Anda di halaman 1dari 10

KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULAR

“Shock dan terapi cairan”

Oleh:

Rafika Fairusyil Husna

183110188

3A

Dosen Pembimbing:

Ns. Hendri Budi, M. Kep Sp. MB

D-III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES PADANG

2020/2021
SOAL

Coba ananda buat jawaban dari tugas berikut ini.

Seorang pasien laki-laki Tn X masuk ke IGD RS A dengan keadaan Wajah pucat bibir
membiru, tangan dan kaki dingin, nadi 20 x permenit perlahan, lemah, TD 80 per pulse.
Tidak sadar. Sbelumnya pasien mengaalami serangan nyeri dada hebat. hasil labor : enim
CKMB meningkat. Troponin T meningkat. Hasil EKG : STEMI

Jelaskan apa shock yang dialami pasien, apa patofisiologinya dan jelaskan penanganannya

JAWAB

1. Syok yang dialami pasien : syok kardiogenic


2. Patofisiologi
Patofisiologi dari syok kardiogenik adalah adanya penurunan dari kontraktilitas
miokardium yang menyebabkan curah jantung menurun, tekanan darah rendah dan
iskemia arteri koroner, yang semakin memperburuk kontraktilitas jantung. Siklus ini
dapat berakhir pada kematian. Syok kardiogenik bukan hanya akibat disfungsi
ventrikel kiri, namun akibat gangguan pada seluruh sistem sirkulasi. Gangguan ini
berupa vasokonstriksi sistemik dan pelepasan mediator inflamasi.
Vasokonstriksi sistemik merupakan mekanisme kompensasi akibat curah jantung
yang menurun. Vasokonstriksi ini bertujuan untuk memperbaiki perfusi perifer dan
koroner, namun justru meningkatkan beban akhir. Pelepasan mediator inflamasi akan
menyebabkan perembesan kapiler, gangguan pada mikrosirkulasi dan vasodilatasi
sistemik yang memperburuk syok kardiogenik.
Perubahan Mikro
Perubahan mikro yang terjadi pada miokardium dan perubahan seluler pada syok
kardiogenik adalah sebagai berikut:
Patologi Miokardium
Adanya hambatan pada aliran darah arteri koroner menyebabkan miokardium yang
diperdarahi tidak dapat berkontraksi. Jika daerah iskemik cukup luas, fungsi pompa
ventrikel kiri menurun, menyebabkan hipotensi sistemik. Iskemia akan menurunkan
compliance miokardium dan mengganggu pengisian jantung sehingga meningkatkan
tekanan pengisian ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan gangguan pada fungsi diastolik
miokardium yang pada akhirnya akan menimbulkan edema paru dan hipoksemia.
Patologi Seluler
Hipoperfusi jaringan dan hipoksia seluler menyebabkan glikolisis anaerobik,
akumulasi dari asam laktat dan asidosis intrasel. Pompa pada membran miosit
terganggu, menyebabkan potensial transmembran menurun, terjadinya akumulasi
natrium dan kalsium intrasel sehingga miosit membengkak. Jika iskemia yang terjadi
berkelanjutan dan berat, kerusakan pada miosit menjadi ireversibel dan menyebabkan
mionekrosis. Apoptosis yang dicetuskan oleh kaskade inflamasi dan stres oksidatif
dapat terjadi pada area di sekitar infark.
Disfungsi Miokard yang Reversibel
Syok kardiogenik diperparah dengan adanya miokardium yang mengalami disfungsi
namun masih viable. Keadaan ini disebut dengan myocardial stunning dan hibernating
myocardium.
Myocardial Stunning:
Myocardial stunning merupakan disfungsi yang berlangsung lama setelah terjadinya
infark walaupun aliran darah sudah kembali normal. Walau demikian, keadaan ini
bersifat reversibel, dapat membaik dengan sempurna seiring waktu dan merespons
terhadap stimulasi inotropik.
Hibernating Myocardium:
Hibernating myocardium merupakan kondisi terganggunya fungsi miokard saat
istirahat yang persisten, terjadi akibat penurunan aliran darah koroner yang berat.
Hibernasi merupakan suatu proses adaptif terhadap hipoperfusi untuk mencegah
terjadinya iskemia dan nekrosis lebih lanjut. Keadaan ini dapat membaik dengan
revaskularisasi.
Perubahan Makro
Perubahan makro yang terjadi baik pada jantung maupun perubahan sistemik akibat
syok kardiogenik.
Mekanisme Jantung pada Syok Kardiogenik
Pada syok kardiogenik terjadi penurunan kontraktilitas sehingga pada tekanan sistolik
yang sama atau lebih rendah ventrikel mengeluarkan volume darah yang lebih sedikit
setiap denyutan. Hal ini menyebabkan peningkatan volume di akhir sistolik.
Untuk kompensasi terhadap isi sekuncup yang berkurang, compliance diastolik
berkurang, meningkatkan pengisian diastolik dan tekanan diastolik akhir ventrikel
kiri. Kompensasi ini meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium dan dapat
menyebabkan edema paru. Karena kontraktilitas menurun, tekanan pengisian pada
ventrikel kanan dan kiri meningkat dan curah jantung menurun
Perubahan Sistemik
Saat ventrikel kiri tidak bisa memompa secara efektif akibat infark, isi sekuncup dan
curah jantung menurun, menyebabkan penurunan tekanan darah dan peningkatan
volume akhir sistolik. Infark miokard diperparah dengan perfusi miokardium yang
terganggu akibat takikardia dan hipotensi.
Perfusi sistemik juga terganggu akibat curah jantung yang berkurang. Adanya
hipoperfusi jaringan memperburuk metabolisme anaerobik dan menyebabkan
terbentuknya asam laktat dan asidosis laktat, yang sebaliknya memperburuk fungsi
sistolik miokardium.
Penurunan fungsi miokardium mencetuskan mekanisme kompensasi berikut:
Stimulasi saraf simpatis: peningkatkan laju dan kontraktilitas jantung, retensi air dan
natrium di ginjal, sehingga meningkatkan preload ventrikel kiri
Takikardia dan peningkatan kontraktilitas: meningkatkan kebutuhan oksigen,
sehingga memperparah iskemia miokardium
Retensi cairan: memperburuk kongesti vena paru dan hipoksemia
Aktivasi saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi untuk meningkatkan tekanan
darah, namun juga meningkatkan beban akhir miokardium sehingga mengganggu
fungsi jantung
Kebutuhan oksigen miokardium meningkat bersama dengan perfusi miokardium yang
tidak adekuat, sehingga memperparah iskemia miokardium.
Keadaan Syok
Syok, apapun penyebabnya, adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh keadaan
hipoperfusi sistemik akut, sehingga menyebabkan hipoksia jaringan dan disfungsi dari
organ vital. Semua jenis syok ditandai dengan perfusi yang tidak adekuat untuk
mencukupi kebutuhan metabolik jaringan. Maldistribusi aliran darah ke end organ
(otak, jantung dan ginjal) menyebabkan hipoksia jaringan dan kerusakan end organ.
Berkurangnya perfusi otak menyebabkan penurunan fungsi higher cortical, sehingga
menyebabkan perubahan status mental yang dapat bervariasi dari kebingungan, agitasi
hingga koma. Kompensasi pada ginjal saat terjadi hipoperfusi menyebabkan laju
filtrasi glomerular berkurang, sehingga terjadi oliguria dan akhirnya gagal ginjal.
3. penanganannya

Penanganan secara umum pada syok kardiogenic:

• Tingkatkan fungsi miokard

• Terapi aritmia

• Inotropik untuk TD sedikit turun/normal

• Vasopresor untuk TD diastolik rendah

• Vasopresor/inotropik untuk hipotensi

Penatalaksanaan Awal Syok Kardiogenik

Penatalaksanaan awal mencakup pemberian oksigen, resusitasi cairan untuk koreksi


hipovolemia dan hipotensi, kecuali adanya edema paru, diikuti dengan pemberian
segera medikamentosa seperti vasopresor dan inotropik untuk mempertahankan
tekanan darah dan curah jantung.
Tata laksana awal ini dapat diingat dengan singkatan VIP:
• V (ventilasi): pemberian oksigen
• I (infus): terapi cairan
• P (pompa): pemberian obat vasoaktif
• Pasien harus dirawat di ruang intensif (seperti ICU, bangsal katerisasi jantung,
atau transfer ke rumah sakit tersier).
• Cari dan atasi penyebab syok. Jika syok diakibatkan oleh infark miokard,
lakukan revaskularisasi awal pada pasien dengan syok kardiogenik akibat infark
miokard.
• Pasien syok kardiogenik juga memerlukan koreksi elektrolit, hipoglikemia dan
gangguan asam-basa. Pemasangan akses sentral dapat diperlukan untuk
resusitasi cairan, mendapatkan akses vaskular untuk infus berulang, dan
pemantauan tekanan vena sentral. Pemasangan arterial line digunakan untuk
memantau tekanan darah secara kontinu, terutama pada pasien yang
mendapatkan obat inotropik.

Tata Laksana Sebelum di Rumah Sakit / Pre-hospital


Tata laksana sebelum mencapai rumah sakit bertujuan untuk menghindari terjadinya
iskemia dan syok lebih lanjut. Lakukan pemasangan jalur intravena disertai dengan
pemberian oksigen aliran tinggi dengan menggunakan masker.
Perlu juga dilakukan pemantauan kardiak pada pasien. Lakukan EKG 12-sadapan
untuk menilai adanya STEMI sehingga bisa menurunkan waktu pintu-ke-PCI dan/atau
pemberian trombolitik saat di rumah sakit. Berikan ventilasi tekanan positif jika
diperlukan.

Resusitasi Cairan dan Ventilasi

Semua pasien dengan syok kardiogenik perlu resusitasi cairan untuk memastikan
adanya beban awal yang cukup, bantuan ventilasi dan pemantauan ketat
hemodinamik. Resusitasi cairan untuk koreksi hipovolemia dan hipotensi, kecuali jika
ada edema paru.[1,4] Berikan infus cairan normal saline (NS) 20 – 30 mL/kg selama
30 menit dengan target tekanan vena sentral 8 – 12 mmg atau perfusi membaik.
Pertimbangkan pemasangan jalur vena sentral dan jalur di arteri jika diperlukan.
Oksigenasi dan proteksi jalur nafas. Apabila perlu, lakukan intubasi dan ventilasi
mekanik. Ventilasi tekanan positif dapat memperbaik oksigenasi, namun dapat
mengganggu beban awal dan aliran balik vena. Berikan oksigen aliran tinggi.

Medikamentosa pada Sindrom Koroner Akut

Pasien dengan sindrom koroner akut atau infark miokard diberikan aspirin dan
heparin. Berikan klopidogrel hanya setelah melakukan angiografi. Inhibitor
glikoprotein IIb/IIIa diberikan pada syok kardiogenik jika terdapat NSTEMI.

Tata Laksana Hemodinamik

Obat-obatan inotropik dan/atau vasopresor berguna pada pasien dengan perfusi


jaringan dan volume intravaskular yang tidak adekuat, dengan tujuan mean arterial
pressure (MAP) dipertahankan pada 60-65 mmHg (tekanan yang diperlukan untuk
mempertahankan perfusi renal dan splanchnic)

Obat-obatan Vasopresor

Penggunaan vasopresor sebaiknya dengan dosis serendah dan durasi sesingkat


mungkin karena vasopresor meningkatkan kebutuhan oksigen jantung dan
menyebabkan vasokonstriksi yang dapat menganggu mikrosirkulasi dan perfusi
jaringan.

Dopamin

Dopamin adalah prekursor dari norepinefrin dan epinefrin. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari dosis:

Dosis < 5 mcg/kg/min menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal, mesentrik


dan koroner

Dosis 5 – 10 mcg/kg/min menyebabkan efek beta adrenergik: peningkatan


kontraktilitas jantung dan laju nadi

Dosis > 10 mcg/kg/min menyebabkan efek alfa adrenergik: vasokonstriksi arteri dan
peningkatan tekanan darah

Dopamin dianjurkan jika tekanan darah sistolik >80 mmHg, umumnya diberikan pada
dosis 5-10 mcg/kg/min kemudian dititrasi sesuai tekanan darah dan parameter
hemodinamik lainnya. Sering kali pasien membutuhkan dosis tinggi mencapai 20
mcg/kg/min. Hati-hati dengan risiko efek samping berupa takikardia, peningkatan
shunting di paru, penurunan perfusi splanchnic dan peningkatan tekanan PCWP. Jika
hipotensi menetap, berikan vasokonstriktor direk seperti norepinefrin.

Norepinefrin

Norepinefrin adalah agonis alfa-adrenergik yang poten, dengan efek agonis beta-
adrenergik yang sedikit. Norepinefrin adalah drug of choice untuk memperbaiki
kontraktilitas jantung pada pasien dengan hipotensi. Norepinefrin dapat meningkatkan
tekanan darah pada pasien dengan hipotensi menetap walaupun sudah diberikan
dopamin. Berikan norepinefrin dengan dosis awal 0,5 mcg/kg/min dan titrasi untuk
mempertahankan tekanan darah rerata 60 mmHg. Dosis norepinefrin: 0,2 – 1,5
mcg/kg/min.

Epinefrin

Epinefrin adalah agonis dari reseptor alfa-1, beta-1 dan beta-2 yang bekerja
meningkatkan MAP dengan meningkatkan indeks kardiak, isi sekuncup, laju nadi dan
tahanan vaskular sistemik. Walau demikian, obat ini berpotensi menyebabkan efek
samping berupa penurunan aliran darah splanchnic, peningkatan kebutuhan oksigen,
peningkatan kadar laktat, serta aritmia dan iskemia miokard. Penggunaan epinefrin
hanya direkomendasikan untuk pasien yang tidak responsif terhadap agen lainnya.

Obat Inotropik: Dobutamin

Dobutamin adalah agonis reseptor beta-1 (agen simpatomimetik) dan mempunyai


efek kecil terhadap reseptor beta-2 dan reseptor alfa, dapat diberikan bersamaan
dengan norepinefrin untuk memperbaiki kontraktilitas jantung. Dosis: 2 – 20
mcg/kg/min. Dobutamin menurunkan curah jantung karena ada efek inotropik dan
menyebabkan vasodilatasi perifer (beban akhir menurun). Pada infark miokard,
dobutamin dapat meningkatkan area infark karena meningkatkan kebutuhan oksigen.
Penggunaan dobutamin tidak disarankan pada hipotensi berat (tekanan darah sistolik
> 80 mmHg) akibat efek vasodilatasi perifer yang dapat memperparah hipotensi.
Dobutamin juga berpotensi menyebabkan terjadinya takikardia.

Revaskularisasi

Pada pasien dengan syok kardiogenik dan infark miokard, revaskularisasi harus
dilakukan sedini mungkin. Pasien dengan infark miokard akut dan usia < 75 tahun
harus ditransfer ke pusat kesehatan yang dapat melakukan angiografi dan
revaskularisasi. American Heart Association (AHA) dan European Society of
Cardiology (ESC) merekomendasikan revaskularisasi sedini mungkin dengan
intervensi korner perkutan (PCI) atau bypass arteri koroner (CABG), tergantung dari
anatomi pembuluh koroner dan respon terhadap PCI.[2,3] Belum ada cukup penelitian
mengenai PCI vs CABG, sampai saat ini hasil penelitian menemukan angka
mortalitas yang hampir sama. Namun praktik standar adalah dengan PCI.[2,3]

Terapi Fibrinolitik

Menurut AHA, pasien syok kardiogenik dengan STEMI dapat diberikan terapi
fibrinolitik jika tidak bisa dilakukan revaskularisasi invasif. Pertimbangkan
keuntungan dari reperfusi, risiko perdarahan dan antisipasi waktu menunda
angiografi.

Revaskularisasi Invasif
AHA dan ESC merekomendasikan revaskularisasi invasif pada pasien dengan syok
kardiogenik akibat sindrom koroner akut, termasuk pasien dengan perubahan status
mental atau dengan riwayat fibrinolisis sebelumnya dan tidak mempertimbangkan
waktu dari onset infark miokard. Pada syok kardiogenik dan infark miokard dengan
gangguan pada pembuluh darah multipel atau gangguan pada arteri koroner kiri,
revaskularisasi dengan PCI atau CABG. AHA merekomendasikan PCI jika
memungkinkan.

Medikamentosa Antitrombotik dan Antiplatelet

Pemberian terapi antitrombotik (meliputi antiplatelet dan antikoagulan) adalah


penting pada PCI. Ventilasi mekanik dan ketidakmampuan untuk menelan berperan
dalam bioavibilitas obat antitrombotik. Pada pasien dengan syok kardiogenik tanpa
adanya komplikasi pendarahan yang serius dapat melanjutkan terapi dual antiplatelet
(aspirin & ticagrelor atau klopidogrel) setelah PCI. Saat PCI, pemberian antikoagulan
adjuvan seperti unfractioned heparin, low-molecular-weight heparin, inhibitor
trombin direk sebaiknya diberikan bersamaan dengan antiplatelet.

Sirkulasi Mekanik

Parameter hemodinamik dapat diperbaiki menggunakan bantuan dari sirkluasi


mekanik. Beberapa alat yang dapat digunakan:

Pompa balon intraaorta / intra-aortic balloon pump (IABP)

Veno-arterial extracorporeal membrane oxygenation (ECMO)

Pompa Impella

Alat Tandem Heart

Perbedaan dari alat-alat ini adalah rute insersi (perkutan atau pembedahan), efek pada
bilik jantung (menyokong ventrikel kanan, kiri atau keduanya) dan kemampuan untuk
dikombinasikan dengan ECMO.

Perawatan Pasien dengan Sindrom Koroner Akut

Penggunaan penghambat beta dan inhibitor enzim angiotensin-converting (ACE)


harus lebih hati-hati untuk mencegah terjadinya hipotensi yang dapat menyebabkan
syok kardiogenik. Penghambat beta dapat mulai diberikan jika pasien sudah
euvolemik, tidak menggunakan vasopresor selama 24 jam dan fungsi ginjal sudah
kembali normal. Penggunaan inhibitor ACE bersamaan dengan vasodilator dapat
digunakan pada pasien dengan edema paru. AHA merekomendasikan pemberian
statin pada pasien dengan syok kardiogenik akibat infark miokard.

Merujuk dan Konsultasi

Pasien dengan syok kardiogenik hanya bisa ditransfer jika kondisi telah stabil, dan
jika perawatan saat transfer tidak akan menurun secara signifikan. Konsultasi dengan
kardiologis sedini mungkin, untuk mendapatkan bantuan dalam hal melakukan hal
seperti ekokardiogarfi dan transfer pasien ke perawatan definitif (misalnya ICU, ruang
kateterisasi jantung).

Target dari managemen syok kardiogenik adalah:


 Tekanan arteri rerata > 60 mmHg
 Pulmonary wedge pressure < 18 mmHg
 Tekanan vena sentral 8 -12 mmHg
 Produksi urin > 0,5 mL/kg/jam
 pH darah arteri 7,3 – 7,5
 Saturasi oksigen vena sentral > 70% (dengan saturasi oksigen arteri > 93% dan
kadar hemoglobin > 9 g/dL) [2]

Anda mungkin juga menyukai