maligna.

I. PENATALAKSANAAN AMPUTASI
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka
amputasi dan menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan
dengan kulit yang sehat. pada lansia mungkin mengalami kelembatan
penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya.
Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan yang lembut
terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres
lunak (rigid) dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk
menghindari infeksi.
1. Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang
waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan
apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi
tempat memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan.
Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata,
menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur.
Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah
peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian dibalut dengan gips elastic
yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan
sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi
peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara
diganti.
2. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan
inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi
dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat
drainase luka untuk meminimalkan infeksi.
3. Amputasi bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama
dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan
sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari
infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife
dengan penutupan kulit.
4. Protesis
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat
dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan
klien menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru
diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit
pembuluh darah proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini
bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek
system musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal. Pada ekstremitas
bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk
ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan miolektrik
canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
diagnosa medis, no register dan tanggal MRS.
2) Keluhan Utama
Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila
digerakkan.
3) Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.
4) Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
5) Riwayat Penyakit Keluarga.
Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit
fraktur / penyakit menular.

b. Pola – Pola Fungsi


1) Aktivitas/Istirahat
Gejala : keterbatasan actual atau antisipasi yang dimungkinkan oleh
kondisi/amputasi
2) Integritas ego
Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan, menarik diri,
keceriaan berdaya
Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial,
reaksi orang lain perasaan putus asa, tidak berdaya.
3) Seksualitas
Gejala : masalah tentang keintiman hubungan
4) Interaksi social
Gejala : masalah hubungan dengan penyakit atau kondisi.
A. Pengkajian Riwayat Kesehatan.
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang
mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya
penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit
paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.
B. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum
kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan
operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan
terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik
mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.

Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :


SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen : Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat
Kulit secara umum. hidrasi.
Lokasi amputasi Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut
atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi
terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus
return.
Sistem Cardiovaskuler : Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan
Cardiac reserve pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator
Pembuluh darah fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian
terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai
adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik
dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.

C. Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual


Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian
pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan
terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang
akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi
terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri.
Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi
terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan
memperhatikan tingkat persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran
ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah
dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri,
pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran
dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara
seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan
tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti
terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan
klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu
sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang
terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk
melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre
operatif.
D. Diagnosa Keperawatan
 Pre Operasi
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma
saraf.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi otot
dan pergerakan akibat gangren.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan
perioperatif.
d. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan
kehilangan akibat amputasi.
 Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
sekunder terhadap amputasi.
b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah arteri/ vena
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu
makan/anoreksia.
d. Resiko kerusakan Integritas kulit b.d adanya dekubitus akibat tirah
baring lama.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot akibat
tirah baring lama post amputasi.
f. Kurang perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, berdandan
berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya salah satu
anggota badan akibat amputasi.
E. Intervensi Keperawatan
 Pre Operasi
No Analisa Data Diagnosa keperawatan NOC NIC
.
1. Ds: Nyeri (akut) Setelah dilakukan Mandiri
Pasien mengatakan berhubungan dengan asuhan Catat lokasi,
nyeri pada daerah cedera fisik/jaringan keperawata1n. selama frekwensi dan
luka. dan trauma saraf. 3x24 jam pasien dapat intensitas nyeri (skala
Do: mentoleransi nyeri 0-10). Amati
- Wajah meringis dan nyeri berkurang. perubahan
- Nadi: 120x/mnt Dengan kriteria hasil: karakteristik nyeri,
- RR: 25x/mnt -Px. Tampak rileks misalnya kebas dan
TD: 170/90mmHg Nadi: 60-100x/mnt kesemutan.
RR:16-24x/mnt 2. Tinggikan bagian
TD:120/80mmHg yang sakit dengan
Skala nyeri berkurang meninggikan tempat
0-2. tidur atau bantal
guling sebagai
penyangga.
3. Tingkatkan
kenyamanan klien
(rubah posisi sesering
mungkin, dan beri
pijatan punggung).
Dotong penggunaan
teknik manajemen
stres (napas dalam,
visualisasi).
4. Berikan pijatan
lembut pada sisa
tungkai (puntung)
sesuai toleransi bila
balutan telah dilepas.
5. Kolaborasi dalam
pemberian analgetik

2. Data Subjetif: Kecemasan Setelah dilakukan1. Memberikan bantuan


- pasien sering berhubungan dengan tindakan keperawatan secara fisik dan
menanyakan kurang pengetahuan selama 3 jam pasien psikologis,
tentang prosedur tentang kegiatan mampu mengontrol memberikan
tindakan yang akan perioperatif. tingkat ansietasnya dukungan moral.
dilakukan. serta mampu2. Menerangkan
Data Objektif: mengkomunikasikan prosedur operasi
- nadi: 120x/mnt perasaan negatifnya dengan sebaik-
- dengan tepat. Dengan
RR: 25x/mnt baiknya.
- KH: 3.
TD: Mengatur waktu
Nadi: 60-100x/mnt
170/90mmHg khusus dengan klien
- RR:16-24x/mnt
Tampak bingung untuk berdiskusi
TD:120/80mmHg
tentang kecemasan
Pasien tampak rileks
klien.
4. Bina hubungan saling
percaya dengan pasien
dan keluarga pasien.
5. Kolaborasi: beri obat
untuk mengurangi
ansietas sesuai
kebutuhan
3. Ds: - Berduka Setelah dilakukan1. Anjurkan klien untuk
Do: wajah pasien yang antisipasi asuhan keperawatan mengekspresikan
tampak murung. (anticipated griefing) selama 1x24 jam klien perasaan tentang
Pasien tidak ingin berhubungan dengan mampu dampak pembedahan
melihat tubuh yang kehilangan akibat mendemontrasikan pada gaya hidup.
telah di amputasi. amputasi. kesadaran akan2. Berikan informasi
dampak pembedahan yang adekuat dan
pada citra diri dengan rasional tentang alasan
KH: pemilihan tindakan
Pasien menyadaridan pemilihan amputasi.
menerima kondisi3. Beri informasi bahwa
tubuhnya saat ini, amputasi merupakan
pasien tampak tenang. tindakan untuk
memperbaiki kondisi
klien dan merupakan
langkah awal untuk
menghindari
ketidakmampuan atau
kondisi yang lebih
parah.
4.
Fasilitasi untuk
bertemu dengan orang
dengan amputasi yang
telah berhasil dalam
penerimaan terhadap
situasi amputasi.

 Post Operasi
No Analisa Data Diagnosa keperawatan NOC NIC
.
1. Ds: Pasien Gangguan rasa Setelah 1. Evaluasi nyeri :
mengatakan nyeri nyaman: Nyeri dilakukanasuhan berasal dari sensasi
pada bagian tubuh berhubungan dengan keperawatan selama panthom limb atau
yang diamputasi. insisi bedah sekunder 3x24 jam pasien dapat dari luka insisi. Bila
Do: terhadap amputasi. mentoleransi nyeri terjadi nyeri panthom
- Wajah meringis dan nyeri berkurang. limb
- nadi: 120x/mnt Dengan kriteria hasil: 2. Ajarkan klien
- RR: 25x/mnt -Px. Tampak rileks memberikan tekanan
- TD: 170/90mmHg Nadi: 60-100x/mnt lembut dengan
RR:16-24x/mnt menempatkan
TD:120/80mmHg puntung pada handuk
Skala nyeri berkurang dan menarik handuk
0-2. dengan berlahan.
3. Ajarkan teknik
distraksi relaksasi
untuk menanggulangi
nyeri.
4. Beri analgesic
( kolaboratif )
2. Ds: - Resiko tinggi Setelah Pantau tanda vital,
Do: perubahan perfusi dilakuka1n. asuhan palpasi nadi perifer,
Terdapat sianosis jaringan perifer keperawatan selama perhatikan kekuatan
Suhu Ekstremitas berhubungan dengan 1x24 jam dan kesamaan.
dingin penurunan aliran menunjukkan perfusi Lakukan pengkajian
Denyut darah arteri/ vena jaringan yang neurovascular periodic
proksimal dan bai2k. dengan kriteria
misalnya
hasil:
Sianosis (-)
perifer distal lemah Suhu ekstermitas sensasi, gerakan, nadi,
N: 50x/mnt hangat warna kulit dan suhu.
Warna kulit pucat Denyut proksima3l. Inspeksi
dan perifer distal kuat balutan/drainase,
N: 60-100x/mnt perhatikan jumlah dan
Warna kulit karakteristik balutan.
normal. 4. Berikan tekanan
langsung pada sisi
perdarahan, bila
terjadi perdarahan
segera hubungi dokter.
5. Evaluasi tungkai
bawah yang tidak
dioperasi dari adanya
inflamasi
6. Kolaborasi
Berikan cairan
IV/darah sesuai order
Gunakan kaoskaki
antiembolitik untuk
kaki yang tidak
dioperasi.
Pantau pemeriksaan
laboratorium :
Hb/Ht
Pt/APTT.
3. Ds: pasien Perubahan nutrisi Setelah dilakukan1. Berikan informasi
mengatakan adanya kurang dari kebutuhan asuhan keperawatan tentang kebutuhan
sensasi rasa pahit di tubuh b.d penurunan selama 3x24 jam nutrisi dan bagaimana
lidahnya nafsu kebutuhan nutrisi cara memenuhinya
Do: makan/anoreksia. pasien terpenuhi2. Berikan asupan
-adanya sisa dengan kriteria hasil: makanan dalam porsi
makanan di piring -rasa pahit di lidah(-) sedikit tapi sering
pasien -sisa makanan (-) 3. Beri asupan makanan
-Bising usus -Bising Usus (-) tinggi kalori tinggi
hiperaktif -Konjungtiva dan protein
-konjungtiva dan mukosa berwarna4. Kolaborasi dengan
mukosa pucat merahmuda ahli gizi dalam
Menolak untuk -annoreksia(-) menentukan
makan kebutuhan nutrisi
pasien untuk
memenuhi kebutuhan
nutrisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
 Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal –
Bedah, edisi Indonesia, EGC: Jakarta.
 Wilkinson, Judith.M. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan
Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. EGC: Jakarta
 Price, silvia A, and lorraine M. Wilson. 1995. patofisiologi : konsep
klinis

Anda mungkin juga menyukai