DISUSUN OLEH:
NURHALIMAH SALEH
20 04 040
PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP MEDIS
1. Anatomi Fisiologi
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
mengurus pergerakan. Komponen utama sistem meskuloskeletal adalah
jaringan ikat. Sitem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon,
ligamen, dan jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi enam:
a. Tulang panjang: misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus.
Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit
karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak
mengandung pembuluh darah.
b. Tulang pendek: misalnya tulang-tulang karpal.
c. Tulang pipih: misalnya tulang parietal, iga, skapula dan pelvis.
d. Tulang tak beraturan: misalnya tulang vertebra.
e. Tulang sesamoid: misalnya tulang patella
f. Tulang sutura: ada di atap tengkorak.
Histologi tulang:
a. Tulang imatur: terbentuknya pada perkembangan embrional dan tidak
terlihat lagi pada usia 1 tahun. Tulang imatur mengandung jaringan
kolagen.
b. Tulang matur: ada dua jenis, yaitu tulang kortikal (compact bone) dan
tulang trabekular (spongiosa).
Secara histologi, perbedaan tulang matur dan imatur terutama
dalam jumlah sel, dan jaringan kolagen.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis
sel: osteoblas, osteosit, osteoklas.
a. Osteoblas, membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui
suatu proses yang disebut osifikasi.
b. Osteosit, sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas, sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit,
osteoklas mengikis tulang. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik
yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan
mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran
darah.
Anatomi Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih. Tulang-
tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul
sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Ada 3 tipe sendi
sebagai berikut:
a. Sendi fibrosa (sinartrodial), merupakan sendi yang tidak dapat
bergerak. Sendi fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan. Tulang
yang satu dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan
penyambung fibrosa.
b. Sendi kartilaginosa (amfiartrodia), merupakan sendi yang dapat
sedikit bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung
tulangnya dibungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh
ligamen, dan hanya dapat sedikit bergerak.
c. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan
dengan bebas. Sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi
dilapisi tulang rawan hialin.
2. Definisi
Dislokasi merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada
ligamen penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini
terjadi sesudah gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011).
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari
mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan
pertolongan segera. (Arif Mansyur, 2000).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi. Dislokasi ini terdapat hanya kepada komponen tulangnya
saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat
yang seharusnya (dari mangkuk sendi).
3. Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh:
a. Cedera olahraga
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan
hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya: terperosok akibat
bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan keeper pemain sepak
bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari
karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
b. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga. Benturan keras
pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
c. Terjatuh. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai
yang licin.
d. Patologis. Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang
merupakan komponen vital penghubung tulang.
4. Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena
kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen
sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat
dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya
penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal
tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan
timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah,
perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan
yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu
dilakukan adanya reposisi.
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu
masalah yang disebut dengan dislokasi yang terutama terjadi pada
ligamen. Ligamen akan mengalami kerusakan serabut dari rusaknya
serabut yang ringan maupun total ligamen akan mengalami robek dan
ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal
tersebut akan membuat pembuluh darah akan terputus dan terjadilah
edema. Sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi terasa sangat nyeri.
Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3 jam
setelah cedera akibat membengkak dan pendarahan yang terjadi maka
menimbulkan masalah yang disebut dengan dislokasi.
5. Manifestasi Klinis
Sendi adalah area di mana dua atau lebih tulang bertemu. Sendi
terbentuk dari jaringan ikat dan tulang rawan, serta berfungsi sebagai
penghubung di antara tulang-tulang saat bergerak. Kondisi ini dapat
menimbulkan gejala dan keluhan berupa:
a. Sakit dan nyeri pada sendi yang cedera
b. Sendi bengkak dan memar
c. Bagian sendi yang cedera menjadi kemerahan atau menghitam
d. Bentuk sendi menjadi tidak normal
e. Sakit ketika bergerak
f. Mati rasa di bagian sendi yang cedera
6. Klasifikasi
Dislokasi sendi dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Dislokasi kongenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
b. Dislokasi patologik
Terjadi akibat penyakit sendi dan jaringan sekitar sendi.
Misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Hal ini disebabkan
oleh kekuatan tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic
Kedaruratan orteoprodi (pasokan darah, susunan saraf rusuk dan
mengalami stres berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat
edema (karena mengalami pengerasan) terjadi karena trauma yang
kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekelilingnya
dan merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular.
Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik
noninvasif untuk membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien
dislokasi sendi ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk
sendi dimana tulang dan sendi berwarna putih.
b. CT-Scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan
bantuan komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail
dan dapat dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada pasien dislokasi
ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada pada
tempatnya.
c. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang
magnet dan frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan
radio aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh(terutama
jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada
pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk
sendi.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Keperawatan
a. Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
1) R: Rest= Diistirahatkan adalah pertolongan pertama yang penting
untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
2) I: Ice= Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan
meredakan rasa nyeri.
3) C: Compression= Membalut gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
4) E: Elevasi= Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi
oedema (pembengkakan) dan rasa nyeri.
b. Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut:
1) Kompres dingin
Teknik: potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak
tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera.
Lamanya: dua puluh–tiga puluh menit dengan interval kira-kira
sepuluh menit.
2) Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus
dengan lama lima-tujuh menit, dapat diulang dengan tenggang
waktu sepuluh menit.
3) Pencelupan atau perendaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam
bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya sepuluh – dua
puluh menit.
4) Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane ke
bagian tubuh yang cedera.
c. Latihan ROM
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan, latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung
jaringan yang sakit.
Penatalaksanaan Medis: Farmakologi
a. Analgetik
Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami
nyeri. Berikut contoh obat analgetik:
1) Aspirin
Kandungan: Asetosal 500 mg
Indikasi: nyeri otot
Dosis: dewasa 1 tablet atau 3 tablet perhari, anak >5 tahun
setengah sampai 1 tablet, maksimum 1 ½ sampai 3 tablet perhari.
2) Bimastan
Kandungan: Asam Mefenamat 250 mg perkapsul, 500 mg
perkaplet
Indikasi: nyeri persendian, nyeri otot
Kontra indikasi: hipersensitif, tungkak lambung, asma, dan ginjal
Efek samping: mual muntah, agranulositosis, aeukopenia
Dosis: dewasa awal 500 mg lalu 250 mg tiap 6 jam.
3) Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).
9. Komplikasi
Komplikasi dislokasi meliputi:
a. Komplikasi dini
1) Cedera saraf: saraf aksila dapat cedera. Pasien tidak dapat
mengerutkan oto deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tersebut.
2) Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak
3) Fraktur dislokasi
4) Kerusakan arteri: pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai
dengan tidak adanya nadi, CRT (capillary refill time) menurun,
sianosis pada bagian distal,hematoma melebar, dan dingin pada
ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat spilinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan
pembedahan.
b. Sindrome kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan
yang menentukan otot, saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan
dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c. Komplikasi lanjut
1) Kekakuan sendi bahu: immobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan kekakuan sendi bahu. Terjadinya kehilangan rotasi
lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
2) Kelemahan otot.
3) Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau
kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama,
bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, asuransi golongan darah, nomor registrasi, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, (MRS), dan diagnosis medis. Dengan
fokus, meliputi:
a) Umur
Pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang
sehingga menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara kurang
normal dan dislokasi cenderung terjadi pada orang dewasa
dari pada anak-anak, biasanya klien jatuh dengan keras dalam
keadaan strecth out.
b) Pekerjaan
Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh
kecelakaan yang mengakibatkan trauma atau ruda paksa,
biasaya terjadi pada klien yang mempunyai pekrjaan buruh
bangunan. Seperti terjatuh, atupun kecelakaan di tempat kerja,
kecelakaan industri dan atlit olahraga, seperti pemain basket,
sepak bola dll.
c) Jenis kelamin
Dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki-laki
dari pada permpuan karna cenderung dari segi aktivitas yang
berbeda.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan,
ekstermitas, nyeri tekan otot, dan deformitas pada daerah trauma,
untuk mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri
klien dapat menggunakan metode PQRST.
3) Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu
lintas, kecelekaan industri, dan kecelakaan lain, seperti jatuh dari
pohon atau bangunan, pengkajian yang di dapat meliputi nyeri,
paralisis extermitras bawah, syok.
4) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
penyakit, seperti osteoporosis, dan osteoaritis yang
memungkinkan terjadinya kelainan, penyakit alinnya seperti
hypertensi, riwayat cedera, diabetes milittus, penyakit jantung,
anemia, obat-obat tertentu yang sering di guanakan klien, perlu
ditanyakan pada keluarga klien.
5) Pengkajian Psikososial dan Spiritual
Kaji bagaimana pola interaksi klien terhadap orang-orang
disekitarnya seperti hubungannya dengan keluarga, teman dekat,
dokter, maupun dengan perawat.
b. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan
klien pemekrisaan fisik sangat berguna untuk mendukung pengkajian
anamnesis sebaiknya dilakukan persistem B1-B6 dengan fokus
pemeriksaan B3 (brain) dan B6 (bone)
1) Keadaan umum
Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak
mengalami penurunan kesadaran, periksa adanya perubahan
tanda-tanda vital yang meliputi brikardia, hipotensi dan tanda-
tanda neurogenik syok.
2) B3 (brain)
a) Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi
adalah komposmentis
b) Pemeriksaan fungsi selebral
c) Status mental: observasi penampilan, tingkah laku gaya
bicara, ekspresi wajah aktivitas motorik klien.
d) Pemeriksaan saraf kranial
e) Pemeriksaan reflex, pada pemeriksaan refleks dalam, refleks
achiles menghilang dan refleks patela biasanya meleamh
karna otot hamstring melemah
3) B6 (Bone)
a) Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga
mengompresi sekrum gejala gangguan motorik juga sesuai
dengan distribusi segmental dan saraf yang terkena
b) Look, pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya
pendarahan ,pembengkakakn dan deformitas
c) Fell, kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan
palpasi pada ramus dan simfisi fubis
d) Move, disfungsi motorik yang paling umum adalah
kelemahan dan kelumpuhan pada daerah ekstermitas.
c. Klasifikasi Data
1) Data subjektif
a) Klien mengatakan nyeri apabila beraktivitas
b) Klien mengatakan nyeri seperti ditekan benda berat
c) Klien mengatakan terjadi kekauan pada sendi
d) Klien mengatakan adanya nyeri pada sendi
e) Klien mengatakan sangat lemas
f) Klien bertanya-tanya tentang keadaannya
g) Klien mengatakan susah bergerak
2) Data objektif
a) Klien nampak lemas
b) Wajah nampak meringis
c) Keterbatasan mobilitas
d) Skala nyeri 6 (0-10)
e) Klien nampak cemas
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri
saat mobilisasi.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan
atau absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah.
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pegetahuan tentang
penyakit.
e. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas dan perubahan
bentuk tubuh.
3. Intervensi
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Gangguan Rasa nyeri teratasi 1. Kaji skala nyeri
rasa nyaman dengan 2. Berikan posisi relaks
nyeri Kriteria Hasil: pada pasien
berhubungan 1. Klien tampak 3. Ajarkan teknik distraksi
dengan tidak meringis dan relaksasi
diskontinuitas lagi. 4. Berikan lingkungan
jaringan. 2. Klien tampak yang nyaman, dan
rileks aktifitas hiburan
5. Kolaborasi pemberian
analgesic
2 Gangguan Memberikan 1. Kaji tingkat mobilisasi
mobilitas kenyamanan dan pasien Berikan latihan
fisik melindungi sendi ROM
berhubungan selama masa 2. Anjurkan penggunaan
dengan penyembuhan. alat bantu jika
deformitas Kriteria hasil diperlukan
dan nyeri saat 1. melaporkan 3. Monitor tonus otot
mobilisasi peningkatan 4. Membantu pasien
toleransi untuk imobilisasi baik
aktivitas dari perawat maupun
(termasuk keluarga
aktivitas sehari-
hari)
2. menunjukkan
penurunan tanda
intolerasi
fisiologis,
misalnya nadi,
pernapasan, dan
tekanan darah
masih dalam
rentang normal
3 Perubahan Kebutuhan nutrisi 1. Kaji riwayat nutrisi,
nutrisi kurang terpenuhi termasuk makan yang
dari Kriteria hasil: disukai
kebutuhan 1. Menunujukkan 2. Observasi dan catat
tubuh peningkatan atau masukkan makanan
berhubungan mempertahankan pasien
dengan berat badan 3. Timbang berat badan
kegagalan dengan nilai setiap hari.
untuk laboratorium 4. Berikan makan sedikit
mencerna normal. dengan frekuensi sering
atau ketidak 2. Tidak mengalami dan atau makan
mampuan tanda mal nutrisi. diantara waktu makan
mencerna 3. Menununjukkan 5. Observasi dan catat
makanan perilaku, kejadian mual atau
/absorpsi perubahan pola muntah, flatus dan dan
nutrient yang hidup untuk gejala lain yang
diperlukan meningkatkan berhubungan
untuk dan atau 6. Berikan dan Bantu
pembentukan mempertahankan hygiene mulut yang
sel darah berat badan yang baik: sebelum dan
merah sesuai sesudah makan,
gunakan sikat gigi halus
untuk penyikatan yang
lembut. Berikan
pencuci mulut yang di
encerkan bila mukosa
oral luka.
7. Kolaborasi: pantau hasil
pemeriksaan
laboraturium.
8. Kolaborasi: berikan
obat sesuai indikasi
4 Ansietas Kecemasan pasien 1. Kaji tingkat ansietas
berhubungan teratasi dengan klien
dengan kriteria hasil: 2. Bantu pasien
kurangnya 1. Klien tampak mengungkapkan rasa
pengetahuan rileks cemas atau takutnya
tentang 2. Klien tidak 3. Kaji pengetahuan
penyakit tampak bertanya- Pasien tentang
tanya prosedur yang akan
dijalaninya.
4. Berikan informasi
yang benar tentang
prosedur yang akan
dijalani pasien
5 Gangguan Pasien bisa mengatasi 1. Kaji konsep diri pasien
bodi image body image pasien 2. Kembangkan BHSP
berhubungan dengan pasien
dengan 3. Bantu pasien
deformitas mengungkapkan
dan masalahnya
perubahan 4. Bantu pasien
bentuk tubuh mengatasi masalahnya.
4. Implementasi
5. Evaluasi
Diagnosa Evaluasi
Gangguan rasa nyaman nyeri S: Pasien mengatakan “Sus, saat ini
berhubungan dengan diskontinuitas saya merasa lebih rileks dan bisa
jaringan. tidur dengan nyenyak”.
O: Pasien tidak terlihat meringis
nyeri.
A: Masalah dapat teratasi.
P: Intervensi dihentikan
Gangguan mobilitas fisik S: Pasien berkata bahwa ia sudah
berhubungan dengan deformitas bisa jalan-jalan dengan kruk.
dan nyeri saat mobilisasi. O: Tekanan darah 120/80 mmHg.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Intervensi dilanjutkan.
Perubahan nutrisi kurang dari S: Pasien mengatakan “makanan
kebutuhan tubuh berhubungan saya pagi ini sudah saya habiskan,
dengan kegagalan untuk mencerna Sus”.
atau ketidak mampuan mencerna O: Adanya peningkatan berat
makanan /absorpsi nutrient yang badan.
diperlukan untuk pembentukan sel A: Masalah teratasi sebagian
darah merah P: Intervensi dilanjutkan
Ansietas berhubungan dengan S: Pasien mengatakan “Saya sudah
kurangnya pengetahuan tentang tidak merasa cemas dengan
penyakit. penyakit ini“.
O: Pasien terlihat tenang.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Intervensi dilanjutkan.
Gangguan bodi image berhubungan S: Pasien mengatakan “saya sudah
dengan deformitas dan perubahan dapat menerima kondisi saya saat
bentuk tubuh. ini”.
O: Pasien mulai nampak percaya
diri dengan kondisi saat ini.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Intervensi dilanjutkan.
DAFTAR PUSTAKA
Mansyur arif, dkk (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid II. Penerbit
Buku Aesculapius Fakultas Kedokteran IV, Jakarta