Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID

OLEH :

Kadek Fransiska Sintya Dewi (P07120219074)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2020/2021
1. KONSEP DASAR HEMOROID
A. Pengertian Hemoroid

Hemorrhoid atau wasir merupakan salah satu dari gangguan sirkulasi


darah. Gangguan tersebut dapat berupa pelebaran (dilatasi) vena yang disebut
venectasia atau varises daerah anus dan perianus yang disebabkan oleh
bendungan dalam susunan pembuluh vena. Hemorhoid disebabkan oleh
obstipasi yang menahun dan uterus gravidus, selain itu terjadi bendungan
sentral seperti bendungan susunan portal pada cirrhosishati, herediter atau
penyakit jantung kongestif, juga pembesaran prostat pada pria tua, atau tumor
pada rectum.
Hemorrhoid atau lebih dikenal dengan nama wasir atau ambeien
merupakan suatu keadaan yang patologis (tidak normal), apabila sudah mulai
menimbulkan keluhan harus segera dilakukan tindakan untuk mengatasinya.
Hemorrhoid berarti pelebaran pembuluh darah vena (pembuluh darah balik) di
dalam pleksus hemorrhoidalis yang ada di daerah anus. Dibedakan menjadi 2,
yaitu hemorrhoid interna dan haemorrhoid eksterna yang pembagiannya
berdasarkan letak pleksus hemorrhoidalis yang terkena.
Menurut data WHO tahun 2008, jumlah penderita wasir atau hemorrhoid
di seluruh dunia adalah sekitar 230 juta orang. Disebutkan bahwa haemorrhoid
diderita oleh 5% seluruh penduduk dunia. Bahkan pada pemeriksaan rectal
didapatkan bahwa 2/3 penduduk sehat menderita hemorrhoid yang tidak
bergejala. Hemorrhoid juga ditemukan pada 50% manusia diatas 50 tahun.
Hemorrhoid bisa diderita baik pria maupun wanita. Akan tetapi laki-laki
mempunyai kecenderungan lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.
(Bagian Patologi F.K.UI, 1999)

B. Tanda dan gejala


 Tanda
1. Perdarahan Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid
internatrauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna
merah segar dan tidak bercampur dengan feses. Walaupun berasal
dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan
zat asam, jumlahnya bervariasi.
2. Nyeri
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid
internadan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami
trombosisdan radang.
 Gejala
1. Anemiadapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.
2. Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat
tereduksi spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan
sendiri setelah defekasidan akhirnya sampai pada suatu keadaan
dimana tidak dapat dimasukkan.
3. Keluarnya mukus dan terdapatnya fesespada pakaian dalam
merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolap menetap.
4. Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus
rangsangan
Dalam praktiknya, sebagian besar pasien tanpa gejala. Pasien
diketahui menderita hemoroid secara kebetulan pada waktu
pemeriksaan untuk gangguan saluran cerna bagian bawah yang lain
waktu endoskopi/kolonoskopi (teropong usus besar). Pasien sering
mengeluh menderita hemorhoid atau wasir tanpa ada hubungan
dengan gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat
jarang sekali ada hubungan dengan hemorrhoid interna dan hanya
timbul pada hemorrhoid eksterna yang mengalami trombosis. Gejala
yang paling sering ditemukan adalah perdarahan lewat dubur, nyeri,
pembengkakan atau penonjolan di daerah dubur, secret atau keluar
cairan melalui dubur, rasa tidak puas waktu buang air besar, dan rasa
tidak nyaman di daerah pantat.
Perdarahan umumnya merupakan tanda utama pada
penderita hemorrhoid interna akibat trauma oleh feses yang
keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada anus
atau kertas pembersih sampai pada pendarahan yang terlihat
menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun
berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar.
Pendarahan luas dan intensif di pleksus hemorrhoidalis
menyebabkan darah di anus merupakan darah arteri. Datang
pendarahan hemorhoidyang berulang dapat berakibat timbulnya
anemia berat. Hemorhoid yang membesar secara perlahan-lahan
akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps.
Pada tahap awal penonjolan ini hanya terjadi pada saat
defekasidan disusul oleh reduksi sesudah selesai defekasi. Pada
stadium yang lebih lanjut hemorrhoid interna didorong kembali
setelah defekasi masuk kedalam anus. Akhirnya hemorhoid
dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolapse
menetap dan tidak dapat terdorong masuk lagi. Keluarnya
mukus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri
hemorhoid yang mengalami prolapse menetap. Iritasi kulit
perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai
pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus
menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila
terdapat thrombosis yang meluas dengan udem meradang.
(Sjamsuhidajat, 1998)
Apabila hemorrhoid interna membesar, nyeri bukan
merupakan gambaran yang biasa sampai situasi dipersulit oleh
trombosis, infeksi, atau erosi permukaan mukosa yang
menutupinya. Kebanyakan penderita mengeluh adanya darah
merah cerah pada tisu toilet atau melapisi feses, dengan perasaan
tidak nyaman pada anus secara samar-samar. Ketidak nyamanan
tersebut meningkat jika hemorhoid membesar atau prolapse
melalui anus. Prolaps seringkali disertai dengan edema dan
spasme sfingter. Prolaps, jika tidak diobati biasanya menjadi
kronik karena muskularis tetap teregang, dan penderita
mengeluh mengotori celana dalamnya dengan nyeri sedikit.
Hemorhoid yang prolapse bisa terinfeksi atau mengalami
trombosis, membrane mukosa yang menutupi nya dapat
berdarah banyak akibat trauma pada defekasi. Hemorrhoid
eksterna, karena terletak di bawah kulit cukup sering terasa
nyeri, terutama jika ada peningkatan mendadak pada massanya.
Peristiwa ini menyebabkan pembengkakan biru yang terasa
nyeri pada pinggir anus akibat thrombosis sebuah vena pada
pleksus eksterna dan tidak harus berhubungan dengan
pembesaran vena interna. Karena trombus biasanya terletak pada
batas otot sfingter, spasmeanus sering terjadi. Hemorrhoid
eksterna mengakibatkan spasmeanus dan menimbulkan rasa
nyeri. Rasa nyeri yang dirasakan penderita dapat menghambat
keinginan untuk defekasi. Tidak adanya keinginan defekasi,
penderita hemorhoid dapat terjadi konstipasi. Konstipasi
disebabkan karena frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per
minggu.
Hemorhoid yang dibiarkan, akan menonjol secara perlahan-
lahan. Mula-mula penonjolan hanya terjadi sewaktu buang air
besar dan dapat masuk sendiri dengan spontan. Namun lama-
kelamaan penonjolan itu tidak dapat masuk ke anus dengan
sendirinya sehingga harus dimasukkan dengan tangan. Bila tidak
segera ditangani, hemorhoid itu akan menonjol secara menetap
dan terapi satu-satunya hanyalah dengan operasi. Biasanya pada
celana dalam penderita sering didapatkan feses atau lender yang
kental dan menyebabkan daerah sekitar anus menjadi lebih
lembab. Sehingga sering pada kebanyakan orang terjadi iritasi
dan gatal di daerah anus.
C. Pathway

Konstipasi Peningkatan tekanan Peningkatan tekanan Nutrisi Prognanci


intra abdomen vena haemorrhoidalis

Perubahan pembuluh darah


vena pada pleksus
haemorrhoidalis (pada saluran
anus)

Pre OP post OP

pembedahan
Risiko Injuri
n trombosis Psikologis
Fisik
Trauma Prolaps Ketakutan
defektasi haemorrhoid
Ansietas Terputusnya
jaringan
PK perdarahan Takut
untuk BAB

Merangsang
Feses keras Keterbatasan Luka
saraf diameter
gerak
kecil
Risiko Perdarahan Tempat
konstipasi Intoleransi masuknya
aktivitas Gate control
mikroorganisme
Risiko terluka
kekurangan
volume cairan
Saraf aferen

Cartek
carebri

Saraf
diferen

Nyeri akut
D. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan colon anus
Diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.
Pada hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena di
dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri.
b. Anoskopi
Diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol
keluar.
c. Proktosigmoidoskopi
Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses
radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi
D. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan bedah dan
penatalaksanaan konservatif,dimana penatalaksanaan konservatifter di
bagi menjadi penatalaksanaan medis nonfarmakologis, farmakologis
dan tindakan pembedahan yaitu :
a. Penatalaksanaan medis non farmakologis
Penatalaksanaan non farmakologis bertujuan untuk mencegah
semakin memburuknya hemoroid interna derajat I–III atau pasien
yang menolak operasi. Penatalaksanaan nonfarmakologis di
tunjukan pada semua jenis dan derajat hemoroid yang berupa
perbaikan pola hidup, pola makan,dan cara defekasi. Saat defekasi,
posisi yang dianjurkan adalah jongkok untuk menghindari
mengedan yang kuat. Anjuran yang lain, jongkok saat defekasi,
sebaiknya tidak terlalu lama karena akan meningkatkan tekanan
pada pembuluh darah v.hemoroid, dan akan memperparah
terjadinya penyakit hemoroid.
b. Penatalaksanaan farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis dibagi menjadi menjadi empat yaitu:
1. Obat yang berfungsi memperbaiki defekasi
Ada dua macam obat yaitu suplemen serat yang banyak
digunakan antara lain psyllium atau isphagula husk yang berasal
dari biji plantago ovata yang dikeringkan dan digiling menjadi
bubuk. Efek samping antara lain kentut, kembung, kontipasi,
alergi, sakita bdomen. Untuk mencegah kontipasi atau obstruksi
saluran cerna dianjurkan minum air yang banyak. Sedangkan
obat yang kedua yaitu obat pencah arantara lain Natrium dioctyl
sulfosuccinate dengan dosis 300 mg/ hari.
2. Obat simptomatik
Obat simptomatik bertujuan untuk mengurangi keluhan rasa
gatal, nyeri atau karena kerusakan kulit daerah anus. Sediaan
berbentuk suppositoria digunakan untuk hemoroid interna
sedangkan sediaan ointment/krem digunakan untuk hemoroid
eksterna.
3. Obat untuk menghentikan perdarahan
Perdarahan di akibatkan adanya luka pada dinding anus atau
pecahnya v.hemoroid yang dindingnya tipis. Pemberian obatnya
yang dapat digunakan yaitu diosmin, hesperidin.
4. Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid
Diosminthesperidin diberikan dengan tujuan untuk memberikan
perbaikan pada inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.
c. Pembedahan
HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) pada tahun2008
menetapkan indikasi penatalaksanaan pembedahan hemoroid antara
lain :
a. Hemoroid interna derajat II berulang.
b. Hemoroid internaderajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid internaderajat I dan II dengan penyakit penyerta
seperti fisura.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.
Pembedahan yang sering dilakukan adalah :

1. Sclerotherapy/injection
2. Rubber band ligation.
3. Infrared thermocoagulation
4. Bipolar Diathermy
5. LaserHemorrhoidectomy
6. Doppler ultrasound guided haemorrhoid arteryligation.
7. Cryotherapy.
8. Stappled hemorrhoidopexy
 Persiapan pre operasi
Sebelum pembedahan, dokter bedah atau dokter anestesiologi
menuliskan program yang diindikasikan dengan pasti apa obat
dan persiapan fisik yang diperlukan pasien. Penting untuk
mengajarkan pasien melaksanakan program praoperasi yang
tepat, karena hal tersebut akan memengaruhi kesuksesan
pembedahan. Sambil mengajarkan asuhan praoperasi, ingat
perasaan pasien dan keluarga serta perlunya mereka untuk
ditenangkan. Dalam pembedahan darurat, periode praoperasi
mungkin sangat singkat. Dalam keterbatasan ini, ingat untuk
memberikan dukungan emosiona ke semua
pasien.Menjelaskan apa yang akan terjadi selama dan setelah
pembedahan paling membantu dalam mempersiapkan pasien
dan keluarga. Mereka yang memahami prosedur ini biasanya
lebih rileks dan kooperatif. Informasikan pasien dan keluarga
tentang apa yang diharapkan ketika pasien kembali dariruang
operasi. Ajarkan pasien bagaimana melakukan latihan
pernapasan
 Pasca operasi
Hampir semua rumah sakit memiliki sebuah ruangan atau
deretan ruangan yang dibuat di samping untuk perawatan
pasien sesaat setelah pembedahan. Berbagai nama digunakan
untuk mengidentifikasi area ini, termasuk unit perawatan
pascaanestesia (postanesthesia care unit, PACU). Pasien secara
cermat dipantau di PACU sampai ia pulih dari anestesia dan
bersih secara medis untuk meninggalkan unit. Pemantauan
spesifik termasuk ABC dasar kehidupan.Pada saat pasien
kembali dari PACU ke area penerimaan rawat jalan atau ke
unit keperawatan, pasien biasanya terjaga dan menyadari
sejumlah ketidaknyamanan. Nyeri biasanya merupakan
ketidaknyamanan pertama pascaoperasi yang disadari oleh
pasien. Nyeri dievaluasi setiap kali tanda vital yang lain
diukur. Nyeri biasanya paling berat sesaat setelah pasien pulih
dari anestesi

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini antara lain: Nama, Umur,
JenisHal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini antara lain: Nama,
Umur, JenisKelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status
Mental, Suku, Keluarga/orangKelamin, Pendidikan, Pekerjaan,
Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orangterdekat, alamat,
nomor registrasi.
2. Keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri, perdarahan
pada anus, dan merasa ada benjolan di sekitar anus.Keluhan nyeri
yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid
interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami
trombosis.
3. Pengkajian riwayat penyakit dahulu, perawat menanyakan faktor
predisposisi yang berhubungan dengan hemoroid, seperti adanya
hemoroid sebelumnya, riwayat peradangan pada usus, dan riwayat
diet rendah serat.
4. Pada pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan
kecemasan, serta perlunya pemenuhan informasi, intervensi
5. Pemeriksaan survei umum bisa terlihat sakit ringan, sampai gelisah
akibat menahan sakit. TTV bisa normal atau bisa didapatkan
perubahan, seperti takikardi, peningkatan pernapasan.
6. Pemeriksaan anus untuk melihat adanya benjolan pada anus,
kebersihan dan adanya ulserasi di sekitar anus. Pemeriksaan colok
anus,hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena di
dalamnya tidakcukup tinggi, dan biasanya tidak nyeri. Colok
anusdiperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma
rektum
Menurut Haryono (2012),pengkajian pada hemoroid sebagai berikut
7. Riwayat kesehatan
Apakah ada rasa gatal, terbakar dan nyeri selama defekasi? Adakah
nyeri abdomen? Apakah terdapat perdarahan pada rektum?
Bagaimana pola eliminasi? Apakah sering menggunakan laksatif?
8. Riwayat diet
Bagaimana pola makan pasien? Apakah pasien mengkonsumsi
makanan yang mengandung serat?
9. Riwayat pekerjaan
Apakah pasien melakukan pekerjaan yang memerlukan duduk atau
berdiri dalam waktu lama?
10. Pengkajian fisik :
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, malaise.
b. Sirkulasi
Tanda:Takikardi (nyeri ansietas), pucat (kemungkinan adanya
perdarahan)
c. Eliminasi
Gejala :Riwayat adanya hemoroid, ketidakmampuan defekasi
(konstipasi),
d. rasa tidak puas waktu defekasi.
Tanda : Konstipasi (kerasnya) terdapat goresan darah atau
nanah, keluar darah sesudah atau sewaktu defekasi, perdarahan
biasanya berwarna merah segar karena tempat perdarahan yang
dekat.
Hemoroid interna seringkali berdarah waktu defekasi,
sedangkan hemoroid eksterna jarang berdarah.
e. Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, mual dan muntah
f. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Terjadi saat defekasi, duduk dan berjalan
Tanda : Terus menerus atau berjangka waktu, tajam atau
berdenyut.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialami (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dalam kasus hemoroid
adalah :
1. Risiko konstipasi dibutikan dengan kebiasaan menahan dorongan
defekasi
2. Risiko hipovolemia dibuktika dengan kekurangan intake cairan.
3. Ansietas berhubungan dengan kekhwatiran mengalami kegagalan
dibutikan dengan merasa khwatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi, sulit berkonsentrasi, tampak gelisah, tampak tegang, sulit
tidur.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan
dengan merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi) dibutikan dengan mengeluh nyeri, tampak meringis,
bersikap protektif, gelisah, sulit tidur.
C. Rencana Keperawatan ( SLKI, SIKI )
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Risiko konstipasi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan konstipasi
dibutikan dengan keperawatan selama….x 24 a. Observasi :
kebiasaan menahan jam diharapkan eliminasi fekal 1. Identifikasi faktor risiko
dorongan defekasi membaik dengan kreiteria konstipasi ( mis. Asupan
hasil : serat tidak adekuat, asupan
1. Kontrol pengeluaran feses cairan tidak adekuat,
meningkat aganglionik, kelemahan otot
2. Keluhan defekasi lama dan abdomen, aktivitas fisik
sulit menurun kurang)
3. mengejan saat defekasi 2. Monitor tanda dan gejala
menurun konstipasu ( mis. Defekasi
4. Distensi abdomen menurun kurang 2 kali seminggu,
5. Teraba massa pada rektal defekasi lama/sulit, feses
menurun keras, peristaltik menurun)
6. Uegancy menurun 3. Identifikasi status kognitif
7. Nyeri abdomen menurun untuk mengkomunikasikan
8. Kram abdomen menurun kebutuhan
9. Konsistensi Fases membaik 4. Identifikasi penggunaan
10. Frekuensi defekasi obat-obatan yang
membaik menyebabkan konstipasi
11. Peristatik usus membaik b. Terapeutik :
1. Batasi minuman yang
mengandung kafein dan
alkohol
2. Jadwalkan rutinitas BAK
3. Lakukan masase abdomen
4. Berikan terapi akupresure
c. Edukasi :
1. Jelaskan penyebab dan
faktor risiko konstipasi
2. Anjurkan minum air putih
sesuai dengan kebutuhan
( 1500 – 2000 mL/hari )
3. Anjurkan mengonsumis
makanan berserat (25 – 30
gram/hari)
4. Anjurkan meningkatkan
aktivitas fisik sesuai
keburuhan
5. Anjurkan berjalan 15-20
menit 1-2 x/hari
6. Anjurkan berjongkok untuk
memfasilitasi proses BAB
d. Kalaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi,
jika perlu
2. Risiko hipovolemia Setelah dilakukan asuhan Manajemen hipovolemia
dibuktika dengan keperawatan selama… X 24 a. Observasi :
kekurangan intake jam diharapkan status cairan 1. Periksa tanda gejala
cairan. membaik dengan kriteria hasil hipovolemia (miss, frekuensi
: nadi meningkat, nadi terabah
1. Kekuatan nadi meningkat lemah, tekanan darah
2. Turgor kulit meningkat menurun, tekanan nadi
3. Outpot urine meningkat menyempit, turgor kulit
4. Pengisian vena menurun, membran mukuso
meningkatkan kering, volume urin menurun,
5. Ortopnea menurun hematokrik meningkat, haus,
6. Paroxysmal nocturnal lemah)
dyspnea (PND) menurun 2. Monitor intake dan output
7. Edema anasarka menurun cairan
8. Edema perfifer menurun b. Terapeutik :
9. Berat badan menurun 1. Hitung kebutuhan cairan
10. Distensi vena jagularis 2. Berikan posisi modified
menurun trendelenburg
11. Suara napas tambahan 3. Berikan asupan cairan oral
menurun c. Edukasi :
12. Kongesti paru menurun 1. Ajurkan memperbanyak
13. Perasaan lemah menurun asupan cairan oral
14. Keluhan haus menurun 2. Ajurkan menghindar
15. Konsentrasi urine menurun perubahan posisi medadak
16. Frekuensi nadi membaik d. Kolaborasi :
17. Tekanan darah membaik 1. Kolaborasi pemeberian cairan
18. Tekanan nadi membaik IV isotonis (mis, NaCl, RL)
19. Membran mukosa 2. Kolaborasi pemberian Cairan
membaik IV hipotonis (mis, glukosa
20. Jagula venous pressure 2,5%, NaCL 0,4%)
(JVP) membaik 3. Kolaborasi pemberian cairan
21. Kadar Hb membaik koloid (mis. lbumin<
22. Kadar Ht membaik plasmanate)
23. Central venues pressure 4. Kolabroasi pemeberian
membaik produk darah
24. Refluks hepatojugular Pemantauan cairan
membaik a. Observasi :
25. Berat badan membaik 1. Monitor frekuensi dan
26. Hepatomegali membaik kekuatan nadi
27. Oliguria membaik 2. Monitor frekuenai panas
28. Intake cairan membaik 3. Monitor tekanan darah
29. Status mental membaik 4. Monitor berat badan
30. Suhu tubuh membaik 5. Monitor waktu pengisian
kapiler
6. Monitor elastisitas atau turgor
kulit
7. Monitor jumlah, warna dan
berat jenis urine
8. Monitor kadar alburmin dan
protein total
9. Monitor hasil pemerikasaan
serum (mis. osmolaritas
serum, hematokrif, natrium,
kalium, BUN)
10. Monitor intake dan output
cairan
11. Indentifikasi tanda-tanda
hipovelmia (mis. Frekuensi
nadi meningkat,nadi teraba
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi
menyempiy, turgor kulit
menurun, membran mukoso
kering, volue urin menurun,
hematorit meningkat, haus,
lemah, konsentrasi urine
meningkat, berat badan
menurun dalam waktu
singkat)
12. Indetifikasi tanda-tanda
hopervolemia (mis. Dispnea,
edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat,
CPV meningkat, Refleks
hepatojugular positif, berat
badan menurun dalam waktu
singkat)
13. Indetifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan
(mis. Prosedur pembedahan
mayor, taruma/perdarahan,
lika bakar, aferesis, obstruksi
intestinal, peradangan
pankreas, penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi intestinal)
b. Terapeutik :
1. Atur interval aktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
c. Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

3. Ansietas Setelah dilakukan asuhan Reduksi ansietas


berhubungan keperawatan selama… X 24 a. Obsrvasi :
dengan jam diharapkan status tingkat 1. Indentifikasi saat tingkat
kekhwatiran ansietas menurun dengan ansietas berubah (mis.
mengalami kriteria hasil : Kondisi, waktu, stresor)
kegagalan 1. Verbalisasi kebingungan 2. Indentifikasi kemampuan
dibutikan dengan menurun mengambil keputuasan
merasa khwatir 2. Verbalisasi khawatir akibat 3. Monitor tanda-tanda ansientas
dengan akibat dari kondisi yang dihadapi (verbal dan nonverbal)
kondisi yang menurun
dihadapi, sulit 3. Perilaku geliah menurun
berkonsentrasi, 4. Perilaku tegang menurun
tampak gelisah, 5. Keluhan pusing menurun b. Terapeutik :
tampak tegang, 6. Anoreaksia menurun 1. Ciptakan suasana terapeutik
sulit tidur. 7. Palpitasi menurun untuk menumbuhkan
8. Frekuensi pernapasan kepercayaan
menurun 2. Temani pasien untuk
9. Frekuensi nadi menurun mengurangi kecemasan, jika
10. Tekanan darah menurun memungkinkan
11. Diaforesis menurun 3. Pahami situasi yang membuat
12. Pucat menurun ansietas
13. Konsentrasi membaik 4. Dengarkan dengan penuh
14. Pola tidur mmbaik perhatian
15. Perasaan keberdayaan 5. Gunakan dengan pendekatan
membaik tenang dan meyakinkan
16. Kontak mata membaik 6. Tempatkan barang pribadi
17. Pola berkemih membaik yang memberikan
18. Orientasi membaik kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
8. Diskusikan perencanaan
realistis peristiwa yang akan
datang
c. Edukasi :
1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
2. Onformasikan secara faktual
mengenal diagnosis
pengobatan dan prnogsis
3. Anjurkan jeluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan
utuk mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan
mekasnisme pertahanan diri
yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
d. Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
Terapi relaksasi
a. Observasi :
1. Indentifikasi penurunan
tingkat energi,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atas gejela
lain yang menggunakan
kemampuan kognitif
2. Indentifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif
digunakan
3. Indentifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu seblum dan
sesudah
latihan
5. Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
b. Terapeutik :
1. Ciptakan lingkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
beirama
5. Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan media
lain, jika sesuai
c. Edukasi :
1. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. Musik,
meditasi napas dalam,
relaksasi otot progresif)
2. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
diplih
3. Ajurkan mengambil posisi
nyaman
4. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang
dipilih
6. Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. Napas
dalam, peregangan, atau
imajinasi tembimbing)
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan Manajement energi
berhubungan keperawatan selama… X 24 a. Observasi :
dengan imobilitas jam diharapkan toleransi 1. Identifikasi gangguan fungsi
dibuktikan dengan aktivitas tubuh ayng mengakibatkan
merasa tidak 1. Frekuensi nadi meningkat kelelahan
nyaman setelah 2. Saturasi oksigen meningkat 2. Monitor kelelahan fisik
beraktivitas, merasa 3. Kemudahan dalam emosional
lemah melakukan dalam aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
sehari-hari meningkat 4. Monitor lokasi dan
4. Kecepatan berjalan ketidaknyamanan selama
meningkat melakukan aktivitas
5. Jarak berjalan meningkat b. Terapeutik :
6. Kekuatan tubuh bagian atas 1. Sediakan lingkungan nyaman
meningkat dan rendah stimulus (mis.
7. Kekuatan tubuh bagian Cahaya, suara, kunjungan)
bawah meningkat 2. Lakukan latihan rentang
8. Toleransi dalam menaiki gerak pasif dan/atau aktif
tangga meningkat 3. Berikan aktivitas distraksi
9. Keluhan lelah menurun yang menenangkan
10. Dispnea saat aktivitas 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat
menurun tidur, jika tidak dapat
11. Dispnea setelah aktivitas berpindah atau berjalan
menurun c. Edukasi
12. Perasaan lemah menurun 1. Ajurkan tirah baring
13. Aritmia saat aktivitas 2. Anjurkan melakukan
menurun aktivitas secara bertahap
14. Aritmia setelah aktivitas 3. Anjurkan menghubungi
menurun perawat jika tanda dan gejala
15. Sianosis menurun kelelahan tidak berkurang
16. Warna kulit membaik d. Kolaborasi :
17. Tekanan darah membaik 1. Kolaborsi dengan ahli gizi
18. Frekuensi nafas membaik tentang cara meningkatkan
19. EKG iskemia membaik asupan makanan
Terapi aktivitas
a. Observasi :
1. Indetifikasi difisit tingkat
aktivitas
2. Indentifikasi kemampuan
berpatisipasi dalam aktivtas
tertentu
3. Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang
diinginkan
4. Indentifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
5. Indentifikasi makna aktivitas
rutin (mis. Bekerja, dan
waktu luang)
6. Monitor respons emosional,
fisik, sosial, dan spritual
altivitas
b. Terapeutik :
1. Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan defisit
yang dialami
2. Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekunsi dan
rentang aktivitas
3. Fasilitasi memilih aktivitas
dan tetapkan tujuan aktivitas
yang kosisten sesuai
kemampauan fisik,
psikologis, dan sosial
4. Koordinaksikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
5. Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
6. Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika
sesuai
7. Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuaikan
lingkungan untuk
mangakormoasi aktivitas
yang dipilih
8. Fasilitasi aktivitas fisiki rutin
(mis. Ambulasi, mobilisasi,
dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
9. Fasilitasi aktivitas pengganti
saat mengalami keterbatasan
waktu, energo atau gerak
10. Fasilitasi aktivitas motorik
kasar untuk pasien
hiperakatif
11. Tingkatkan aktivitas fisik
untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
12. Fasilitasi aktivitas motorik
untuk merelaksasi otot
13. Fasilitasi aktivitas
komponen memori implisit
dan emosional (mis.
Kegiatan keagamaan khusus
) untuk pasien dimensia,
jika sesuai
14. Libatkan dalam permainan
kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan
aktif
15. Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk
16. Libatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu
17. Fasilitasi mengembangkan
motivasi dan penguatan diri
18. Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
19. Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
20. Berikan penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas
c. Edukasi :
1. Jelaskan meode aktivitas fisik
sehari-hari, jika perlu
2. Anjurkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivits
fisik, sosial, spiritual, dan
kognitif dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
4. Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai

5. Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri


berhubungan keperawatan selama …x 24 a. Observasi :
dengan agen jam diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi,
pencedera fisik pasien menurun dengan karakteristik, durasi,
(prosedur operasi) kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
dibutikan dengan 1. Kemampuan menuntaskan intensitas nyeri
mengeluh nyeri, aktivitas meningkat 2. Identifikasi skala nyeri
tampak meringis, 2. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respons nyeri
bersikap protektif, 3. Meringis menurun non verbal
gelisah, sulit tidur. 4. Sikap protektif menurun 4. Identifikasi faktor yang
5. Gelisah menurun memperberat dan
6. Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri
7. Menarik diri menurun 5. Identifikasi pengetahuan
8. Berfokus pada diri sendiri dan keyakinan tentang nyeri
menurun 6. Identifikasi pengaruh
9. Diaforesis menurun budaya terhadap respon
10. Perasaan depresi (tertekan) nyeri
menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri
11. Perasaan takut mengalami pada kualitas hidup
cedera berulang menurun
12. Anoreksia menurun 8. Monitor keberhasilan terapi
13. Perineum terasa tertekan komplementer yang sudah
menurun diberikan
14. Uterus teraba membulat 9. Monitor efek samping
menurun penggunaan analgesik
15. Ketegangan otot menurun b. Terapeutik :
16. Pupil dilatasi menurun 1. Berikan teknik
17. Muntal menurun nonfarmakologis untuk
18. Mual menurun mengurangi rasa nyeri (mis.
19. Frekuensi nadi membaik TENS, hipnotis, akupresur,
20. Pola napas membaik terapi music, biofeedback,
21. Tekanan darah membaik terapi pijat, aromaterapi,
22. Proses berpikir membaik teknik imajinasi terbimbing,
23. Fokus membaik kompres hangat/dingin,
24. Fungsi berkemih membaik terapi bermain)
25. Perilaku membaik 2. Kontrol lingkungan yang
26. Nafsu makan membaik memperberat rasa nyeri
27. Pola tidur (mis. Suhu ruangan,
membaik pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
c. Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mendiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Pemberian Analgesik
a. Observasi :
1. Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi
obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic (mis. Narkotika,
non-narkotik, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan
nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
5. Monitor efektifitas
analgesik
b. Terapeutik :
1. Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal,
jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
oploid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respons
pasien
4. Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan.
c. Edukasi :
1. Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
d. Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesic, sesuai
indikasi.

D. Intervensi Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah prilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan
oleh perawat untuk mengimplemntasikan intervensi keperawatan.
E. Implementasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau
kriteriahasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Hasil evaluasi terdiri dari evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik
selama program berlangsung, sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah
program selesai dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan
keputusan.
Format yang dapat digunakan untuk evaluasi keperawatan yaitu
format SOAP yang terdiri dari :
a. Subjektif, yaitu pernyataan atau keluhan subjek pasien
b. Objektif, yaitu data yang diobservasi oleh perawat dan keluarganya
c. Analisis, yaitu kesimpulan dari subjektif dan objektif (biasanya
ditulis dengan bentuk masalah keperawatan). Ketika menentukan
apa tujuan telah tercapai, perawat dapat menarik satu dari tiga
kemungkinan simpulan, yaitu :
1. Tujuan tercapai, yaitu respon klien sama dengan hasil yang
diharapkan
2. Tujuan tercapai sebagian, yaitu hasi yang diharapkan hanya
sebagian yang berhasil
3. Tujuan tidak tercapai d.Planning, yaitu rencana tindakan yang
akan dilakukan berdasarkan analisi
d. Planning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan
analisis
REFERENSI

Natasa, Anisa. 2019. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn.B Dengan Hemoroid
Di Ruang Ambun Suri Rsud DR.Achmad.” KTI. D III Keperawatan,
Stikes Printis Padang, Padang.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Wulandari, Andini Rezki. 2016. “Distribusi kasus Hemorrhid Berdasarkan Suku


Dan Pekerjaaan Di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo.” Skripsi.
Fakultas Kedoteran, Universitas Hasanuddin, Makasar.
Denpasar, 02 November 2020

Nama Pembimbing / CT Nama Mahasiswa

(I Made Mertha, S.Kp.M.Kep) (Kadek Fransiska Sintya Dewi)


NIP: 196910151993031015 NIM : P07120219074

Anda mungkin juga menyukai