Di Susun Oleh:
Siti Wulan Nuraini
202101078
2. Anatomi Fisiologi
a. Tulang
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup
yang akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin
anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku,
tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa yang membuatnya kuat
dan elastis.
Fungsi utama tulang-tulang rangka adalah: Sebagai kerangka tubuh, yang
menyokong dan memberi bentuk.
- Struktur tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi:
a) Tulang panjang ditemukan di ekstremitas
b) Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan Tulang pipih pada
tengkorak dan iga
c) Tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra, tulang-tulang
wajah, dan rahang.
- Perkembangan dan pertumbuhan tulang Perkembangan dan pertumbuhan
pada tulang panjang tipikal:
- Tulang didahului oleh model kartilago.
- Kolar periosteal dari tulang baru timbul mengelilingi model korpus.
Kartilago dalam korpus ini mengalami kalsifikasi. Sel-sel kartilago mati dan
meninggalkan ruang-ruang.
b. Sendi
Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang
ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligament, tendon, fasia, atau otot. Sendi diklasifikasikan sesuai dengan strukturnya.
Sendi fibrosa (sinartrodial). Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-
tulang dihubungkan oleh serat-serat kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya terikat
misalnya sutura tulang tengkorak.
c. Otot rangka
Otot (musculus) merupakan suatu organ atau alat yang memungkinkan tubuh dapat
bergerak. Ini adalah suatu sifat penting bagi organisme. Gerak sel terjadi karena
sitoplasma mengubah bentuk. Pada sel-sel, sitoplasma ini merupakan benang benang
halus yang panjang disebut miofibril. Kalau sel otot mendapat rangsangan maka
miofibril akan memendek. Dengan kata lain sel otot akan memendekkan dirinya
kearah tertentu (berkontraksi).
3. Klasifikasi Amputasi
a. Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
- Amputasi selektif/terencana. Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang
terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-
menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
- Amputasi akibat trauma. Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan
tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi
amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
- Amputasi darurat. Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma
dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
4. Etiologi Amputasi
A. Penyebab amputasi adalah kelainan ekstremitas yang disebabkan oleh penyakit
DM, Gangren, cedera, dan tumor ganas.
B. Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
- Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
- Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
- Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
- Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
- Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
- Deformitas organ.
5. Patofisiologi
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit pembuluh
darah, cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, Amputasi harus dilakukan
karena dapat mengancam jiwa manusia. Adapun pengaruhnya meliputi:
a. Kecepatan metabolism
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan
pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga
menurunkan kecepatan metabolisme basal.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian
tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan
sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan
rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH,
sehingga terjadi peningkatan diuresis.
c. Sistem respirasi
a) Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.
b) Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio
ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c) Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga
sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu
gerakan siliaris normal.
d. Sistem Kardiovaskuler
a) Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien
dengan immobilisasi.
b) Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan
waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c) Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana arteriol dan
venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah
yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup
untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien
merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
e. Sistem Muskuloskeletal
a) Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai
O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan
sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b) Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c) Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan
gerak.
d) Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik
dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
f. Sistem Pencernaan
a) Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b) Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus
menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan
faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
g. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada
dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi dan pelvis
renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman
dan dapat menyebabkan ISK.
h. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong
akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke
jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal
kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai
darah.
6. Pathews
7. Manisfestasi klinis
- Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah)
- Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf yang dekat
dengan permukaan.
- Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa
dengankeronitis.
- Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
- Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
- Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
- Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan
8. Tes diagnostik
a. Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
b. CT Scan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, dan
pembentukan hematoma.
c. Aniografi dan pemeriksaan aliran untuk mengevaluasi perubahan
sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu
memperkirakan potensi
penyembuhan jaringan setelah amputasi.
d. Ultrasound Doppler, flowmetri Doppler dilakukan untuk mengkaji dan
mengukur aliran darah
e. Tekanan 02 transkutaneus untuk member peta pada area perfusi paling besar
dan paling kecil dalam ketrelibatan ekstremitas.
f. Termografi untuk mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di dua sisi
dari jaringan kutaneus ketengah tulang.
9. Penatalaksanaan medis
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi dan
menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat .
pada lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi yang
buruk dan masalah kesehatan lainnya. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan
dengan penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa
tungkai dengan balutan kompres lunak (rigid) dan menggunakan teknik aseptik
dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi.
a. Tingkatan Amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasar dua fakor:
peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (mis. Sesuai kebuuhan
protesis).
Status peredaran darah ekstremitas dievaluasi melalui pemeriksaan fisik dan uji dan
uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat penting untuk penyembuhan. Floemetri
doppler, penentuan tekanan darah segmental, dan tekanan parsial oksigen perkutan
(PaO2) merupakan uji yang sangat berguna. Angiografi dilakukan bila
revaskularisasi kemungkinan dapat dilakukan.
b. Penatalaksanaan Sisa Tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan
sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kuli yang sehat untuk
penggunaan prosteis. Lansia mungkin mengalami kelambatan penyembuhan luka
karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya. Penyembuhan dipercepat
dengan penanganan lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai
dengan balutan kompres lunak atau rigid dan menggunakan teknik aseptik dalam
perawatan luka unuk menghindari infeksi.
a) Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah
penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang
ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan
untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan
mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril
dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian
dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang
merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14
hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus
segara diganti.
b) Balutan lunak.
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi
berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan
pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk
meminimalkan infeksi.
c) Amputasi Bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan
amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka
didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah
terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan penutupan
kulit.
d) Protesis.
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat
dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien
menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan
setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah
proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti
bagian ekstremitas yang hilang.
10. Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi:
- Perdarahan, Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah
besar dan dapat menjadi masif
- Infeksi, Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran
darah yang buruk atau adanya kontaminasi
- Kerusakan kulit, terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk
dan iritasi penggunaan protesis
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
b. Keluhan Utama: Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan
c. gangguan neurosensori
d. Riwayat kesehatan Masa Lalu: kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi,
e. trauma dan fraktur), cara penanggulangan dan penyakit (diabetes melitus)
f. Riwayat kesehatan sekarang: kapan timbul masalah, riwayat trauma,
g. penyebab, gejala (tiba tiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan cara
h. penanggulangan.
2. Pemeriksaan fisik
1) Gambaran umum
kesadaran pasien composmentis
2) Secara sistemik dari kepala sampai ujung kaki
a) Kepala
rambut tidak bersih karena pasien dengan amputasi
mengalami penurunan toleransi terhadap aktifitas termasuk
perawatan diri.
b) Mata
mata simetris, sklera tidak ikterik
c) Telinga
telinga cukup bersih,bentuk simetris dan fungsi
pendengaran normal
d) Hidung
hidung simetris, hidung bersih
e) Leher
terdapat benjolan atau tidak
f) Paru
(1) Inspeksi
Apakah ada kelainan dalam bentuk dada, menggunaan otot bantu pernafasan
(2) Palpasi
Untuk mengetahui premitus kanan dan kiri melemah atau tidak
(3) Perkusi
Sonor atau hipersonor
(4) Auskultasi
biasanya terdapat ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif
g) jantung
(1) inspeksi
ictus cordis tidak terlihat
(2) palpasi
ictus cordis teraba
(3) auskultasi
irama jantung teratur
h) abdomen
(1) inspeksi
terdapat asites tidak
(2) palpasi
hepar teraba tidak
(3) perkusi
Timphany atau tidak
(4) auskultasi
bising usus normal
i) ekstremitas
apakah terdapat kelumpuhan di bagian ekstermitas
3. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan luka amputasi, pasca pembedahan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal
dan nyeri
3. Gangguang citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan port de entrée luka pasca-bedah
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
penyakit, pengobatan dan perawatan