Anda di halaman 1dari 70

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA Ny.

S
INDIKASI HEMOROID GRADE III DI RUANG KAMAR
OPERASI RUMAH SAKIT HERMINA MEKARSARI

DI SUSUN OLEH :

NAMA : FAUZI ASHARI

NIK : 017230808

RUMAH SAKIT HERMINA MEKARSARI

Jln. Raya Cileungsi – Jonggol KM 1 Kab. Bogor

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga Laporan Kasus ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam kasus iniadalah

“Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Ny.S Indikasi Hemoroid Di Ruang Kamar Operasi

Rumah Sakit Hermina Mekarsari”. Adapun tujuan dalam pembuatan Laporan Kasus ini adalah

untuk memenuhi persyaratan guna menyelesaikan masa orientasi karyawan baru.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Sr. Nina selaku Komite Keperawatan, Sr. Koniah

selaku manager keperawatan yang selelu memberikan banyak perhatian dan masukan kepada

saya sebagai karyawan baru. Terima kasih kepada Ns. Maria S.Kep sebagai PP di Kamar

Operasi yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan kasus ini dengan konsultasi yang

diberikan. Selain itu saya ucapkan juga kepada Sr. Endah selaku koordinator orientasi karyawan

baru. Dan juga kepada seluruh PP yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Laporan Kasus

ini. Masukan dan saran yang bermanfaat sangat penulis harapkan. Semoga Laporan Kasus ini

dapat memberikan manfaat kepada seluruh pembaca.

Penulis

Fauzi ashari
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................................

BAB I....................................................................................................................................

PENDAHULUAN.................................................................................................................

A. Latar Belakang....................................................................................................

B. Tujuan..................................................................................................................

BAB II...................................................................................................................................

TINJAUAN TEORI..............................................................................................................

A. Konsep Dasar Hemoroid............................................................................................

B. Asuhan Keperawatan...................................................................................................

BAB III..................................................................................................................................

LAPORAN KASUS..............................................................................................................

BAB IV.................................................................................................................................

PEMBAHASAN...................................................................................................................

BAB V...................................................................................................................................

PENUTUP.............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hemoroid atau yang dikenal sebagai wasir/ambeiyen merupakan kondisi peradangan

dan melebarnya pembuluh darah vena di sekitar anus yang berasal dari pleksus

hemoroidalis (Simadibrata, 2014). Pleksus hemoroidalis terdiri dari vena dan arteri yang

fungsinya sebagai katup pada sfingter ani untuk bekerja (Ulima, 2012). Hemoroid

menyebabkan perdarahan, pembengkakan, dan nyeri pada bantalan anal (Dorland, 2011).

Hemoroid atau yang sering dikenal dengan penyakit wasir atau ambeien merupakan

penyakit yang sangat umum terjadi di masyarakat dan sudah ada sejak jaman dahulu.

Kejadian hemoroid cenderung meningkat seiring bertambahnya usia seseorang, di mana

insidennya lebih tinggi pada seseorang yang berusia 20-50 tahun. Pada usia diatas 50

tahun ditemukan 50% populasi mengalami hemoroid (Black & Jane, 2014). Menurut

data WHO, jumlah hemoroid di dunia pada tahun 2014 mencapai lebih dari 230 jiwa dan

diperkirakan meningkat menjadi 350 juta jiwa pada tahun 2030. Berdasarkan data dari

The National Center of Health Statistics di Amerika Serikat, pravelensi hemoroid sekitar

4,4 % (Buntxen et al, 2013 ).

Terdapat berbagai faktor sebagai etiologi perkembangan hemoroid, diantaranya

yaitu konstipasi dan mengejan yang berkepanjangan. Selain itu terdapat dilatasi

abnormal dan distorsi saluran vaskular, bersama dengan perubahan destruktif pada

jaringan ikat pendukung dalam kanalis anal, reaksi inflamasi, dan hiperplasia vaskular

ditemukan pada banyak kasus hemoroid (Lohsiriwat, 2012). Kedua jenis hemoroid ini

sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35% penduduk baik pria maupun wanita

yang berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, tetapi
dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman. Hemoroid adalah seikat

pembuluh darah di dalam dubur / pelepasan, hanya sebagian berada di bawah selaput

bagian paling rendah dari dubur / pelepasan.

Hemoroid umum diderita oleh umur 50, sekitar separuh orang dewasa berhadapan

dengan yang menimbulkan rasa gatal, terbakar, pendarahan dan terasa menyakitkan.

Dalam banyak kesempatan kondisi boleh memerlukan hanya selfcare perawatan sendiri

dan lifestyle gaya hidup, (Sjamsuhidayat,2004).

Hemoroid diderita oleh 5% seluruh penduduk dunia (Slavin, 2008). National Center

for Health Statistics (NCHS) melaporkan terdapat 10 juta orang di Amerika Serikat

mengalami hemoroid. Prevalensi hemoroid yang dilaporkan di Amerika Serikat adalah

4,4%, dengan puncak kejadian pada usia antara 45- 65 tahun. Sedangkan pada usia

dibawah 20 tahun penyakit hemoroid ini jarang terjadi. Prevalensi meningkat pada ras

Kaukasian dan individu dengan status ekonomi tinggi (Chong dan Bartolo, 2008). Di

Indonesia sendiri untuk penelitian prevalensi dalam skala nasional juga belum diketahui

pasti. Belum banyak data mengenai pravelensi hemoroid di Indonesia. Menurut data

Depkes tahun 2015 pravelensi hemoroid di Indonesia setidaknya 5,7 % dari total

populasi atau sekitar 10 juta orang, namun lainnya 1,5 % saja yang terdiagnosa. Jika data

Riskesda (Riset Kesehatan Dasar) 2015 menyebutkan ada 12,5 juta jiwa penduduk

Indonesia mengalami hemoroid.


B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Peserta mampu mengetahui dan memberikan asuhan keperawatan perioperatif pada


klien dengan diagnosa medis hemorroid grade IV yang dilakukan tindakan
hemorrodektomy

2. Tujuan Khusus

1. Peserta mampu mengetahui dan melakukan pengkajian perioperatif pada klien

dengandiagnosa medis hemorroid grade IV yang dilakukan tindakan hemorroidektomy.

2. Peserta mampu menyusun rencana tindakan keperawatan peri operatif pada klien

dengan diagnosa hemorroid grade IV yang dilakukan tindakan hemorroidektomy.

3. Peserta mampu memberikan implementasi keperawatan peri operatif pada klien dengan

diagnosa medis hemorroid grade IV yang dilakukan tindakan hemorroidektomy.

4. Peserta mampu mengetahui dan memberikan asuhan keperawatan peri operatif pada

klien dengan diagnosa medis hemorroid grade IV yang dilakukan tindakan

hemorroidektomy
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena didaerah

anus yang berasal dari plexus hemoroidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran

vena yang berada di bawah kulit (subkutan) dibawah atau luar lines dentate.

Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada dibawah mukosa (submokosa)

diatas atau dibawah linea dentate (Jitowiyono, Kristiyanasari, 2012). Hemoroid

suatu pelebaran dari vena- vena didalam pleksus hemoroidalis. Walaupun kondisi ini

merupakan suatu kondisi fisiologis (Muttaqin, 2011 hal. 689).

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah

anus yang berasal dari plexus homorrhoidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran

vena yang berada dibawah kulit (subkutan) di bawah atau luar linea dentate.

Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada dibawah mukosa (submukosa)

diatas atau di dalam linea dentate. (Sudoyo Aru,dkk 2009).

Hemorhoid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus vena

hemorrhoidalis interna. Mekanisme terjadinya hemorhoid belum diketahui secara

jelas. Hemorhoid berhubungan dengan konstipasi kronis disertai penarikan feces.

Pleksus vena hemorrhoidalis interna terletak pada rongga submukosa di atas valvula

morgagni. Kanalis anal memisahkannya dari pleksus vena hemorrhoidalis eksterna,

tetapi kedua rongga berhubungan di bawah kanalis anal, yang submukosanya

melekat pada jaringan yang mendasarinya untuk membentuk depresi inter

hemorrhoidalis. Hemorhoid sangat umum dan berhubungan dengan peningkatan


tekanan hidrostatik pada system porta, seperti selama kehamilan, mengejan waktu

berdefekasi, atau dengan sirosis hepatis. (Isselbacher, 2000).

2. Klasifikasi

Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentte line menjadi batas

hisologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:

a. Hemoroid eksterna, berasal dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh

epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persyarafan serabut saraf

nyeri somatic.

b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi

mukosa.

c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa dibagian superior dan kulit

pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri.

Menurut derajat hemoroid sebagai berikut :

a. Derajat I : Hemoroid (+), prolaps (keluar dari dubur) (-).

b. Derajat II : Prolaps waktu mengejan, yang masuk lagi secara spontan.

c. Derajat III : Prolaps yang perlu dimasukkan secara manual

d. Derajat IV : Prolaps yang tidak dapat dimasukkan kembali, (Merdikoputro,

2006).

3. Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi

Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan

membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu
inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot

sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah

sekitar 15cm (5,9 inci). Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan

kanan berdasarkan pada suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika

superior mendarahi belahan kanan (sekum, kolon asendens, dan dua pertiga

proksimal kolon transversum) dan arteria mesenterika inferior mendarahi

belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon asendens, kolon sigmoid

dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rectum berasal dari

arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka

interna dan aorta abdominalis.

Gambar 2.1

Keterangan :

1) Rektum

Rektum (rectum) adalah sebuah ruangan dengan panjang sekitar 12 sampai

15 cm yang berada di antara ujung usus besar (setelah kolon sigmoid/turun)

dan berakhir di anus. Fungsi rektum adalah menyimpan feses untuk

sementara waktu, memberitahu otak untuk segera buang air besar, dan
membantu mendorong feses sewaktu buang air besar. Ketika rektum penuh

dengan feses, maka rektum akan mengembang dan sistem saraf akan

mengirim impuls (rangsangan) otak sehingga timbul keinginan untuk buang

air besar.

2) Kolom Anal

Kolom anal (anal column) atau kolom Morgagni adalah sejumlah lipatan

vertikal yang diproduksi oleh selaput lendir dan jaringan otot di bagian atas

anus. Fungsi kolom anal adalah sebagai pembatas dinding anus.

3) Anus

Anus adalah pembukaan yang dilewati oleh kotoran manusia saat kotoran

tersebut meninggalkan tubuh.

4) Kanalis Anal

Kanalis anal (anal canal) adalah saluran dengan panjang sekitar 4 cm yang

dikelilingi oleh sfingter anus. Bagian atasnya dilapisi oleh mukosa

glandular rektal. Fungsi kanalis anal adalah sebagai penghubung antara

rektum dan bagian luar tubuh sehingga feses bisa dikeluarkan.

5) Sfingter Anal Internal

Sfingter anal internal (internal anal sphincter) adalah sebuah cincin otot

lurik yang mengelilingi kanalis anal dengan keliling 2,5 sampai 4 cm.

Sfingter anal internal ini berkaitan dengan sfingter anal eksternal meskipun

letaknya cukup terpisah. Tebalnya sekitar 5 mm. Fungsi sfingter anal

internal adalah untuk mengatur pengeluaran feses saat buang air besar.

6) Sfingter Anal Eksternal

Sfingter anal eksternal (external anal sphincter) adalah serat otot lurik

berbentuk elips dan melekat pada bagian dinding anus. Panjangnya sekitar

8
sampai 10 cm. Fungsi sfingter anal eksternal adalah untuk membuka dan

menutup kanalis anal.

7) Pectinate Line

Pectinate line (terjemahan masih dipertanyakan) adalah garis yang

membagi antara bagian dua pertiga (atas) dan bagian sepertiga (bawah)

anus. Fungsi garis ini sangatlah penting karena bagian atas dan bawah

pectinate line memiliki banyak perbedaan. Misalnya, jika wasir terjadi di

atas garis pectinate, maka jenis wasir tersebut disebut wasir internal yang

tidak menyakitkan. Sedangkan jika di bawah, disebut wasir eksternal dan

menyakitkan. Asal embriologinya juga berbeda, bagian atas dari endoderm,

sedangkan bagian bawah dari ektodermi.

b. Fisiologi

Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena

mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis superior

(bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis

media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan

bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis

superior, media, dan inferior, sehingga tekanan portal yang meningkat dapat

menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan

hemoroid.
Gambar 2.2

Keterangan :

1) Internal hemorrhoid

Pembengkakan vena pada pleksus hemorrhoidalis interna disebut

dengan hemorrhoid internal. Pleksus hemorrhoidalis interna dapat

membesar, apabila membesar terdapat peningkatan yang berhubungan

dalam massa jaringan yang mendukungnya, dan terjadi pembengkakan

vena. Pembengkakan vena pada pleksus hemorrhoidalis interna disebut

dengan hemorrhoid interna. (Isselbacher, dkk, 2000)

Hemorrhoid interna jika varises yang terletak pada submukosa terjadi

proksimal terhadap otot sphincter anus. Hemorrhoid interna merupakan

bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rektum sebelah

bawah. Hemorrhoid interna sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu

kanan depan, kanan belakang, dan kiri lateral. Hemorrhoid yang kecil-kecil

terdapat diantara ketiga letak primer tersebut. (Sjamsuhidajat, 1998).

Hemorrhoid interna letaknya proksimal dari linea pectinea dan diliputi

oleh lapisan epitel dari mukosa, yang merupakan benjolan vena

hemorrhoidalis interna. Pada penderita dalam posisi litotomi terdapat paling


banyak pada jam 3, 7 dan 11 yang oleh Miles disebut: three primary

haemorrhoidalis areas. (Bagian Bedah F.K. UI, 1994)

Trombosis hemorrhoid juga terjadi di pleksus hemorrhoidalis interna.

Trombosis akut pleksus hemorrhoidalis interna adalah keadaan yang tidak

menyenangkan. Pasien mengalami nyeri mendadak yang parah, yang diikuti

penonjolan area trombosis. (David, C, 1994).

2) External hemorrhoid

Pleksus hemorrhoid eksterna, apabila terjadi pembengkakan maka

disebut hemorrhoid eksterna (Isselbacher, 2000). Letaknya distal dari linea

pectinea dan diliputi oleh kulit biasa di dalam jaringan di bawah epitel anus,

yang berupa benjolan karena dilatasi vena hemorrhoidalis.

Terdapat dua jenis peristaltik propulsif :

a. Kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan

bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra.

b. Peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon.

Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya

merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari

dan dirangsang oleh reflek gastrokolik setelah makan, terutama setelah

makan yang pertama kali dimakan pada hari itu. Propulasi feses ke

dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding rektum dan

merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani

eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf

otonom, sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem saraf

voluntary. Refleks defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen

sakral kedua dan keempat. Serabut parasimpatis mencapai rektum


melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya

kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum

yang teregang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga

menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot sfingter

interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik keatas

melebihi tinggi masa feses. Defekasi dipercepat dengan tekanan intra

abdomen yang meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada dengan

glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus-menerus

(maneuver dan peregangan valsalva). Defekasi dapat dihambat oleh

kontraksi voluntar otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding

rektum secara bertahap menjadi rileks, dan keinginan defekasi

menghilang. Rektum dan anus merupakan lokasi sebagian penyakit

yang sering ditemukan pada manusia. Penyebab umum konstipasi

adalah kegagalan pengosongan rektum saat terjadi peristaltik masa.

Bila defekasi tidak sempurna, rektum menjadi rileks dan keinginan

defekasi menghilang. Air tetap terus diabsorpsi dari massa feses,

sehingga feses menjadi keras, dan menyebabkan lebih sukarnya

defekasi selanjutnya. Bila massa feses yang keras ini terkumpul disatu

tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka disebut sebagai impaksi

feses. Tekanan pada feses yang berlebihan menyebabkan timbulnya

kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan hal ini merupakan

salah satu penyebab hemoroid (vena varikosa rektum). (Price, 2005).


4. Etiologi

Menurut (Nurarif.A.H. dan Kusuma.H. (2015). APLIKASI Asuhan

Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:

MediAction. Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena

hemorrhoidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor resiko/pencetus, seperti :

a. Mengedan pada buang air besar (BAB) yang sulit.

b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk,

terlalu lama duduk di jamban sambil membaca, merokok).

c. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor

abdomen).

d. Kehamilan (disebabkan tekanan jenis pada abdomen dan perubahan hormonal).

e. Usia tua.

f. Konstipasi kronik.

g. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik.

h. Hubungan seks peranal.

i. Kurang minum air dan kurang makan-makanan berserat (sayur dan buah).

j. Kurang olahraga/imobilisasi.

5. Tanda dan Gejala

Menurut (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012) tanda dan gejala pada hemoroid yaitu:

a. Rasa gatal dan nyeri, bersifat nyeri akut. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi

setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki proses yang

cepat dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan yang

berlangsung sangat singkat. (Andarmoyo, 2013).

b. Pendarahan berwarna merah terang pada saat pada saat BAB.


c. Pada hemoroid eksternal, sering timbul nyeri hebat akibat inflamasi dan edema

yang disebabkan oleh thrombosis (pembekuan darah dalam hemoroid) sehingga

dapat menimbulkan iskemia dan nekrosis pada area tersebut.

6. Patofisiologi

Hemoroid dapat terjadi pada individu yang sehat. Hemoroid umumnya

menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran, peradangan atau prolapse

sebagaian besar penulis setuju bahwa diet rendah serat menyebabkan bentuk fases

menjadi kecil, yang bias menyebabkan kondisi mengejan selama BAB peningkatan

tekanan ini menyebabkan pembengkakan dari hemoroid, kemungkinan gangguan

venous return. Hemoroid eksterna diklasifikasi sebagai akut dan kronis. Bentuk akut

berupa pembekakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan

suatu hematoma. Trombosis akut biasa berkaitan dengan peristiwa tertentu seperti

tenaga fisik, berusaha dengan mengejan, diare atau perubahan dalam diet. Kondisi

hemoroid eksternal memberikan menifestasi kurang higenis akibat kelembaban dan

rangsangan akumulasi mukus. Keluarnya mukus dan terdapat feses pada pakaian

dalam merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolapse menetap (Brunner &

Suddarth, 2013).

Menurut (Nugroho, 2011) Hemoroid dapat di sebabkan oleh tekanan abdominal

yang mampu menekan vena hemoroidalis sehingga menyebabkan dilatasi pada

vena, dapat di bagi menjadi 2, yaitu Interna dan Eksterna. Yang pertama Interna

(dilatasi sebelum spinter) yang di tandai dengan bila membesar baru nyeri, bila vena

pecah BAB berdarah sehingga dapat menyebabkan anemia. Eksterna (dilatasi

sesudah spinter) di tandai dengan nyeri dan bila vena pecah BAB berdarah-

trombosit-inflamasi.
Hemoroid dapat terjadi pada individu yang sehat. Hemoroid umumnya

menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran, peradangan, atau prolapse. Diet

rendah serat menyebabkan bentuk fases menjadi kecil yang bisa menyebabkan

kondisi mengejan selama BAB, peningkatan tekanan ini menyebabkan

pembengkakan dari hemoroid (Muttaqin, 2011).

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Colok Dubur

Diperlukan untuk menyingkirkan kemugkinan karsinoma rektum. Pada

hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak

cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri.

b. Anoskop

Diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol keluar.

c. Proktosigmoidoskopi

Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau

proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi.

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Konservatif

Koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan

menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein.

(Daniel, W.J) Perubahan gaya hidup lainya seperti meningkatkan konsumsi

cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar.
b. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptic dapat

mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan

steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping.

Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena,

mengurangi hiperpermeabilitas serta efek anti inflamasi meskipun belum

diketahui bagaimana mekanismenya. (Acheson,A.G).

c. Pembedahan

Apabila hemoroid internal derajat 1 yang tidak membaik dengan

penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. HIST

(hemorrhoid institute of south texas) menetapkan indikasi tatalaksana

pembedahan hemoroid antara lain:

1) Hemoroid internal derajat II berulang.

2) Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.

3) Mukosa rectum menonjol keluar anus.

4) Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fissure.

5) Kegagalan penatalaksanaan konservatif.

6) Permintaan pasien.

Penatalaksanaan luka post operasi hemoroidektomi merupakan tindakan

untuk merawat luka dan melakukan pembalutan dengan tujuan mencegah

infeksi silang (masuk melalui luka) dan mempercepat penyembuhan luka.

Selain itu, perawatan hemoroidektomi juga dapat dilakukan dengan cara

keluhan dikurangi rendam duduk menggunakan larutan hangat untuk

mengurangi nyeri atau gesekan pada waktu berjalan dan sedasi (Brunner &

Suddarth, 2013).
9. Pencegahan

a. Konsumsi makanan tiggi serat seperti sayur-sayuran, buah-buahan dan kacang-

kacangan karena dapat membuat feses menjadi lunak sehigga mengurangi

proses mengedan dan tekanan pada vea anus.

b. Minuman air sebanyak 6-8 gelas sehari agar tubuh kita tidak kekurangan cairan

tubuh.

c. Melakukan kegiatan seperti olahraga rutin (seperti : jogging, senam, berenang).

d. Mengubah kebiasaan buang air besar. Bila ingin buang air besar segeralah ke

kamar mandi karena akan menyebabkan feses menjadi keras dan jangan duduk

terlalu lama. (Merdikoputro, 2006)

10. Komplikasi

Rektum akan relaksasi dan harsat untuk defekasi hilang apabila defekasi tidak

sempurna. Air tetap terus di absorsi dari masa feses yang menyebabkan feses

menjadi keras, sehingga defekasi selanjutnya lebih sukar. Tekanan fases berlebihan

menyebabkn kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan merupakan salah

satu penyebab hemoroid (vena varikosa rektum). Daerah anorektal sering merupakan

tempat abses dan fistula, kanker kolon dan rektum merupakan kanker saluran cerna

yang paling sering terjadi pada penderita konstipasi. Komplikasi lain yang dapat

terjadi adalah: hipertensi arterial, impaksi fekal, fisura, serta mengakolon (Smeltzer

& Bare, 2010) Komplikasi hemoroid antara lain :

a. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan dan

takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan semakin memperberat luka di

anus.
b. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak normal)

dari selaput lendir usus/anus.

c. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.

d. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur sehingga

tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin sakit, dan

besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk. (Dermawan, 2010).

B. Asuhan Keperawatan Teoritis

Asuhan keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis berkesinambungan,

yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan individu atau

kelompok, baik actual maupun potensial kemudian merencanakan tindakan untuk

menyelesaikan, mengurangi, atau mencegah terjadinya masalah baru dan melaksanakan

tindakan atau menugaskan orang lain untuk melaksanakan tindakan keperawatan serta

mengevaluasi keberhasilan dari tindakan yang dikerjakan.

1. Pengkajian

Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita post operasi

hemoroid menurut Price dan Wilson (2012) meliputi : nama, jenis kelamin, umur,

pekerjaan, alamat, agama, status perkawinan, no. register, tanggal MRS, diagnose

keperawatan.

a. Umur

Pada penderita hemoroid sering dijumpai 35% penduduk yang berusia sekitar

45-65 tahun.laki-laki maupun perempuan bisa mengalami hemoroid.

Pekerjaan Karena faktor pekerjaan seperti angkat berat, mengejan saat defekasi,

pola makan yang salah bisa mengakibatkan feses menjadi keras dan terjadinya

hemoroid.
b. Keluhan utama

Pada pasien post operasi hemoroid mengeluh nyeri pada anus akibat sesudah

operasi.

c. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit diare kronik, konstipasi kronik, pembesaran prostat dan

sebelumnya pernah memiliki riwayat penyakit hemoroid.

d. Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada riwayat penyakit hemoroid dalam satu keluarga.

e. Riwayat psikososial

1) Pola persepsi dan konsep diri

Kaji tentang persepsi klien terhadap penyakit yang diderita. Pasien merasa

malu dengan keadaanya, ansietas, dan rendah diri.

2) Pola istirahat dan tidur

Pada pasien post hemoroid biasanya mengalami gangguan tidur karena

nyeri pada anus sesudah operasi.

3) Pola aktivitas

Pada pasien post hemoroid mengalami keterbatasan aktivitas karena nyeri

pada anus akibat sesudah operasi.

f. Pemeriksaan fisik

1) Tingkat kesadaran : kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar

(composmenti-coma) untung mengetahui berat ringannya prognosis

penyakit pasien. Kesadaran : composmentis tingkat GCS : E : 4, V : 5, M :

6.

2) Tanda-tanda vital

Tekanan darah : normalnya 120/80 mmHg.


Nadi : normalnya 60-100 x/menit.

Respirasi rate : normalnya 16-24x/menit.

g. Pemeriksaan kepala dan muka

1) Kepala, Rambut : termasuk kuantitas, penyebaran dan tekstur antara : kasar

dan halus.

2) Kulit kepala : termasuk benjolan, lesi.

3) Tulang tengkorak : termasuk ukuran dan kontur.

4) Muka/wajah : termasuk simetris dan ekspresi wajah.

h. Pemeriksaan telinga

1) Daun telinga dilakukan inspeksi : simetris kana kiri.

2) Lubang telinga : produksi serumen tidak sampai mengganggu diameter

lubang.

3) Gendang telinga : kalau tidak tertutup serumen berwarna putih keabuan dan

masih dapat bervariasi dengan baik apabila tidak mengalami infeksi

sekunder.

4) Pendengaran : pengkajian ketajaman terhadap bisikan atau tes garputala

dapat mengalami penurunan.

i. Pemeriksaan mata

Yang perlu di kaji yaitu lapang pandang dari masing-masing mata (ketajaman

menghilang).

Inspeksi : Posisi dan kesejajaran mata : mungkin muncul eksoftalmikus,

strabismus.

Alis mata : dermatitis, seborea.


Sklera dan konjungtiva : seklera mungkin ikterik. Konjungtiva anemis pada

penderita yang sulit tidur karena merasakan nyeri setelah operasi.

Pupil : miosis, midriasis atau anisokor

j. Pemeriksaan mulut dan faring Inspeksi

1) Bibir : sianosis, pucat

2) Mukosa oral : mungkin kering, basah.

3) Gusi perlu diamati kalau ada gingivitis.

4) Lidah mungkin berwarna keputihan dan berbau akibat penurunan oral

hygiene.

5) Faring mungkin terlihan kemerahan akibar peradangan.

k. Pemeriksaan leher

Pada inspeksi jarang tampak distensi vena jugularis, pembesaran kelenjar limfe

leher dapat muncul apabila ada infeksi sistemik.

l. Pemeriksaan thorak dan paru

Inspeksi frekuensi : irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain : takipnea,

hipernea, dan pernafasan chyne stoke (pada kondis ketoasidosis).

Amati bentuk dada : normal atau barrel chest, funnel chest dan pigeon chest.

Dengarkan pernafasan pasien.

Stidor pada obstruksi jalan nafas.

Mengi (apabila penderita mempunyai riwayat asma atau bronchitis kronik).

m. Pemeriksaan jantung

1) Inspeksi : pada inspeksi bagaimana kondisi dada, simetris atau tidak, ictus

cordis nampak atau tidak.

2) Palpasi : terdapat ictus cordis teraba di ICS 4-5.

3) Perkusi : perkusi jantung terhadap suara jantung pekak (padat).


4) Auskultasi : auskultasi bunyi jantung normal BJ 1 (dup), BJ 2 (lup) dan

suara terdengar tunggal.

n. Pemeriksaan abdomen

1) Inspeksi : pada kulit apakah ada strie dan simetris adanya pembesaran

organ.

2) Auskultasi : auskultasi bising usus apakah terjadi penurunan atau

peningkatan motilitas.

3) Perkusi : perkusi abdomen terhadap proporsi dan pola tymphani serta

kepekaan.

4) Palpasi : palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau massa.

o. Pemeriksaan genetalia dan anus

Genetalia : pada inspeksi apakah ada timosis pada preposium dan apakah ada

kemerahan pada kulit skrotum.

Anus

Inspeksi : pada inspeksi terdapat luka post operasi, apakah ada tanda infeksi,

apakah adanya pus (nanah) atau tidak, apakah masih terjadi pendarahan

berlebih.

Palpasi : palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan, adanya pus (nanah) atau

tidak.

p. Pemeriksaan ekstremitas

Inspeksi bentuk, adanya luka, edema baik ekstremitas atas maupun bawah.

q. Pemeriksaan kekuatan otot (skala 1-5)

1) : lumpuh.

2) : adanya kotraksi otot.

3) : melawan gravitasi dengan sokongan.


4) : melawan gravitasi tetapi tidak ada tahanan.

5) : melawan gravitasi dengan tahanan sedikit.

1) : melawan gravitasi dengan kekuatan penuh.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat

nyeri selama eliminasi.

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.

c. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.


3. Intervensi

No. Diagnosa SDKI SIKI

1 Konstipasi 1. Identifikasi faktor risiko konstipasi (mis.


Kriteria Hasil :
asupan serat tidak adekuat, asupan cairan
1. Kontrol pengeluaran feses meningkat
tidak adekuat, aganglionik, kelemahan
2. Keluhan defekasi lama dan sulit
otot abdomen, aktivitas fisik kurang)
menurun
2. Monitor tanda dan gejala konstipasi (mis.
3. Mengejan saat defekasi menurun
defekasi kurang 2 kali seminggu,
4. Distensi abdomen menurun
defekasi lama / sulit, feses keras,
5. Teraba massa pada rektal menurun
peristaltik menurun)

3. Identifikasi penggunaan obat-

obatan yang menyebabkan konstipasi

4. Anjurkan minum air putih sesuai dengan

kebutuhan (1500-2000 mL/hari)


2 Nyeri Akut Kriteria Hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,

1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri

3. Sikap protektif menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal

4. Gelisah menurun 4. Kontrol lingkungan yang memperberat

5. Kesulitan tidur menurun rasa nyeri (mis.suhu ruangan,

6. Menarik diri menurun pencahayaan, kebisingan)

7. Berfokus pada diri sendiri menurun 5. Fasilitasi istirahat dan tidur mengganggu

8. Diaforesis menurun tidur

6. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

7. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama

sakit

8. Modifikasi lingkungan

9. Batasi waktu tidur siang

10. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum

tidur
3 Intoleransi Aktivitas Kriteria Hasil : 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang

1. Menopang berat badan meningkat mengakibatkan kelelahan

2. Berjalan dengan langkah yang efektif 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional

meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur

3. Berjalan dengan langkah pelan 4. Monitor lokasi dan

meningkat ketidaknyamanan selama melakukan

aktivitas

5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah

stimulus

6. Lakukan latihan rentang gerak

pasif dan/atau aktif


28

4. Implementasi

Implemetasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan


rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu
klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008). Implementasi
keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan Waktu dilakukan implementasi keperawatan

b. Diagnosa keperawatan

c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan

d. Tanda tangan perawat pelaksana

5. Evaluasi

Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi dilakukan

dengan pendekatan SOAP (data subjektif, data objektif, analisa dan planning). Dalam

evaluasi ini dapat ditemukan sejauh mana keberhasilan rencana tindakan keperawatan

yang harus dimodifikasi.


29

C. Pathway

Obstipasi, sering mengejan, banyak duduk,

Tekanan intra abdomen

Hemoroid

Derajat III, IV Kronik

HEMOROIDEKTOMI

Eksisi plexus
hemoroidalis
Port de Entry
Kurangnya informasi Diskotinuitas jaringan Takut BAB

Bakteri/kuman
mudah masuk
Defisit pengetahuan Pelepasan mediator kimia Feses mengeras
tentang penyakit, (bradikardin, histamine
pengobatan dan skretasnin, praglandin)
Resiko infeksi
perawatannya Konstipasi

Merangsang ujung saraf


nosiseptor Gangguan
eliminasi BAB
Cortex cerebri (nyeri
dipersepsikan)

Nyeri

Gambar 2.1 Pathways Hemoroid, sumber (muttaqin, 2011)


BAB III

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian
Pengkajian ini dilakukan pada hari Kamis 5 Oktober 2023 . Penulis mengelola
kasus pada Ny.S (1170059318) dengan masalah penyakit hemoroid di ruang Operasi RS
Hermina Mekarsari.

I. Status Sosial, Ekonomi, Agama, Suku / Budaya, Nilai Kepercayaan, dan Kebutuhan
Privasi

1. Pekerjaan pasien : IRT


Pekerjaan penanggung jawab/OT pasien : Swasta
Pendidikan pasien : SLTA
Pendidikan suami/Penanggung jawab/OT : SLTA
Cara pembayaran : Lain-lain
Tinggal bersama : Keluarga

2. Spiritual (Agama) : Islam


Mengungkapkan keprihatinan yang berhubungan dengan rawat inap :
√ Tidak
Ya: □ Ketidakmampuan untuk mempertahankan praktek spiritual seperti biasa
□ Perasaan negatif tentang sistem kepercayaan terhadap spiritual
□ Konflik antara kepercayaan spiritual dengan ketentuan sistem kesehatan
□ Bimbingan rohani
□ Lain-lain, sebutkan: -

3. Suku/Budaya : Jawa

4. Nilai-nilai kepercayaan pasien/keluarga :


√ Tidak ada
Ada: □ Tidak mau dilakukan transfusi
□ Tidak mau pulang dihari tertentu
□ Tidak mau imunisasi
□ Tidak boleh menyusui (ASI)
□ Tidak memakan daging/ikan yang bersisik
□ Lain-lain, sebutkan: -

5. Kebutuhan privasi pasien :


√ Tidak
Ya: □ Keinginan waktu/tempat khusus saat wawancara dan tindakan: -
□ Kondisi penyakit/pengobatan
□ Tidak menerima kunjungan, sebutkan jika ada: -
□ Tidak mau dirawat petugas laki-laki/perempuan: -
□ Transportasi
□ Lain-lain, sebutkan: -

II. Anamnesis

1. Diagnosis Medis Saat Masuk:


Hemoroid Grade 111

2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan ada benjolan dianus terasa sakit

3. Riwayat penyakit sekarang :


Nyeri pada anus serta benjolan pada anus keluar dan tidak bisa dimasukkan kembali, nyeri bertambah parah
saat buang air besar, melakukan aktifitas dan duduk terlalu lama, nyeri seperti ditusk- tusuk benda tajam
dengan skala nyeri saat masuk 7, nyeri hilang timbul.
4. Riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat pembedahan :
a. Penyakit yang pernah diderita : CKD ON HD, HD rutin setiap rabu dan sabtu.
b. Pernah dirawat
Tidak
√ Pernah, kapan : - HD rutin rabu dan sabtu
c. Pernah operasi/tindakan :
√ Tidak
□ Pernah, kapan :
d. Masalah operasi/pembiusan
√ Tidak
□ Ya, sebutkan : -

5. Riwayat penyakit keluarga :


√ Tidak ada
□ Ada, sebutkan : -

6. Riwayat pemakaian obat/herbal/jamu sebelum masuk rs :


√ Tidak ada
□ Ada, sebutkan : -

7. Apakah pernah mendapatkan obat pengencer darah (aspirin, warfarin, plavis dll) :
√ Tidak
□ Ya, kapan : -

8. Riwayat alergi :
√ Tidak ada
□ Ada, sebutkan : -

9. Nyeri :
□ Tidak ada
√ Ada, dengan skala nyeri : □ NRS
□ FLACSS
√ Wong Baker
Deskripsi :
Provokes : □ benturan □ Tindakan √ Proses Penyakit □ Lain-lain : -

Quality : √ Seperti tertusuk-tusuk benda tajam/tumpul □ Berdenyut □ Terbakar


□ Tertindih benda berat □Diremas □ Terpelintir □ Teriris

Region :
√ lokasi : dibagian anus
□Menyebar: √ Tidak
□ Ya: -

Severity :
□ FLACSS, skor : - √ Wong Baker, skor : 5-7 □ NRS, skor : - □ BPS, skor : -

Time/durasi nyeri :
Jika ada keluhan nyeri lakukan asesmen lanjutan dan intervensi

10. Riwayat transfusi darah :


Tidak pernah
□ √ Pernah, kapan : tanggal 29 september 2023

11. Golongan darah : A - Rhesus : -


12. Khusus pasien dengan riwayat kemoterapi dan radioterapi :
a. √ Tidak pernah
□ Pernah, kapan : - Sudah berapa kali : -
Terakhir : -
b. □ Cara pemberian : - □ Melalui suntik
c. □ Riwayat radioterapi :
d. □ Efek samping : □ Mual □ Muntah □ Jantung berdebar □Pusing
□Rambut rontok □Lain-lain, sebutkan : -

13. Riwayat merokok : Tidak Jumlah/hari : - Lamanya : -


14. Riwayat Minum-minuman keras : Tidak Jenis : - Jumlah/hari : -
15. Riwayat penggunaan obat penenang : Tidak Jenis : - Jumlah/hari : -
16. Riwayat pernikahan : menikah Lama menikah : - Pernikahan keberapa : -

III. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Sakit sedang


2. Kesadaran : Compos mentis
3. GCS : E : 4 M : 6 V : 5
4. Tanda Vital :
TD (mmHg) : 134/81
Suhu (C) : 36
Nadi(x/mnt) : 90
Pernafasan (x/mnt) : 20
5. Antropometri : BB (kg) : 55 TB (cm) : - LK (cm) : - LD (cm) :
LP(cm) :-
6. Pengkajian Persistem dan Pengkajian Fungsi :
Pengkajian Persistem dan Hasil Pemeriksaan
Pengkajian Fungsi
a. Sistem Susunan Saraf 1. Kepala : √ TAK □ Hydrocephalus □ Hematom
Pusat □ Mikrocephalus □ Lain-lain, sebutkan : -
2. Ubun-Ubun : √ Datar □ Cekung □ Menonjol □ Lain-
lain, sebutkan: -
3. Wajah : √ TAK □ Asimetris □ Bell’s Palsy □ Kelainan
Kongenital : -
4. Leher : √ TAK □ Kaku kuduk □ Pembesaran tiroid
□ Pembesaran KBG □ Keterbatasan gerak □ Lain-lain,
sebutkan: -
5. Kejang : Tidak, Tipe : -
6. Sensorik : √ TAK □ Sakit nyeri □ Rasa kebas
7. Motorik : √ TAK
b. Sistem 1. Gangguan penglihatan : √ TAK □ Ada □ Miopi □
Penglihatan/Mata Hipermetropi □ Presbiopi □ Astigmatisme □ Buta
2. Posisi mata : Simetris
3. Pupil : Isokor
4. Kelopak mata : √ TAK □ Edema □ Cekung □ Lain-lain,
sebutkan : -
5. Konjungtiva : TAK □ √Anemis □ Konjungtivitis □
Lain-lain, sebutkan : -
6. Sklera : √ TAK □ Ikterik □ Perdarahan □ Lain-lain,
sebutkan : -
7. Alat bantu penglihatan : √ Tidak □ Ya: □ Mata palsu
□ Kacamata □ Lensa kontak
c. Sistem Pendengaran TAK
Menggunakan alat bantu pendengaran : Tidak
d. Sistem Penciuman √ TAK □ Asimetris □ Pengeluaran cairan □ Polip
□ Sinusitis □ Epistaksis □ Lain-lain, sebutkan : -
e. Sistem Pernafasan 1. Pola nafas : √ Normal □ Bradipneu □ Tachipneu
□ Kusmaull □ Cheyne stokes □ Biots □ Apneu □ Lain-
lain, sebutkan : -
2. Retraksi : Tidak
3. NCH : Tidak
4. Jenis pernafasan : √ Dada □ Perut □ Alat bantu nafas,
sebutkan : -
5. Irama nafas : Teratur
6. Terpasang WSD : Tidak , Produksi : -
7. Kesulitan bernafas : √ Tidak □ Ya, Jika ya : □ Dispneu
□ Orthopneu □ Lain-lain : -
cairan □ Keluar darah
f) Tanda-tanda mastitis : □ Bengkak □ Nyeri □
Kemerahan □ Tidak ada
g) Uterus : TFU : - , Kontraksi uterus : □ Keras
□ Lembek

2. Laki-laki
a) Sirkumsisi : -
b) Gangguan prostat : -
j. Sistem Integumen 1. Turgor : Kembali cepat
2. Warna : √ TAK □ Ikterik □ Pucat
3. Integritas : □ Utuh □ Dekubitus □ Rash/Ruam
□ Ptekiae
4. Kriteria resiko dekubitus : □ Pasien imoobilisasi □
Penurunan kesadaran □ Malnutrisi □ Inkontinensia
uri/alvi □ Kelumpuhan □ Penurunan persepsi sensori □
Kebas □ Penurunan respon nyeri

(Bila terdapat satu/lebih kriteria diatas, lakukan


pengkajian dengan form pengkajian resiko dekubitus/
Braden Scale Score)
k. Sistem 1. Pergerakan sendi : Bebas
Muskuloskeletal 2. Kekuatan otot : Baik
3. Nyeri sendi : Tidak ada
4. Oedema : Tidak ada
5. Fraktur : Tidak ada
6. Parese : Tidak ada
7. Postur tubuh : Normal
l. Sistem Endokrin 1. Mata : √ TAK □ Exophtalmus □ Endophtalmus
Metabolik 2. Leher : √ TAK □ Pembesaran kelenjar tiroid
3. Ekstremitas : √ TAK □ Tremor □ Berkeringat

IV. Pengkajian Fungsi Kognitif Dan Motorik


1. Kognitif : √ Orientasi penuh □ Pelupa □ Bingung
2. Motorik :
a) Aktivitas sehari-hari : Mandiri
b) Berjalan : √ Tidak ada kesulitan □ Perlu bantuan □ Sering jatuh □ Kelumpuhan
□ Paralisis □ Deformitas □ Hilang keseimbangan
c) Riwayat patah tulang : - , Lain-lain : -
d) Alat ambulasi : □ Walker □ Tongkat □ Kursi roda √ Tidak menggunakan
e) Ekstermitas atas : Tidak ada kesulitan
f) Ekstermitas bawah : TAK □ Varises □ Edema □ Tidak simetris □ Lain-lain,
sebutkan : sakit pada bagian anus
g) Kemampuan menggenggam : √ Tidak ada kesulitan □ Ada, sejak : - □ Lain-lain,
sebutkan : -
h) Kemampuan koordinasi : TAK
Kesimpulan gangguan fungsi : -
3. Pengkajian Resiko Pasien Jatuh :
a) Resiko jatuh Humpty Dumpty : -
b) Resiko jatuh Morse (Pasien dewasa dan pasien yang dirawat di ruang non intensif)
:-
c) Resiko jatuh Geriatri (Usia >60 th) Ontorio Modified Stratify – Sidney Scoring : -
Keterangan :
4. Proteksi :
a) Status mental : √ Orientasi □ Tidak respon □ Agitasi □ Menyerang □ Letargi
□ Kooperatif □ Disorientasi □ Orang □ Tempat □ Waktu
b) Penggunaan restrain : √ Tidak □Ya, alasan : □ Membahayakan diri sendiri
□ Membahayakan orang lain □ Merukan lingkungan/peralatan □ Gaduh gelisah
□ Kesadaran menurun □ Pembatasan gerak □ Pasien geriatri dengan keterbatasan
c) Jenis restrain : □ Mekanik □ Farmakologi □ Psikologi □ Penghalang □ Lain-lain :-

5. Psikologis :
a) Status psikologis : □ Tenang √ Cemas □ Sedih □ Depresi □ Marah □ Hiperaktif
□ Mengganggu sekitas □ Lain-lain, sebutkan : -

6. Kebutuhan Pendidikan/Komunikasi dan Pengajaran :


a) Bicara : Normal
b) Bahasa sehari-hari : □ Indonesia □ Daerah : - □ Inggris : - □ Lain-lain : -
c) Penerjemah : √ Tidak □ Ya, bahasa : - □ Bahasa isyarat : -
d) Hambatan belajar : √ Tidak □ Ya □ Bahasa □ Cemas □ Kognitif □ Pendengaran
□ Hilang memori □ Emosi □ Motivasi buruk □ Masalah penglihatan □ Kesulitan
bicara □ Lain-lain, sebutkan : -
e) Cara belajar yang disukai : □ Menulis √ Diskusi □ Mendengar □ Demontrasi □
Membaca □ Audio/visual
f) Pasien atau keluarga menginginkan informasi : Bersedia
g) Pasien atau keluarga menginginkan infomasi tentang : √ Proses penyakit √
Terapi/obat □ Nutrisi □ Pengggunaan alat medis □ Tindakan □ Manajemen nyeri
□ Manajemen resiko jatuh □ Vaksinasi √ Cuci tangan □ Penggunaan APD □
Transfusi darah □ Intervensi diet □ Warfarin □ Edukasi diabetes □ Penyakit
khusus □ Tindakan pencegahan □ Lain-lain, sebutkan : -
h) Perencanaan pemberian edukasi sesuai kebutuhan :
- Edukasi os cuci tangan
- Edukasi os minum obat teratur
- Edukasi relaksasi nafas dalam

V. Skrinning Gizi oleh Perawat


Berdasarkan Nutritional Risk Screening (NRS) tahun 2022 pasien tidak
mengalami kekurangan nutrisi dengan skor 0 karena tidak ada riwayat khusus.
B. Therapy

a. Penatalaksaan medikamentosa pre operasi:


i. Ondansentron 4 mg

b. Penatalaksaan medis pasien saat anastesi spinal:


i. Regivel 10 mg/ml
c. Obat-obatan intra operasi :
Nama Obat/ Cairan Sediaan Tanggal/Jam Dosis & Rute/Pemberian
Infus Frekuensi
Ondancentron 4 mg 5 okt 2023 2 mg IV
/ 13.00
Ketorolac 30 mg 5 okt 2023 15 mg IV
/ 13.00
Kaltropen supp 1 gr 5 okt 2023 IV
/ 13.00
Tramadol 1 amp 5 0kt 2023 IV
/ 13.00

d. Penatalaksaan medis pasien post operasi:


a.ceftizoxime 1 gr
b.keterolac
c.kaltropen supp
d.nacl +tramadol

C. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 8,9 gr/dl
Hematokrit 27,8,9 %
Leukosit 10,41 10^3/uL
Trombosit 245 10^3/uL
Masa Pembekuan 5
Masa Perdarahan 2
GDS 83
Covid-19 Antigen Rapid NEGATIF

b. Rontgen Thorax
- Terlampir
c. EKG
- Terlampir
D. Analisa Data
No Data Fokus Masalah Etiologi
1. Didapatkan data fokus pada Hemoroid Agen pencedera
assessment pre op biologis

DS : hemoroid kronis
 Pasien mengatakan nyeri
pada anus
 Pengkajian nyeri: Respon saraf terhadap
P : Nyeri Ketika aktivitas dan inflamasi
bergerak
Q : Seperti ditusuk-tusuk
R : anus Respon sistemik
S : Skala 5
T : Terus menerus
Nyeri akut
DO :
 Pasien tampak meringis
kesakitan
 Pasien tampak gelisah
 TTV:
TD : 134/81 mmHg
N : 95 x/menit
RR : 20x/menit
Sh : 36 ℃

2. DS : Hemoroid Kekhawatiran
 Pasien mengatakn takut mengalami kegagalan
 pasien mengatakan khawatir
dengan kondisinya saat ini Hemoroid kronis
 pasien mengatakan bingung

Respon saraf terhadap


inflamasi

DO : Respon sistemik
 Pasien tampak gelisah,
tegang
Hemoroidektomi

Ansietas

3. Didapatkan data fokus saat hemoroid Terpapar alat medis


observasi dikamar operasi (cauter/patient plate)

DS: - hemoroid kronis


DO:
 Pasien terpasang alat medis
seperti electrocauter Respon saraf terhadap
inflamasi

Respon sistemik

Hemoroidetomi

Resiko cidera
4. Didapatkan data fokus saat Agen pencedera fisik
observasi di ruang pemulihan RR (prosedur operasi)
Hemoroid
DS:
 Pasien mengatakan nyeri
pada perutnya Hemoroid\
 Pengkajian nyeri
P : Nyeri Ketika bergerak kronis
Q : Seperti disayat-sayat
R : Nyeri bagiananus
S : Skala 4 dilihat dari raut muka Respon saraf terhadap
pasien inflamasi
T : Nyeri hilang timbul

Respon sistemik
DO:
 Pasien post operasi
herniatomy Hemoroidetomy
 Pasien tampak meringis
 KU sedang
 Kesadaran CM Luka insisi
 TTV
TD : 160/90 mmHg
N : 78 x/menit Nyeri akut
RR : 20 x/menit
Sh : 36℃
5. DS: hemoroid Efek prosedur invasif
 pasien mengatakan bahwa (adanya luka operasi)
pasien habis dioperasi
hemoroid Hemoroid kronis

DO:
 Terdapat luka post op pada Respon saraf terhadap
anus inflamasi
 Luka terbalut kasa

Respon sistemik

Hemoroidetomy

Luka insisi

Resiko infeksi
F.Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
Intra Operasi
3. Resiko cedera d.d terpapar alat medis (cauter/patient plate)
Post Operasi
4. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi)
5. Resiko infeksi d.d efek prosedur invasive (adanya luka operasi)
G. Perioperatif Nursing Care Plan

PRE OPERASI
DIAGNOSIS TUJUAN DAN
PENGKAJIAN IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN
TGL : 05 okt 2 0 2 3 JAM : 13.00 √ Anxietas b.d : √ Tingkat anxietas menurun : √ Memonitoring tanda verbal dan non verbal Anxietas :
□ Kurang informasi √ Monitor tanda verbal dan non verbal kecemasan √ Teratasi
A. ANAMNESA : √ Kekhawatiran cemas √ Menciptakan suasana terapeutik □ Tidak Teratasi
Keluhan : √ Cemas √ Nyeri √ Gelisah kegagalan pasien √ Mengorientasikan lingkungan & Tim operasi
□ Menanyakan dampak pasca operasi √ Orientasikan lingkungan dan tim operasi √ Membimbing pasien untuk berdoa
□ …………………. √ Ciptakan suasana terapeutik √ Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan
√ Dampingi pasien utk mengurangi rasa √ Menganjurkan keluarga untuk mendampingi
B. PEMERIKSAAN FISIK cemas selamapre operasi
1. Kesadaran : √ CM □ Apatis √ Nyeri √ Tingkat nyeri menurun : √ Memonitoring keadaan umum, TTV Nyeri Akut/
□ Somnolen □ Koma Akut/ √ Monitor keadaan umum dan TTV √ Mengidentifikasi nyeri (PQRST) Kronis :
GCS = E : 4 M : 6 V : 5 Kronis b.d : √ Identifikasi nyeri (PQRST) √ Mengajarkan teknik relaksasi □ Teratasi
2. TD : 167/80 mmHg, Sh : 36 ͦ C √ Inflamasi √ Ajarkan teknik non farmakologi untuk untukmengurangi nyero √ Tidak Teratasi
3. Nadi : 77 x/mnt, √ Kuat □ Lemah □ Iskemi mengurangi nyeri (distraksi & relaksasi) √ Mengajarkan teknik non farmakologi
Kulit : √ Hangat □ Dingin □ Neoplasma untukmengurangi nyeri (distraksi &
relaksasi)
CRT = √ ˂ 2 detik □ ˃ 2 detik
□ Risiko Infeksi d.d □ Tingkat infeksi menurun : □ Memonitoring keadaan umum, TTV Risiko Infeksi :
RR : 210x/mnt SPO2 : 100 %
rencana prosedur □ Monitor tanda dan gejala infeksi (nilai □ Memonitoring tanda dan gejala infeksi □ Teratasi
4. Pemakaian Oksigen : invasif lekosit/ CRP) □ Melakukan teknik aseptic untuk tindakan yang □ Tidak Teratasi
□ Ya √ Tidak □ Nasal □ Pertahankan teknik aseptik akan dilakukan
□ Sungkup □..................ltr/mnt □ Kolaborasi pemberian terapi □ Melakukan pemasangan akses intravena
5. Skala nyeri : 5 pra medikasi □ Memberikan terapi pramedikasi sesuai
6. Fraktur : √ Tidak □ Ya, program pengobatan
Lokasi : ................... □ Koping tidak □ Status koping meningkat : □ Memonitoring tanda verbal dan non Koping Tidak
7. Perdarahan : √ Tidak □ Ya efektif b.d □ Jelaskan prosedur yang akan dilakukan verbal kecemasan Efektif :
□ Aktif terbuka : ±..............ml ketidakadekuatan □ Anjurkan pasien untuk selalu berdoa □ Menciptakan suasana terapeutik □ Teratasi
□ Aktif tertutup strategi koping & untuk ketenangan □ Mengorientasikan lingkungan & Tim □ Tidak Teratasi
Lokasi : ................ sistem pendukung □ Anjurkan keluarga memberi support □ Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan
ke pasien
.
8. Hasil Penunjang :
Laboratorium : □ Hb : 8,9 □ Ht :
27,.8
□ Lek : 10,41 □ Trombosit : 245 □ Defisit pengetahuan □ Tingkat pengetahuan meningkat : □ Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan Defisit
□ GDS : 83 b.d kurang terpapar □ Berikan informasi tentang prosedur yang □ Memberikan informasi tentang prosedur yang pengetahuan
□ PT : 5 □ APTT : 2 informasi akan dilakukan (persiapan, efek setelah akan dilakukan (persiapan, efek setelah tindakan) □ Teratasi
tindakan) □ Tidak Teratasi
Radiologi : Hasil :
□ Risiko hipovolemia □ Status cairan meningkat : □ Memonitoring keadaan umum, TTV Risiko
Rontgen Thorax normal b.d perdarahan □ Periksa tanda/ gejala hipovolemia □ Memonitoring intake, Hipovolemia
□ Monitor intake, output output (termasuk □ Teratasi
(termasuk perdarahan) perdarahan) □ Tidak Teratasi
□ Kolaborasi pemberian cairan □ Berkolabotasi pemberian
isotonis/ hipotonis/ koloid cairan isotonis/ hipotonis/
koloid
□ ............................ □ ….....................................……………… ….………………
………………… □ Teratasi
□ Tidak Teratasi
INTRA OPERASI
DIAGNOSIS TUJUAN DAN
PENGKAJIAN IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN
JAM : 13.15 □ Bersihan Jalan Nafas □ Bersihan jalan nafas meningkat (jalan nafas
□ Memonitoring keadaan umum & TTV Bersihan jalan
□ Masuk OK : Tidak Efektif b.d paten) : □ Mengisi dan memonitor cek list nafas tidak efektif
□ Keluar OK : adanya jalan nafas □ Monitor pola nafas keselamatan pasien :
□ Mulai Anestesi : buatan (ETT) □ Pertahankan kepatenen jalan nafas □ Mempertahankan kepatenen jalan nafas □ Teratasi
□ Berikan oksigen □ Melakukan suction, bila perlu □ Tidak Teratasi
□ Selesai anestesi : □ Memberikan oksigen sesuai program terapi oksigen
√ Risiko Cedera d.d √ Tingkat cedera menurun : √ Melakukukan desinfeksi daerah operasi dengan Risiko Cedera :
PEMERIKSAAN FISIK terpapar alat medis √ Monitor keadaan umum dan TTV cairan bethadine (tidak boleh menggunakan √ Teratasi
1. Kesadaran : √ CM □ Apatis (cauter/ patient plate) √ Monitor cek list keselamatan pasien alcohol) □ Tidak Teratasi
□ Somnolen □ Koma √ Siapkan peralatan lengkap, aman dansiap √ Menggunakan alat couter dan patient plane yang
GCS = E : 4 M : 6 V : 5 pakai compatible (satu paket)
√ Menyiapkan peralatan lengkap, aman & siap pakai
2. TD : 161/70 mmHg, Sh : 36 C
□ Risiko Hipovolemi □ Status cairan membaik : □ Memonitoring adanya tanda – tanda Risiko
3. Nadi : 98 x/mnt, √ Kuat □ Lemah d.d kehilangan □ Monitor pemberian cairan parenteral dan kehilangan cairan (mis. Perdarahan, dll) Hipovolemi :
Kulit : □ Hangat √ Dingin cairan aktif (mis. balance cairan □ Memonitoring pemberian cairan parenteral dan □ Teratasi
CRT = √ ˂ 2 detik □ ˃ 2 detik perdarahan) □ Kolaborasi pemberian cairan balance cairan □ Tidak Teratasi
RR : 220x/mnt SPO2 : 100 % isotonik, hipotonik dan koloid □ Memasang akses intravena 2 line, bila perlu
4. Jenis Anestesi : □ Berkolaborasi pemberian cairan isotonik,
□ General √ Regional Blok hipotonik dan koloid dan pemberian infus cairan
hangat
5. Posisi operasi : □ Risiko Perdarahan □ Tingkat perdarahan menurun : □ Memonitoring nilai HT/ Hb sebelum dan setelah Risiko
√ Terlentang Litotomi tengkurap/ Knee d.d : □ Monitor nilai HT/ Hb sebelum kehilangan darah Perdarahan :
□ Tindakan dan setelah kehilangan darah □ Memonitoring adanya tanda – tanda perdarahan □ Teratasi
chest Lateral : kanan/ kiri
pembedahan □ Monitoring tanda adanya perdarahan □ Berkolaborasi pemberian cairan isotonik, □ Tidak Teratasi
6. Pemakaian Oksigen : □ Komplikasi hipotonik dan koloid
√ Ya □ Tidak √ 3 ltr/mnt kehamilan
√ Nasal □ ETT □ Sungkup □ Risiko Jatuh d.d □ Tingkat jatuh menurun : □ Memastikan roda TT dalam kondisi terkunci Risiko Jatuh :
7. Skala nyeri (VAS) : 0 kondisi sedang □ Pastikan roda TT dalam kondisi terkunci □ Memasang handrail tempat tidur □ Teratasi
8. Perdarahan : √ Tidak □ Ya, Lokasi : operasi □ Pasang handrail tempat tidur □ Mendampingi pasien selama tindakan □ Tidak Teratasi
□ Dampingi pasien selama berlangsung (jangan di tinggal)
…..
tindakan berlangsung (jangan di
□ Aktif terbuka : ±..............ml tinggal)
□ Aktif tertutup
9. Terpasang patient plate : □ Nyeri Akut b.d □ Tingkat nyeri menurun : □ Memonitor karakteristik luka Nyeri Akut :
□ Kaki : □ Kanan □ Kiri prosedur operasi □ Monitor keadaan umum dan TTV □ Mengidentifikasi nyeri (PQRST) □ Teratasi
√ Paha : √ Kanan □ Kiri □ Identifikasi nyeri (PQRST) □ Berkolaborasi pemberian analgetik □ Tidak Teratasi
10. Terpasang kateter : √ Risiko Infeksi d.d √ Tingkat infeksi menurun : √ Memonitor karakteristik luka Risiko Infeksi :
efek prosedur invasif √ Pertahankan teknik aseptik √ Mempertahankan teknik aseptik & √ Teratasi
□ √Tidak Ya, Jml urin:
√ Gunakan APD sesuai standar√ menggunakanAPD sesuai standar □ Tidak Teratasi
□ Warna: Jernih □ Keruh □ Pekat √ Memasang balutan sesuai jenis luka
□ Merah/ darah √ Berkolaborasi pemberian antibiotik
11. Status cairan : □ Risiko Hipotermi □ Termoregulasi membaik : □ Memonitoring keadaan umum & TTV Risiko Hipotermi
□ Intake : □ Output : Perioperatif d.d : □ Pasang selimut/ penutup □ Memasang selimut/ penutup kepala/ pakaian tebal Perioperatif :
□ Balance : □ Prosedur kepala/pakaian tebal □ Berkolaborasi pemberian infus cairan hangat □ Teratasi
pembedahan □ Kolaborasi pemberian infus □ Tidak Teratasi
□ Suhu kamar cairan hangat
operasi (<36°C)
□ Gangguan Integritas □ Integritas kulit/ jaringan meningkat : □ Memonitor karakteristik luka Gangguan
Kulit/ Jaringan b.d □ Monitor karakteristik luka □ Memonitoring adanya tanda – tanda perdarahan Integritas Kulit/
faktor mekanis □ Pasang balutan sesuai jenis luka □ Memasang balutan sesuai jenis luka Jaringan :
(pembedahan) □ Kolaborasi pemberian antibiotik □ Berkolaborasi pemberian antibiotik □ Teratasi
□ Tidak Teratasi
□ ......................... □ ….....................................……………… □ …………………………………………………….. ….………………
□ …………….. ……………………………………. ………………….
□ ……………………………………………………. □ Teratasi
□ Tidak Teratasi
POST OPERASI
DIAGNOSIS TUJUAN DAN
PENGKAJIAN IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN
JAM MASUK RR : 14.20 □ Anxietas b.d : □ Tingkat anxietas menurun : □ Memonitor tanda verbal dan non verbal cemas pasien Anxietas :
A. ANAMNESA : □ Kurang informasi □ Monitor tanda verbal dan non verbal □ Mendampingi pasien untuk mengurangi kecemasan □ Teratasi
Keluhan : Cemas √ Nyeri √Gelisah □ Ancaman terhadap cemas □ Jelaskan efek dari prosedur yang akan dilakukan □ Tidak Teratasi
□ Mual □ Muntah □ Pusing konsep diri pasien dan perawatan pasca tindakan
□ Mengggigil □ Dampingi pasien utk
√ Ekstremitas bawah terasa baal mengurangi kecemasan
□ Menanyakan dampak pasca operasi □ Risiko Hipovolemi □ Status cairan membaik : □ Memonitoring keadaan umum & TTV Risiko
□ ………………. d.d kehilangan □ Monitor pemberian cairan parenteral dan □ Memonitoring pemberian cairan parenteral dan Hipovolemi :
cairan aktif (mis. balance cairan balance cairan □ Teratasi
B.PEMERIKSAAN FISIK
perdarahan) □ Kolaborasi pemberian cairan □ Memberikan cairan isotonik, hipotonik dan □ Tidak Teratasi
1. Kesadaran : √ CM □ Apatis isotonik, hipotonik dan koloid koloid sesuai program pengobatan
□ Somnolen □ Koma □ Memberikan infus cairan hangat
GCS = E : 4 M : 6 V : 5 √ Nyeri Akut √ Tingkat nyeri menurun : √ Mengidentifikasi nyeri (PQRST) Nyeri Akut :
2. TD : 160/90 mmHg, Sh : 36 ͦ C b.dEfek √ Monitor keadaan umum dan TTV √ Memonitor karakteristik luka □ Teratasi
3. Nadi : 78x/mnt, √ Kuat □ Lemah kondisi √ Identifikasi nyeri (PQRST) √ Mengajarkan teknik relaksasi untuk √ Tidak Teratasi
pembedahan √ Ajarkan teknik relaksasi untuk menguranginyeri
Kulit : √ Hangat □ Dingin
mengurangi nyeri √ Memberikan terapi analgetik sesuai dengan
CRT = √ ˂ 2 detik □ ˃ 2 detik √ Berikan analgetik sesuai program programpengobatan
RR : 20 x/mnt SPO2: 99 % pengobatan
4. Pemakaian Oksigen :
□ Ya √ Tidak □ Nasal √ Risiko Infeksi d.d √ Tingkat infeksi menurun : √ Memonitoring keadaan umum & TTV Risiko Infeksi :
□ Sungkup □..................ltr/mnt efek prosedur invasif √ Pertahankan teknik aseptik √ Memonitoring tanda dan gejala infeksi √ Teratasi
5. Skala nyeri (VAS) : 4 √ Gunakan APD sesuai standar √ Mempertahankan teknik aseptik □ Tidak Teratasi
6. Perdarahan : √ Tidak □ Ya √ Monitor kondisi luka operasi √ Menggunakan APD sesuai standar
√ Memberikan terapi antibiotik sesuai program terapi
□ Aktif terbuka : ±..............ml
□ Aktif tertutup □ Risiko Hipotermi □ Termoregulasi membaik : □ Memonitoring keadaan umum TTV Risiko Hipotermi
Lokasi : ................ Perioperatif d.d : □ Pasang selimut/ penutup kepala/ □ Jelaskan efek dari prosedur yang akan dilakukan Perioperatif :
. □ Prosedur pakaian tebal dan perawatan pasca tindakan □ Teratasi
pembedahan □ Ajarkan teknik distraksi □ Memasang selimut/ penutup kepala/ pakaian tebal □ Tidak Teratasi
7. Terpasang kateter :
□ Suhu kamar untuk mengurangi □ Memberikan infus cairan hangat, jika perlu
□ Tidak √ Ya, Jml urin: 200 ml
Operasi (<36°C) rasa dingin
Warna : √ Jernih □ Keruh □ Pekat □ Kolaborasi pemberian infus cairan hangat
□ Merah/ darah □ Hipotermi □ Termoregulasi membaik : □ Memonitoring keadaan umum TTV Hipotermi
8. Terpasang Drain : √ Tidak □ Ya Perioperatif d.d □ Pasang selimut/ penutup kepala/ □ Jelaskan efek dari prosedur yang akan dilakukan Perioperatif :
9. Area balutan luka operasi : : pakaian tebal dan perawatan pasca tindakan □ Teratasi
Lokasi : anus □ Terpapar suhu □ Ajarkan teknik distraksi □ Memasang selimut/ penutup kepala/ pakaian tebal □ Tidak Teratasi
10. Pemakaian Implant : √ Tidak □ Ya lingkungan untuk mengurangi □ Memberikan infus cairan hangat, jika perlu
Lokasi : ………………………… rendah rasa dingin
□ Efek agen □ Kolaborasi pemberian infus cairan hangat
11. Hasil Penunjang :
farmakologis
Laboratorium : □ Hb : 8,9 □ Ht :
27,8. □ Gangguan □ Mobilitas fisik meningkat : □ Membantu pasien melakukan ambulasi & mobilisasi Gangguan
Mobilitas Fisik b.d : □ Bantu pasien melakukan ambulasi □ Melibatkan keluarga dalam membantu pasien Mobilitas Fisik :
□ Lek :1 0,41. □ Trombosit 245
□ Nyeri & mobilisasi □ Meletakkan barang yang di butuhkan dekat □ Teratasi
□ GDS : 83 □ Gangguan □ Libatkan keluarga dalam membantu pasien dengan pasien □ Tidak Teratasi
□ PT : 5 □ APTT 2 sensoripesepsi □ Letakkan barang yang di butuhkan
(rasa baal) dekat dengan pasien
□ Gangguan Integritas □ Integritas kulit/ jaringan meningkat : □ Memonitoring karakteristik luka Gangguan
Kulit/ Jaringan b.d : □ Monitor karakteristik luka □ Memberikan terapi antibiotik sesuai dengan Integritas Kulit/
● Faktor mekanis □ Pasang balutan sesuai jenis luka program pengobatan Jaringan :
(pembedahan) □ Kolaborasi pemberian antibiotik □ Memberikan terapi antibiotik sesuai program terapi □ Teratasi
□ Tidak Teratasi
□ Risiko Jatuh d.d : □ Tingkat jatuh menurun : □ Memastikan roda TT dalam kondisi terkunci Risiko Jatuh :
● Kondisi pasca □ Pastikan roda TT dalam kondisi terkunci □ Memasang handrail tempat tidur □ Teratasi
operasi □ Pasang handrail tempat tidur □ Mendampingi pasien (jangan di tinggal tanpa dalam □ Tidak Teratasi
□ Dampingi pasien selama di ruang keadaan tidak terkunci)
RR (jangan di tinggal)
□ ......................... □ ….....................................……………… □ …………………………………………………… ….………………
□ …………………………………………………… ………………….
□ ……………………………………………………. □ Teratasi
□ Tidak Teratasi

Perawat Sirkulasi Perawat RR Verifikasi DPJP


(br.fauzi)
(Sr Lia) (Dr. yunita, Sp.B)
Nama &TTD Nama & TTD Nama& TTD
H.Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Pre Op : Setelah dilakukan tindakan Redukasi ansietas(I.09314)
Ansietas asuhan keperawatan selama 1 x 1. Identifikasi saat tingkat
berhubungan 24 jam diharapkan ansietas ansietas berubah (kondisi,
dengan menurun dengan kriteria hasil : waktu, stressor)
kekhawatiran Tingkat ansietas (L.09093) 2. Monitor tanda-tanda
mengalami a. Verbalisasi khawatir akibat ansietas (verbal dan
kegagalan. kondisi yang dihadapi nonverbal)
(D.0080) menurun 3. Ciptakan suasana terapeutik
b. Perilaku gelisah menurun untuk menumbuhkan
c. Perilaku tegang menurun kepercayaan
d. Tekanan darah menurun 4. Temani pasien untuk
Pola tidur membaik mengurangi kecemasan,
jika memungkinkan
5. Dengarkan dengan penuh
perhatian
6. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
7. Latih teknik relaksasi
2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan keperawatan selama 2x 24 jam 1. Identifikasi lokasi,
dengan agen diharapkan nyeri berkurang karakteristik durasi,
pencedera atau hilang dengan kriteria frekuensi, kualitas,
fisiologis (D.0077) hasil : intensitas nyeri
Tingkat nyeri (L.08066) 2. Identifikasi skala nyeri
a. Tidak mengeluh nyeri 3. Observasi reaksi nonverbal
b. Tidak meringis dari ketidaknyamanan
c. Tidak bersikap protektif 4. Ajarkan teknik
d. Tidak gelisah nonfarmakologis untuk
e. Kesulitan tidur menurun mengurangi rasa nyeri
f. Frekuensi nadi membaik 5. Memberikan posisi nyaman
g. Melaporkan nyeri terkontrol 6. Fasilitasi istirahat dan tidur
h. Kemampuan mengenali Kolaborasi pemberian
onset nyeri meningkat analgetik
i. Kemampuan mengenali
penyebab nyeri meningkat
Kemampuan menggunakan
teknik non-farmakologis
meningkat
3. Intra OP : Setelah dilakukan tindakan Pencegahan cedera I.14537
Resiko Cedera b.d keperawatan selama 1 jam 1. sediakan pencahayaan yang
Terpapar Alat
diharapkan tidak terjadi cedera memadai
Medis
: 2. monitor tanda gejala
Tingkat cedera L.14136 perdarahan
3. anjurkan meningkatkan
1. kejadian cedera luka / lecet cairan
2. perdarahan 4. kolaborasi penggunaan alat
3. TTV normal kesehatan yang sesuai

4. Post OP : Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)


Nyeri akut keperawatan selama 2x 24 jam 7. Identifikasi lokasi,
berhubungan diharapkan nyeri berkurang karakteristik durasi,
dengan agen atau hilang dengan kriteria frekuensi, kualitas,
pencedera fisik hasil : intensitas nyeri
(Prosedur Operasi) Tingkat nyeri (L.08066) 8. Identifikasi skala nyeri
(D.0077) j. Tidak mengeluh nyeri 9. Observasi reaksi nonverbal
k. Tidak meringis dari ketidaknyamanan
l. Tidak bersikap protektif 10. Ajarkan teknik
m. Tidak gelisah nonfarmakologis untuk
n. Kesulitan tidur menurun mengurangi rasa nyeri
o. Frekuensi nadi membaik 11. Memberikan posisi
p. Melaporkan nyeri terkontrol nyaman
q. Kemampuan mengenali 12. Fasilitasi istirahat dan
onset nyeri meningkat tidur
r. Kemampuan mengenali Kolaborasi pemberian
analgetik
penyebab nyeri meningkat
Kemampuan menggunakan
teknik non-farmakologis
meningkat
5. Resiko Infeksi b.d Setelah dilkukan tindakan Pencegahan Infeksi I.14539
efek prosedur
keperawatan selama 2x 24 jam, 1. berssihkan lingkungan
invasif (adanya
luka operasi) pasien mampu mengontrol dan dengan baik
mencegah terjadinya infeksi : 2. batasi jumlah pengunjung
Kontrol resiko L.14128 3. ajarkan cara cuci tangan yg
1. mengidentifikasi factor baik
infeksi 4. anjurkan pengunjung untuk
2. mengenali factor resiko mencuci tangan saat memasuki
infeksi dan meinggalkan ruanagn
3. mengetahui tanda gejala pasien
infeksi 5. monitr tanda gejala infeksi
4. pemantauan status kesehatan

I. Implementasi

NO.
TGL/JAM IMPLEMENTASI
DX
Pre OP 1 1. Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah (kondisi, waktu,
05/10/2023 stressor)
13.30 WIB Respon: Sebelum operasi pasien mengataakan takut di operasi takut
di sunti, pasien menanyakan tentang operasinya
13.40 WIB 2. Memonitor tanda – tanda ansietas
Respon: Klien tampak masih tegang gelisah
13.45 WIB 3. Menemani pasien untuk mengurangi kecemasan
Respon: Melakukan komunikasi terapeutik dan menemani pasien
dari tenpat preoperasi sampai memasuki ruang operasi dan pasien
4. Menjelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami
08.50 WIB
Respon: Pasien mengerti dan tampak lebih tenang
5. Melatih teknik relaksasi
08.55 WIB
Respon: Pasien mengatakan mengatakan cemas berkurang dan
tampak lebih tenang

Intra OP 3 1. Memberikan pencahayaan lampu kamar operasi


05/10/2023 Respon: Pasien Anastesii spinal
13.15 WIB 2. Berkolaborasi penggunaan alat medis yang sesuai
Respon: Pasien terpasang dok bolong, pembersihan area operasi
13.25 WIB menggunakan betadine, memasang patient plate menggunakan alat
couter
13.40 WIB 3. Memonitor tanda gejala perdarahan
Respon: dr melakukan pembedahan herniatomy , terdapat darah
luka insisi ± 100 cc, melakukan tidakan perdarahan depper kasa dan
13.50 WIB penjahitan
4. Menganjurkan pemberian terapi cairan
Respon: Pemberian cairan Rl 500 + Tramadol, ketorolac ,
ondansentron

PostOp 4 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, kualitas,


12/05/2023 intensitas nyeri
14.20 WIB Respon: Pasien mengatakan nyeri di anus, P = nyeri saat bergerak,
Q = seperti ditusuk – tusuk, R = anus , S = skala 5, T = terus
14.25 WIB menerus
2. Mengidentifikasi skala nyeri
Respon: Skala nyeri 5
13.30 WIB 3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Respon: pasien tampak meringis kesakitan
13.35 WIB 4. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Respon: mengajarkan kepada pasien dan ibu pasien cara melakukan
teknis relasasi nafas dalam
Pasien mampu melakukan teknik relaksasi nafas dalam meskipun
13.45 WIB masih meringis.
5. Memberikan posisi nyaman
Respon: Posisi klien tidur terlentang
14.00 WIB 6. Memberikan obat analgetik sesuai dengan program
Respon: Obat as ketorolak 530 mg masuk dengan lancar tanpa
hambatan

05/10/2023 5 1. membersihkan area luka pasien dan lingkungan pasien


14.15 WIB Respon: pasien mau di berishkan area mulutnya lingkungan pasien
bersih dan kering
2. Mengobservasi tanda gejala infeksi
Respon: terpasang nacl + tramadol , Pasien mengatakan Nyeri ,
tidak ada pembengkakan , panas ,
3. Membatasi jumlah pengunjung
Respon: tidak ada banyak pengunjung hanya suami dari pasien
4. Mengajarkan cara cuci tangan yg baik dan benar
Respon: ibu mengatakan bisa mempraktekan cuci tagan dengan baik
dan akan mengajarkan anaknya cuci tangan agar selalu bersih dan
terhindaar dari infeksi
5. Manjurkan pengunjung untuk mencuci tangan saat memasuki dan
meinggalkan ruanagn pasien
Respon: suami mengatakan mulai tau kapan harus cuci tanngan
J. Evaluasi

TGL/JAM CATATAN PERKEMBANGAN

Pre OP S=

05/10/2023 Pasien mengatakan cemas berkurang sudah siap untuk operasi, Pasien
mengatakan nyeri di bagian anus
13.00 WIB
P = nyeri saat aktivitas dan bergerak,
Q = seperti ditusuk – tusuk,
R = anus
S = skala 5,
T = terus menerus

O=
Pasien nampak tenang dan rileks, Pasien tampak siap memasuki ruangan
operasi.
TTV:
TD: 167/80 mmHg, Nadi 77 x/ menit, S : 36 ℃, RR : 20 x/menit, Spo2 :
99 %. KU baik, CM, akral hangat Crt <2 detik

A=

- Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagagalan Teratasi


- Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis belum
teratasi
P=
lanjutkan intervensi
- Kaji skala nyeri
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Ajarkan teknik relaksasi
- Beri posisi nyaman
- Kolaborasi pemberian analgetik
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
- Mengobservasi tanda gejala infeksi
- Membatasi jumlah pengunjung
- Menganjurkan pengunjung kluarga untuk cuci tangan sebelum dan
sesudah msuk ruangan

Br . Fauzi
Intra OP S=-
12/05/2023

10.30 WIB O=
Pasien tampak diam saja dan sedikit tegang, tidak ada tanda-tanda cidera
akibat alat medis. TTV pasien dalam batas normal
TD: 161/70 mmHg, Nadi 79 x/ menit, S : 36 ℃, RR : 20 x/menit, Spo2 :
100 %. KU baik, CM, akral hangat Crt <2 detik

A=
- Resiko cedera b.d terpapar alat medis (cauter/patient plate) teratasi

P=
Intervensi dihentikan
Sr. Didi
Post OP S=
05/10/2023
Pasien mengatakan nyeri bekas luka operasi berkurang
14.20 WIB P : nyeri luka post op
Q : seperti tersayat-sayat perih
R : daerah luka operasi para bagian anus
S : skala 5
T : hilang timbul

O=
Pasien tampak diam dan sesekali mengeluh sakit pada luka post op
Tidak terdapat tanda tanda infeksi pada luka operasi
TTV:
TD: 160/90 mmHg, Nadi 78 x/ menit, S : 36 ℃, RR : 20x/menit, Spo2 : 90
%. KU baik, CM, akral hangat Crt <2 detik

A=
- Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur
Operasi) teratasi sebagian
- Resiko Infeksi b.d efek prosedur invasif (adanya luka operasi)
teratasi
P=
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV
- Kaji skala nyeri
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Ajarkan teknik relaksasi
- Beri posisi nyaman
- Kolaborasi pemberian analgetik
br. fauzi
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah memberikan asuhan keperawatan pada klien Ny.. S dengan post


operasi Herniadictomy di lantai II instalasi kamar operasi Rumah Sakit Hermina
Mekarsari yang dilakukan selama satu hari. Maka pada bab ini penulis akan
membahas kesenjangan pada teori dengan yang ada pada kasus, mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi serta menganalisa
faktor penghambat dan pendukung pemecahan masalah dalam memberikan
asuhan keperawatan.

A. Pengkajian

Pada proses pengkajian penulis menemukan kesenjangan data dimana


pada teori dikatakan riwayat terdahulu pada pasien dengan hemoroid biasanya
pasien memiliki riwayat keluarnya benjolan pada anus sebelumnya pada kasus
juga ditemukan benjolan pada anus.

B. Diagnosa Keperawatan

Pada teori maslaah keperawatan yang muncul pada pasien dengan hemoroid
yaitu:
a. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi
akibat nyeri selama eliminasi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.

Sedang pada kasus An.S masalah keperawatan yang penulis temukan adalah
sebagai berikut:
Pre OP
1. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

Intra OP
1. Resiko cedera berhubungan dengan terpapar alat medis (cauter/patient plate)

Post OP
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (adanya luka
operasi)

Dalam menentukan diagnosa keperawatan, penulis tidak menemukan


hambatan karena diagnosa ditentukan berdasarkan data yang ada sebagai respon
klien terhadap penyakitnya. Faktor pendukung yang ditemukan penulis dalam
menentukan diagnose keperawatan adalah pasien dan keluarga sangat kooperatif
dalam menyatakan keluhannya sehingga tidak menghambat penulis dalam
menemukan diagnosa keperawatan.

C. Intervensi

Dalam perencanaan disesuaikan dengan prioritas masalah dan kondisi


klien. Pada teori langkah – langkah perencanaan meliputi prioritas masalah,
penetapan tujuan dan kriteria hasil serta menyusun rencana tindakan. Pada
kasus, masalah yang penulis prioritaskan yaitu di pre op ansietas berhubungan
dengan kekhawatiran akan kegagalan operasi masalah ini muncul sebelum di
lakukan tindakan operasi dan juga penulis mengangkat diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisiologis yakni apendisitis yang di derita
pasien.
Diagnose kedua yaitu pada intra op dimana penulis menetapkan diagnosa
resiko cedera b.d terpapar alat medis diagnose ini muncul pasca tindakan operasi
dan merupakan tindakan yang rentang akan cedera luka bakar karena pemakaian
alat alat medis seperti cauter. Diagnose ke tiga terjadi post operasi yaitu nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera fisik akibat prosedur operasi, dimana
pasien tampak menangis dan mengalami kesakitan pasca operasi sehingga butuh
di temani ibunya untuk menenangkan pasien. Diagnose selanjutnya masih pada
posiis post op yaitu Resiko Infeksi b.d prosedur invasif efek dari pembedahan
terjadi luka dan beresiko terjadinya infeksi di area luka op. Pada penetapan
tujuan ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus, pada teori tidak
ada batasan waktu dalam mengatasi masalah sedangkan pada kasus penulis
menetapkan batasan waktu yaitu sejak pasien masuk ke ruang pre op hingga
meninggalkan ruang pemulihan RR dan dipindahkan ke ruang perawatan. Pada
perencanaan tidak semua perencanaan pada teori ditulis pada kasus karena
disesuaikan dengan kondisi klien saat itu. Perencanaan pada kasus dibuat
berdasarkan SMART (Spesifik, Meassurable, Accivable, Realistik, Time).
Faktor pendukung dalam perencanaan keperawatan yaitu adanya
kerjasama penulis, pasien, keluarga , perawat ok serta buku dan sumber - sumber
yang berkaitan dengan perencanaan. Tidak ada faktor penghambat dalam
menyusun perencanaan, karena setiap rencana disusun sesuai kondisi pasien dan
mengacu pada teori.

D. Implementasi

Pada pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan rencana


yang telah dibuat pada kasus proses pelaksanaan keperawatan tindakan yang
telah dibuat karena dilakukan secara berurutan seperti pada perencanaan
tindakan yang telah dibuat karena disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
klien pada saat itu. Penulis diberi kesempatan selama pasien berada di kamar
operasi untuk memberikan asuhan keperawatan. Setiap melakukan tindakan
keperawatan, penulis melakukan pendokumentasian yang dilengkapi dengan
tanggal, pukul, dan tindakan yang dilakukan serta respon klien setelah tindakan
keperawatan.
E. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka langkah terakhir adalah


evaluasi terhadap diagnosa yang ditemukan pada klien. Evalusi formatif penulis
lakukan setiap setelah melakukan tindakan keperawatan sedangkan evaluasi
sumatif dilakukan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang penulis tentukan
yaitu hanya sampai pasien dipindahkan keruang perawatan.
Dari lima diagnosa keperawatan yang ditemukan, diagnosa yang teratasi
yaitu dua diagnosa yang tujuanya tercapai atau masalah teratasi yaitu ansietas
berhubungan dengan kekhawatiran akan kegagalan klien sudah tidak cemas dan
operasi berjalan dengan lancar, resiko cedera berhubungan dengan terpapar alat
medis pada saat operasi pasien tidak terjadi cedera baik kondisi memburuk
maupun akibat luka bakar, diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasive teratasi atau infeksi tidak terjadi dengan tanda tanda tidak ada
rubor kalor dolor dan tumor dan pemberian obat antibiotic, Sedangkan dua
diagnosa keperawatan yang tujuan belum tercapai salah belum teratasi namun
intervensi dilanjutkan di ruang perawatan oleh perawat ruangan yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik, pasien mengatakan nyeri berkurang
tapi sesekali masih mengeluh sakit pada luka post operasi.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pada pengkajian data yang ditemukan sesuai dengan respon klien terhadap
penyakitnya sehingga data yang ditemukan sebagian tidak ditemukan atau
tidak sesuai dengan teori. Hal ini memberikan pengalaman bagi penulis
bahwa respon tiap klien terhadap penyakitnya berbeda.
2. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus disesuaikan dengan data
yang diperoleh pada saat pengkajian sebagai respon klien terhadap
penyakitnya sehingga pada kasus hanya ditemukan empat diagnosa
keperawatan yang diatasi oleh perawat, yaitu ansietas berhubungan dengan
kekhawatiran mengalami kegagalan, resiko cedera berhubungan dengan
terpapar alat medis , nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
dan resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
3. Pada perencanaan dibuat sesuai dengan kondisi pasien dimulai dari
penentuan masalah penetapan tujuan, kriteria hasil, evaluasi serta menyusun
rencana tindakan disesuaikan dengan waktu tujuan sebagai dasar untuk
melakukan evaluasi hasil.
4. Pelaksanaan pada kasus disesuaikan dengan rencana yang telah dibuat dan
didokumentasikan dengan catatan keperawatan berupa waktu, tindakan yang
dilakukan dan respon klien, tanda tangan perawat yang melakukan tindakan.
5. Evaluasi asuhan keperawatan dari keempat diagnosa yang ditemukan
terdapat satu diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
tujuan belum tercapai masalah belum teratasi dan tiga diagnosa lainnya
seperti ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan,
resiko cedera, dan risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
tujuan tercapai masalah teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjukan
olehperawat diruang perawatan.
B. Saran

Setelah penulis menguraikan dan menyimpulkan sehingga penulis


dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan yang ada pada
selanjutnya penulis akan menyampaikan saran yang di tujukan kepada
perawat kamar operasi, klien, dan keluarga sebagai berikut :
1. Bagi pasien dan keluarga

Diharapkan pasien dan keluarga dapat memahami dan mengerti cara


perawatan dan pengobatan pada klien dengan tujuan untuk
mempercepat proses penyembuhan serta mau melaksanakan anjuran
dokter dan perawat untuk minum obat rutin. Bagi keluarga diharapkan
dapat meningkatkan dukungan motivasi khususnya dalam
pendampingan atau bantuan pada klien.
2. Bagi perawat kamar operasi

Diharapkan dapat memberikan pelayanan yang optimal dalam


memberikan asuhan keperawatan kepada klien dan tetap
mempertahankan kolaborasi antara medis baik tim gizi, tim medis
lainnya serta klien yang berguna untuk meningkatkan pelayanan dan
mempercepat proses pemulihan klien. Tetap mempertahankan teknik
septik dan aseptik selama diruang operasi agar menjaga pasien dari
infeksi.
3. Bagi instansi rumah sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan yang optimal agar mendapat respon baik
dari pasien yang berobat di rs. Mengutamakan kepuasan pasien dalam berobat
dirumah sakit dengan memberikan rasa aman dan nyaman selama pasien berada
dirumah
DAFTAR PUSTAKA

Berman, A., Synder, S. & Fradsen, G.. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of

Nursing (10th ed.). USA: Pearson Education.

Boyd, M. A. (2011). Psychiatric Nursing : Contemporary Practice (5th ed.)

Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.

Burns, S. M. (2014). AACN Essentials of Critical Care Nursing (3th ed). New

York: McGraw-Hill Education.

Derr, P., McEvoy, M., & Tardiff, J. (2014). Emergency & Critical Care (8th ed.).

USA: Jones & Barlett Learning.

Donadini, M.P ., Ageno, W. & Douketis, J.D (2012). Management of bleeding in

patients receiving conventional or new anticoagulants: A practical and case-

based approach. Drugs, 72(15), 1965-1975.

Dougherty, L. & Lister, S. (2015). Manual of Clinical Nursing Procedures (9th

ed.). UK: The Royal Marsden NHS Foundation Trust.

Hockenberry, Marilyn J, Wilson, David. (2014). Wong’s Nursing Care of Infants

and Children. Elsevier Health Sciences.

Hurwitz, A., Massone, R. & Lopez, B.L. (2014). Acquired Bleeding Disoders.

Emergency Medicine Clinics of North America, 32(3), 691-713.

Keough, M. E., & Schmidt, N. B. (2012). Refinement of a brief anxiety sensitivity

reduction intervention. Journal of Consulting and Clinical Psychology,

80(5), 766-772. Doi:http://dx.doi.org/10.1037/a0027961.


Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L. & Harding, M. M.

(2014). Medical-surgical nursing: Assessment and management of clinical

problems (9th ed.). St. Loius, Missouri: Mosby Elsevier.

Makmun, et al (2009). Konsensus Penatalaksanaan Diare Akut pada Dewasa di

Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia.

Nurarif.A.H. dan Kusuma.H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:

MediAction.

Perry, A. G. & Potter, P. A. (2014). Nursing Skills & Procedures (8th ed.). St

Louis: Mosby Elsevier.

Song, Y., & Lindquist, R. (2015) Effects of mindfulness-based stress reduction on

depression, anxiety, stress and mindfulness in Korean nursing students.

Nurse Education Today, 35(1), 86.

Townsend, M. (2014). Psychiatric Nursing : Assesment, Cares Plans, and

Medications. (9th ed.). Philadelphia: F. A. Davis Company.

Wilkinson, J. M., Treas, L. , Barnett, K. & Smith, M. H. (2016). Fundamentals of

Nursing (3th ed.). Philadelphia: F.A Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai