Anda di halaman 1dari 19

A.

PENGERTIAN
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya,
dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.
(Arif Mansjoer, 2000).
Dislokasi adalah cedera struktur ligameno di sekitar sendi, akibat gerakan
menjepit atau memutar / keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi
tidak lagi berhubungan, secara anatomis (tulang lepas dari sendi). (Brunner &
Suddarth. 2002).
Dislokasi merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen
penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi sesudah
gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011). 
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini terdapat hanya kepada komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi).

B. ANATOMI FISIOLOGI

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan


mengurus pergerakan. Komponen utama sistem meskuloskeletal adalah jaringan
ikat. Sitem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, dan
jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi enam :
1. Tulang panjang : misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus.
Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit karena
daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak mengandung
pembuluh darah.
2. Tulang pendek : misalnya tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih : misalnya tulang parietal, iga, skapula dan pelvis.
4. Tulang tak beraturan : misalnya tulang vertebra.
5. Tulang sesamoid : misalnya tulang patela
6. Tulang sutura : ada di atap tengkorak.
Histologi tulang :
1. Tulang imatur : terbentuknya pada perkembangan embrional dan tidak terlihat
lagi pada usia 1 tahun. Tulang imatur mengandung jaringan kolagen.
2. Tulang matur : ada dua jenis, yaitu tulang kortikal (compact bone) dan tulang
trabekular (spongiosa).
Secara histologi, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel,
dan jaringan kolagen.

Fisiologi sel tulang


Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit, osteoklas.
1. Osteoblas, membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses
yang disebut osifikasi.
2. Osteosit, sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3. Osteoklas, sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas
mengikis tulang. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan
matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang sehingga kalsium
dan fosfat terlepas kedalam aliran darah.
Dalam keadaan normal, tulang mengalami pembentukan dan absorpsi
pada suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-
kanak yang lebih banyak terjadi pembentukan dari pada absorpsi tulang.
Proses ini penting untuk fungsi normal tulang. Keadaan ini membuat tulang
dapat berespons terhadap tekanan yang meningkat dan mencegah terjadi patah
tulang.
Bentuk tulang dapat disesuaikan untuk menanggung kekuatan mekanis
yang semakin meningkat. Perubahan membantu mempertahankan kekuatan
tulang pada proses penuaan. Matriks organi yang sudah tua berdegenerasi
sehingga membuat tulang relatif menjadi lemah dan rapuh. Pembentukan
tulang yang baru memerlukan matriks organik baru sehingga memberi
tambahan kekuatan pada tulang.
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Peningkatan kadar
hormon paratiroid mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang
yang menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan bergerak memasuki
serum. Peningkatan kadar hormon paratiroid secara perlahan meneyebabkan
peningkatan jumlah dan aktivitas osteklas sehingga terjadi demineralisasi.
Metabaolisme kalsium dan fosfat sangat berkaitan erat. Tulang mengandung
99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh fosfat tubuh.
Vitamin D memengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D
dalam jumlah besar dapat menyebabkan absropsi tulang seperti yang terlihat
pada kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, hormon
paratiroid tidak akan menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah
yang sedikit membantu klasifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan
absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.

Anatomi Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara,misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligamen, tendon, fasia, atau otot. Ada 3 tipe sendi sebagai berikut :
1. Sendi fibrosa (sinartrodial),merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Sendi
fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan. Tulang yang satu dengan tulang
lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodia), merupakan sendi yang dapat sedikit
bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya
dibungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen, dan hanya dapat
sedikit bergerak.
3. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan
bebas. Sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi tulang
rawan hialin.
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan
dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak,
serta sinovium yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi
dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium
menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi.
Cairan sinovial normalnya bening , tidak membeku, dan tidak berwarna,
jumlah yang ditimbulkan dalam tiap-tiap sendi relatif kecil (1-3ml).
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah,
limfe,atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa
oleh cairan sendi yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan
kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau
ketika usia bertambah.beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk
kolagen tipe satu yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian
kemampuan hidrofiliknya. Perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan
kemampuannya untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.
Aliran darah kesendi banyak yang menuju sinovium. Pembuluh darah
mulai masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan
kapiler sangat tebal dibagian sinovium yang menempel langsung pada ruang
sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan didalam plasma berdifusi dengan
mudah kedalam ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat menonjol
disinovium karena didaerah tersebut banyak mendapat aliran darah dan juga
terdapat banyak sel mast dan sel lain serta zat kimia yang secara dinamis
berinteraksi untuk merangsang dan memperkuat respon peradangan.
Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah yang berdekatan
terutama adalah jaringan penyambung yang tersusun dari sel-sel dan substansi
dasar. Dua macam sel yang ditemukan pada jaringan penyambung adalah sel-
sel yang tidak dibuat dan tetap berada pada jaringan penyambung ( seperti sel
mast, sel palsma, limfosit, monosit, dan leukosit polimorfonuklear).
Serat- serat yang terdapat pada substansi dasar adalah kolagen dan
elastin. Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase. Serat-serat elastin
memiliki sifat elastis, serat ini terdapat dalam ligamen, dinding pembuluh
darah besar, dan kulit. Elastin dipecahkan oleh enzim yang disebut elastase.

C. ETIOLOGI
1. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta
kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30- 40 tahun kekuatan otot akan
relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada usia 30 tahun.
2. Terjatuh atau kecelakan
Dislokasi dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga
lutut mengalami dislokasi.
3. Pukulan
Dislokasi lutut dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian
lututnya dan menyebabkan dislokasi.
4. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi keseleo karena kurangnya
pemanasan.
5. Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
6. Cedera olahraga. Pemain basket dan kiper pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.
7. Terjatuh. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang
licin.
8. Kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

D. KLASIFIKASI DISLOKASI SENDI


Dislokasi sendi dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Dislokasi kongenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
b. Dislokasi patologik
Terjadi akibat penyakit sendi dan jaringan sekitar sendi. Misalnya
tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Hal ini disebabkan oleh kekuatan
tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic
Kedaruratan orteoprodi( pasokan darh, susunan saraf rusuk dan
mengalami stres berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema
(karena mengalami pengerasan) terjadi karena trauma yang kuat sehingga
dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekelilingnya dan merusak struktur
sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang
dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi sebagai berikut:
a. Dislokasi akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip serta disertai nyeri
akut dan pembengkakan disekitar sendi
b. Dislokasi berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan
dengan patah tulang yang disebabkan berpindahnya ujung tulang yang patah
oleh karena kuatnya trauma, tonus/kontraksi otot dan tarikan.
Berdasarkan tempaat terjadiny
a. Dislokasi sendi rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena menguap/terlalu lebar serta
terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita
tidak dapat menutup mulutnya kembali
b. Dislokasi sendi bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral berada
dianteriordan medial glenoid (dislokasi anterior), di posteroir (dislokasi
posterior), dan bawah glenoid (dislokasi inferior).
c. Dislokasi sendi siku
Mekanisme cideranya biasanya jatuh pada tangan yang dapat
menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas
berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.
d. Dislokasi sendi jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan
segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami
dislokasi kearah telapak tangan / punggung tangan.
e. Dislokasi sendi metacarpophalangeal dan interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperektensi-ekstensi
persendian
f. Dislokasi panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada diposterior dan
atas acetabulum (dislokasi posterior), dianterior acetabulum(dislokasi
anterior), dan caput femur menembus acetabulum(dislokasi sentra)
g. Dislokasi patella
Dislokasi patella paling sering terjadi kearah lateral. Reduksi dicapai
dengan memberikan tekanan kearah medial pada sisi lateral patella sambil
mengekstensikan lutut perlahan-lahan. Apabila dislokasi dilakukan
berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah. Dislokasi biasanya
sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus/kontraksi otot dan tarikan.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Adanya bengkak / oedema
2. Mengalami keterbatasan gerak
3. Adanya spasme otot(kekauan otot)
4. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
5. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
6. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri
7. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan
sekitarnya (tampak kemerahan).
8. Perubahan kontur sendi
9. Perubahan panjang ekstremitas
10. Kehilangan mobilitas normal
11. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

F. PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang
berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya
terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi
sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang,
penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi
perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari
dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi.
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah
yang disebut dengan dislokasi yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan
mengalami kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang ringan maupun total
ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek akan kehilangan
kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah akan
terputus dan terjadilah edema. Sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi terasa
sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3 jam
setelah cedera akibat membengkak dan pendarahan yang terjadi maka
menimbulkan masalah yang disebut dengan dislokasi.

Pathway
Etiologi

Cedera olahraga Trauma kecelakaan

Terlepasnya kompresi jar. Tulang dari kesatuan sendi

Merusak struktur sendi, ligamen

Kompresi jaringan tulang yg terdorong ke depan

Merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi

Ligamen memberikan jalan

Tlg. Berpindah dari posisi yg normal

dislokasi

radang Cedera jar.lunak ekstremitas

Ketidakmampuan mengunyah Spasme otot Hambatan


mobilitas fisik

Ketidak seimbangan Nyeri akut


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

G. Komplikasi
a. Komplikasi dini
1. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
2. Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak.
3. Fraktur disloksi.
b. Komplikasi lanjut.
1. Kekakuan sendi bahu:I immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan
sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan
rotasi lateral secara otomatis membatasi abduksi.
2. Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek.
3. Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid.
4. Kelemahan otot.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk
membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi ditemukan
adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna
putih.
b. CT scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan komputer,
sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat gambaran secara
3 dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak
berada pada tempatnya.
c. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan
frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat
diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti
halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari
mangkuk sendi.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan
a. Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
 R: Rest = Diistirahatkan adalah  pertolongan pertama yang penting untuk
mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
 I : Ice = Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan meredakan
rasa nyeri.
 C: Compression = Membalut gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
 E: Elevasi = Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi oedema
(pembengkakan) dan rasa nyeri.
b. Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1) Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak
tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya : dua
puluh – tiga puluh menit dengan interval kira-kira sepuluh menit.
2) Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah
dibungkus dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan
tenggang waktu sepuluh menit.
3) Pencelupan atau perendaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh
kedalam bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya sepuluh –
dua puluh menit.
4) Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau
fluorimethane ke bagian tubuh yang cedera.
c. Latihan ROM
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan,
latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit.
Penatalaksanaan medis : Farmakologi
d. Analgetik
Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri.
Berikut contoh obat analgetik :
1) Aspirin:
Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis
dewasa 1tablet atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah sampai
1tablet, maksimum 1 ½ sampai 3tablet perhari.
2) Bimastan :
Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet ;
Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi : hipersensitif,
tungkak lambung, asma, dan ginjal ; efeksamping : mual muntah,
agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal 500mg  lalu 250mg tiap
6jam.
3) Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).
ASKEP TEORITIS
1. Pengkajian primer

1) Airway

Jalan napas bersih

Tidak terdengar adanya bunyi napas ronchi


Tidak ada jejas badan daerah dada

2) Breathing

Peningkatan
frekunsi napas

Napas
dangkal

Distress pernapasan

Kelemahan
otot

pernapasan
Kesulitan
bernapas :
sianosis
3) Circulation

Penurunan curah jantung :

gelisah, letargi, takikardia Sakit


kepala

Pingsan

berkeringat banyak

Reaksi emosi yang kuat


Pusing, mata berkunang – kunang

2. Pengkajian Sekunder

a. Pemeriksaan Fisik

a. Tampak adanya perubahan kontur sendi pada


ekstremitas yang mengalami dislokasi
b. Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah
yang mengalami dislokasi
c. Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi

d. Tampak adanya lebam pad dislokasi sendi

b. pengkajian psikososial

Kaji bagaimana pola interaksi klien terhadap orang –


orang disekitarnya seperti hubungannya dengan keluarga,
teman dekat, dokter, maupun dengan perawat.
pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan
kimia darah, hitung sel darah lengkap, penentuan
golongan darah dan uji silang, hitung trombosit,
urinalisasi,dan penentuan gula darh, BUM dan elektrolit

3. DIAGNOSA
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat
mobilisasi.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.

4. INTERVENSI
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Gangguan Rasa nyeri teratasi. 1. Kaji skala nyeri
rasa nyaman Kriteria hasil: 2. Berikan posisi
nyeri 1. Klien tampak relaks pada pasien
berhubungan tidak meringis 3. Ajarkan teknik
dengan lagi. distraksi dan
diskontinuita 2. Klien tampak relaksasi
s jaringan. rileks. 4. Berikan lingkungan
yang nyaman, dan
aktifitas hiburan
5. Kolaborasi
pemberian
analgesik
Gangguan Memberikan 1. Kaji tingkat
mobilitas kenyamanan dan mobilisasi pasien
fisik melindungi sendi 2. Berikan latihan
berhubungan selama masa ROM
dengan penyembuhan. 3. Anjurkan
deformitas Kriteria hasil: penggunaan alat
dan nyeri saat 1. melaporkan bantu jika
mobilisasi. peningkatan diperlukan
toleransi 4. Monitor tonus otot
aktivitas 5. Membantu pasien
(termasuk untuk imobilisasi
aktivitas sehari- baik dari perawat
hari) maupun keluarga
2. menunjukkan
penurunan tanda
intolerasi
fisiologis,
misalnya nadi,
pernapasan, dan
tekanan darah
masih dalam
rentang normal

Perubahan Kebutuhan nutrisi 1. Kaji riwayat nutrisi,


nutrisi kurang terpenuhi. termasuk makan
dari Kriteria hasil: yang disukai
kebutuhan 1. Menunujukkan 2. Observasi dan catat
tubuh peningkatan masukkan makanan
berhubungan /mempertahanka pasien
dengan n berat badan 3. Timbang berat
kegagalan dengan nilai badan setiap hari.
untuk laboratorium 4. Berikan makan
mencerna normal. sedikit dengan
atau ketidak 2. Tidak frekuensi sering dan
mampuan mengalami atau makan diantara
mencerna tanda mal waktu makan
makanan nutrisi. 5. Observasi dan catat
/absorpsi 3. Menununjukkan kejadian
nutrient yang perilaku, mual/muntah, flatus
diperlukan perubahan pola dan dan gejala lain
untuk hidup untuk yang berhubungan
pembentukan meningkatkan 6. Berikan dan Bantu
sel darah dan atau hygiene mulut yang
merah. mempertahanka baik, sebelum dan
n berat badan sesudah makan,
yang sesuai. gunakan sikat gigi
halus untuk
penyikatan yang
lembut. Berikan
pencuci mulut yang
di encerkan bila
mukosa oral luka.
7. Kolaborasi pada
ahli gizi untuk
rencana diet.
8. Kolaborasi ; pantau
hasil pemeriksaan
laboraturium
9. Kolaborasi; berikan
obat sesuai indikasi
Ansietas kecemasan pasien 1. kaji tingkat ansietas
berhubungan teratasi. klien
dengan Kriteria hasil: 2. Bantu
kurangnya 1. klien tampak pasien mengungkap
pengetahuan rileks kan rasa cemas atau
tentang 2. klien tidak takutnya
penyakit tampak 3. Kaji pengetahuan
bertanya–tanya Pasien tentang
prosedur yang akan
dijalaninya.
4. Berikan informasi
yang benar tentang
prosedur yang akan
dijalani pasien

Gangguan Pasien bisa 1. Kaji konsep diri


bodi image mengatasi body pasien
berhubungan image pasien 2. Kembangkan BHSP
dengan dengan pasien
deformitas 3. Bantu pasien
dan mengungkapkan
perubahan masalahnya
bentuk tubuh. 4. Bantu pasien
mengatasi
masalahnya.

5. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku
keperawatan,  dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter
& Perry 1997, dalam Haryanto, 2007).

6. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi suatu masalah. (Meirisa, 2013).

Anda mungkin juga menyukai