DISUSUN OLEH:
NURHALIMAH SALEH
2004040
PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS
A. KONSEP DASAR
1. ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi Pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang
gaster didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas
mencapai hilus limpa diarah kronio–dorsal dan bagian atas kiri kaput
pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas
yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm,
arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian
kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas.
2. DEFINISI
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Henderina, 2010).
Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan
suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya
peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini
disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin
baik secara absolut maupun relatif (RISKESDAS, 2013).
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks
yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak
dan berkembangnya komplikasi makrovaskular dan neurologis (Riyadi &
Sukarmin, 2008).
Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan
peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana kadar diatur
tingkatannya oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas
(Shadine, 2010).
3. ETIOLOGI
Menurut Bruner dan Suddarth (2013), diabetes mellitus dibagi
menjadi 2, yaitu diabetes mellitus primer dan diabetes mellitus sekunder.
a. Diabetes Mellitus primer disebabkan oleh faktor herediter, obesitas,
kelainan pancreas dan pertambahan usia.
1) Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau diabetes
mellitus tergantung insulin disebabkan oleh destruksi sel beta
pulau langerhens akibat proses auto imun.
2) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau diabetes
mellitus tidak tergantung insulin disebabkan kegagalan relatif sel
beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin sepenuhnya atau
terjadi defisiasi relative insulin ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun
pada rangsangan glukosa bersama dengan bahan terangsang
sekresi insulin lain.
b. Diabetes Mellitus sekunder di sebabkan oleh kelainan hormonal,
karena obat, kelainan insulin dan sindrom genetik. Selain itu juga
terdapat faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes mellitus:
1) Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun.
2) Obesitas dan genetic
Diperkirakan terdapat suatu sifat genetik yang belum
teridentifikasi yang menyebabkan pancreas mengeluarkan insulin
yang berbeda, atau reseptor insulin tidak dapat merespon secara
adekuat terhadap insulin. Hal ini diperkirakan ada kaitannya antara
genetik dan rangsangan berkepanjangan reseptor–reseptor insulin.
3) Malnutrisi disertai kekurangan protein yang nyata
Diduga zat sianida yang terdapat pada cassava atau
singkong yang menjadi sumber karbohidrat di beberapa kawasan
asia dan afrika berperan dalam patogenisnya
4) Riwayat keluarga
Keturunan adalah satu faktor yang berperan dalam diabetes
mellitus, bila kedua orang tua menderita penyakit ini, maka semua
anaknya juga menderita penyakit yang sama.
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut PERKENI (2015), penyakit diabetes melitus ini pada
awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda
awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing
manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah,
dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180
mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung
gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuni semut.
Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan
menjadi 2 yaitu:
1) Kesemutan
2) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
3) Rasa tebal dikulit
4) Kram
5) Mudah mengantuk
6) Mata kabur
7) Biasanya sering ganti kaca mata
8) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
10) Kemampuan seksual menurun
5. PATOFISIOLOGI
Menurut Price dan Sylvia (2012), diabetes Mellitus (DM)
merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh terjadinya
kerusakan pada sel-sel β pulau Langerhans dalam kelenjar pankreas,
sehingga hormon insulin disekresikan dalam jumlah yang sedikit, bahkan
tidak sama sekali. Diabetes mellitus juga dapat disebabkan oleh terjadinya
penurunan sensitifitas reseptor hormon insulin pada sel.
Metabolisme adalah proses pembentukan energi di dalam tubuh.
Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu
bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat
digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormone
yang disekresikan oleh sel–sel beta yang salah satu dari empat tiap sel
dalam pulau–pulau langerhans pankreas. Insulin diumpamakan sebagai
anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel,
untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dioksidasi menjadi energi atau
tenaga.
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel–sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Tidak adanya insulin disebabkan oleh reaksi autoimun yang
disebebkan karena adanya peradangan di sel beta pankreas. Ini
menyebabkan timbulnya reaksi antibodi terhadap sel beta yang disebut
ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen dengan antibodi yang
ditimbulkan menyebabkan hancurnya sel beta.
Menurut Brunner and Suddarth (2013), apabila konsentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar. Akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam
urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diueresis osmotic. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainya mencangkup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam–asam amino serta substansi lain). Namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam–basa (penurunan
pH) tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Keadaan ini disebut asidosis
metabolic yang diakibatkanya dapat menyebabkan tanda–tanda dan gejala
seprti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton,
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma,
bahkan kematian.
Penderita Diabetes Mellitus dapat mengalami perubahan
atherosklerotik pada arteri-arteri besar, perubahan-perubahan ini sama
seperti pada orang non diabetik, insulin berperan utama dalam
memetabolisme lemak atau lipida. Pada penderita Diabetes Mellitus
sering terjadi kelainan lipida. Hiperliproteinemia pada Diabetes mellitus
merupakan akibat dari adanya very low density lipoprotein yang
berlebihan. Pengecilan lumen pembuluh-pembuluh darah besar
membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan dan dapat menyebabkan
iskemia jaringan, sehingga dapat timbul penyakit vaskuler seperti:
penyakit cerebravaskuler, penyakit arteri koroner, sternosis arteri renalis,
vaskuler perifer dan penyakit ekstermitas seperti gangren.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes
tipe II yang tidak terkontrol dapat meimbulkan masalah akut lainnyayang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (HHNK).
Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%), penyakit diabetes
tipe II yang didieritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada
saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu
konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes jangka bertahun–tahun
adalah komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata,
neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi
sebelum diagnosa ditegakan.
6. KLASIFIKASI
a. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan
terjadi karena kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian
Diabetes Association (CDA) 2013 juga menambahkan bahwa
rusaknya sel β pankreas diduga karena proses autoimun, namun hal ini
juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap
ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan diabetes
tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara maju maupun di
negara berkembang (IDF, 2014).
b. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014).
Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset,
yaitu setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar
90% dari penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar
merupakan akibat dari memburuknya faktor risiko seperti kelebihan
berat badan dan kurangnya aktivitas fisik (WHO, 2014).
c. Diabetes gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang
didiagnosis selama kehamilan dengan ditandai dengan hiperglikemia
(kadar glukosa darah di atas normal). Wanita dengan diabetes
gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan
dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih
tinggi di masa depan.
d. Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi
karena adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin
dan mutasi gen serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga
mengakibatkan kegagalan dalam menghasilkan insulin secara teratur
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom hormonal yang dapat
mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu sindrom
chusing, akromegali dan sindrom genetic.
7. KOMPLIKASI
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat
menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain:
a. Komplikasi Metabolik Akut
Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus
terdapat tiga macam yang berhubungan dengan gangguan
keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek, diantaranya:
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul
sebagai komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan
yang kurang tepat.
2) Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan
kadar glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh
sangat menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis
(Soewondo, 2012).
3) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)
Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang
ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum
lebih dari 600 mg/dl (Price & Wilson, 2012).
b. Komplikasi Metabolik Kronik
Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price &
Wilson (2012) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil
(mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar
(makrovaskuler) diantaranya:
1) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu:
a) Kerusakan retina mata (Retinopati) Kerusakan retina mata
(Retinopati) adalah suatu mikroangiopati ditandai dengan
kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil (Pandelaki,
2009).
b) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik) Kerusakan ginjal pada
pasien DM ditandai dengan albuminuria menetap (>300
mg/24jam atau >200 ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan
dalam kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik merupakan
penyebab utama terjadinya gagal ginjal terminal.
c) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik) Neuropati diabetik
merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada
pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada sekelompok
penyakit yang menyerang semua tipe saraf (Subekti, 2009).
2) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien
diabetes yaitu stroke dan risiko jantung koroner.
a) Penyakit jantung koroner
Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM
disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard yang
terkadang tidak disertai dengan nyeri dada atau disebut dengan
SMI (Silent Myocardial Infarction) (Widiastuti, 2012).
b) Penyakit serebrovaskuler
Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan
pasien non-DM untuk terkena penyakit serebrovaskuler.
Gejala yang ditimbulkan menyerupai gejala pada komplikasi
akut DM, seperti adanya keluhan pusing atau vertigo,
gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo (Smeltzer &
Bare, 2008).
c) Penyakit Ateroskerosis
Pembuluh darah normal memiliki lapisan dalam yang
disebut endotelium. Lapisan dalam pembuluh darah ini
membuat sirkulasi darah mengalir lancar. Untuk mencapai
kelancaran ini, endotelium memproduksi Nitrous Oksida lokal
(NO). NO berfungsi untuk melemaskan otot polos di dinding
pembuluh dan mencegah sel-sel darah menempel ke dinding.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penentuan diagnosa diabetes mellitus adalah dengan pemeriksaan
gula darah, menurut Sujono & Sukarmin (2008) antara lain:
a) Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM
>140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau >140 mg/dl
disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.
b) Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk skrining
bukan diagnostik.
c) Gula darah sewaktu <140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan
diagnostik.
d) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1
½ jam < 200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
e) Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO
merupakan kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang
mempengaruhi absorbsi glukosa.
f) Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna.
Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan
menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang yang
berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada
akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Diet
Syarat diet hendaknya dapat:
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan normal
c) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
d) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
Keterangan:
Kurus (underweight): BPR 110%
Normal (ideal): BPR 90% - 110%
Gemuk (overweight): BPR >110%
Obesitas apabila: BPR >120%
Obesitas ringan: BPR 120% -130%
Obesitas sedang: BPR 130% - 140%
Obesitas berat: BPR 140 – 200%
2) Olahraga
Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi
penderita DM adalah:
a) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap
11/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah
jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin
dengan reseptornya
b) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore
c) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen
d) Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein
e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka
olahraga akan dirangsang pembentukan glikogen baru
f) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
3) Edukasi/penyuluhan
Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes
dan pencegahannya. Misalnya mendengarkan pesan dokter,
bertanya pada dokter, mencari artikel mengenai diabetes.
4) Pemberian obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan
dengan cara (edukasi, pengaturan makan, aktivitas fisik) belum
berhasil, bearti harus diberikan obat obatan
5) Pemantauan gula darah
Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin,
bertujuan untuk mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika
dengan melakukan lima pilar diatas mencapai target, tidak akan
terjadi komplikasi.
6) Melakukan perawatan luka
Melakukan tindakan perawatan menganti balutan,
membersihkan luka pada luka kotor
7) Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
8) Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi
hiperhidrasi
9) Mengelola pemberian obat sesuai program
b. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi dengan Insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri
tidak berbeda dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma,
dimulai dari monoterapi untuk terapi kombinasi yang digunakan
dalam mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi
kombinasi oral gagal dalam mengontrol glikemik maka
pengobatan diganti menjadi insulin setiap harinya. Meskipun
aturan pengobatan insulin pada pasien lanjut usia tidak berbeda
dengan pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi dari faktor-faktor
yang meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat menjadi
masalah bagi penderita diabetes pasien lanjut usia. Alat yang
digunakan untuk menentukan dosis insulin yang tepat yaitu
dengan menggunakan jarum suntik insulin premixed atau
predrawn yang dapat digunakan dalam terapi insulin. Lama kerja
insulin beragam antar individu sehingga diperlukan penyesuaian
dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin dan frekuensi
penyuntikannya ditentukan secara individual.
Umumnya pasien diabetes melitus memerlukan insulin
kerja sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja
singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Namun,
karena tidak mudah bagi pasien untuk mencampurnya sendiri,
maka tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R)
dan insulin kerja sedang ,Idealnya insulin digunakan sesuai
dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali
untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin prandial untuk
kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi insulin yang
diberikan dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan penderita
selama terapi insulin mendekati kebutuhan fisiologis.
2) Obat Antidiabetik Oral
a) Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan
OAD generasi kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi
lebih cepat, karena adanya non ionic-binding dengan albumin
sehingga resiko interaksi obat berkurang demikian juga resiko
hiponatremi dan hipoglikemia lebih rendah. Dosis dimulai
dengan dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena
metabolitnya tidak aktif sedangkan 18 metabolit gliburid
bersifat aktif. Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja
metabolit yang lebih pendek atau metabolit tidak aktif yang
lebih sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi
terbaru sulfoniluera ini selain merangsang pelepasan insulin
dari fungsi sel beta pankreas juga memiliki tambahan efek
ekstra pankreatik.
b) Golongan Biguanid
Metformi pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan
hipoglekimia jika digunakan tanpa obat lain, namun harus
digunakan secara hati-hati pada pasien lanjut usia karena dapat
menyebabkan anorexia dan kehilangan berat badan. Pasien
lanjut usia harus memeriksakan kreatinin terlebih dahulu.
Serum kretinin yang rendah disebakan karena massa otot yang
rendah pada orangtua.
c) Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat
alfaglukosidase, suatu enzim pada lapisan sel usus, yang
mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat kompleks.
Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan menghasilkan
penurunan peningkatan glukosa postprandial.Walaupun
kurang efektif dibandingkan golongan obat yang lain, obat
tersebut dapat dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang
mengalami diabetes 19 ringan. Efek samping gastrointestinal
dapat membatasi terapi tetapi juga bermanfaat bagi mereka
yang menderita sembelit. Fungsi hati akan terganggu pada
dosis tinggi, tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah klinis.
d) Thiazolidinediones
Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin
yang baik dan dapat meningkatkan efek insulin dengan
mengaktifkan PPAR alpha reseptor. Rosiglitazone telah
terbukti aman dan efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak
menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada
pasien dengan gagal jantung.
8) Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
9) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas
maupun ereksi seta memberi dampak dalam proses ejakulasi serta
orgasme. Adanya perdangan pada vagina, serta orgasme menurun
dan terjadi impoten pada pria. Risiko lebih tinggi terkena kanker
prostat berhubungan dengan nefropatai.
10) Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang kontruktif/adaptif.
11) Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengarui pola ibadah penderita.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu.
Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa
tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu
akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
2) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau
sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
3) Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi
pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP
(Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2O.
4) Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic
pernafasan cepat dan dalam.
5) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
6) Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
7) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
8) Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa
kesemutan
9) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri,
bisa terasa baal
10) Pemeriksaan Neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative (CMC)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi
insulin
b. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik
c. Risiko Infeksi berhubungan diabetes mellitus
d. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan Manajemen hiperglikemia
kadar glukosa tindakan keperawatan 1. Identifikasi
darah diharapkan kemungkinan penyebab
berhubungan kestabilan kadar hiperglikemia
dengan glukosa darah 2. Monitor kadar glukosa
resistensi meningkat dengan darah, jika perlu
insulin kriteria hasil: 3. Monitor tanda dan gejala
1. Pusing menurun hiperglikemia (mis,
2. Lelah/lesu polyuria, polydipsia,
menurun polifagia, kelemahan,
3. Kadar glukosa malaise, pandangan
darag membaik kabur, sakit kepala)
4. Perilaku 4. Konsultasi dengan medis
membaik jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
5. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
6. Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
7. Ajarkan pengelolaan
diabetes (mis,
penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantua
professional kesehatan.
8. Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
dengan agen diharapkan tingkat karakteristik, durasi,
cedera fisik nyeri menurun frekuensi, kualitas,
dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
menurun 3. Pertimbangkan jenis dan
2. Mual menurun sumber nyeri dalam
3. Focus membaik pemilihan strategi
meredakan nyeri
4. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
5. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
6. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
7. Kolaborasi pemberian
analgetik
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
berhubungan tindakan keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala
dengan diharapkan tingkat infeksi local dan sistemik
diabetes infeksi menurun 2. Cuci tangan sebelum dan
melitus dengan kriteria hasil: sesudah kontak dengan
1. Cairan berbau psien dan lingkungan
busuk menurun pasien
2. Periode malaise 3. Pertahankan teknik
menurun aseptic pada pasien
3. Kultur area luka berisiko tinggi
membaik 4. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
5. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka
6. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4 Intoleransi Setelah dilakukan Terapi aktivitas
aktivitas tindakan keperawatan 1. Identifikasi deficit
berhubungan diharapkan toleransi tingkat aktivitas
dengan aktivitas meningkat 2. Koordinasikan pemilihan
imobilitas dengan kriteria hasil: aktivitas sesuai usia
1. Kemudahan 3. Ajarkan cara melakukan
dalam melakukan aktivitas yang dipilih
aktivitas sehari- 4. Anjurkan keluarga untuk
hari meningkat memberi penguatan
2. Keluhan lelah positif atas partisipasi
menurun dalam aktivitas
5. Kolaborasi dengan
terapis okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien
dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang
dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan
(Nursalam, 2011).
5. Evaluasi
Menurut Nursalam (2011), evaluasi keperawatan terdiri dari dua
jenis yaitu:
a. Evaluasi formatif, evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana
evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif, merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
PPNI, DPP SDKI Pokja Tim. 2018. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI, DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI
Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC