Saraf dipotong proksimal dari tempat pemotongan tulang. Harus benar-benar diperhatikan agar
ujung saraf yang terpotong tidak mendapatkan tekanan karena tumpuan berat badan. Tulang
dipotong pada tempat yang telah ditentukan. Pada amputasi transtibial bagian depan tibia
biasanya dibuat serong dan dikikir agar terbentuk tepi yang halus dan membulat. Fibula dipotong
3 cm lebih pendek. Pembuluh darah utama diikat, dan setiap sumber perdarahan diikat dengan
baik. Pada closed amputation kulit dijahit tanpa tegangan, drain dipasang dan kemudian stump
dibalut erat. Jika terbentuk hematoma, ini harus segera dievakuasi. Pembalutan berulang dengan
pembalut elastis dilakukan untuk membantu pengerutan stump dan menciptakan bentuk ujung
yang konikal. Otot-ortot harus tetap dilatih, sendi tetap dijaga agar bergerak dan pasien diajarkan
untuk menggunakan prosthesisnya.
C. indikasi
Indikasi amputasi dikenal dengan 3D.
1. Dead (dying), penyakit pembuluh darah perifer bertanggung jawab terhadap hampir 90% dari
seluruh amputasi. Penyebab lainnya adalah trauma parah, luka bakar, dan frost bite.
2. Dangerous, penyakit yang tergolong berbahaya adalah tumor ganas, sepsis yang potensial lethal
dan crush injury. Pada crush injury pelepasan torniquet atau penekanan lain akan berakibat pada
kegagalan ginjal (crush syndrome).
3.
Damn nulsance, adalah keadaan dimana mempertahankan anggota gerak dapat lebih buruk
daripada tidak mempunyai anggota gerak sama sekali. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh
nyeri, malformasi berat, sepsis berulang atau kehilangan fungsi yang berat. Kombinasi antara
deformitaas dan kehilangan sensasi khususnya merupakan masalah yang berat dan pada alat
gerak bawah cenderung untuk menyebabkan ulserasi karena tekanan.
Indikasi lain dilaksanakannya bedah amputasi adalah karena:
1.
Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien dengan
artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti terbakar,
tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan kongenital.
D. Tingkatan Amputasi
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan dengan
aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang
melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang
menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada
ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu :
a) Amputasi dibawah lutut (below knee amputation). Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu
amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.
b)
Amputasi diatas lutut. Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien
dengan penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil
dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4.
Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta
melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama
diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5.
Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket
dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari
stump sehingga tertanam di dalam otot.
6.
Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya
ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi
terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
E. Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi. Ada 2 cara
perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing.
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu
memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila tidak
diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi
stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol.
Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah
7 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 3 minggu, setelah stump sembuh dan
mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia,
kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta
kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid
dressing dibuka pada hari ke 7 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan
cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing.
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang rapi
dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan
elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi
dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump
tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain
dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan
secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada
hari ke 10 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak
meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya
kontraktur.
F. Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh.
Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme,
maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan
intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan
oedema.Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan
yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran
ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
a) Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif
kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b) Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan
perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena
latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c) Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus
cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a) Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada
keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b) Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian
diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c) Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga
darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah
darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah
menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a) Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi
sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan
terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b) Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan.
Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c) Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d) Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a) Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b) Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi
kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan
orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan
sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine
sehingga dapat menyebabkan :
Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat
menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan
sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini
dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
Kasus pasien amputasi karena Ulkus Diabetik
Ny. A (55 th) masuk RS.BMC pada tanggal 1 Maret 2011, dengan keluhan luka pada telapak kaki
kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengatakan luka itu timbul
karena tusukan paku yang tidak disadarinya. Akhirnya luka yang ditimbulkan oleh tusukan paku
itu makin lama makin membesar. Ny. A menggunakan sejenis daun-daunan untuk mengobati
lukanya, dia juga mengorek-ngorek luka tersebut, dan akhirnya luka itu semakin parah. Di
Rumah sakit dokter menyarankan agar Ny. A melakukan amputasi pada kaki sebelah kanannya,
karena ulkus pada kaki pasien sudah membusuk, dan saraf di sekitar telapak kaki kanan juga
tidak berfungsi lagi. Pengkajian yang dilakukan sebelum pasien diamputasi didapatkan data
subjektif bahwa klien tidak bias tidur karena gelisah dan takut akan menjalani amputasi. Klien
juga mengeluh tidak nafsu makan, dan BB klien turun.
Pengkajian yang dilakukan oleh mahasiswa PSIK pada tanggal 27 Maret 2011 setelah Ny. A
melakukan amputasi, pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan yang diamputasi,dan terlihat
kemerahan disekitar bekas amputasi tersebut. Ny. A juga merasa malu dengan kondisinya saat
ini, ia mengatakan bagaimana melaksanakan perannya dalam keluarga sementara ia telah
kehilangan kaki kanannya.
Riwayat Kesehatan klien
1. Riwayat kesehatan sekarang
Ny. A mengeluh luka pada telapak kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 1 bulan yang
lalu.sebelum diamputasi Ny. A mengeluh tidak bisa tidur karena gelisah dan takut akan menjalani
amputasi. Klien juga mengeluh tidak nafsu makan, dan BB klien turun.
Saat pengkajian setelah diamputasi, pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan yang diamputasi, ,
terlihat kemerahan disekitar bekas amputasi tersebut. Dan Ny. A juga merasa malu dengan
kondisinya saat ini.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah pasien pernah mengalami luka yang sama, dan kaji apakah pasien memiliki riwayat
penyakit lain seperti kolesterol tinggi atau hipertensi.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada keluarga pasien yang menderita DM atau penyakit degenerative lainnya.
Pemeriksaan Fisik
Sistem Tubuh
Integumen:
Kegiatan
Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi
Lokasi amputasi mungkin mengalami peradangan atau kondisi
Lokasi amputasi
Kardiovaskuler
Cardio reserve
Pembuluh darah
jantung.
Mengkaji kemungkinan arteriosklerosis melalui penilaian
Respirasi
Urin
Neurologis
muskuloskeletal
NOC
NIC
Hasil yang 1. Kontrol infeksi
disarankan:
Integritas
perlindungan
diameter
Tindakan :
kelas 1: infeksi
jalan masuk.
Konsekuensi
keadaan yang
organisme patogen
tak bergerak :
digunakan pasien.
faktor risiko
Fisiologi
penyakit kronis
ketidakadekuatan pertahanan
sekunder (cth: penurunan Hb,
leucopenia, penekanan respon
Pengetahuan
: Kontrol
infeksi
Status nutrisi
Kontrol
resiko
yang umum.
Deteksi
resiko
Integritas
jaringan :
dengan tepat.
Kulit dan
selaput lendir
inflamatori)
peningkatan
paparan
Kebiasaan
Penyembuha
n luka:
Tujuan utama
Penyembuha
n luka:
pengobatan :
Sakit atau
Tujuan kedua
Ajarkan pasien dan keluarga tentang tandatanda dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya pada tim kesehatan.
2.
Meningkatkan istirahat.
2. Intoleransi aktivitas
Domain 4: Aktivitas/istirahat
Kelas 4: respon
kardiovaskuler/ respon
pulmonary
Defenisi: energi fisiologis atau
Ketidaknyamanan
Laporan verbal terhadap
kelelahan
Laporan verbal terhadap
weakness
Outcome
Domain 6:Persepsi/kognitif
yang
Definisi:
disarankan:
Definisi:
1.
Kebingungan dalam gambaran
mental dari seseorang fisik diri
.
Batasan karakteristik:
Ketidaktauan tentang salah
2.
satu bagian tubuh
Kebiasaan menghindari
bagian tubuh
Kebiasaan memantau bagian
tubuh
Respon nonverbal terhadap
perubahan tubuh yang
actual(contoh:bentuk,strukture
dan fungsi)
Respon nonverbal terhadap
penerimaan perubahan
tubuh(contoh bentuk,struktur
dan fungsi)
Menyembunyikan bagian
tubuh tanpa disengaja
Terlalu mengekspos bagian
tubuh tanpa disengaja
Tidak menyentuh bagian
tubuh
Adaptasi
terhadap
Aktivitas:
4. Nyeri akut
Outcome
yang
disarankan
Manajemen Nyeri
Indicator :
Mengakui
faktor kausal
Mengakui
onset nyeri
pada pasien.
Menggunaka
n langkah-
akhir diantisipasi/diprediksi
langkah
pencegahan
batasan karakteristik
Menggunaka
n langkah-
langkah
bantuan non-
analgesik
n analgesik
jawab peran).
yang tepat
mendesah
Menjaga prilaku
2. Tingkat
ketidaknyamanan.