Di susun oleh :
FEPRIYANI
(14.401.19.023)
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelasaikan makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN APPENDISITIS”.
Makalah ini kami buat bertujuan untuk menjelaskan materi tentang asuhan
keperawatan pada pasien stroke. Dengan adanya makalah ini di harapkan mahasiswa lain
dapat memahami materi asuhan keperawatan pada pasien appendixitis dengan baik.
Makalah ini kami buat dengan semaksimal mungkin walaupun kami menyadari masih
banyak kekurangan yang harus kami perbaiki. Oleh karena itu kami mengharapkan saran
ataupun kritik dan yang sifatnya membangun demi tercapainya suatu kesempurnaan
makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca maupun kami.
Penulis
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini
biasanya mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. [ CITATION Har12 \l
1057 ]
Apendiks vermiformis merupakan suatu struktur berbentuk seperti
jari yang menempel pada sekum pada kuadran kanan bawah abdomen.
Walaupun apendiks vermiformis diketahui tidak mempunyai fungsi apapun,
ia dapat meradang dan menimbulkan penyakit, yang disebut apendisitis.
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada apendiks vermiformis atau
umbai cacing. Bila apendisitis tidak ditangani, dapat menyebabkan peritonitis
dan juga berisiko terjadinya perforasi [ CITATION Har12 \l 1057 ].
Apendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang
terjadi pada apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi
pada lumen apendiks. Gejala yang pertama kali dirasakan pada umumnya
adalah berupa nyeri pada perut kuadran kanan bawah. Selain itu mual dan
muntah sering terjadi beberapa jam setelah muncul nyeri, yang berakibat pada
penurunan nafsu makan sehingga dapat menyebabkan anoreksia [ CITATION Har12 \l
1057 ].
2. Etiologi
Obstruksi atau penyumbatan pada lumen apendiks menyebabkan
radang apendiks. Lendir kembali dalam lumen apendiks menyebabkan bakteri
yang biasanya hidup di dalam apendiks bertambah banyak. Akibatnya
apendiks membengkak dan menjadi terinfeksi [ CITATION Ban12 \l 1057 ] . adapun
faktor prediposisi apendicitis yaitu :
1) Faktor yang sering terjadi adalah obstruksi lumen .Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid , ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya fekolit dalam lumen apendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian.
d. Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2) Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.coli dan streptococcus.
3) Laki-laki lebih banyak dari wanita .Yang terbanyak pada umur 15_30 tahun
( remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
4) Tergantung pada bentuk apendiks :
a. Apendiks yang terlalu panjang
b. Massa apendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limfoid dalam lumen apendiks
d. Kelainan katup dipangkal apendiks
4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limpoid, fekalit, banda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut
akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium. Apabila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat . Hal tersebut akan mengakibatkan obstruksi vena , edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding .
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuraktif akut. Apabila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infrak dinding
apendiks yang diikuti dengan gengren. Stadium tersebut disebut apendisitis
gangrenosa. Apabila dinding yang rapuh itu pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
Apabila proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis.
Oleh karena itu tindakan yang paling tepat adalah apendiktomi. Jika tidak
dilakukan tindakan segera mungkin maka peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.
PATHWAY
[ CITATION Placeholder1 \l 1057 ]
Obstruksi
Mukosa terbendung
Apendiks teregang
Peningkatan leukosit
peritonitis dan suhu tubuh Pembengkakan dan
iskemia
Hipertermi
perforasi
Pembedahan
operasi
Peningkatan stimulasi
peritonium ansietas
Luka insisi
Resiko perdarahan
nausea
5. Klasifikasi
Berdasarkan Durasi (Waktu terjadinya), nyeri terbagi menjadi dua meliputi :
a. Apendisitis Akut
Apendisitis akut adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteria dan faktor
pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu hyperplasia
jaringan limf, fikalit (tinja/batu).Tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasite
(E.histolytica).
Beberapa pustaka lain mengatakan nyeri akut yaitu kurang dari 12 minggu.
Nyeri 6-12 minggu adalah nyeri sub akut dan nyeri diatas 12 minggu disebut nyeri
kronis [ CITATION Awa15 \l 1057 ].
b. Nyeri rekurens
Apendiks rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah
yang mendorong dilakukannya apendiktomi.Kelainan ini terjadi bila serangan
apendiks yang pertama kali sembuh spontan. Namun apendiks ini tidak pernah
kembali kebentuk aslinya karena fibrosis dan jaringan parut.
c. Nyeri kronis
Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopis dan mikroskopis
(fibrosis menyeluruh didinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik) dan
keluhan menghilang setelah apendiktomi.[ CITATION Awa15 \l 1057 ].
6) Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Leukosit normal atau meningkat (bila lanji'mut umumnya
leukositosis >10000/mm3)
b) Hitung jenis : segmen lebih banyak
c) LED meningkat (pada appendicitis infiltrate)
2) Rongent : apendicogram hasil positif berupa : Non-filling, Partial
filling, Mouse tail dan cut off
3) Radiologi
Pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendik. Sedang pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran dari sekum [ CITATION Har12 \l 1057 ].
7) Penatalaksanaan
a. Sebelum operasi
1. Pemantauan Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan
gejala apendisitis sering kali belum jelas, dalam keadaan ini
pemantauan ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah
baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila
dicurigai adanya appendixitis ataupun perioritas lainnya.
Pemeriksaan abdomen, rektal dan pemeriksaan darah (leukosit dan
hitung jenis) diulang secara berkala, foto abdomen dan toraks
tegak dilakukan untuk mencari memungkinan adanya penyulit lain
Pada kebanyakan kasus, diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan
nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya
keluhan.
2. Antibiotik
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu di berikan
antibiotik, kecuali appendixitis ganggrenosa atau appendixitis
perporasi. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic
dapat mengakibatkan abses atau perporasi
b. Operasi
1) Apendiktomi.
2) Appendiks di buang, jika appendiks mengalami perporasi bebas.
3) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin
berkurang, atau mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3bulan.
c. Pasca Operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan,
angkat sonde lambung, bila pasien sudah sadar, sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah, baringkan pasien dalam posisi fowler.
Pasien dikatakan membaik bila dalam 12 jam tidak terdapat masalah,
dan puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari
setelah operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di luar
kamar.
Hari ke tujuh jahitan diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi[ CITATION PPN16 \l 1057 ].
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Mengeluh nyeri
Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersifat protektif ( mis, waspada , posisi menghindari nyeri )
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
Objektif
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaukoma
b. Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intrabdominal [ CITATION
PPN16 \l 1057 ].
Definisi : Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan atau
lambung yang dapat mengakibatkan muntah
Penyebab :
1) Gangguan biokimiawi (mis, uremia, ketoasidosis
metabolik)
2) Gangguan esofagus
3) Distensi lambung
4) Iritasi lambung
5) Gangguan pankreas
6) Peningkatan tekanan intrabdominal
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Mengeluh mual
2) Merasa ingin muntah
3) Tidak berminat makan
Objektif
(tidak tersedia)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1) Merasa asam di mulut
2) Sensasi panas/dingin
3) Sering menelan
Objektif
1) Saliva meningkat
2) Pucat
3) Diaforesis
4) Takikardi
5) Pupil dilatasi
Kondisi Klinis
1) Meningitis
2) Labirinitis
3) Uremia
4) Ulkus peptikum
5) Penyakit esofagus
PENUTUP
A. Kesimpulaan
Dari pengertian diatas dapat simpulkan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam
salah satu organ sistem pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada sekum
yang berfungsi sebagai imun. Apendisistis merupakan inflamasi akut pada apendiks yang
disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor atau benda asing di dalam tubuh,
namun ulserasi mukosa oleh parasit E.
Histolytica juga dapat menyebabkan apendisitis. Gaya hidup individu pun dapat
menyebabkan terjadinya apendisitis, kebiasaan individu mengkonsumsi makanan rendah
serat dapat menyebabkan konstipasi yang akan menyebabkan meningkatnya tekanan
intraluminal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan terjadilah apendisitis.
B. Saran
Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memahami konsep dasar penyakit
apendisitis yang berguna bagi profesi dan orang sekitar kita. Bagi masyarakat diharapkan
dapat memanfaatkan makalah ini untuk menambah pengetahuan tentang
penyakit apendisitis.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mutaqqin & Kumala Sari. (2013). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Awan & Arini. (2015). Panduan Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Bansal et al. (2012). Laporan Apendicitis. American Journal Of Surgery: American Journal.
Dr. dr. Adeodatus Yuda Handaya spB-KBD. (2017). 31 Penyakit Bedah Saluran Cerna (Digestif).
Yogyakarta: Rapha Publishing.
Dr. H. Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta Timur: CV. Trans Info Medika.
Haryono. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Kasron & Susilowati. (2018). Buku Ajar Anatomi dan Gangguan Sistem Pencernaan. Jakarta: CV.
Trans Info Media.
Nurarif H. A & Hardi Kusuma. (2013). Ilmu Penyakit . Jakarta: Salemba Medika.
PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.