Anda di halaman 1dari 20

Keperawatan Medikal Bedah II

Sistem Muskuloskletal

MAKALAH KONSEP TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN


PADA POST-OP AMPUTASI

Dosen Pembimbing
Ns.Maimaznah, M.Kep, Sp.Kep.Kom

Disusun oleh
Nandiayuska
Npm.202011005

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWTAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM
TAHUN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Amputasi lebih dahulu dikenal dari pada seluruh prosedur pembedahan lainnya.
Pemotongan tangan dan kaki pernah menjadi hukuman yang bisa dilakukan orang zaman
dahulu, yang sesuai dengan peradabannya dan tetap dilakukan saat ini pada beberapa budaya
primitive.
Amputasi merupakan suatu istilah tindakan operasi yang telah banyak dikenal oleh
masyarakat. Pengertian kata amputasi ini adalah pemotongan semua atau sebagian organ
tubuh. Organ tubuh yang di maksud adalah ekstremitas atau alat gerak tubuh. Baik
ekstremitas atas atau bawah yang dilakukan berbagai alasan. Salah satunya adalah kegagalan
tim medis dalam memberikan farmakoterapi serta alasan tidak memungkinkan untuk
mempertahankan kontinuitas organ tubuh yang telah disfungsi sehingga jalan
penyembuhannya dengan pemotongan organ.
Namun disadari seperti tindakan lainnya, amputasi juga memberikan dampak atau
pengaruh pada pasien yang menjalani tindakan ini baik selama masa perawatan maupun
setelah proses hospitalisasi atau setelah pasien pulang dimana ia menyandang gelar seorang
yang cacat.
Bedah rekonstruksi/skim graft merupakan tindakan bedah yang mengkhususkan arti pada
penanganan deformitas serta defek pada kulit. Jaringan lunak dan rangka muskuloskletal di
bawahnya. Cacat tersebut dapat disebabkan oleh kelainan bawaan, trauma, penyakit, infeksi
dan keganasan.
Perawat sangat berperan dan sangat dibutuhkan untuk memberikan perawat dan
pelayanan kesehatan yang berguna dalam membantu mempercepat proses penyembuhan
selama pasien berada dalam perawatan dalam rumah sakit dan mempersiapkan segala aspek
kehidupan yang berorientasi, pada masa pasien setelah pulang dan kembali ke dalam
masyarakat dan kembali ke dalam keluarga sehingga tercapai tingkat kemandirian yang
optimal dalam melaksanakan peran dan tanggung jawab baik sebagai anggota keluarga dan
masyarakat

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran lebih
jelas tentang bagaimana “Asuhan Keperawatan pada Pasien Penderita Post-op Amputasi”

1.2. Tujuan
1.Untuk menjelaskan konsep Post-op Amputasi
2.Untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada Post-op Amputasi
1.3 Manfaat
Mahasiswa memahami Post-0p Amputasi sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah pada Sistem Muskuloskletal.
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Konsep Teoritis

2.1.1 Definisi
Lebih jelas lagi dijabarkan Amputasi merupakan pengangkatan bagian tubuh, sering
pada ekstremitas. Amputasi ekstremitas bawah sering diperlukan karena penyakit progresif
vaskular perifer (diabetes mellitus), fulminan gas gangren, trauma (crushing injury, luka
bakar, frostbite, luka bakar listrik, ledakan, luka balistik), cacat bawaan, osteomyelitis kronis,
atau tumor ganas. Dari semua penyebab tersebut, penyakit pembuluh darah perifer
menyumbang sebagian amputasi ekstremitas bawah. Amputasi ekstremitas atas terjadi lebih
jarang daripada ekstremitas bawah dan paling sering diperlukan karena baik luka trauma atau
tumor ganas (Smeltzer, Hinkle, Bare, & Cheever, 2010).

Gambar 2.1 Amputasi pada bagian tangan


Sumber. https://venus132.blogspot.com/2017/02/askep-amputasi.html

2.1.2 Anatomi Fisiologi


a). Tulang
Fungsi dari tulang adalah sebagai berikut :
1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2. Melindungi organ tubuh (jantung, otak, paru-paru, dan jaringan lunak).
3. Memberikan pergerakan (otot berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).
4. Membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang (hematopoesis).
5. Menyimpan garam-garam mineral (kalsium, fosfor, magnesium dan fluor).
Tulang diselimuti di bagian luar oleh membran fibrus padat disebut
periosteum. Periosteum memberikan nutrisi pada tulang dan memungkinkan tumbuh,
selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligament. Periosteum mengandung saraf,
pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang terdekat mengandung osteoblast .
Dibagian dalamnya terdapat endosteum yaitu membran vascular tipis yang menutupi
rongga sumsum tulang panjang dan rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast terletak
dekat endosteum dan dalam lacuna howship (cekungan pada permukan tulang).
Sumsum tulang merupakan jaringan vascular dalam rongga sumsum (batang)
tulang panjang dan tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di sternum,
ilium, vetebra dan rusuk pada orang dewasa, bertanggungjawab dalam produksi sel
darah merah dan putih. Pada orang dewasa tulang panjang terisi oleh sumsum lemak
kuning. Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang baik. Tulang kanselus
menerima asupan darah melalui pembuluh metafis dan epifis. Pembuluh periosteum
mengangkut darah ke tulang kompak melalui kanal volkman. Selain itu terdapat arteri
nutrient yang menembus periosteum dan memasuki rongga meduler melalui foramina
(lubang-lubang kecil). Arteri nutrient memasok darah ke sumsum tulang, System vena
ada yang keluar sendiri dan ada yang mengikuti arteri.

Gambar 2.1 struktur tulang


Sumber. http://ayoncrayon5.blogspot.com/2012/11/anatomi-fisiologi-muskuloskeletal.html

Berdasarkan bentuknya tulang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


 Tulang Panjang / Tulang Pipa
 Struktur tulang panjang
 Tulang Pendek
 Tulang Pipih
 Tulang Tak Beraturan
 Tulang Sesamoid

b). Kerangka

Gambar 1.2 Kerangka Aksial (Tengkorak, Kolumna Vetebralis, Rangka Thoraks)


Sumber. http://ayoncrayon5.blogspot.com/2012/11/anatomi-fisiologi-muskuloskeletal.html

Gambar 2.3 Kerangka Apendikular


Sumber. http://ayoncrayon5.blogspot.com/2012/11/anatomi-fisiologi-muskuloskeletal.html

c). Cartilago (tulang rawan)


Tulang rawan terdiri dari serat-serat yang dilekatkan pada gelatin kuat, tetapi
fleksible dan tidak bervasculer. Nutrisi melaui proses difusi gel perekat sampai ke
kartilago yang berada pada perichondium (serabut yang membentuk kartilago melalui
cairan sinovial), jumlah serabut collagen yang ada di cartilage menentukan bentuk
fibrous, hyaline, elastisitas, fibrous (fibrocartilago) memili paling banyak serabut dan
memiliki kekuatan meregang. Fibrus cartilage menyusun discus intervertebralis
articular (hyaline) cartilage halus, putih, mengkilap, dan kenyal membungkus
permukaan persendian dari tulang dan berfungsi sebagai bantalan. Cartilage yang
elastis memiliki sedikit serat dan terdapat pada telinga bagian luar.

d). Ligamen (simplay)


Ligamen adalah suatu susunan serabut yang terdiri dari jaringan ikat
keadaannya kenyal dan fleksibel. Ligament mempertemukan kedua ujung tulang dan
mempertahankan stabilitas. Ligament pada daerah tertentu melengket pada jaringna
lunak untuk mempertahankan struktur. Contoh ligament ovarium yang melalui ujung
tuba ke peritoneum.

Gambar 2.4 Ligamen


https://seputarilmu.com/2022/01/ligamen.html

e). Tendon
Tendon adalah ikatan jaringan fibrous yang padat yang merupakan ujung dari
otot yang menempel pada tulang. Tendon merupakan ujung dari otot dan menempel
kepada tulang. Tendon merupakan ekstensi dari serabut fibrous yang bersambungan
dengan aperiosteum. Selaput tendon berbentuk selubung dari jaringan ikat yang
menyelubungi tendon tertentu terutama pada pergelangan tangan dan tumit. Selubung
ini bersambungn dengan membrane sinovial yang menjamin pelumasan sehinggga
mudah bergerak.

f). Fascia
Fascia adalah suatu permukan jaringan penyambung longgar yang didapatkan
langsung di bawah kulit, sebagai fascia superficial atau sebagai pembungkus tebal,
jaringan penyambung fibrous yang membungkus otot, saraf dan pembuluh darah.
Yang demikian disebut fascia dalam.
g). Bursae
Bursae adalah kantong kecil dari jaringna ikat di suatu tempat dimana
digunakan di atas bagian yang bergerak.Bursae dibatasi membrane sinovial dan
mengandung caiaran sinovial. Bursae merupakan bantalan diantara bagian-bagian
yang bergerak seperti olekranon bursae terletak antara prosesus olekranon dan kulit.

h). Persendian
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen,
tendon, fasia atau otot. Secara structural sendi dibagi menjadi: sendi fibrosa,
kartilaginosa, sinovial. Dan berdasarkan fungsionalnya sendi dibagi menjadi: sendi
sinartrosis, amfiartrosis, diarthroses.

Gambar 2.5 Persendian


Sumber . https://cerdika.com/persendian/

i). Otot
Otot yang melekat pada tulang memungkinkan tubuh bergerak. Kontraksi otot
menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan maupun produksi panas untuk
mempertahankan temperature tubuh. Jaringan otot terdiri atas semua jaringan
kontraktil.
Gambar 2.6 Otot Tubuh Manusia
Sumber. http://slimsemulajadi.blogspot.com/2015/04/bahagian-otot-badan.html

2.1.3. Etiologi
Indikasi amputasi yang paling sering untuk ekstremitas bawah adalah penyakit
pembuluh darah perifer, lebih dari setengah dari amputasi dikaitkan dengan diabetes mellitus.
Trauma adalah penyebab utama amputasi pada populasi yang lebih muda dan lebih sering
terjadi pada pria karena paparan lebih tinggi terhadap bahaya kerja. Amputasi juga dapat
diindikasikan pada luka bakar termal ataupun listrik, frostbite yang parah, dan gangren.
Tumor ganas juga dapat menjadi penyebab amputasi, tetapi hal ini jarang terjadi karena
kemajuan dalam penyelamatan ekstremitas (Daniels & Nicoll, 2012b). Infeksi tulang dan
jaringan yang berlangsung lama (Timby & Smith, 2010).
2.1.4. Patofisiologi
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari amputasi
anggota gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit pembuluh darah perifer
adalah hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita neuropati perifer terutama klien dengan
diabetes melitus mempunyai resiko untuk amputasi. Pada neuropati perifer biasanya
kehilangan sensor untuk merasakan adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya luka dapat
infeksi dapat menyebabkan terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan amputasi.
Amputasi di indikasikan bagi klien dengan gangguan aliran darah baik akut maupun
kronis. Pada situasi trauma akut, dimana anggota tubuhnya terputus sebagian atau seluruhnya
akan mengalami kematian jaringan. Walaupun replantasi jari, bagian tubuh yang kecil, atau
seluruh anggota tubuh sukses. Pada proses penyakit kronik,sirkulasi mengalami gangguan
sehingga terjadi kebocoran protein pada intersisium sehingga terjadi edema. Edema
menambah resiko terjadinya cedera dan penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada menjadi
berkembang karena terinfeksi yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan yang membuat
bakteri mudah berkembangbiak. Infeksi yang terus bertumbuh membahayakan sirkulasi
selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan dibutuhkan tindakan amputasi (LeMone,
2011).
Menurut jenisnya amputasi dibagi menjadi dua macam, yaitu amputasi jenis terbuka
dan tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana
pemotongan tulang dan otot pada tingkat yang sama sedangkan amputasi tertutup dilakukan
dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang
dibuat dengan memotong kurang lebih 5 centimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan
dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor peredaran darah pada
bagian itu dan kegunaan fungsional (sesuai kebutuhan protesis).
Perdarahan infeksi, dan kerusakan integritas kulit merupakan komplikasi amputasi.
Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi massif.
Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan, dengan perdaran darah yang buruk atau
adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk
dan iritasi penggunaan prosthesis (Lukman dan Ningsih, 2009).
Gambar 2.7 Pathway Amputasi
Sumber. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Pasien Amputasi

2.1.5 Manifestasi klinik


Jika amputasi disebabkan penyakit kronis, Riwayat kesehatan medis sebelumnya
pasien harus diperiksa untuk mengetahui penyebab amputasi atau amputasi yang akan terjadi.
Jika penyebabnya adalah penyakit peripheral vascular, pasien harus dikaji untuk riwayat
klaudikasio intermiten, yang meliputi nyeri (biasanya pada otot betis) nyeri berkurang saat
istirahat. Pasien harus ditanya tentang keberadaan nyeri pada jari-jari kaki dan kakinya pada
saat istirahat yang dapat membaik dengan menempatkan ekstremitas dalam posisi tergantung.
Lain halnya penyebabnya berasal dari trauma atau luka bakar, mekanisme cedera diperoleh
(Daniels & Nicoll, 2012b).

Penyakit pembuluh darah perifer menyebabkan iskemia jaringan distal seperti tungkai
dan kaki. Gangren dan amputasi bisa terjadi. Tanda-tanda gangguan sirkulasi arteri perifer di
kaki dan kaki mungkin termasuk yang berikut (Berman, Snyder, & Frandsen, 2016):
a. Penurunan denyut nadi perifer
b. Nyeri atau parestesia
c. Warna kulit pucat
d. ekstremitas dingin
e. Penurunan Distribusi rambut

2.1.6. Penatalaksanaan
a. farmakologis
1) Antibiotik
2) Analgetik
3) Antipiretik (bila diperlukan)
4) Balutan rigid tertutup, Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata,
menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri, serta mencegah kontraktur.
5) Balutan lunak, Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan
bila perlu diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan.
6) Amputasi bertahap, Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau
infeksi.
7) Protesis, Protesis sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah,
sehingga latihan segera dapat dimulai, keuntungan menggunakan prosthesis
sementara yaitu membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin.
8)
b. Non-Farmaklogis
1) latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan
pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya
sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan Range of
motion berfungsi antara lain utuk mencegah kontraktur, meningkatkan tonus,
massa, dan kekuatan otot, serta melancarkan sirkulasi perifer.
2) Perawatan luka mencakup pembersihan luka dan debridemen, pengolesan
preparat antibiotik topikal serta pembalutan. Kasa yang dibuat dari bahan
biogik, biosintetik, dan sintetik dapat digunakan.

2.1.7 Pencegahan Sindrom Nefrotik


amputasi akibat penyakit arteri perifer dan diabetes dapat dicegah dengan berhenti merokok,
mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang, serta rutin berolahraga.
Beberapa cara lain yang bisa dilakukan untuk menghindari amputasi adalah:
 Cegah borok di kaki bila Anda menderita diabetes, karena borok dapat meningkatkan
risiko amputasi.
 Gunakan alat pelindung diri, baik saat berkendara maupun bekerja, terutama bila
pekerjaan Anda melibatkan penggunaan alat-alat berat.
 Selalu berhati-hati dan menaati rambu lalu lintas dalam berkendara guna menghindari
terjadinya kecelakaan.
2.2. Konsep Teori Asuhan Keperawatan
2.2.1  Pengkajian
1) Biodata
2) Keluhan utama: Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri,dan gangguan
neurosensori
3) Riwayat kesehatan masa lalu: Kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi, trauma, dan
fraktur) , cara penanggulangan dan penyakit (amputasi).
4) Riwayat Kesehatan sekarang: kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala
(tiba-tiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum dan cara penanggulangan.
5) Pemeriksaan fisik: keadaan umum dan kesadaran, keadaan integumen (kulit dan
kuku), (hipertensi dan takikardi), neurologis (spasme otot dan kesemutan), keadaan
ekstremitas, keterbatasan rentang gerak dan adanya kontraktur, dan sisa tungkai
(kondisi dan fungsi).
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien
secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan
amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi
tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat. Kondisi fisik
yang harus dikaji meliputi :
 Integumen : Kulit secara umum.Lokasi amputasi : Mengkaji kondisi umum
kulit untuk meninjau tingkat hidrasi. Lokasi amputasi mungkin mengalami
keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya
stasis vena atau gangguan venus return.
 Sistem Cardiovaskuler :Cardiac reserve Pembuluh darah: Mengkaji tingkat
aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah
satu indikator fungsi jantung. Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui
penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
 Sistem Respirasi: Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai
adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
 Sistem Urinari: Mengkaji jumlah urine 24 jam. Mengkaji adanya perubahan
warna, BJ urine
 Cairan dan elektrolit: Mengkaji tingkat hidrasi.. Memonitor intake dan output
cairan.
 Sistem Neurologis: Mengkaji tingkat kesadaran klien. Mengkaji sistem
persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan
diamputasi.
 Sistem Mukuloskeletal: Mengkaji kemampuan otot kontralateral.
6) Riwayat Psikososial: reaksi emosional, citra tubuh dan sistem pendukung. Disamping
pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis
(respon emosi) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui
penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada
amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan
akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah
pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul. Perawat melakukan pengkajian
pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkat persepsi klien terhadap
dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap
perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh
klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan
peran dan gangguan identitas. Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus
diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan
tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif. Adanya masalah kesehatan yang
timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu
didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi
amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat
yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk
melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre
operatif.
7) Pemeriksaan diagnostik: rontgen (lokasi/luas), CT scan, MRI, arteriogram, darah
lengkap dan kreatinin.
8) Pola kebiasaan sehari- hari: nutrisi, eliminasi dan asupan cairan

2.2.2   Diagnosa Keperawatan


1) Post Operasi
a) Nyeri Akut (00132) berhubungan dengan post op amputasi
b) Resiko sindrom disuse (00040) berhubungan dengan penurunan
mobilisasi setelah amputasi
c) Gangguan perawatan diri (mandi (00108), pakaian (00109), makan
(00102), toileting (00110)) berhubungan dengan kehilangan bagian
tubuh.
d) Berduka (00136) berhubungan dengan hilangnya bagian tubuh
e) Gangguan body image (00118) berhubungan dengan hilangnya bagian
tubuh
f) Gangguan Integritas kulit (00046) berhubungan dengan pembdahan
amputasi
g) Gangguan mobilitas fisik (00085) berhubungan dengan
kehilangan ekstermitas
h) Sindrom nyeri kronik (00255) berhubungan dengan phantom limb
i) Resiko infeksi (00004) berhubungan dengan luka operasi

2.2.3. Intervensi Keperawatan
a). Nyeri akut ybd Post op amputasi
Tujuan :
Klien mampu mengontrol nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan 5
x 24 jam
Kriteria hasil :
Semua indicator outcome menunjukkan score 5
Nursing Outcome Classification (NOC):
NOC : Level nyeri
NOC : Kontrol nyeri

Intervensi :
NIC : Manajemen nyeri
 Identifikasi nyeri pada klien melalui pengkajian pengalaman nyeri
secara teratur, meliputi : PQRST
 Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan
nyeri
 Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab, berapa lama
terjadi, dan tingkatan pencegahan
 Ajarkan teknik nafas dalam
 Anjurkan klien untuk melaporkan pengalaman nyeri dan metode
menangani nyeri yang terakhir dilakukan
 Berikan analgesic sesuai dengan anjuran
 Evaluasi keefektifan dan tindakan mengontrol nyeri
 Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
 Monitor perubahan nyeri
 Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri
NIC : Analgesik administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Monitor vital sign sebelm dan sesudah pemberian analgesic pertama
kali

b). Resiko infeksi ybd Post op Amputasi


Tujuan :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi setelah dilakukan tindakan
keperawatan 5 x 24 jam
Kriteria hasil :
Semua indicator outcome menunjukkan score 5
Nursing Outcome Classification (NOC):
NOC : Wound healing: Primary Intention
Intervensi :
NIC : Infection control
 Batasi pengunjung bila perlu
 Gunakan antimikroba untuk cuci tangan
 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
NIC : Pengendalian infeksi
 Pantau tanda/gejala infeksi (suhu tubuh, denyut jantung, penampilan
luka, suhu kulit, keletihan, sekresi)
 Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi (usia lanjut,tanggap
imun rendah, dan malnutrisi)
 Pantau hasil laboratorium (DPL, hasil-hasil yang berbeda, protein
serum, albumin)
 Amati penampilan praktik hygiene pribadi untuk perlindungan
terhadap infeksi
 Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu
masuk dan meninggalkan ruangan pasien

c). Kerusakan integritas kulit ybd pembedahan amputasi


Tujuan :
Klien memiliki keutuhan dan kelengkapan struktur dan fungsi kulit
setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 x 24 jam
Kriteria hasil:
Semua indicator outcome menunjukkan score 5
Nursing Outcome Classification (NOC):
NOC : Integritas jaringan kulit
Intervensi :
NIC : Perawatan luka
 Buang debris dan bekas plester yang melekat
 Tempatkan area yang terkena pada bak khusus, jika diperlukan
 Lakukan pemijatan disekitar luka untuk merangsang sirkulasi
 Berikan perawatan ulkus, jika diperlukan
 Posisikan untuk menghindari ketegangan pada luka, jika diperlukan

2.2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan yang dimulai setelah rencana tidankan
disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan
yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
klien

2.2.5 Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan, keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan
pedoman atau rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan kompleks
yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup besar ke seluruh
aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien
sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk memcapai tingkat
homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegagkkan untuk
membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat
amputasi.
Lebih jelas lagi dijabarkan Amputasi merupakan pengangkatan bagian tubuh, sering pada
ekstremitas. Amputasi ekstremitas bawah sering diperlukan karena penyakit progresif vaskular perifer
(diabetes mellitus), fulminan gas gangren, trauma (crushing injury, luka bakar, frostbite, luka bakar
listrik, ledakan, luka balistik), cacat bawaan, osteomyelitis kronis, atau tumor ganas.
3.2. Saran
Demikian makalah dan asuhan keperawatan yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah
yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca sekalian.

DAFTAR PUSTAKA

LeMone, Priscilla., Burke, M Karen.,& Bauldoff, Gerene. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Vol.4 Edisi 5. Jakarta : EGC

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC,
Edisi 9. EGC. Jakarta

Nanda Insternational. (2014). Nursing Diangnosis Definitions and Classification 2015-2017


(10th ed.). Oxford: Wiley Blackwell.
Mutaqin, A. (2012). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi pada Praktek
Klinik Keperawatan. (P. E. Karyuni & M. Ester, Eds.). Jakarta: EGC.

Daniels, R., & Nicoll, L.H. (2012b). Keperawatan Medis Bedah Kontemporer (edisi ke-2).
New York: Cengage Belajar.

Syaifuddin M, dkk. (2019 ). Pengaruhpenggunaantranstibial Prosthesisterhadap Citra


Tubuh
Pasien Pascaamputasitranstibial. Poltekkes KemenkesSurakarta. urnal Keterapian
Fisik,Volume 4, No 1,Mei 2019, hlm 1-58

AyonCrayon.(2012).
http://ayoncrayon5.blogspot.com/2012/11/anatomifisiologimuskuloskeletal.html.
Diakses pada tanggal 11 Oktober 2022.

Anda mungkin juga menyukai