Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Amputasi adalah sebuah frekuensi relative yang dilakukan dengan prosedur
kesehatan dan sering dilakukan sebagai alternatife untuk menangani kasus fraktur
yang komplek atau infeksi pada ekstremitas. Amputasi karena cidera seringkali
dapat menimbulkan perdarahan yang ekstensif karena dimana seluruh pembuluh
darah tidak mungkin dapat mengalami vasoconsentric (Nielson,2007)
Prevalensi kejadian amputasi di United states, sekitar 43.000 amputasi baru
terjadi setiap tahun. Kebanyakan erjdi karena penykit veskuler, dengan 90%
melibatkn kki. Sekitar 5% merupakn amputasi partial foot dan ankle 50% merupkan
below knee amputation, dan 35% merupakan above knee, dan 7-10% merupakan
amputasi pada hip.
Survei Kayne and Newman didapatkan 5830 amputasi baru yang disebabkan
oleh penyakit infeksi dan vaskuler, trauma 22%, tumor 5%, dan deformitas
conengital 3%. Di indonesia,prevalensi ulkus diabetik sebesar 15% dan angka
amputasinya sebesar 30% (sinaga,2014) .
Survei Kayne dan Newman menyatakan kebanyakan amputasi karena
penyakit terjadi pada usia 61-70 tahun, untuk trauma 21-30 tahun dan untuk tumor
11-20 tahun. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 2,1:1 pada penyakit, 7,2 :
1 pada trauma, 1,3:1 pada tumor, dan 1,5:1 pada deformitas congenital.perbndingan
antara amputasi ekstremitas bawah dan atas adalah 11:1. Distribusi dari amputasi
bawah lutut berdasarkan tingkatan syme 3%, transtibial 9%,knee disatriculation
1%,transfemoral 35% da hip disarticulation 2%.
Perlu management yang tepat pasca amputasi untuk memperbaiki depresi
umtuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Wielman, 2010:WHO,2004).
Penatalaksanaan terapi pada pasien pasca amputasi yag mengalami depresi
dilaksanakan dengan terapi biologi dan terapi psikososial. Terapi biologi berupa
pemberian anti depresan dan ECT (Electroconvulsive theraphy). Untuk terapi
psikososial menckup psikoterapi individu, terapi keluarga, dukungan kelompok dan
intervensi psikososial (srivastva et all, 2010:PDSKJI,2013).
Tindakan amputasi dapat bedampak negatif bagi pasien baik fisik, psikis
maupun sosial. Kecacatan fisik permanen yang diakibatkan oleh tindakan amputasi
mempengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku pasien. Dia memiliki perasaan negtif

1
akan citra tubuh sehingg dapat menimbulkan perasaan bahwa dirinya tidak berguna,
khawatir akan kehilngan pekerjaan, pesimis akan masa depan dan membatasi
hubungan sosial dengan penarikan diri. Dengan demikian pasien rawan akan
mengalami depresi (Mugo,2010:WHO,2004). Depresi dapat pula memperlambat
penyembuhan klinis setelah amputasi dan meningkatkan resiko bunuh diri (Kazemi
et all,2013:Wellman,2010).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan khusus
Mengetahui penulisan asuhan keperawatan amputasi yang baik dan benar
1.2.2 Tujuan Umum
Mengetahui konsep teori amputasi
Mngetahui cara penulisan asuhan keperawatan pada pasien amputasi

2
BAB 2

TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Amputasi adalah tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti
sistem integumen, sistem persarafan, sistem muskuloskeletal dan sistem
cardiovaskuler. Amputasi dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau
keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas, (Wahid, 2013).
Amputasi adalah sebuah frekuensi relative yang dilakukan dengan prosedur
kesehatan dan sering dilakukan sebagai alternatife untuk menangani kasus fraktur
yang komplek atau infeksi pada ekstremitas. Amputasi karena cidera seringkali
dapat menimbulkan perdarahan yang ekstensif karena dimana seluruh pembuluh
darah tidak mungkin dapat mengalami vasoconsentric (Nielson,2007)
Kegiatan Amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa system
tubuh seperti system integument , system persyarafan, system muskuloskeletal dan
sistem cardiovascular. Lebih lanjut dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien
atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktivitas. Seringkali
masyarakat merasa takut dan tidak mau untuk diamputasi karena masyrakat atau
klien menganggap hal tersebut sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian
padahal dalam konteks pembedahan amputasi bertujuan untuk menyelamatkan
(brunner & sudarth, 2002)
2.2 Etiologi
 Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
 Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
 Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
 Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
 Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.

2.3 Klasifikasi
2.3.1 Berdasarkan pelaksanaan amputasi
a. Amputasi selektif/terencana. Amputasi jenis ini dilakukan pada
penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik
serta terpantau secara terus menerus. Amputasi dilakukan sebagai
salah satu tindakan alternatif terakhir.
b. Amputasi akibat trauma. Merupakan amputasi yang terjadi sebagai
akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah
memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi
umum klien.

3
c. Amputasi darurat. Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh
tim kesehatan biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja
yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan
kerusakan atau kehilangan kulit yang luas.

2.3.2 Jenis amputasi yang dikenal


a. Amputasi terbuka. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi
yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat
yang sama. Amputasi terbuka dilakukan pada luka yang kotor, seperti
luka perang atau infeksi berat antara lain gangrene, dibuat sayatan
dikulit secara sirkuler sedangkan otot dipotong sedikit proximal dari
sayatan kulit dan digergaji sedikit proximal dari otot.

4
b. Amputasi tertutup. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang
lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka
yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5cm dibawah potongan
otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka
kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah
terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur,
mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan
protese (mungkin). Amputasi tertutup dibuat flap kulit yang
direncanakan luas dan bentuknya secara teliti untuk memperoleh kulit
penutup ujung putung yang baik dengan lokasi bekas pembedahan.

2.4 Patofisiologi

amputasi

Post ops pembedahan Luka oprasi Kehilangan Kehilangan


anggota salah satu
tubuh anggota
Proses
Resiko infeksi Terputusnya tubuh
penyemb
kontinuitas
uhan kecacatan
jaringan Kesulitan
untuk
Tirah melakukan
Gangguan
baring Nyeri akut aktivitas /
citra tubuh
lama 5 mobilisasi

Kerusakan Gangguan
integritas kulit mobilitas fisik
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit
pembuluh darah, cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, amputasi harus
dilakukan karena dapat mengancam jiwa manusia. Amputasi jarang dilakukan
karena infeksi, kelainan bawaan, atau kelainan neurologic seperti paralisis dan
anastesia.
Amputasi atas indikasi tumor ganas jaringan lunak atau tulang merupakan
salah satu langkah penanggulangan yang biasanya terdiri atas pembedahan’,
radiasi, dan kemoterapi.
Amputasi tangan atau lengan hanya dilakukan setelah trauma berat dengan
cidera saraf, atau pada tumor malighna.

2.5 Pemeriksaan Fisik


System tubuh Kegiatan
Integument : kulit secra Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat
umum, lokasi amputasi hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut
atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progesif. kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi
terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus
return.
Sistem cardiovascular : Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan
Cardiac reserve
Pembuluh darah pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indicator
fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosclerosis melalui penilaian
terhadap elastisitas pembul’uh darah.
Sistem respirasi Mengkaji kemampuan supali oksigen dengan menilai
adanya sianosis, riwayat gangguan nafas
Sistem urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Mengkaji adanya perubahan warna, BJD urine
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi
Memonitor intake dan output cairan
Sistem neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik
dan sensorik daerah yang akan diamputasi
Sitem muskuloskeletal Mengakaji kemampuan otot kontralateral
2.6 Tanda dan Gejala
1) Nekrosis jaringan

6
2) Fraktur tulang yang tidak dapat tertolong lagi
3) Pertumbuhan sel yang abnormal (hiperplasia jaringan).

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


 Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
 CT Scan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, dan
pembentukan hematoma.
 Aniografi dan pemeriksaan aliran untuk mengevaluasi perubahan
sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensi
penyembuhan jaringan setelah amputasi.
 Tekanan O2 transkutaneus untuk memberi peta pada area perfusi paling
besar dan paling kecil dalam ketrelibatan ekstremitas.
 Termografi untuk mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di dua sisi
dari jaringan kutaneus ketengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua
pembacaan, makin besar untuk sembuh.
 Plestimografi untuk mengukur TD segmental bawah terhadap ekstremitas
bawah mengevaluasi aliran darah arterial.
 LED, peningkatan mengidentifikasikan respon inflamasi.
 Kultur luka untuk mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab.
 Biopsi, menginformasi diagnosis massa/benigna.
 Hitung darah lengkap/diferensial, peninggian dan pergeseran ke kiri diduga
proses infeksi.

2.8 Intervensi Medis


 Balutan rigid tertutup sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang
merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri, dan mencegah
kontraktur. Segera setelah pembedahan balutan gips rigid dipasang. Kaus
kaki steril dipasang pada sisi anggota. Puntung kemudian dibalut dengan
balutan gips elastis yang ketika mengeras akan mempertahankan tekanan
yang merata. Tekanan balutan rigid ini digunakan sebagai cara membuat
Socketuntuk pengukuran protesis pasca operatif segera.
Panjangprostesisdisesuaikan dengan individu klien. (Lukman, 2009).
 Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan
inspeksi berkala puntung sesuai kebutuhan. Bidai immobilisasi dapat
dibalutkan dengan balutan. Hematoma (luka) puntung dikontrol dengan alat
drainase luka untuk meminimalkan infeksi (Lukman, Ningsih, 2009).

7
Bab 3
Asuhan Keperawatan Amputasi

3.1 Analisa Data


1. Biodata
2. Keluhan utama : keterbatasan aktifitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan
gangguan neurosensori
3. Riwayat kesehatan masa lalu : kelainan musculoskeletal (jatuh,infeksi,
trauma dan fraktur), cara penanggulangan dan penyakit (diabetes melitus)
4. Riwayat kesehatan sekarang : kapan timbu masalah , riwayat trauma,
penyebab, gejala (tiba-tiba / perlahan),lokasi, obat yang diminum, dan cara
penanggulangan
5. Pemeriksaan fisik : keadaan umum, dan kesadaran, keadaan integument
(kulit dan kuku), kardiovaskuler (hipertensi dan tachikardi), neurologis
(spasme otot dan kebas atau kesemutan), keadaan ekstremitas, keadaan
rentang gerak dan adanya kontraktur, dan sisa tungkai (kondisi dan fungsi)
6. Riwayat psikososial : reaksi emosional, citra tubuh dan sistem pendukung
7. Pemeriksaan diagnostic : rontgen , Ct scan, MRI, arteriogram, darah lengkap
dan kreatinin
8. Pola kebiasaan sehari-hari : nutrisi, eliminasi dan asupan cairan
9. Aktifitas / istirahat : dengan gejala keterbatasan actual/ antisipasi yang
dimungkinkan oleh kondisi/amputasi
10. Integritas ego : dengan gejala masalah tentang antisipasi perubahan pola
hidup, situasi financial, reaksi orang lain, perasaan putus asa , tidak berdaya.
Ditandai dengan ansietas, ketakutan, oeka, marah , menarik diri,keceriaan
semu
11. Seksualitas : masalah tentang keintiman hubungan
12. Interaksi social : masalah sehubungan dengan kondisi tentang peran fungsi,
reaksi orang lain
3.2 Dignosa keperawatan yang muncul
1. Nyeri berhubungan dengan luka amputasi, pasca pembedahan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan nyeri
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh
4. Risiko infeksi berhubungan dengan luka pasca bedah
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
penyakit, pengobatan dan perawatan

3.3 Rencana intervensi keperawatan


No Diagnosa keperawatan Tujuan/kriteria hasil Rencana tindakan

8
1 Nyeri berhubungan NOC NIC
Rasa nyaman terpenuhi dan 1. Kaji lokasi,
dengan luka amputasi,
nyeri berkurang 2x24 jam intensitas dan tipe
pasca pembedahan
Kriteria hasil :
nyeri sebagai
Klien melaporkan peurunan
observasi
nyeri
Rasional: nyeri
- Skala nyeri 0-1
- Dapat merupakan
mengidentifikasi pengalaman
aktivitas yang subyek yang
meningkat atau hanya dapat
menurunkan nyeri digambarkan oleh
- Klien menunjukkan
klien sendiri
perilaku yang lebih 2. Jelaskan dan
rileks bantu klien
dengan tindakan
pereda nyeri non
farmakologis dan
non invsive
Rasional :
pendekatan
dengan
menggunakan
relaksasi dan non
farmakologis
lainnya telah
menunjukkan ke
efektifan dalam
mengurangi nyeri
3. Ajarkan teknik
relaksasi
pernafasan dalam
ketika nyeri
muncul
Rasional :
meningkatkan
asupan oksigen
sehingga
mengurangi nyeri

9
4. Ajarkn teknik
distraksi pada saat
nyeri
Rasional :
distraksi dapat
menurukan nyeri
5. Berikan analgesik
sesuai terapi
dokter dan kaji
keefektifannya
Rasional :
analgesik mampu
mengurangi rasa
nyeri
2 Gangguan mobilitas NOC NIC
Klien dapat melakukn 1. Kaji kemampuan
fisik berhubungan
mobilisasi secara optimal dan mobilitas dan
dengan kerusakan
mampu teradaptasi dalam observasi
muskuloskeletal dan
waktu 5x4 jam terhadap
nyeri
Kriteria hasil :
peningkatan
- klien dapat ikut serta dalam
kerusakan
program latihan
Rasional :
- klien dapat melakukan
mengetahui
mobilisasi secara bertahap
- mempertahankan koordinasi tingkat
dan mobilitas sesuai tingkat kemampuan klien
optimal dalam melakukan
aktivitas
2. Bantu klien
melakukan ROM,
dan perawatan diri
sesuai toleransi
Rasional : latihan
ROM yang optimal
mampu
menurunkan atrofi
otot, memperbaiki
sirkulasi periver
dan mencegah

10
kontraktur.
3 Gangguan citra tubuh NOC NIC
Klien dapat mengekspresikan 1. Berika
berhubungan dengan
perasaannya dan dapat kesempatan pada
perubahan struktur
menggunakan koping adaptif klien untuk
tubuh
Kriteria hasil : klien dapat
mengungkapkan
mengungkapkan
perasaan
perasaannya dan Rasional:
menggunakan keterampilan meningkatkan
koping dalam mengatasi harga diri klien
perubahan citra dan membina
hubungan saling
percaya dengan
mengungkapkan
perasaan dapat
membantu
peneriman diri.
2. Bersama klien
mencari alternatif
koping yang positif
Rasional :
dukungan perawat
pada klien dapat
meningkatkan
rasa percaya diri
pada klien
3. Kembangkan
komunikasi dan
bina hubungan
antara klien,
keluarga ,dan
temn serta berikan
aktivitas rekreasi
dan permainan
guna mengatasi
perubahan body
image
Rasional :

11
memberikan
semangat bagi
klien agar dapat
memndang dirinya
secara positif dan
tidak merasa
rendah diri
4 Risiko infeksi NOC NIC
Tidak terjadi tanda-tanda 1. Pantau
berhubungan dengan
infeksi tanda/gejala
luka pasca bedah
Kriteria Hasil :
infeksi
- Terbebas dari tanda
Rasional :
dan gejala infeksi Mengidentifikasi
- Menunjukkan
dini infeksi
hygiene yang 2. Kaji faktor yang
adekuat meningkatkan
- Menggambarkan
serangan infeksi
faktor yang Rasional:
menunjang faktor Menggambarkan
infeksi faktor yang
menunjng
penularan infeksi
3. Berikan terapi
antibiotik, bila
diperlukan
Rasional:
Mencegah infeksi
5 Kurang pengetahuan NOC NIC
berhubungan dengan
Klien dan keluarga dapat 1. Diskusikan
memahami cara perawatan tentang
kurangnya informasi
dirumah pengobatan
mengenai penyakit,
Kriteria Hasil : Rasional :
pengobatan dan - Klien dapat Meminimalisasi
perawatan meperagakan keselahan klien
pemasangan dan dan keluarga
perawatan brace dalam egah resiko
atau korset ciderapenggunaan
- Mengekspresikan
obat
pengertian tentang 2. Tekankan
jadwal pengobatan lingkungan yang

12
- Klien aman untuk
mengungkapkan mencegah resiko
pengertian tentang cidera
Rasional :
proses penyakit,
Meningkatkan
rencana pengobatan
kewaspadaan
dan gejala kemajuan
klien maupun
penyakit
keluarga terhadap
faktor resiko yang
dapat
memperparah
kondisi klien
3. Tingkatkan
kunjungan tindak
lanjut dengan
dokter
Rasional :
Mendeteksi
perkembangan
klien secara dini

13
DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi


Indonesia, EGC: Jakarta.
Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta :EGC
Nanda Internasional. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2012.
Jakarta:EGC

14

Anda mungkin juga menyukai