Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN APENDISITIS DI RUANG IGD


RSD dr. SOEBANDI

Di susun oleh :
FEPRIYANI
(14.401.19.023)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PRODI DIII KEPERAWATAN
KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelasaikan makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN APPENDISITIS”.

Makalah ini kami buat bertujuan untuk menjelaskan materi tentang asuhan
keperawatan pada pasien stroke. Dengan adanya makalah ini di harapkan mahasiswa lain
dapat memahami materi asuhan keperawatan pada pasien appendixitis dengan baik.
Makalah ini kami buat dengan semaksimal mungkin walaupun kami menyadari masih
banyak kekurangan yang harus kami perbaiki. Oleh karena itu kami mengharapkan saran
ataupun kritik dan yang sifatnya membangun demi tercapainya suatu kesempurnaan
makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca maupun kami.

Jember, 19 Desember 2021

Penulis
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini
biasanya mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. [ CITATION Har12 \l
1057 ]
Apendiks vermiformis merupakan suatu struktur berbentuk seperti
jari yang menempel pada sekum pada kuadran kanan bawah abdomen.
Walaupun apendiks vermiformis diketahui tidak mempunyai fungsi apapun,
ia dapat meradang dan menimbulkan penyakit, yang disebut apendisitis.
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada apendiks vermiformis atau
umbai cacing. Bila apendisitis tidak ditangani, dapat menyebabkan peritonitis
dan juga berisiko terjadinya perforasi [ CITATION Har12 \l 1057 ].
Apendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang
terjadi pada apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi
pada lumen apendiks. Gejala yang pertama kali dirasakan pada umumnya
adalah berupa nyeri pada perut kuadran kanan bawah. Selain itu mual dan
muntah sering terjadi beberapa jam setelah muncul nyeri, yang berakibat pada
penurunan nafsu makan sehingga dapat menyebabkan anoreksia [ CITATION Har12 \l
1057 ].

2. Etiologi
Obstruksi atau penyumbatan pada lumen apendiks menyebabkan
radang apendiks. Lendir kembali dalam lumen apendiks menyebabkan bakteri
yang biasanya hidup di dalam apendiks bertambah banyak. Akibatnya
apendiks membengkak dan menjadi terinfeksi [ CITATION Ban12 \l 1057 ] . adapun
faktor prediposisi apendicitis yaitu :
1) Faktor yang sering terjadi adalah obstruksi lumen .Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid , ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya fekolit dalam lumen apendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian.
d. Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2) Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.coli dan streptococcus.
3) Laki-laki lebih banyak dari wanita .Yang terbanyak pada umur 15_30 tahun
( remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
4) Tergantung pada bentuk apendiks :
a. Apendiks yang terlalu panjang
b. Massa apendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limfoid dalam lumen apendiks
d. Kelainan katup dipangkal apendiks

3. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala dari apendisitis yaitu :
a. Nyeri, kram di daerah perumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
b. Demam tinggi
c. Mual, Muntah
d. Malaise
e. Anoreksia
f. Nyeri tekan local pada titik Mc Burney
g. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan)
h. Kontisipasi
i. Kadang-kadang disertai diare
j. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali
k. Nyeri bertambah parah jika dipakai untuk beraktifitas (berjalan, batuk dan
mengedan) [ CITATION Har12 \l 1057 ].
Manifestasi Klinis :
Gejala yang khas merupakan gejala klasik appendicitis adalah nyeri samar (nyeri
tumpul) di daerah epigastrum di sekitar umbilicus atau periumbilikus. Keluhan
biasanya ditandai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya
nafsu makan menurun. Kemudian setelah beberapa saat, nyeri akan beralih ke
kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih parah dan
jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatis setempat. Namun terkadang, tidak
dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrum, tetapi terdapat kontisipasi sehingga
penderita merasa memerlukan obat pencahar.Tindakan ini di anggap berbahaya
Karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai
dengan demam derajat rendah sekitar 37,5-38,5 derajat celcius [ CITATION Nur13 \l
1057 ].

4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limpoid, fekalit, banda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut
akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium. Apabila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat . Hal tersebut akan mengakibatkan obstruksi vena , edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding .
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuraktif akut. Apabila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infrak dinding
apendiks yang diikuti dengan gengren. Stadium tersebut disebut apendisitis
gangrenosa. Apabila dinding yang rapuh itu pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
Apabila proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis.
Oleh karena itu tindakan yang paling tepat adalah apendiktomi. Jika tidak
dilakukan tindakan segera mungkin maka peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.
PATHWAY
[ CITATION Placeholder1 \l 1057 ]

Hiperplasi limfoid, benda asing, erosi mukosa


apendiks, fekalit, striktur dan tumor

Obstruksi

Mukosa terbendung

Apendiks teregang

Tekanan intraluminal Nyeri Akut

Aliran darah terganggu

Ulserasi dan invasi bakteri pada dinding apendiks

Peradangan meluas ke Apendisitis Trombosis pada vena


peritonium intramural

Peningkatan leukosit
peritonitis dan suhu tubuh Pembengkakan dan
iskemia

Hipertermi
perforasi
Pembedahan
operasi
Peningkatan stimulasi
peritonium ansietas

Luka insisi

Anoreksia mual muntah

Resiko perdarahan

nausea
5. Klasifikasi
Berdasarkan Durasi (Waktu terjadinya), nyeri terbagi menjadi dua meliputi :
a. Apendisitis Akut
Apendisitis akut adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteria dan faktor
pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu hyperplasia
jaringan limf, fikalit (tinja/batu).Tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasite
(E.histolytica).
Beberapa pustaka lain mengatakan nyeri akut yaitu kurang dari 12 minggu.
Nyeri 6-12 minggu adalah nyeri sub akut dan nyeri diatas 12 minggu disebut nyeri
kronis [ CITATION Awa15 \l 1057 ].
b. Nyeri rekurens
Apendiks rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah
yang mendorong dilakukannya apendiktomi.Kelainan ini terjadi bila serangan
apendiks yang pertama kali sembuh spontan. Namun apendiks ini tidak pernah
kembali kebentuk aslinya karena fibrosis dan jaringan parut.
c. Nyeri kronis
Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopis dan mikroskopis
(fibrosis menyeluruh didinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik) dan
keluhan menghilang setelah apendiktomi.[ CITATION Awa15 \l 1057 ].

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian yaitu tahap pertama dari proses keperawatan dan untuk
mengumpulkan data secara sistematis dan lengkap dimulai dari pengumpulan
data, identitas dan evaluasi status kesehatan pasien [ CITATION Nur13 \l 1057 ].
a. Identitas pasien
Pengkajian identitas pasien meliputi nama inisial, umur, jenis kelamin,
agama, pekerjaan, alamat, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, cara
masuk, keluhan utama, alasan dirawat dan diagnosa medis.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
eluhan pertama pada pasien dengan apendisitis yaitu rasa nyeri.
Bisa nyeri akut ataupun kronis tergantung dari lamanya serangan.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan
terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.
Keluhan yang menyertai biasanya pasien mengeluh rasa mual dan
muntah.
3) Riwayat Kesehatan terdahulu
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan pasien sekarang.
Pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh kepada
penyakit apendisitis yang diderita sekarang serta apakah pernah
mengalami pembedahan sebelumnya.
4) Riwayat keseatan keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang
menderita sakit yang sama seperti menderita penyakit apendisitis, dikaji
pula mengenai adanya penyakit keturunan atau menulai dalam keluarga.
5) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Kesadaran composmentis ,wajah tampak menyeringai ,conjungtiva
anemis [ CITATION Joy14 \l 1057 ].
b) Tanda–tanda vital TD:>110/70mmHg (hipertermi) ,frekuensi nafas
normal 16–20x/menit, suhu dalam batas normal 36,5–37,5̊C ,nadi
normal 80–100x/menit [ CITATION Not10 \l 1057 ].
c) Pemeriksaan Body Sistem
1. Sistem Persyarafan
Pemeriksaan sistem saraf kranial :
Saraf I : biasanya tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
Saraf II : tes ketajaman penglihatan normal
Saraf III , IV , dan VI : biasanya tidak ada gangguan menggerakkan
kelopak mata, pupil isokor.
Saraf V : klien osteomielitis tidak mengalami paralisis pada otot
wajah dan refleks kornea tidak ada kelainan.
Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduksi dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik
Saraf X : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII : lidah simetris, tidak ada devisiasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi, indra pengecapan normal [ CITATION drB17 \l 1057 ].
2. Sistem Penglihatan
Sistem penginderaan pada pasien tidak mengalami gangguan,
sistem indera pasien berfungsi dengan baik [CITATION Mar14 \l 1057 ].
3. Sistem Penafasan
Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuing hidung.
Paru :
a) Inspeksi : Pernafasan normal, dada simetris, regular
b) Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fremitus teraba sama.
c) Perkusi : Suara sonor, tidak ada redup atau suara tambahan
lainnya.
d) Auskultasi : Suara nafas normal, tidak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi [ CITATION
Placeholder1 \l 1057 ].
4. Sistem Kardiovaskular
a) Inspeksi : ada distensi vena jugularis, Tidak tampak iktus jantung
(iktus cordis)
b) Palpasi : Nadi normal, iktus tidak teraba.
c) Perkusi : jantung dalam batas normal
d) Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur
[ CITATION Placeholder1 \l 1057 ].
5. Sistem Gastrointestinal
Pre op :
a) Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi, umbilikus kotor,akan
tampak adanya pembengkakan di perut bagian kanan bawah.
b) Auskultasi : peristaltic usus 10x/menit
c) Perkusi : tympani
d) Palpasi : terdapat nyeri tekan di kuadran kanan bawah, terdapat
benjolan kurang lebih sebesar telur ayam [ CITATION Ari11 \l 1057 ].
Post op :
a) Inspeksi : bentuk simetris, terdapat luka post operasi appendiktomy
dengan jahitan rapi, luka bersih, tidak ada pus, kemerahan
berkurang, tidak bengkak, panjang luka +-5cm,terdapat jahitan
luka.
b) Auskultasi : bising usus 15x/menit
c) Perkusi : tympani
d) Palpasi : terdapat nyeri tekan di seluruh permukaan abdomen
[ CITATION Ari13 \l 1057 ].
6. Sistem Perkemihan
Tidak tampak adanya kelainan pada sistem perkemihan yang dialami
pasien [ CITATION Placeholder1 \l 1057 ].
7. Sistem Muskuloskeletal
Ada kesulitan dalam pergerakkan karena ada proses perjalanan
penyakit [ CITATION Placeholder1 \l 1057 ].
8. Sistem Endokrin
Tidak ada masalah pada sistem endokrin
9. Sistem Reproduksi
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan
BAB.
10. Sistem Imun
Pembedahan Apendik tidak mempengaruhi sistem imun tubuh Karena
jumlah jaringan limfe disini sangat kecil jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh

6) Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Leukosit normal atau meningkat (bila lanji'mut umumnya
leukositosis >10000/mm3)
b) Hitung jenis : segmen lebih banyak
c) LED meningkat (pada appendicitis infiltrate)
2) Rongent : apendicogram hasil positif berupa : Non-filling, Partial
filling, Mouse tail dan cut off
3) Radiologi
Pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendik. Sedang pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran dari sekum [ CITATION Har12 \l 1057 ].
7) Penatalaksanaan
a. Sebelum operasi
1. Pemantauan Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan
gejala apendisitis sering kali belum jelas, dalam keadaan ini
pemantauan ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah
baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila
dicurigai adanya appendixitis ataupun perioritas lainnya.
Pemeriksaan abdomen, rektal dan pemeriksaan darah (leukosit dan
hitung jenis) diulang secara berkala, foto abdomen dan toraks
tegak dilakukan untuk mencari memungkinan adanya penyulit lain
Pada kebanyakan kasus, diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan
nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya
keluhan.
2. Antibiotik
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu di berikan
antibiotik, kecuali appendixitis ganggrenosa atau appendixitis
perporasi. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic
dapat mengakibatkan abses atau perporasi
b. Operasi
1) Apendiktomi.
2) Appendiks di buang, jika appendiks mengalami perporasi bebas.
3) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin
berkurang, atau mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3bulan.
c. Pasca Operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan,
angkat sonde lambung, bila pasien sudah sadar, sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah, baringkan pasien dalam posisi fowler.
Pasien dikatakan membaik bila dalam 12 jam tidak terdapat masalah,
dan puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari
setelah operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di luar
kamar.
Hari ke tujuh jahitan diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi[ CITATION PPN16 \l 1057 ].
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Mengeluh nyeri

Objektif

1) Tampak meringis
2) Bersifat protektif ( mis, waspada , posisi menghindari nyeri )
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
(tidak tersedia)

Objektif

1) Tekanan darah meningkat


2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berfikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaforesis

Kondisi klinis Terkait

1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaukoma
b. Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intrabdominal [ CITATION
PPN16 \l 1057 ].
Definisi : Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan atau
lambung yang dapat mengakibatkan muntah
Penyebab :
1) Gangguan biokimiawi (mis, uremia, ketoasidosis
metabolik)
2) Gangguan esofagus
3) Distensi lambung
4) Iritasi lambung
5) Gangguan pankreas
6) Peningkatan tekanan intrabdominal
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Mengeluh mual
2) Merasa ingin muntah
3) Tidak berminat makan
Objektif
(tidak tersedia)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1) Merasa asam di mulut
2) Sensasi panas/dingin
3) Sering menelan
Objektif
1) Saliva meningkat
2) Pucat
3) Diaforesis
4) Takikardi
5) Pupil dilatasi
Kondisi Klinis
1) Meningitis
2) Labirinitis
3) Uremia
4) Ulkus peptikum
5) Penyakit esofagus

c. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan


Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Penyebab :
1) Krisis situasional
2) Kebutuhan tidak terpenuhi
3) Krisis maturasional
4) Ancaman terhadap konsep diri
5) Kekhawatiran mengalami kegagalan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Merasa bingung
2) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
3) Sulit berkonsentrasi
Objektif
1) Tampak gelisah
2) Tampak tegang
3) Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1) Mengeluh pusing
2) Anoreksia
3) Palpitasi
4) Merasa tidak berdaya
Objektif
1) Frekuensi napas meningkat
2) Frekuensi nadi meningkat
3) Tekanan darah meningkat
4) Diaforesis
5) Tremor
6) Muka tampak pucat
7) Suara bergetar
8) Kontak mata buruk
9) Sering berkemih
10) Berorientasi pada masa lalu
Kondisi Klinis Terkait
1) Penyakit kronis pregresif ( mis. Kanker, penyakkit autoimun )
2) Penyakit akut
3) Hospitalisasi
4) Rencana operasi
5) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
6) Penyakit neurologis
7) Tahap tumbuh kembang
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan ( SLKI ) ( SIKI )
( SDKI)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri ( I.08238)
( D.0077 ) keperawatan selama 1x24 Observasi
jam diharapkan tingkat nyeri
1. Identifikasi lokasi karakteristik,
menurun dengan
kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
1. Keluhan nyeri nyeri.
menurun skala 2 2. Identifikasi skala nyeri
(cukup meningkat) ke
3. Identifikasi faktor yang memperberat
skala 5 (menurun)
2. Gelisah menurun dan memperingan nyeri
skala 2 (cukup 4. Monitor keberhasilan terapi
meningkat) ke skala 5
komplomenter yaang diberikan
(menurun)
3. Frekuensi nadi 5. Monitor efek samping penggunaan
membaik skala 2 analgetik
(cukup memburuk)
Terapeutik
ke skala 5 (membaik)
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istrirahat tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan menggunakan analgetik
secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jiika perlu
2. Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen mual ( I.03117)
( D.0076 ) keperawatan selama 1x24 jam Observasi
diharapkan keluhan mual
1. Identifikasi faktor penyebab mual
menurun dengan kriteria
hasil : 2. Identifikasi antiemetik untuk mencegah
1. nafsu makan dari 2 mual ( kecuali mual pada kehamilan )
(cukup menurun) menjadi 3. Monitor mual
5 ( meningkat ) 4. Monitor asupan nutrisi dan kalori
2. keluhan mual dari 2 Terapeutik
(cukup meningkat) 1. Kendalikan faktor lingkungan penyebab
menjadi 5 (menurun). mual
3. perasaan ingin muntah 2. Kurangi atau hilangi faktor penyebab mual
dari 2 (cukup meningkat) 3. Berikan makan dalam jumlah kecil dan
menjadi 5 (menurun) menarik
4. Takikardia dari skala 2 Edukasi
(cukup memburuk) ke
1. Anjurkan istrirahat dan tidur yang cukup
skala 5 (membaik).
2. Anjurkan sering membersihkan mulut
kecuali jika merangsang mual
3. Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan
rendah lemak
Kolaborasi
1. Pemberian antiemetik, jika perlu
3. Ansietas ( D.0080 ) Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas ( I.09314 )
keperawatan selama 1x24 jam Observasi
diharapkan kecemasan pasien
1. Identifikasi saat tingkat
berkurang dengan kriteria
hasil : ansietas berubah
1. Perilaku gelisah dari 2 2. Monitor tanda-tanda ansietas
(cukup meningkat) Terapeutik
menjadi 5 (menurun) 1. Temani pasien untuk
2. Perilaku tegang dari 2 mengurangi kecemasan, jika
(cukup meningkat) memungkinkan
menjadi 5 (cukup 2. Dengarkan dengan penuh
menurun) perhatian
3. Frekuensi nadi dari 2 3. Gunakan pendekatan yang
(cukup meningkat) tenang dan meyakinkan
menjadi 5 ( menurun) Edukasi
4. Tekanan darah dari 2 1. Informasikan secara faktual
(cukup meningkat) mengenai diagnosis,
menjadi 5 (menurun) pengobatan, dan prognosis
2. Latih kegiatan mengalihkan
untuk mengurangi ketegangan
3. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
ansietas , jika perlu
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan tindakan keperawatan
berdasarkan asuhan keperawatan yang telah disusun. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu mengamati keadaan
bio-psiko-sosio-spiritual pasien, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan,
mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan atau tindakan,
menerapkan etika keperawatan serta mengutamakan kenyamanan dan keselamatan
pasien. Kegiatan yang dilakukan meliputi, melihat data dasar, mempelajari
rencana, menyesuaikan rencana, menentukan kebutuhan bantuan, melaksanakan
tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah disusun, analisa umpan balik,
mengkomunikasikan hasil asuhan keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah mengkaji respon pasien terhadap standart atau kriteria yang
ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai. Penulisan pada tahap evaluasi proses
keperawatan yaitu terdapat jam melakukan tindakan, data perkembangan pasien
yang mengacu pada tujuan, keputusan apakah tujuan tercapai atau tidak, serta ada
tanda atau paraf. Kegiatan yang dilakukan meliputi menggunakan standart
keperawatan yang tepat, mengumpulkan dan mengorganisasi data,
membandingkan dengan kriteria dan menyimpulkan hasil yang kemudian ditulis
dalam daftar masalah.
BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulaan
Dari pengertian diatas dapat simpulkan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam
salah satu organ sistem pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada sekum
yang berfungsi sebagai imun. Apendisistis merupakan inflamasi akut pada apendiks yang
disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor atau benda asing di dalam tubuh,
namun ulserasi mukosa oleh parasit E.
Histolytica juga dapat menyebabkan apendisitis. Gaya hidup individu pun dapat
menyebabkan terjadinya apendisitis, kebiasaan individu mengkonsumsi makanan rendah
serat dapat menyebabkan konstipasi yang akan menyebabkan meningkatnya tekanan
intraluminal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan terjadilah apendisitis.

B. Saran
Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat  memahami konsep dasar penyakit
apendisitis yang berguna bagi profesi dan orang sekitar kita. Bagi masyarakat diharapkan
dapat memanfaatkan makalah ini untuk menambah pengetahuan tentang
penyakit apendisitis.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mutaqqin & Kumala Sari. (2013). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Arif, Mansjoer dkk. (2011). Kapitaselekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: MedicaAesculpalus.

Awan & Arini. (2015). Panduan Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Bansal et al. (2012). Laporan Apendicitis. American Journal Of Surgery: American Journal.

Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Dr. dr. Adeodatus Yuda Handaya spB-KBD. (2017). 31 Penyakit Bedah Saluran Cerna (Digestif).
Yogyakarta: Rapha Publishing.

Dr. H. Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta Timur: CV. Trans Info Medika.

Hariyanto, A. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Haryono. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Judith M. Wilkinson. (2016). Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.

Kasron & Susilowati. (2018). Buku Ajar Anatomi dan Gangguan Sistem Pencernaan. Jakarta: CV.
Trans Info Media.

Mary Digiulio. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Nurarif H. A & Hardi Kusuma. (2013). Ilmu Penyakit . Jakarta: Salemba Medika.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai