Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Atrhritis Reumatoid adalah penyakit autoimun dan sistemimun yang

menyebabkan peradangan kronis pada sendi. RA akibat reaksi autoimun dalam jaringan synovial
melibatkan proses fagositosis. Penyebab RA belum jelas sampai sekarang, namun faktor

keturunan berpengaruh atas timbulnya keluhan sendi ini. Nyeri RA umumnya sering ditangan,

sendi, siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Nyeri dan bengkak pada sendi dapat berlangsung

terus menerus dan lama gejala keluhannya akan semakin berat (Chabib, L. dkk., 2016).
Atrhritis Reumatoid merupakan penyakit autoimun yang banyak diderita oleh kaum lanjut

usia. Penderita perempuan 2-3 kali lebih banyak dari penderita laki-laki (Yatim,F 2006).

Angka kejadian RA pada tahun 2016 yang dilaporkan oleh organisasi kesehatan dunia

WHO adalah mencapai 20% dari penduduk dunia, dimana 5-10% adalah mereka yang berusia 5-
20 tahun dan 20% adalah mereka yang berusia 55 tahun, sedangkan hasil riset kesehatan dasar

(Rikesda) Indonesia tahun 2013 prevalensi penyakit RA adalah 24,7%. Prevalensi yang didiagnosa
nakes lebih tinggi perempuan 13,4% dibandingkan dengan laki-laki 10,3%. Angka ini

menunjukkan bahwa nyeri akibat rematik sudah sangat mengganggu aktivitas masyarakat

Indonesia (Maris F, Yuliana S, 2016). Gangguan aktivitas ini bisa berlangsung jangka panjang

karena penyakit RA bersifat kronis. Untuk memonitor penyakit RA para klinisi memerlukan
pemeriksaan laboratorium.

Artritis rheumatoid diyakini sebagai respon imun terhadap antigen yang tidak di ketahui.

Stimulusnya respon imun terhadap antigen yang tidak di ketahui. Stimulusnya dapat virus atau

bakterial. Mungkin juga terdapat predisposisi terhadap predisposisi terhadap penyakit.


Berdasarkan hal tersebut kelompok terkait untuk membahas tentang penyakit rheumatoid
arthritis dan dapat mengaplikasikan dalam memberikasn asuhan keperawatan kepada klien.

B. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui manajemen Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami Arthritis


Reumatoid

2. Mengetahui peran perawat dalam menjalankan intervensi pada pasien yang mengalami
Arthritis Reumatoid

1
C. Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti, maupun melaksanakan Asuhan Keperawatan pada

pasien dengan Arthritis Reumatoid

2. Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti, maupun melaksanakan pengkajian keperawatan


dan membuat Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Arthritis Reumatiod
3. Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca.

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit Arthritis Reumatoid


1. Anatomi Fisiologi

Sistem muskuloskeletal terdiri dari rangka tulang dan tiga tipe otot : (1) rangka, (2)
jantung, (3) polos. Jenis – jenis otot dibedakan berdasarkan adanya lurik, sumber saraf dan

mekanisme kontraksi. Secara fisiologi, sistem muskuloskeletal memungkinkan perubahan

pada pergerakan dan posisi. Rangka tulang memberikan dukungan, proteksi, dan pergerakan

rangka. Kontraksi otot rangka menghasilkan pergerakan pada rangka ini. Rangka tubuh
memberikan tempat penyimpanan bagi kalsium dan ion – ion lainnya. Otot rangka, yang

merupakan 40% - 50% beraat badan, memegang peranan utama dalam metabolisme dan

regulasi tempratur. Struktur sistem muskuloskeletal antara lain:

a. Macam – macam otot

Gambar 2.1 macam-macam otot

1) Otot Rangka
Otot rangka melekat pada tulang atau rangka tubuh. Otot rangka dinamakan

demikian karena beberapa hal yaitu : (1) pergerakan (misalnya : fleksi, ekstensi dengan

pergerakan pada tulang rangka), (2) bentuk (misalnya : kuadrilateral, memanjang, (3)

letak (misalnya pelekatan otot pada rangka), (4) insersi (misalnya : perekatan yang
dapat bergerak di dalam otot), (5) jumlah divisi, (6) lokasi, (7) arah serat (misalnya :
transerval).

Kontraksi otot rangka mengerahkan kekuatan pada tulang atau kulit dan pergerakan
mereka. Sebagian otot rangka berada dibawah kontrol volunter pada sistem sadar,

3
sebagian lainnya di bawah kontrol oleh devisi somatik pada sistem saraf perifer,

seperti yang digunakan untuk menjaga keseimbangan.

Otot rangka terdiri atas banyak sel – sel individu yang disebut oleh serat otot. Serat –

serat ini diikat oleh lapisan tipis dari jaringan penghubung fibrosa (fasia). Fasia juga
memasuki otot, memisahkannya dari bundel (fasikulus). Otot rangka melekat pada
tulang rangka menggunakan perpanjangan fasia yang sangat tipis atau oleh tendon.

Tendon memberika perlekatan yang lebih kuat pada tulang daripada fasia.
Pada uji mikroskipik, bayak nukleus dari sel – sel otot tampak dan dikelompokkan ke
dalam miofibril yang menyerupai benang. Pengamatan yang lebih dekat akan miofibril

yang memperlihatkan corak terang dan gelat yang bergantian (lurik). Sel – sel otot

dapat diagi ke dalam segmen yang lebih kecil yaitu sarkomer, digambarkan oleh pita
Z. sarkomer adalah struktur pada otot dimana kontraksi yang sebenarnya terjadi. Dua
miofilamen primer terdapat pada sarkomer : filamen miosin tebal dan filamen aktin

yang tipis. Filamen adalah protein yang menempel secara singkat dan menembus atau

bergerak antara satu dengan lainnya untuk menyebabkan otot berkontraksi.

2) Otot Jantung

Otot jantung (miokardium) bersifat involunter dan hanya terdapat di jantung. Otot ini

terdiri atas sel – sel otot yang bercabang dan berlurik yang dihubungkan oleh taut

imbas (gap junction). Gap junction adlah hubungan antara sel – sel yang

memungkinkan terjadinya komunikasi secara listrik dan kimia. Otot jantung dikontrol
oleh faktor intrinsik (seperti jumlah darah dari vena ynag kembali ke atrium kanan),

hormon dan sinyal dari sistem saraf otonom.

3) Otot Polos

Otot ‘polos’ tidak memiliki lurik yang terlihat berkontraksi secara involunter dna
terdapat pada dinding – dinding rongga organ (misalnya saluran pencernaan,

pembuluh darah, kandung kemih) dan area lain (misalnya, mata). Otot ini dikontrol

oleh sistem saraf otonomik, hormon, dan faktor intrinstik dari organ (misalnya,
peregangan disebabkan oleh adanya mkanan di usus halus). Gap junction antara sel –

sel otot polos menghasilkan koordinasi gerak.

b. Sistem Skeletal

Manusia memiliki endoskeleton yang berada di dalam jaringan lunak pada tubuh.
Endoskeleton ini terdiri atas jaringan hiidup yang mampu untuk tumbuh, beradaptasi,

dan memperbaiki diri. Tubuh manusia dewasa memiliki 206 tulang, yang di bagi menjadi
2 kategori mayor berdasarkan posisi : aksial dan apendikular. Tulang aksial (80 tulang)
terdiri atas tengkorak kolumna vertebral, dan tulang dada. Tulang apendikular (126

4
tulang) termasuk tulang – tulang pada ekstremitas, bahu, dan pelvis. Tulang juga dapat di

klasifikasikan berdasarkan bentuk mereka :

1) Tulang Panjang lebih oanjang daripada lebarnya dan ditemukan di ekstremitas atas

dan bawah. Humerus, radius, ulna, femur, tibia, fibula, metatarsal, metekarpal, dan
falangs adalah tulang panjang.
2) Tulang Pendek (misalnya, karpal, tarsal) tidak memiliki axis yang panjang, berbentuk

kubus.
3) Tulang Pipih (misalnya rusuk, kranium, skapula, dan beberapa bagian dari pelvis
girdle) melindungi bagian tubuh yang lunak dan memberikan permukaan yang luas

untuk melekatnya otot.

4) Tulang Iregular memiliki berbagai macam bentuk, seperti tulang belakang, osikel
telinga, tulang wajah, dan pelvis. Tulang iregular mirip dengan tulang lain dalam
struktur dan komposisi.

c. Macam-macam sendi

Gambar 2.2 macam-macam sendi

Sendi adalah tempat dimana dua tulang atau lebih membentuk persendian. Sendi

memungkinkan fleksibilitas dan gerakan rangka serta memfasilitasi pelekatan di antara

tulang.

1) Sendi Fibrosa
Tulang yang membentuk sendi ini terhubung dengan materi fibrosa yang keras.
Susunan sendi seperti ini menyebabkan tidak ada pergerakan. Misalnya, sendi antara

tengkorak, sutruktura.

2) Sendi Kartilago

Sendi ini dibentuk oleh bantalan fibro-kartilago, materi keras yang bekerja sebagai
shock absorber . Sendi hanya dapat sedikit digerakkan. Misalnya, sendi di antara
vertebra, yakni diskus intervetebra dan simfisis pubis.

5
3) Sendi Sinovial

Sendi ini ditandai dengan adanya kapsul atau ruang antara tulang yang membentuk

persendian. Ujung tulang ini saling berkaitan erat oleh jaringan fibrosa dan kapsul

dilubrikasi oleh sedikit cairan. Sendi ini memfasilitasi gerakan yang leluasa. Sendi
Sinovial disusun oleh bagian-bagian berikut ini:
a) Kartilago Hialin, yang meliputi ujung tulang pada sendi. Karilago ini memiliki

permukaan yang halus dengan demikian mengurangi gesekan di antara kedua


permukaan tulang. Kartilago tidak memiliki suplai darah dan mendapatkan
makanan dari cairan sinovial.

b) Ligamen Kapsular, atau kapsul yang dikelilingi dan dibungkus oleh jaringan

fibrosa yang mengikat tulang bersama-sama dan dengan demikian


memungkinkan tulang bergerak bebas, tetapi cukup kuat untuk melindunginya
dari cedera.

c) Membran Sinovial, yang melapisi permukaan ligament kapsula dan terdiri atas sel

epitelium.

d) Cairan Sinovial, merupakan cairan seperti putih telur, kental, dan bening yang

disekresi oleh membran sinovial ke rongga sinovial. Cairan ini berfungsi untuk

memberikan nutrient bagi struktur didalam rongga sendi, menyingkirkan

mikroba dan sisa sel (mengandung fagosit), bekerja sebagai lubrikan,

mempertahankan stabilitas sendi, dan mencegah ujung tulang agar tidak


terpisah. Sendi Sinovial digolongkan menurut rentang gerekan yang terdiri dari

sendi-sendi berikut ini:

(1) Sendi Lesung (ball and socket joint), satu ujung kepala tulang masuk

kedalam suatu cekungan dan memungkinkan gerakan ke berbagai arah.


Gerakan ini meliputi fleksi, ekstensi, abduksi, aduksi, rotasi, dan sirkumduksi.

Misalnya, gerekan bahu dan gerekan pinggul.

(2) Sendi Engsel, ujung sendi tulang membentuk susunan seperti engsel pintu
sehingga gerekannya terbatas hanya fleksi dan ekstensi, misalnya lengan

atas, lutut, tumit, sendi antara falang dan jari tangan serta sendi jari kaki.

(3) Sendi Selongsor (gliding joint), permukaan sandi tampak gepeng atau
sangat sedikit melengkung, tetapi jumlah gerekan yang dilakukan sangat

terbatas. Misalnya, sendi antara karpal di pergelangan tangan, tulang tarsal


di kaki, dan antara prosesus vertebra spinal.

(4) Sendi Putar (pivot joint), sendi ini memungkinkan tulang atau ekstermitas
untuk berotasi. Misalnya, gerakan kepala berotasi.

6
(5) Sendi Kondiloid, kondil sendi masuk kedalam soket sendi. Misalnya, kondil

tulang oksipital masuk ke dalam depresi atlas. Gerakannya meliputi fleksi,

ekstensi, abduksi, dan aduksi.

(6) Sendi Pelana, tulang yang membentuk sendi yang menyerupai orang yang
duduk di tas pelana. Misalnya, antara trapezium pergelangan tangan dan
tulang metakarpal pertama serta oposisi ibu jari, yaitu kemampuan ibu jari

yang menyentuh tiap ujung jari. Rentang gerakannya serupa dengan sendi
kondiloid tetapi lebih felksibel.
Sendi sinovial ekstermitas utama dibagi menjadi sendi ekstermitas atas dan

ekstermitas bawah.

(a) Sendi Ektermitas Atas


Sendi ekstermitas atas meliputi sendi-sendi berikut ini.
I. Sendi bahu

Sendi yang tergolong sendi lesung ini merupakan sendi yang paling

bergerak bebas. Gerakannya meliputi : fleksi (membawa lengan ke

hadapan dada), ekstensi (meluruskan), aduksi (merapatkan

menurunkan lengan ke sisi tubuh), abduksi (menjauhkan lengan dari

tubuh), rotasi interna, rotasi ekternal, dan sirkumduksi

II. Sendi siku

Dibentuk oleh troklea kapitulum humerus, simpul troklea ulana dan


kepala radius. Struktur ekstranya terdiri atas ligament anterior,

posterior, medial, dan lateral. Sendi siku merupakan sendi engsel.

Gerakan sendi ini hanyalah ekstensi dan fleksi.

III. Sendi radio-ulnar proksimal dan distal


Yaitu meruakan sendi putar yang dibentuk oleh rim kepala radius yang

berotasi kepada takik radius dan ulna. Gerakan sendi ini merupakan

gerakan pronasi (mengarahkan telaak tangan ke belakang) dan


supinasi (menengadahkan telaak tangan).

IV. Sendi pergelangan telapak tangan

Sendi ini merupakan sendi kondiloid antara ujung distal radius dan
ujung proksimal skafoid, lunate, dan triquetral. Gerakannya meliputi

gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, dan aduksi pergelangan tangan


V. Sendi tangan dan jari

Sendi ini merupakan sendi sinovial antara tulang karpal dan metakaral,
antara metekarpal dan falang, serta antar falang. Gerakannya
merupakan gerakan ektensi, fleksi serta oposisi ibu jari.

7
(b) Sendi ektermitas bawah

I. Sendi lutut

Sendi lutut meruaka sendi engsel yang dibentuk oleh kondil femur,
kondil tibia, dan permukaan posterior patella. Sendi terberas dan
paling sering cedera. Sendi lutut dan siku dibungkus ligament kapsula.

Ligament yang membentuk ligament kruista (ligament silang), suatu


struktur intra ekstrakapsula (mengikat femur ke tibia), dan ligament
kruista anterior melekat lutut anterior dan posterior kondil latera,

merupakan gerakan enfersi dan infers antara tarsal dan bukan di sendi

lutut.
II. Sendi kaki dan ibu jari kaki
Sendi ini merupakan sendi antara tarsal, antara tarsal dan metatarsala,

antara metatarsal dan proksimal, dan antara falang. Gerakan dihasilkan

oleh gerakan tungkai dan tendon. Gerakan ini meliputi dorsi-fleksi

(mengangkat kaki ke arah betis ) dan lantar-fleksi (mengangkat kaki

kea rah ujung jari kaki).

B. Konsep Medik Penyakit Arthritis Reumatoid

1. Definisi Arthritis Remoid

Gambar 2.3 anatomi arthritis rheumatoid

Artritis Rematoid (RA) adlah suatu penyakit sistemik yang berdifat progresif, yang

cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi serta jaringan lunak.AR adalah suatu
penyakit autoimun dimana secara simetris, persendian (biasanya sendi tangan dan kaki)
mengalami peradangan sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakan, nyeri, dan kerap
kali menyebabkan pada bagia dalam sendi.

8
Karakteristik AR adalah radang cairan sendi (sinovitis inflamatoir) yang persisten,

biasanya menyerang sendi – sendi perifer dengan penyebarn simetris. AR merupakan

penyakit multisistem yan kronis karena dapat menyebabkan sejumlah gejala di seluruh tubuh

dengan manifestasi sistemik yang bervariasi. AR menyerang semua orang dan ras. Sekalipun
pada umumnya serangan AR pertama kali muncul ketika orang berusia 25 – 50 tahun, de
facto ia bisa terjadi pada semua usia. Jumlah penderita AR pada perempuan usia 60 tahun ke

atas adalah enam kali lipat di bandingkan jumlah penderita AR pada perempuan usia muda.
Dan hal ini terjadi di seluruh dunia.
Penyakit ini terjadi sekitar 1% (antara 0,3% - 2,1%) dari jumlah penduduk dunia. Dan,

perempuan berpotensi mengidap penyakit ini lebih sering (2 – 3 kali lebih sering) ketimbang

pria. Semakin bertambah usia, semakin tinggi tingkat prevelansi penyakit ini. Da, pada usia
yang lebih tua, kejadian pada wanita tidak berbeda dengan pria. Faktor – faktor resiko AR
adalah genetika, lingkungan hormon, dan infeksi.

2. Klasifikasi Arthritis Reumatoid

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu :

Pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendiri yang harus berlangsung

terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

a. Rheumatoid artritis klasik

Pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendiri yang harus
berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

b. Rheumatoid atritis deficit

Pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus

berlangsung terus menerus selama 6 bulan


c. Probable rheumathoid atritis

Pada tipe ini harus terdapat 3 tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung

terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu


d. Possible rheumatoid atritis

Pada tipe ini harus terdapat 12 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus

berlangsung terus menerus paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

3. Etiologi dan Faktor Risiko


RA ditandai dengan beberapa faktor rheumatoid (RF), sebauh autoantibodi a IgG,

ada lebih dari 80% penyakit. Selain RF, antibody terhadap kolagen,EBV, antigen inti, dan
beberaa antigen lain telah didefinisikan. Namun beberapa autoantibodi pada RA masih
kurang jelas. Penelitian berkuat pada status imunogis sebelum kesakitan. Antibodi

9
antikeratin (AKA) dan faktor anti-perinuklear (APF) nampaknya merupakan penanda

perkembangan RA pada klien positif. Namun namaknya RA muncul sebagai bagian dari

kasus penada imunogenetik lain akan membantu identifikasi klien pada RA awal dan

yang sudah parah.


Faktor genetik penting dalam epidemiologi penyakit. Predisposisi genetik RA
terlihat pada indeks yang lebih tinggi pada 32% untuk kembar identik dibandingkan

pada kembar franatal. Enelitian menujukkan laporan konsisten mengenai hilangnya nyeri
sendi dan bengkak ketika kehamilan pada klien wanita dengan RA mungkin disebabkan
perbedaan genetik antara ibu dan anak. Ini merupaka aren menarik untuk diteliti. Bukti

genetic terlihat pada hubungan antara RA dan HLA-DRA4, yang meruakan halel di MHC

pada lengan pendek di kromosom 6.

4. Patofisiologi

Gambar 2.4 patofiologi arthritis rheumatoid

Perubahan histologi RA bukan khusus pada penyakit, namun bergantung pada


organ yang terlibat. Lesi sendi melibatkan sinovium. Antibodi RF muncul melawan IgG.

Ironisnya, IgG merupakan antibodi ilmiah manusia. Tidak diketahui dengan pasti
bagaimana tubuh memproduksi antibody (RF) terhadap IgG dan mengakibatkan IgG

menjadi antigen atau protein asing yang harus dihancurkan.


Produk makrofag dan limfosit diduga berperan dalam pathogenesis RA sebagai

bagian sistem imun dalam mendeteksi antigen. Lebih lanjut, pembentukan komleks
antigen- antibodi tersebut mengaktifkan sistem komplomen dan melepaskan enzim

lisosom dari leukosit. Kedua reaksi ini menyebabkan inflamasi.

10
Penelitian awal menunjukkan interleukin 8, yang dikenal sebagai neutrophil

activating peptide I (NAP-1) memiliki peran penting dalam roses imflamasi RA dan

autoantibodi dalam sirkulasi dapat digunakan sebagai penanda yang berguna untuk

deteksi tingkat keparahan RA da n autoantibodi dalam sirkulasi dapat digunakan


sebagai penanda yang berguna untuk deteksi keparahan tingkat RA.
Dengan pembentukan kompleks imun. Sinovitis muncul seiring dengan mebran

sinovial menjadi bengkak, iritasi, dan imflamasi. Seiring penumpukan komleks imun pada
membran sinovial, atau permukaan kartilago artikuler, komplek tersebut difagositosit
oleh leukosit polimorfonuklear (PMN), monosit, dan limfosit. Sayangnya, fagositosis

menghentikan kompleks imun dan melepaskan enzim (radikal oksigen, asam arakidonat)

yang menyebabkan hipersemia, edema, bengkak, dan penebalan pelapis sinovial.


Hipertrofi synovial secara harfiah menyebar ke jaringan disekitarnya termasuk
kartilago, ligamentum, kapsul sendi dan tendon. Selanjutnya, terbentuk granulasi

jaringan yang menutupi seluruh permukaan kartilago artikuler, mengakibatkan

pembentukan pannus, yang merupakan jaringan parut dengan banyak pembuluh darah

yang disusun oleh limfosit, makrofag, histosit, fibroblast, dan sel mast.

Tidak diragukan lagi, bahwa elemen paling merusak pada RA dan pannus. Pannus

dapat mengikis dan merusak kartilago artikuler, akhirnya menghasilkan erosi tulang

subkondral, kista tulang, fisura dan pertumbuhan tulang laju, dan osteofit. Penelitian

termasuk tumor nekrosis faktor (TNF) dapat menyebabkan kerusakan kartilago. Pannus
juga melukai dan memperpendek tendo dan ligamen menyebabkan kelemahan

ligamentum, sublukasi, dan kontraktur. Peta konsep di halaman selanjutnya membahas

patofisiologi dan terapi artritis rheumatoid.

5. Manifestasi Klinis

RA dapat saja ringan dan kekambuhan melibatkan beberapa sendi dalam


periode yang singkat atau progresif dengan perkembangan kecacatan dan penyakit

sistemik parah. Secara keseluruhan RA ditandai siklus penderitaan dan keringanan, durasi

kondisi psikologis dan diamalamiklien adalah perasaan ketidak berdayaan dan


ketidakpastian, sedikit sekali klien dengan sakit parah yang tidak berespons terhadap

pengobatan yang agresif. Klasifikasi RA oleh American College of Rheumatology (ACR).


Diagnosis sistem klasifikasi kurang jelas dalam menentukan diagnosis. RA adalah

diagnosis klinis. Temuan lain sepertin hasil uji laboratorium, pemeriksaan radiologis, dan
analisis cairan synovial membantu dalam penegakan diagnosis. Kriteria menggaris
bawahin simetris imflamasi sendi pergelangan tangan. Sendi metakarpofageal (MCP) dan

11
sendi interfalang proksimal (PIP). Sendi intra falang distal (DIP) jarang terlibat dalam RA

dan lebih sering terpengaruh osteoarthritis. Empat atau lebih dari enam kriteria harus

ada sebelum penyakit di katagorikan sebagai RA. empat kriteria utama berkaitan dengan

kekakuan dan pembengkakan harus ada paling tidak 6 minggu dan 2 dari 5 (bengkak
dan nodus kulit) harus diperiksa oleh dokter. Kriteria ini merupakan kriteria penanda
untuk RA.

Gambaran klinis RA bervariasi bukan han ya per klien, namun dalam satu individu
tersebut selama perjalanan penyakit tersebut. Ledakan akut poliartikuler selama
beberapa hari dapat saja muncul. RA akan muncul bertahap selama beberapa minggu

hingga bulan dan diikuti dengan gejala sistemik, seperti anoreksia, penurunan berat

badan, kelelahan, nyeri otot, dan kaku. Nyeri sendi dan pembengkakan berhubungan
dengan kak-kaku di pagi hari selama beberapa jam. Keterlibatan sendi biasanya simetris
dan poliartikuler, paling sering terjadi pada jari tangan, pergelangan tangan,

pergelangan tangan, lutut, dan kaki.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Uji Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium klien RA biasanya informatif tetapi tidak definitif. Kimia

serum dan urine biasanya normal pada RA. Anti-CCP (cyclic citrullinated protein

antibodies). Pemeriksaan hematologis kerap kali mengindentifikasikan anemia


hipokromatik normositik ringan bersamaan dengan trombositosis.

b. Uji Serologis

Digunakan untuk menegakkan diagnosis RA, termasuk antibody antinuklear (ANA)

dan RF. Titer ANA terlihat pada 15-20% klien, lebih dari setengah pada yang
memiliki sindrom Felty. RF merupakan autoantibodi langsung terhadap IgM, positif

pada 80% klien. Kadar tang lebih tinggi terdapat pada penyakit yang aktif.

Keberadaan IgM, RF tidak spesifik untuk RA.


c. Uji Radiologis

Temuan radiologis membantu untuk mengetahui aktivitas penyakit dan memantau

hasil perawatan. Pada tahap awal, pembengkakan jaringan lunak ditandai dengan
meningkatnya bayangan pada hasil rontgen di daerah sekitar sendi. Pembengkakan

sejumlah besar jaringan pada sendi, sering mengakibatkan kerusakan seperti


osteoporosis pariartikuler. Kista subkondral dapat muncul dari invasi granulasi

jaringan. Seiring dengan perkembangan penyakit, terjadi erosi tulang subkondral,


hingga akhirnya menyebabkan penyempitan ruang sendi. Pada penyakit yang
ringan, erosi tidak akan muncul pada 6-12 bulan. Awalnya terjadi ada tepi sendi di

12
mana kapsul melekat, erosi terlihat pada sendi kecil di tangan dan kaki, di mana

tulang kurang padat. Subklusasi dan pergeseran sendi data terlihat pada hasil

rontgen, mencerminkan kerusakan yang terlihat pada pemeriksaan fisik. Pada

penyakit taha lanjut, kerusakan tulang subkondral dan terjadi osteoporosis difus.

Gambar 2.5 foto rontgen

d. Analisa Cairan Sinovial

Menunjukkan warna normal hingga keruh, atau kuning gelap. Pemeriksaan


antroskopi biasanya menunjukkan warna pucat, tebal vili sinovial bengkak, destruksi

kartilago, dan pembentukan jaringan parut (pannus). Pindai tulang dan sendi dapat

digunakan untuk deteksi awal perubahan sendi dan lebih siap untuk menegakkan

diagnosis.

7. Penatalaksanaan Arthritis Remoid

a. Farmakologi

Tujuan utama penatalaksana AR adalah mencegah kerusakan sendi,mencegah


hilangnya fungsi sendi, mencegah hilangnya fungsi sendi, mengurangi nyeri pada sendi,
mencapai remisi secepat mungkin pada sendi yang terserang AR, dan mengupayakan

agar pasien tetap bisa bekerja dan hidup sedia kala. Pada prinsipnya, terapi yang

dilakukan adalah mengistirahatkan sendi yang meradang karena penggunaan sendi

yang terserang AR, anatar lain : mengompres sendi dengan air hangat dan air dingin
secara bergantian memberi obat nyeri.

13
OBAT DOSIS RATA- INDIKASI KONTRA INDIKASI EFEK SAMPING
RATA

Asipirin 600-900 mg. 4- 1. Mengurangi rasa Tidak semua boleh 1. iritasi pada

6 kali sehari sakit menggunakan obat ini lambung


2. Nyeri demam dan salah satunya orang dan usus

peradangan. dengan : 2. gangguan

3. sebagai 1. tukak lambung pencernaan


antitrombotik 2. hemophilia 3. mual

4. untuk mengatasi 3. alergi asetol 4. muntah

peradangna tulang 5. memar


dan sendi

Diclofenac 50 mg tid atau Mengatasi nyeri yang Obat ini tidak boleh Efek samping

(voltaren) qid; atau 75 yang diakibatkan oleh diminum oleh pasien pada darah dan
mg bid proses degenerative dengan ukus pada sistem limfatik

atau penuaan radang lambaung dan usus dua seperti

pada penyakit belas jar, dan perdarahan menurunnya


reumatik saluran pencernaan jumlah sel darah

merah, sel
darahputih, dan

trombist sangat

jarang terjadi

Fenoprofen 300-600 mg 1. nyeri Tidak boleh diberikan Infeksi saluran


(Nalfon) tid atau qid 2. radang pada pada pasien yang nafas atas,

penyakit reumatik mengalami gangguan nasofaringitis


dan gangguan fungsi ginjal dan sisititis juga

otot skelet dilaporkan

Flubiprofen 50-100 mg tid Sebagai control 1. pasien dengan alergi Berikut ini efek

(Ansaid) atau qid, tidak pencegahan, dan reactionsto non- samping yang
lebih dari perbaikan penyakit steroid anti-inflamasi dapat terjadi

300 mg/hari 1. kekakuan sendi 2. pengobatan nyeri pada obat yang


2. lega anti-inflamasi mengandung

rheumatoid flubiprofen :

artrhritis 1. sakit perut


3. relief 2. sembelit

osteoarthritis 3. diare

4. mual dan
muntah

Ibuprofen 300 mg qid; Untuk meredakan Orang yang alergi Dapat

(Motrin, Advil) 400-800 mg nyeri ringan sampai terhadap obat anti- menimbulkan :
tid atau qid sedang nyeri setelah inflamasi non-steroid 1. sakit dan

14
operasi nyeri pada (AINS)dan dapat juga nyeri pada

sendi (pengapuran gangguan perdarahan perut

dan reumatik) dan 2. Pusing


nyeri otot 3. Mual dan

muntah

4. Kembung

Indometachin 25-50 mg bid Digunakan dalam Hipersensitivitas pada Efek samping

(Indicin) atau tid perawatan, control, indometachin tidak boleh yang dapat

pencegahan, dan dan dikonsumsi jika anda terjadi adalah :


perbaikan penyakit, memiliki kondisi berikut : 1. sakit kepala

dalam kondisi dan 1. pengenceran darah dan pusing


gejala berikut ini : 2. hipersensitivitas atau vertigo

1. radang sendi 3. operasi bypass jantung 2. depresi

2. encok 3. lelah
3. osteoarthritis 4. mual dan

4. pembengkakan muntah

tendon 5. selara makan


berkurang

Tabel 2.1 macam-macam obat

b. Non Farmakologi

Tujuan utama dari terapi RA adalah meredakan nyeri dan inflamasi, memelihara fungsi,
dan mencegah deformitas.

1) Terapi Imunosuresi

Agens imunosupresi lain seperti cyclosporine, azathioprine, dan antibody


monoclonal juga digunakan dalam terapi pasien dengan penyakit berat, progersif,
melemahkan yang gagal berespons terhadap tindakan terhadap tindakan lain

2) Terapi rehabilitas

Terapi rahabilitas yang dapat dilakukan antara lain :


a) Edukasi.

Pasien diberikan informasi yang lengkap dan benar tentang pengobatan dan
perjalanan penyakitnya kedepan. Pasien diminta untuk berperan aktif dalam

pengobatannya, bekerja sama dengan tim yang menanganinya

b) Fisioterapi
pasien diajak untuk melakukan beberapa aktivitas untuk melakukan beragam

aktivitas latihan yang diperlukan untuk mendapatkan gerak sendi yang baik dan

optimal agar massa otot tetap dan stabil. Dengan melakukan fisioterapi,
kekakuan dan nyeri pada sendi dapat teratasi. Selian latihan gerak, teknik
15
fisioterai yang dapat dilakukan, antara lain : terapi listrik, pemanasan atau

`pendinginan, dan pelindung sendi, seperti penggunaan bingaki dan slint

(papan penahantungkai atau sendi).

c) Okupasi
Bertujuan untuk membantu pasien agar dapat melakukan tugas sehari-hari
dengan memasisikan sendi secara baik, sehingga dapat berfungsi dengan baik

dan terhindar dari gerakan berlebihan yang data menimbulkan rasa nyeri.
(1) Panas dan dingin
Panas dan dingin dilakukan untuk efek analgesik dan efek merelakskan otot.

Moist heat umumnya paling efektif dan dapat diberikan dengan tub bath

atau shower. Nyeri sendi mereda ada beberapa pasien melalui pemberian
dingin
(2) Alat bantu dan belat

Alat bantu seerti tongkat, walker atau peninggi duduk toiler adalah yang

paling berguna pada pasien yang mengalami artritis pinggul atau lutut yang

hebat belat memberikan istirahat sendi dan mencegah kontraktur. Belat

malam untuk tangan dan atau pergelangan tangan harus memeertahankan

ekstermitas pada posisi fungsi maksimal, “belat” terbaik untuk pinggul

adalah berbaring pada posisi prone selama beberapa jam sehari pada

tempat tidur yang keras secara umum belat harus dilakukan untuk periode
terpendek yang diperlukan, harus dibuat dari bahan dengan berat ringan,

dan harus mudah dipindahkan untuk melakukan latihan ROM satu kali atau

dua kali sehari.

(3) Terapi diet


Prinsip dasar pola diet untukmendapatkan berat badan ideal adalah dengan

melakukan ola makan secukupnya sesuai dengan energy yang yang

diperlukan untuk menjalani aktivitas harian. Artinya, pola makan


disesuaikan dengan kebutuhan. Sekedar patokan dasar : banyak makan

sayur, buah, makanan rendah lemak dan kolestrol, dan berhenti makan

ketika mulai merasa Kenyan. Seperti kita ketahui bersama, untuk bisa
menjalankan seluruh fungsi tubuh atau be kerja dibutuhkan tenaga/energi.

Tenaga tersebut diperoleh dari makanan yang kita makan sehari-hari,


terutama zat gizi sumber tenaga, yaitu karbohidrat (KH) dan lemak (lipid).

Lemak adalah sumber tenaga dengan kalori terbesar per gram, yaitu 9
kalori/ 1 gar, sedangkan KH 4 kalori/ 1 garam.

16
(4) Pembedahan

Intervensi bedah dapat dilakukan untuk pasien yang mengalami RA pada

berbagai tahap penyakit. Di awal rangkaian penyakit, sinovektomi (eksisi

membran sinovial) dapat memberi peredaan sementara inflamasi,


meredakan nyeri, dan memperlambat proses kerusakan, membantu untuk
memelihara fungsi sendi. Artrodesis (fusi sendi), dapat digunakan untuk

menstabilkan sendi, seperti vertebra servikal, pergelangan tangan, dan


pergelangan kaki. Artroplasti, atau penggantian sendi total, mungkin
diperlukan pada kasus deformasi kasar dan kerusakan sendi. Penggantian

sendi total dan asuhan keperawatan pasien yang menjalani pembedahan ini

didiskusikan pada bagian OA.

8. Pencegahan Artritis Reumatoid

Artritis rheumatoid tidak memiliki pencegahan diketahui. Namun , seringkali mungkin

untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada sendi dengan pengobatan dini yang tepat.

a. Olah raga secara rutin. Semua jenis olah raga dapat dilakukan sejauh nyeri atau

pembengkakan tidak bertahan

b. Pertahankan berat badan normal. Berat badan yang berlebihan memberikan tekanan

yang lebih besar pada persendiaan sehingga meningkatkan risiko nyeri lutut, panggul,

dan punggung
c. Nutrisi bagi sebagian besar mengalami RA, biasanya, diet seimbang direkomendasikan.

Beberapa pasien dapat memperoleh manfaat dari penggantian diet lemak biasa dengan

asam lemakl omega 3 yang ditemukan pada minyak ikan tertentu

17
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
ARTHRITIS REUMATOID

A. Pengkajian

1. Riwayat kesehatan
Mengkaji : nyeri, kekakuan, keletihan,keletihan, masalah sendi, lokasi, durasi, awitan, efek
pada fungsi, demam pola tidur, kesakitan, atau pembedahan sebelumnya, kemampuan untuk

melakukan ADL dan aktivitas perawatan diri.


2. Pemeriksaan Fisik
Berat badan/ tinggi badan, gaya berjalan, sendi, simetrisitas, ukuran, bentuk ukuran, tampila,

suhu, rentang gerak, nyeri, kulit, nodul, purpura, pernapasan, batuk, crackler, kardiovaskular,

friction rub, verikardial, bradicardial atika, S3


3. Uji Laboratorium
a. Pemeriksaan Laboratoriu. Pemeriksaan laboratorium klien, RA biasanya informative tetapi

tidak definitive. Kiia serum dan urin biasanya normal pada RA. Anti. Anti-CCP ini sama

dengan sensitifnya dengan RF, namun lebih spesifik lagi.

b. Uji serilogis digunakan untuk menegakan diagnosis RA, termasuk antibody antinuclear

(ANA) dan RF. Titer ANA terlihat pada 15-20% klien lebih dari setengah pada yang

memiliki sindrom felty, RF merupakan autoantibodi langsung terhadap IgM, postif pada

80 % klien kadar yang lebih tinggi terdaat pada penyakit yang aktif keberadaan IgM, RF

tidak spesifik untuk RA. Peningkatan kadar terjadi pada lansia setelah,setelah imuninasi
atau infeksi. Kadar RF juga terdapat pada penyakit reumtoid termasuk LSE,

dermatomiotitis, dan SScklien dapat mencegah negative menjadi positif dengan

perburukan pada gejala klinis mereka, akan tetapi klien dengan RA scronegatif, memiliki

hasil akihir lebih baik dan jarang memengaruhiekstraartikuler. Bukti terkini memiliki
pengenalan seronegatif dan seropositive poliartritis entitas/kesatuan yang berbeda.

c. Uji radiologis. Temuan radiologis membantu untuk mengetahui aktivitas penyakit dan

memantau hasil hasil perawatan. Pada tahap awal pembengkakan jaringan ditandai
dengan pembengkakan sejumlah besar jaringan pada sendi sering menyebabkan

pembengkakan kerusakan

d. Analisis cairan sinovial menunjukkan warna normal hingga keruh atau kunig gelap
pemeriksaan artoroskopi biasanya menunjukkan warna jaringan parut (pannus). Pindai

tulang dan sendi dapat digunakan untuk deteksi awal erubahan sendi dapat lebih siap
untuk menegakkan diagnosis

18
B. Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa yang kami angkat adalah sebagai berikut:

1. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rheumatoid

Definisi: Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan akut atau potensional atau yang digambarkan sebagai kerusakan
internasional (Association For The Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari

intensitas ringan hingga berat dengan akhir atau diprediksi.


Domain 12. Kenyamanan
Kelas 1. Kenyamanan fisik

Batasan Karakteristik:

a. Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (mis; skala Wong-Baker
FACES, skala analog visual, skala penilaian numeric)
b. Keluhan tentang karateristik nyeri dengan menggunakan standar instrument nyeri

(mis; McGill Pain Questiorraire,Brief Pain Inventory)

Faktor yang berhubungan:

a. Agens cedera fisik (mis; abses, amputasi, luka bakar, mengangkat berat, prosedur

bedah, trauma, olahraga berlebihan)

2. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh sendi, bengkok

deformitas.
Definisi: Persepsi terhadap penampilan dan fungsi tubuh sendiri

Domain 6. Persepsi Diri

Kelas 3. Citra Tubuh

Batasan karakteristik:
a. Gangguan fungsi tubuh

b. Gangguan struktur tubuh

Faktor yang berhubungan:


a. Perubahan fungsi tubuh (karena anomali, penyakit, medikasi, kehamilan, radiasi,

embedahan, trauma, dll)

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan integritas struktur tulang, kekakuan sendi

Definisi: keterbatasan dalam pergerakan fisik atau lebih ekstermitas secara mandiri dan
terarah

Domain 4. Aktivitas/istirahat
Kelas 2. Aktivtas/olahraga
Batasan karakteristik:

19
a. Keterbatasan rentang gerak

b. Penurunan kemampuan

c. Ketidak nyamanan

Faktor yang berhubungan:


a. Gangguan musculoskeletal
b. Kaku sendi

4. Difisiensi Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


Definisi: Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu

Domain 5. Persepsi/kognisi

Kelas 4. Kognisi
Batasan karakteristik:
a. Kurang pengetahuan

Faktor yang berhubungan:

a. Kurangnya sumber pengetahuan

5. Ansietas berhubungan dengan kurannya informasi tentang penyakit, penurunan

produktifitas (status kesehatan dan fungsi peran)

Definisi: Perasaan tidak nyaman atau kwatir yang samar disertai respons otonom (sumber

sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu; perasaan takut yang disebabkan
oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang

memeringatkan individu akan adanya bahaya memampukan individu untuk bertindak

menghadapi ancaman

Domain 9. Koping/toleransi stress


Kelas 2. Respons koping

Batasan Karakteristik:

a. Kedutan otot
b. Kesemutan pada ekstremitas

c. Gelisah

d. Sangat kawatir
Faktor yang berhubungan:

a. Ancaman pada status terkini

20
C. Nursing Care Plane

Perencanaan
Diagnosis Keperawatan
NOC NIC

1. Nyeri Akut yang b.d 1. Kontrol Nyeri 1. Terapi Latihan: Mobilitas Sendi Definisi:
perubahan patologis Definisi: Tindakan pribadi untuk Penggunaan gerakan tubuh baik aktif

oleh artritis rheumatoid. mengontrol nyeri maupun pasif untuk meningkatkan atau

dibuktikan dengan memelihara kelenturan sendi


batasan karakteristik: Setelah dilakukan intervensi Aktivitas-aktivitas:

a. Keluhan tentenag keperawatan, diharapkan pasien: a. Tentukan pergerakan sendi dan


intensitas a. Mengenali kapan nyeri terjadi efeknya terhadap fungsi sendi

menggunakan [4] b. Kalaborasi dengan ahli terapi fisik

standar skala nyeri b. Menggunakan tindakan dalam mengembangkan dan


(mis; skala Wong- pencegahan [4] menerapkan sebuah program latihan

Baker FACES, skala c. Menggunakan analgesic yang di c. Tentukan level motivasi pasien untuk

analog visual, skala rekomendasikan [4] meningkatkan atau memelihara


penilaian numerik). d. Melaporkan gejala yang tidak pergerakan sendi

b. Keluhan tentang terkontrol pada professional d. Jelaskan pada pasien atau keluarga
karakteristik nyeri kesehatan [4] manfaat dan tujuan melakukan latihan

dengan sendi

menggunakan Keterangan skala indikator: e. Monitor lokasi dan kecenderungan


standar instrument 1= tidak pernah menunjukkan adanya nyeri dan ketidaknyamanan

nyeri (mis; McGill 2= jarang menunjukkan selama pergerakan atau aktivitas

Pain Questionnaire, 3= kadang-kadang menunjukkan f. Bantu pasien mendapatkan posisi


Brief Pain Inventory) 4= sering menunjukkan tubuh yang optimal untuk pergerkan

5= secara konsisten menunjukkan sendi pasif maupun aktif

g. Bantu untuk melakukan pergerakan


sendi yang ritmis dan teratur sesuai

kadar nyeri yang bisa ditoleransi,


ketahanan dan pergerakan sendi.

2. Gangguan Citra Tubuh 1. Citra Tubuh 1. Peningkatan Citra Tubuh

b.d perubahan Definisi: Persepsi terhadap Definisi: Meningkatkan persepsi dan sikap
penampilan tubuh penampilan dan fungsi tubuh sendiri pasien baik yang disadari maupun tidak

sendi, bengkok disadari terhadap tubuhnya

deformitas. dibuktikan Setelah dilakukan tindakan Aktivitas-aktivitas:


dengan batasan keperawatan, diharapkan pasien: a. Tentukan harapan citra diri pasien

karakteristik: a. Kesesuaian antara realitas didasarkan pada tahap


a. Gangguan fungsi tubuh dan ideal tubuh dengan perkembangan

tubuh penampilan[4] b. Gunakan bimbingan antisipasi

21
b. Gangguan struktur b. Deskripsi bagian tubuh yang menyiapakan pasien terkait dengan

tubuh terkena (dampak)[4] perubahan-perubahan citra tubuh

c. Kepuasaan dengan fungsi yang (telah) diprediksikan


Faktor yang tubuh[4] c. Bantu pasien untuk mendiskusikan

berhubungan: d. Penyesuaian terhadap perubahan-perubahan (bagian

a. Perubahan fungsi perubahan tampilan fisik[4] tubuh) disebabkan adanya penyakit


tubuh (karena e. Penyesuaian terhadap atau pembedahan dengan cara yang

anomali, penyakit, perubahan fungsi tubuh[4] tepat

medikasi, d. Bantu pasien menentukan


kehamilan, radiasi, Keterangan skala indikator: keberlanjutan dari perubahan-

pembedahan, 1= tidak pernah positif perubahan actual dari tubuh atau


trauma, dll) 2= jarang positif tingkat fungsinya

3= kadang-kadang positif e. Tentukan perubahan fisik saat ini

4= sering positif apakah berkontribusi pada citra diri


5= konsisten positif pasien

f. Bantu pasien untuk mendiskusikan

stressor yang mempengaruhi citra


diri berkait dengan kondisi

kongenital, cedera, penyakit atau

pembedahan.

3. Hambatan Mobilitas 1. pergerakan 2. Terapi latihan : Keseimbangan

fisik b.d kerusakan Definisi: kemampuan untuk bisa Definisi: penggunaan kegiatan, postur
integritas struktur bergerak bebas di tempat dengan dan gerakan spesifik untuk

tulang, kekakuan sendi atau tanpa alat bantu mempertahankan, meningkatkan, atau

karakteristik: memulihkan keseimbangan


a. Keterbatasan Setelah dilakukan tindakan Aktivitas-aktivitas:

rentang gerak keperawatan diharapkan pasien: a. Kaloborasi dengan trapis fisik,

b. Penurunan a. bergerak dengan mudah [4] okupasional, dan terapis rekreasi


kemampuan b. gerakan sendi [4] dengan trpis fisik, okupasional, dan

c. Ketidak nyamanan c. cara berjalan [4] trapis rekreasi dalam mengembangkan


d. koordinasi [4] dan melaksanakan program latihan

Faktor yang Keterangan skala indikator: yang sesuai.

berhubungan: 1= sangat terganggu b. Instruksikan pasien mengenai


a. Kaku sendi 2= banyak terganggu pentingnya terapi latihan dalam

3= cukup terganggu
b. menjaga dan meningkatkan

4= sedikit terganggu
c. keseimbangan
5= tidak terganggu c. Instruksikan pasien untuk melakukan
latihan keseimbangan, seperti berdiri

dengan satu kaki, membungkuk ke

22
depan, peregangan dan resistensi,

yang sesuai

d. Bantu pasien untu merumuskan


tujuan-tujuan yang realitas dan terukur

e. Monitor respon pasien pada latihan

keseimbangan
f. Bantu dengan rogram penguatan

pergelangan kaki dan berjalan

4. Defisiensi Pengetahuan 1. Pengetahuan: Manajemen arthritis 1. Peningkatan Mekanika Tubuh


b.d kurangnya Definisi: tingkat pemahaman tentang Definisi: memfasilitasi penggunaan postur

informasi dibuktikan arthritis, pengobatan pencegahan dan pergerakan dalam aktivitas sehari-hari
dengan batasan erkembangan penyakit dan untuk mencegah kelelahan dan

karakteristik: komlikasinya ketergantungan injuri muskuloskeletal

a. Kurangnya Aktivitas-aktivitas:
pengetahuan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji komitmen pasien untuk belajar

Faktor yang keperawatan, diharapkan pasien: dan menggunakan postur [tubuh]

berhubungan: a. Faktor-faktor penyebab dan yang benar


a. Kurang sumber faktor yang berkontribusi [4] b. Kaloborasikan fisioterapis dalam

pengetahuan b. Strategi untuk nyeri [4] mengembangkan peningkatan

c. Efek samping obat [4] mekanika tubuh, sesuai indikasi


d. Sumber informasi arthritis yang c. Kaji pemahaman pasien mengenai

terpercaya [4] mekanika tubuh dan latihan (misalnya,


mendemonstrasikan kembali teknik

Keterangan skala indikator: melakukan aktivitas /latihan yang

1= tidak ada pengetahuan benar


2= pengetahuan terbatas d. Informasikan pada pasien tentang

3= pengetahuan sedang struktur dan fungsi tulang belakang

4= pengetahuan banyak yang optimal untuk bergerak dan


5= pengetahaun sangat banyak menggunakan tubuh

e. Edukasi pasien tentang bagaimana


menggunakan postur [tubuh]

mekanika tubuh untuk mencegah injuri

saat melakukan aktivitas


f. Edukasi bantu pasien atau keluarga

mengidtifikasi latihan postur [tubuh]

g. Berikan informasi tentang


kemungkinan penyebab nyeri otot
atau sendi.

23
5. Ansietas b.d kurannya 1. Status Kenyamanan Fisik 1. Relaksasi Otot Progesif

informasi tentang Definisi: Kenyamanan fisik yang Definisi: memfasilitasi peregangan dan

penyakit, penurunan berkaitan dengan sensasi tubuh dan pelepasan kelompok otot yang akan
produktifitas (status mekanisme homeostatis menghasilkan perbedaan sensasi.

kesehatan dan fungsi Aktivitas-aktivitas:

peran) dengan batasan Setelah dilakukan tindakan a. Pilih setting [lingkungan] yang tenang
karakteristik: keperawatan, diharapkan pasien: dan nyaman

a. Kedutan otot a. Posisi nyaman [4] b. Siapkan tindakan-tindakan

b. Kesemutan pada b. Kontrol terhadap gejala [4] pencegahan dalam mengatasi


ekstremitas c. Kesehteraan fisik [4] interupsi

c. Gelisah c. Skrinning adanya cedera ortopedik


d. Sangat kawatir Keterangan skala indikator: leher atau punggung dimana

Faktor yang 1= sangat terganggu hiperrektensi dari tulang punggung

berhubungan: 2= banyak terganggu bagian atas akan menambahkan rasa


a. Ancaman pada status 3= cukup terganggu tidak nyaman dan komplikasi

terkini 2. Tingkat Kecemasan d. Biarkan pasien tegang selama 5-10

Definisi: keparahan dari tanda-tanda detik dengan melibatkan setia 8-16


ketakutan, ketegangan atau kelomopok otot utama

kegelisahan yang berasal dari sumber e. Instruksikan kepada untuk berfokus

tidak dapat diidentifikasi pada sensasi yang terjadi dalam otot


ketika [pasien] menjadi tegang

Setelah dilakukan tindakan f. Cek pasien secara periodik dalam


keperawatan, diharapkan pasien: rangka menjamin agar kelompok otot

a. Tidak dapat beristirahat menjadi rileks.

b. Perasaan gelisah
c. Otot tegang 2. Tingkat Menenangkan

d. Rasa cemas yang disampaikan Definisi:Teknik menenangkan definisi

secara lian mengurangi ansietas pada pasien yang


e. Penurunan produktivitas megalami distress akut

Aktivitas-aktivitas:

a. Pertahankan sikap yang tenang dan


hati-hati

b. Kurangi stimuli yang menciptakan


prasaan takut maupun cemas

c. Yakinkan keselamatan dan keamanan

klien
d. Identifikasi orang-orang terdekat klien

yang bisa membantu klien


e. Tawarkan mandi air hangat
f. Intruksikan klien untuk menggunakan

24
metode mengurangi kecemasan

(misalnya, teknik bernapas dalam,

distraksi, visualisasi, meditasi, relaksasi


otot progresif, mendengar musik-

musik lembut) jika diperlukan.

25
Essai

Hubungan Derajat Aktivitas Penyakit dengan Depresi pada Pasien Arthritis Reumatoid

Dalam makalah yang kami buat ini terdapat tanda dan gejala pada pasien Arthritis Reumatoid
yang telah dibuktikan didalam EBN ini yaitu nyeri, bengkak, kekakuan pada sendi. Artritis reumatoid
(AR) merupakan penyakit kronik, sistemik yang menyebabkan inflamasi sinovial sehingga

menyebabkan kerusakan progresif dari kartilago artikular dan deformitas. Artritis reumatoid terjadi
pada 1% populasi penduduk di seluruh dunia yang meliputi segala umur dan lebih dominan pada
wanita dengan perbandingan 3:1. Depresi sering menyertai pasien AR dengan angka kejadian sebesar

20-30% atau sebanyak empat kali lipat dari masyarakat normal.

Penelitian yang dilakukan oleh Mostafa, dkk menyatakan bahwa prevalensi depresi pada
pasien AR adalah 15,29%. Pada penelitian lain, depresi memiliki prevalensi sebesar 13-42%. Depresi
pada pasien AR dinilai dapat memengaruhi derajat aktivitas penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh

Sunar, dkk menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara derajat aktivitas penyakit AR

dengan kejadian depresi. Selain itu, depresi pada pasien AR juga merupakan faktor risiko independen

terjadinya penyakit kardiovaskuler dan infark miokard, kecenderungan bunuh diri, dan kematian,

bahkan setelah derajat aktivitas AR, disabilitas, dan nyerinya telah teratasi.

Penilaian mood pasien oleh klinisi dapat meningkatkan kewaspadaan dan identifikasi depresi

dini. Skrining secara berkala, intervensi dini, dan rujukan secara tepat pada saat dibutuhkan merupakan

kesempatan untuk mengobati depresi pada pasien AR sedini mungkin. Beck Depression Inventory
(BDI) dinilai dapat membantu untuk mengenali depresi pada pasien tersebut dengan spesifisitas dan

sensitivitas masing-masing sebesar 78,4% dan 72,7%.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proporsi depresi pada pasien AR dan hubungan

antara derajat aktivitas penyakit dengan depresi pada pasien AR.Desain penelitian adalah studi potong
lintang. Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah

Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Pengambilan data dilakukan selama periode Januari

2017–Maret 2017. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis AR berdasarkan
kriteria American College of Rheumatology yang bersedia mengikuti penelitian, baik pasien baru

terdiagnosis maupun pasien lama yang sudah mendapatkan pengobatan.

Sedangkan, kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah: (1) pasien yang sudah terdiagnosis
depresi sebelum terdiagnosis AR; (2) pasien yang sebelumnya sudah pernah mendapatkan

pengobatan depresi; dan (3) pasien yang mempunyai penyakit kronik lainnya seperti diabetes melitus,
sirosis hepatis, gagal ginjal kronis, gagal jantung kronis, penyakit lupus sistemik, dan

fibromialgia.Sebanyak 145 pasien AR di Poli Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM
diikutkan dalam penelitian ini.

26
Sembilan puluh persen di antaranya adalah perempuan dengan median usia 55 (rentang 19-

83) tahun seperti terlihat dalam tabel 1. Median lama sakit AR pada pasien ini adalah 36 (rentang 2-

300) bulan dengan median jumlah sendi yang nyeri 2 (0-25) sendi dan jumlah sendi yang bengkak

antara 0 sampai 5 sendi. Berdasarkan hasil anamnesis, didapatkan hanya sebanyak 31% subjek
memiliki stresor psikis yang meliputi masalah keluarga, ekonomi, hubungan interpersonal, dan
pekerjaan. Prevalensi depresi pada penelitian ini sebesar 35,9% (IK 95% 30-42%). (IK = )Hasil analisis

disajikan pada tabeltabel berikut.


Derajat aktivitas penyakit AR yang diukur dengan DAS 28 berhubungan dengan kejadian
depresi, seperti terlihat pada tabel 2. Subjek penelitian paling banyak memiliki derajat aktivitas

penyakit sedang (53,8%). Rentang DAS 28 pada penelitian ini adalah 1,5 sampai 6,9 dengan mediannya

adalah 3,8.Median usia dan jenis kelamin pasien AR pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan
penelitian yang dilakukan peneliti-peneliti di negara lain.2,3 Data tersebut sesuai dengan data
epidemiologi bahwa AR lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria.2,3 Dari penelitian ini

diketahui bahwa dari kelompok yang terdeteksi depresi, 92,3 % adalah wanita. Pasien AR memiliki

kemungkinan terkena depresi dua kali lebih tinggi dibandingkan populasi normal.

Nyeri dan disabilita dapat merupakan faktor presipitasi pada pasien yang memang sudah

mempunyai latar belakang sosial yang sulit, seperti masalah ekonomi dan kurangnya dukungan sosial.

Depresi, frustasi, dan gangguan psikososial menyebabkan keluhan nyeri dan kebutuhan untuk terapi

analgetik menjadi meningkat, serta memengaruhi kepatuhan pengobatan jangka panjang sehingga

berisiko untuk gagal dalam pengobatan dan prognosis yang lebih buruk.
Penelitian ini tidak saja menganalisis hubungan antara derajat aktivitas penyakit dengan

depresi, tetapi juga menganalisis kelompok mana dari derajat aktivitas penyakit yang mempunyai

hubungan bermakna. Namun demikian, depresi merupakan entitas penyakit dengan berbagai faktor

predisposisi dan faktor presipitasi yang saling memengaruhi dan sulit untuk dipisahkan. Adanya faktor
psikososial seperti jenis kelamin, umur, pendapatan, tingkat pendidikan, lama sakit, dan sebagainya

yang dapat berperan terhadap terjadinya depresi dan dapat memengaruhi hasil penelitian, tidak

dieksklusi pada penelitian.

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Arthritis Reumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendiaan (biasanya sendi
tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan nyeri

dan sering kali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Tanda dan gejala pada

umumnya berupa nyeri pada persendian, bengkak (rheumatoid nodul), dan kekakuan pada sendi

terutama setelah bangun pada pagi hari.

B. Saran

Diharapkan mahasiswa keperawatan maupun pembaca sebaiknya mengetahui manajemen

asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem imun yang mengalami Arthritis Reumatoid.
Mahasiswa keperawatan juga diharapkan mampu mengimplementasikan bagaimana cara

melakukan pendidikan kesehatan terkait masalah tersebut, memahami asuhan keperawatannya,


dan melakukan penanganan terhadap gangguan Arthritis Reumatoid pada pasien-pasien terkait.

28
DAFTAR PUSTAKA

dr. Junaidi Iskandar. 2013. Rematik % Asam Urat. Jakarta: BIP KELOMPOK GRAMEDIA

JOICE M. BLACK & JANE HOKANSON HAWKS. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. EDISI 8 BUKU 2.
Singapore: ELSEVIER
HUDA AMIN & HARDHI KUSUMA. 2016. Asuhan Kepetawatan Praktis. JILID 2.

Jogjakarta: MediAction
International NANDA. 2015-2017. Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:EGC
LeMone Priscilla, Karen M. Burke % Gerene Bauldoff. 2016. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 4 EDISI 5.

Jakarta: EGC

M. Bulecheck Gloria, Howard K. Butcher, Joanne M. Dochterman & Cheryl M. Wagner. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapore: ELSEVIER
Moorhead Sue, Marion Johnson, Meridean L.Maas & Elizabeth Swanson. 2013. Nursing Outcomes

Classification (NOC). Singapore: ELSEVIER

29
GLOSARIUM

Analgesic : istilah yang digunakan untuk Endoskeleton : kerangka tulang atau berbasis
mewakili sekelompok obat yang digunakan tulang rawan yang sepenuhnya di dalam tubuh
sebagai penahan sakit Edukasi : sebuah proses pembelajaran kepada
Antibodi : glikoprotein dengan struktur masyarakat atau klien dengan metode

tertentu yang disekresiakn oleh sel B yang presentasi


telah beraktivasi menjadi sel plasma, sebagai Epidemiologi : ilmu yang mempelajari pola
respon dari antigen tertentu dan relatif kesehatan dan penyakit serta faktor yang

terhadap anti gen tertentu terkait di tingkat populasi

Antikeratin : adalah asam organik bernitrogen Somatik : semua jenis sel yang membntuk
yang terdapat secara alami di dalam hewan suatu organisme kecuali sel gamet organisme
vertebrata tertentu

anoreksia : tidak nafsu makan Ekstensi : gerak untuk meluruskan


prosedur pembedahan lutut untuk Farmakologi : ilmu yang mempelajari tentang
memperbaiki atau mengganti meniskus obat - obatan

(cakram bentuk- C yang melindungi lutut) yang Filamen : protein yang menempel secara
rusak singkat dan menembus atau bergerak antara

Aspirasi : suatu keinginan yang kuat atau cita- satu dengan lainnya untuk menyebabkan otot

cita berkontraksi
Biopsi : tindakan diagnostik yang dilakukan Fleksi : gerak menekuk atau membengkokkan
dengan mengambil sample jaringan atau sel Gap junction : hubungan antara sel – sel yang
untuk dianalisis di laboratorium, baik untuk memungkinkan terjadinya komunikasi secara

meniagnosis suatu penyakit atau untuk listrik dan kimia


mengetahui jenis pengobatan atau terapi yang Hemoglobin : sel darah merah
baik untuk pasien Imflamasi : peradangan
Dermatomiositis : penyakit radang yang Implementasi : tindakan dari sebuah rencana
ditandai dengan kelemahan otot dan ruam yang disusun secara rinci dan tepat

kulit Insersi : ujung otot bisep melekat pada tulang


Edukasi : proses pembelajaran yang bertujuan belikat yang merupakan bagian yang tidak
untuk mengembangkan potensi diri pada bergerak ujung lainnya melekat pada tulang

peserta didik dan mewujudkan proses pengumpil, yang merupakan tulang digerakkan
pembelajaran yang baik Interleukin : salah satu dari beberapa limfokin
Ektermitas : anggota badan seperti lengan dan yang mempromosikan makrofag dan sel T
tungkai pembunuh dan sel B dan komponen lain dari
sistem kekebbalan tubuh

30
Intervensi : sebuah perbuatan atau tindakan Poliartikuler : bersifat melibatkan banyak
campur angan yang dilkakun oleh persendian

Involunter : otot yang tidak dapat dikontrol Predisposisi : menjadi lebih mungkin atau
secara sadar, dan bukan berkontraksi karena rentan
implus sadar dikirim oleh sistem saraf otonom Reaksi aglutinasi : reaksi antara antigen yang
atau sel – sel khusus tertentu tidak larut dengan antibody yang larut

kartilago artikuler : jaringan yang meliputi Resistensi obat : perlawanan yang terjadi ketika
ujung tulang dan memungkinkan distribusi bakteri, virus dan parasit lainnya secara
beban tekanan terhadap penampang tulang, bertahap kehilangan kepekaan terhadap obat

menyediakan permukaan gesekan dan sebelumnya membunuh mereka

penahan gesekan untuk gesekan sendi Regulasi : suatu cara yang digunakan untuk
Leukosit : sel darah putih mengendalikan masyarakat dengan aturan
Limfosit : salah satu jenis sel darah putih tertentu

Makrofag : jenis sel darah putih yang Reumatoid : peradangan kronis pada sendi
membersihkan tubuh dari partikel mikroskopik yang menyebabkan rasa sakit, bengkak dan

yang tidak diinginkan seperti bakteri dan sel – kaku pada persendian

sel mati. Scan radionuklida : isotop dari zat radioaktif


Metabolisme : semua reaksi kimia yang terjadi yang mampu memancarkan radiasi

di dalam organisme, termasuk yang terjadi di Sarkomer : struktur danfungsional terkeil


tingkat seluler kontraksi otot
Mikroskopik : suatu sifat ukuran pada suatu Shock absorber : sebuah alat mekanik yang
objek yang sangat – sangat kecil dan didesain untuk meredam hentakan yang

umumnya tidak terlihat oleh mata biasa pada disebabkan oleh energi kinetik

manusia, biasanya perlu alat bantuan seperti Sinovitis : peradangan pada membran sinovial,
mikroskop jaringan yang melapisi dan melindungi sendi

Okupasi : bentuk layanan kesehatan kepada Sistem muskuloskeletal : sistem rangka yang
masyarakat atau pasien yang mengalami tersusun atas tulang
gangguan fisik atau mental dengan Sistemik : penyakit atau gejala yang

menggunakan latihan atau aktivitas mempengaruhi tubuh secara umum

mengerjakan sasaran yang terseleksi untuk Terapi Imunosuresi : terapi dengan obat yang
meningkatkan kemandirian individu digunakan untuk menekan respon imum seprti

Pathogenesis : proses perkembangan penyakit pencegahan penolakan transplantasi,


atau patogen, termasuk setiap perkembangan, mengatasi penyakit autoimun, dan lain-lain

rantai kejadian yang menuju kepada terjadinya Terapi rehabilitas : sebuah kegiatan ataupun
patogen tersebut proses untuk membantu para penderita yang

31
mempunyai penyakit serius atau cacat yang bagian dari kerangka ini mencakup tungkai

memperlukan pengobatan medis bawah dan atas, gelang bahu, dan gelang

Tulang aksial : merupakan tulang-tulang yang panggul

berada di bagian tengah sumbu tubuh vertebra servikal : tulang tidak beraturan yang
Tulang apendikular : rangka tambahan yang membentuk punggung yang mudah
menyusun alat gerak, yaitu tangan dan kaki, digerakkan

32
LEMBAR KONSUL MAKALAH

KELOMPOK :7

NAMA DOSEN : Ns. Chrisyen Damanik S.Kep., M.,Kep

JUDUL MAKALAH : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan

Sistem Imun Yang Mengalami Arthritis Reumatoid

Tanda Tangan
No Hari/Tanggal Materi Yang Di Konsulkan Saran Dosen
Dosen

33

Anda mungkin juga menyukai