Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PAJAK DAN

PPH PASAL 21

MATA KULIAH PERPAJAKAN

OLEH:

MARLIATI
1910078201212

DOSEN PENGAMPU : HELMI EDISA, SE, MM

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

NUSANTARA SAKTI (STIA-NUSA)

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur Penulis panjatkan pada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
Penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Pajak Di Indonesia”. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan.
Penulis berterima kasih kepada Bapak Helmi Edisa,SE,MM , selaku dosen mata
kuliah Perpajakan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan
serta menambah pengetahuan kita tentang Perpajakan. Penulis juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Untuk itu Penulis berharap adanya saran dan kritikan yang
membangun demi perbaikan makalah ini untuk masa yang akan datang.
Demikianlah kata pengantar dari Penulis, semoga makalah ini dapat berguna dan
dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya. Penulis mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata di dalam makalah ini. Sekian dan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Sungai Penuh, Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.............................................................................................

B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................

C. TUJUAN PENULISAN...........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. PAJAK.....................................................................................................................

B. PPH PASAL 21.......................................................................................................

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN .......................................................................................................

B. SARAN...................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan sistem

tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya

pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh)

terutang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai

kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu

seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat

dan sebagainya. Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan

Negara. PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,

honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun

sehubungan dengan  pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh

wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam perumusan masalah ini penulis akan merumuskan tentang:

1. Menjelaskan tentang PAJAK

2. Menjelaskan tentang PPH pasal 21

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. mengetahui pengertian pajak penghasilan pph pasal 21

2. menambah wawasan kepada pembaca tentang dasar pengenaan dan pemotongan

pasal pph 21

3. penghitungan pajak penghasilan pasal 21


BAB II

PEMBAHASAN

A. PAJAK

1. Pengertian Pajak

Pajak didefinisikan dengan iuran kepada Negara terutang oleh yang wajib

membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi

kembali, langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelanggarakan

pemerintahan.

Pajak merupakan iuran yang dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan

pelaksanaan pemungutan pajak yang mengisyaratkan adanya alih dana dari sektor

swasta (wajib pajak yang membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak

pemerintah) dan diperuntukan bagi keperluan pembiyaan umum pemerintah dalam

rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.

Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling utama dan yang paling

besar pada APBN.Pajak merupakan sumber yang sangat penting dalam memenuhi

dan menunjang kebutuhan negara. Oleh karena itu, dalam mensukseskan

penerimaan pajak perlu adanya kesadaran dari berbagai pihak , terutama para wajib

pajak untuk membayar pajak. Perkembangan dunia perpajakan dapat dilihat dari

reformasi perpajakan dan meningkatnya penerimaan dari sektor perpajakan yang

dapat dilihat dalam APBN dan APBD.Negara semakin memiliki tuntutan untuk

meningkatkan penerimaan negara demi kemandirian negara dalam membiayai


seluruh pengeluarannya. Apabila Indonesia ingin merealisasikan tujuan negara yang

tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, maka negara harus melaksanakan

pembangunan dari berbagai bidang yang membutuhkan dana yang besar jumlahnya,

yang berarti bahwa pajak yang diterima juga harus semakin besar pula. Dan untuk

itu penerimaan dari pajak harus terus ditingkatkan.

2. Jenis-jenis Pajak

Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak

Pusat dan Pajak Daerah.Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh

Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal

Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang

dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun

Kabupaten/Kota.Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak

meliputi :

1. Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang

dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis

yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat

digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan
dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa

keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak di dalam Daerah Pabean.Orang Pribadi, perusahaan, maupun

pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak

dikenakan PPN.Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena

Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang

PPN.Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%.Dalam hal ekspor, tarif PPN

adalah 0%.Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia

yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.

3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)

Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong

mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak

yang tergolong mewah adalah :

a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok

b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu

c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat

berpenghasilan tinggi

d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status

e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta

mengganggu ketertiban masyarakat


4. Bea Meterai

Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian,

akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat

jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan

atau bangunan.PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh

realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi

maupun Kabupaten/Kota.

6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan.Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah

Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada

Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan

ketentuan.

  Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun

Kabupaten/Kota antara lain meliputi :

1. Pajak Propinsi

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor


d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

2. Pajak Kabupaten/Kota

Pajak Hotel

Pajak Restoran

Pajak Hiburan

Pajak Reklame

Pajak Penerangan Jalan

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

Pajak Parkir

B. PPH PASAL 21

1.  Pengertian PPh Pasal 21

PPhPasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah,

honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan

dengan pekerjaan atau jabatan atau sebagai imbalan atas jasa. Subjek Pajak PPh

Pasal 21 (Wajib Pajak PPh Pasal 21) Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21

adalah orang pribadi yang merupakan:

a. Pegawai, karyawan atau karyawati tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada

pemberi kerja dan atas jasanya itu ia memperoleh gaji dalam jumlah tertentu

secara berkala.

b. Pegawai, karyawan atau karyawati lepas adalah orang pribadi yang berkeja

untuk pemberi kerja dan hanya menerima upah jika ia bekerja.


c. Penerima honorarium adalah orang pribadi atau sekelompok orang pribadi yang

memberikan jasanya, dan atas jasanya ia memperoleh imbalan tertentu sesuai

dengan jasa yang diberikan.

d. Penerima upah adalah orang pribadi yang atas jasanya ia memperoleh upah,

seperti upah harian, upah borongan, upah satuan dll.

Yang tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 yaitu:

a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing

dan orang– orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan

bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara

Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di

luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan

memberikan perlakuan timbal balik. 

b.  Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1)

huruf c Undang– Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri

Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan

usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari

Indonesia. Pemotong PajakPenghasilan Pasal 21 Pemotong PPh pasal 21 adalah

setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983

tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun

2000 dan terakhir UU No 36 tahun 2008 untuk memotong PPh Pasal 21.

Termasuk pemotong PPh Pasal 21 dalam peraturan Menteri Keuangan No.

252/KMK.03/2008 adalah: Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan

badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang
membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama

dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau

jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

c. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang

kas yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain

dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau

jabatan, jasa dan kegiatan. 

2. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 terbaru adalah sebagai berikut:

a. Penghasilan kena pajak yang berlaku bagi:

 Pegawai tetap.

 Penerima pensiun berkala.

 Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah

kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah

melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

 Bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, yang menerima

imbalan bersifat berkesinambungan. 

b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) sehari,

yang berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang menerima

upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang

penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender

telah melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).


c. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi bukan

pegawai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No.

PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak bersifat

berkesinambungan.

d. Jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan selain

penerima penghasilan di atas.

e. Dasar  Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 26 adalah jumlah penghasilan

bruto.

3. Pemotong PPh Pasal 21

Pemotong pajak yang memotong PPh Pasal 21 adalah:

a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.

b. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah.

c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(Jamsostek), PT Taspen, PT Asabri.

d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga

ahli, orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan,

dan magang.

e. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

f. Penyelenggara kegiatan.

Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 adalah:

a. Pegawai tetap.
b. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola

proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor

MLM/direct selling dan kegiatan sejenis.

c. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli

warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.

d. Penerima honorarium.

e. Penerima upah.

f. Tenaga ahli ( Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris,

Penilai, dan Aktuaris ).

g. Peserta Kegiatan.

4. Penerima Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21

a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing,

dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan

bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:

1) Bukan warga negara Indonesia dan

2) Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar

jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan

memberikan perlakuan timbal balik;

b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan

Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak

menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh

penghasilan di Indonesia.
5. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun

secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk

honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi

bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan

isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan

khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun,

tunjangan pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang dibayar pemberi

kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apa pun.

b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau

mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi,

tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi

tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap.

c. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima

atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku

harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan, atau

pemagangan yang merupakan calon pegawai.

d. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang

pesangon, dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan

hubungan kerja.

e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam

bentuk apa pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib

Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri atas:

1) Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris,

Penilai, dan Aktuaris).

2) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang

sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model,

peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan

seniman lainnya.

3) Olahragawan.

4) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.

5) Pengarang, peneliti, dan penerjemah.

6) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem

aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial.

7) Agen iklan.

8) Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu

kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat.

9) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan.

10) Peserta perlombaan.

11) Petugas penjaja barang dagangan.

12) Petugas dinas luar asuransi.

13) Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan

sebagai calon pegawai.


f. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan

sejenis lainnya.

g. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan

honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh

Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-

tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh

pensiunan termasuk janda/duda atau anak-anaknya.

6. Yang Tidak Termasuk Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

a. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi

kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.

b. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apa pun

yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh

bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakanPajak

Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan

berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).

c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah

disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan

penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.

d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga

amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

e. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 3 ayat 1 UU PPh).

Ketentuannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

246/PMK.03/2008:
Penerima harus memenuhi dua syarat, yaitu:

1) Penerima adalah Warga Negara Indonesia, dan

2) Pendidikan berada di Indonesia.

Ketentuan Lainnya :

1. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik

diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada

orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun,

penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana

pensiun.

2. Pemotong PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21

tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk

penerima pensiun bulanan dalam waktu dua bulan setelah tahun takwim

berakhir.

3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun

takwim, maka Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2) diberikan

oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang

bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.

4. Penerima penghasilan wajib menyerahkan surat pernyataan kepada

Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga

pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi Subyek Pajak

dalam negeri.

7. PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


Tarif dan Penerapannya:

a. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan

calon pegawai, serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis,

dikenakan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan

Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:

1) Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari

penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000

sebulan); dikurangi iuran pensiun/iuran jaminan hari tua, dikurangi

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

2) Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun

(5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000 setahun atau Rp

200.000 sebulan); dikurangi PTKP.

3) Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai: Penghasilan bruto

dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang

disetahunkan.

4) Distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis: penghasilan bruto

tiap bulan dikurangi PTKP per bulan.

b. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa,

dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya

dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan

jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem,

gratifikasi, bonus; peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana

pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan

dengan penghasilan bruto.


c. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek,

dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif berdasarkan

Pasal 17 Undang-undang PPh x 50% dari perkiraan penghasilan bruto

dikurangi PTKP perbulan.

d. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta

pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah

satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp

150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp

1.320.000 atau tidak dibayarkan secara bulanan, maka PPhPasal 21 yang

terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan

bruto setelah dikurangi Rp 150.000. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya

melebihi Rp 1.320.000, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk

satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima

penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.

e. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari

Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarifPPh final sebagai berikut:

1) 5% dari penghasilan bruto di atas Rp 25.000.000 s.d. Rp 50.000.000.

2) 10% dari penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 s.d. Rp 100.000.000.

3) 15% dari penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 s.d. Rp 200.000.000.

4) 25% dari penghasilan bruto di atas Rp 200.000.000.

f. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/Polri yang menerima honorarium dan

imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau

Keuangan Daerah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif 15% dari penghasilan
bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. II/d ke

bawah, anggota TNI/Polri berpangkat Peltu atau Aiptu ke bawah.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa: PPh Pasal 21 merupakan

pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran

lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau

jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam

negeri. Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang

diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana

telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000 dan terbarupada tahun 2013 untuk

memotong PPh Pasal 21.

B. Saran

Dari uraian pembahasan di atas penulis menyarankan kepada pembaca sekalian

agar manfaat dari pembahasan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat

memberikan wawasan positif. Dimana sisi positif dari uraian tersebut bisa dijadikan

sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang Pajak Penghasilan Pasal 21

tersebut dan sisi kurang baiknya bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk

menjadi lebih baik lagi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dari

pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Supramono, SE., MBA., DBA & Theresia Woro Damayanti SE, Perpajakan

Indonesia- Mekanisme dan Perhitungan , 2010, Yogyakarta :CV. Andi Offset

Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, 2005, Jakarta :  Yayasan Obor Indonesia

http://www.pajak.go.id/content/article/cara-penghitungan-pph-pasal-21-terbaru

https://sites.google.com/site/referensipajak/Contoh-cara-menghitung-pajak-penghasilan-

PPh-pasal-21-Pegawai-Tetap-berNPWP-TidakberNPWP-Dengan-Gaji-

Bulanan/Contoh-Cara-Menghitung-Pajak-Penghasilan-PPh-Pasal-21-Pegawai-

Tetap-Penerima-Uang-Pensiun-Manfaat-Pensiun-Tunjangan-Jaminan-Hari-Tua-

Pesangon-Diterima-Bertahap-Sekaligus

Anda mungkin juga menyukai