Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN APPENDIKS


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah stase KMB
dengan dosen pembimbing Ibu Susy Puspasary,M.Kep

Disusun Oleh:

Leni Hermawati 320019

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT


BANDUNG

2020
1. Konsep penyakit appendiks
a. Definisi
Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari
bagian awal usus besar atau sekum (cecum) Apendik (umbai cacing) merupakan
perluasan sektum yang rata-rata panjangnya adalah 5 cm - 10 cm. Ujung apendiks dapat
terletak diberbagai lokasi, terutama di belakang sektum arteri apendiks mengalirkan
darah ke apendiks dan merupakan cabnag dari arteri ileokolika ( Arif & Kumala, 2013).

Appendicitis adalah peradangan mukosa apendiks yang kemudian meluas, menimbulkan


gejala nyeri abdomen akut pada kuadran kanan bawah, dapat disertai dengan demam,
mual, dan muntah Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya
(Sjamsuhidajat, 2010).
b. Klasifikasi
menurut Nurafif & Kusuma (2013) terbagi menjadi 3 yaitu :
1. Apendisitis akut, radang mendadak di umbai cacing yang memberikan tanda,
disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local.
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut bagian kanan
bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila
serangan apendisitis akut pertama sembuh spontan.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih
dari dua minggu (sumbatan di lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama di mukosa), dan keluhan hilang setelah apendiktomi.
c. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi
yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
1. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3. Adanya benda asing seperti biji-bijian
4. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
5. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
6. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
pada masa tersebut.
7. Tergantung pada bentuk apendiks yaitu appendik yang terlalu panjang,massa
appendiks yang pendek,penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendik
dan Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)
d. Menifestasi klinis
Menurut Wijaya.A.N dan Yessie ( 2013 ) tanda dan gejala apendisitis adalah :
1. .Nyeri pindah ke kanan bawah ( yang akan menetap dan di perberat bila berjalan
atau batuk ) dan menunjukan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik
Mc.Burney nyeri tekan,nyeri lepas, defans muskuler.
2. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung.
3. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan ( Rovsing sign
4. Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepas ( Blumberg ).
5. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk,
mengedan.
6. Napsu makan menurun.
7. Demam yang tidak terlalu tinggi.
8. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang - kadang terjadi diare.
Gejala - gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak
sekitar umbilicus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah, gejala ini umumnya
berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke
kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar Mc.Burney,
kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam
ringan dan leukosit meningkat bila rupture apendiks terjadi nyeri sering sekali
hilang secara dramatis untuk sementara.
e. Patofisiologi
Penyumbatan pada lumen apendiks menyebabkan penumukan muskus dan
meningginya tekanan intra lumen dan distensi lumen apendiks. Keadaan ini
menyebabka iskemik nekrosis bahkan dapat terjadi perforasi . Pada kondisi obstruksi
akan terjadi proses sekresi muskus yang akan menyebabkan peningkatan tekanan
intraluminer dan distensi lumen maka kondisi ini akan menstimulasi serat saraf aferan
viseral yang kemudian diteruskan menuju korda spinalis Th8 –Th10, sehingga akan
perjalanan nyeri didaerah epigastrum preumbilkal. Nyeri viseral ini bersifat ringan ,
sukar dilokalisasi dan lamanya sekitar 4-6 jam disertai timbulnya mual dan muntah.
Peningkatan tekanan intraluminar akan menyebabkan peningkatan tekanan perfusi
kapiler yang akan menimbulkan pelebaran vena, kerusakan arteri dan iskemi jaringan.
Dengan rusaknya barier dari epitel mukosa maka bakteri yang sudah berkembang
baik dalam lumen akan menginvasi dinding apendiks sehingga akan terjadi inflamasi
transmular. Selanjutnya iskemia jaringan yang berlanjut akan menimbulkan infark
dan perforasi (livngstone, 2007.

Pathway
Factor risiko penyebab obstruksi
Adanya fecalith (batu feses)
Adanya benda asing
Hyperplasia jaringan limfoid
Kuman dari colon

Obstruksi pada appendiks

Bendungan mucus

Penekanan dinding Mempengaruhi pusat


Infeksi bakteri ulserasi
appendiks pengaturan suhu:
hipotalamus anterior

Berisi pus (nanah)


Aliran limfe
terganggu
Respon demam

Gangguan aliran vena Gangguan aliran arteri


Edema pada
dinding appediks

Peradangan ke peritoneum Suplai O2 ke appendiks hipertermi

Merangsang
nervus X
Gangguan perfusi
ke pusat nyeri korteks
otak (di SSP)
Hipersekresi gaster
Nekrosis pada
jaringan appendiks
Diproses di pusat
nyeri di talamus
Mual muntah

Apendiks perforasi
Impuls dikembalikan ke
perifer dalam bentuk
persepsi nyeri
Kekurangan Tindakan bedah /
volume cairan operasi

Nyeri pada perut


bagian kuadran Kondisi luka basah, Nyeri akut
kanan bawah
luka insisi meregang

Nyeri akut
Infeksi oleh bakteri
Risiko infeksi
pada luka operasi

f. Komplikasi
KomplikasiKomplikasi yang terjad ipada apendisitis menurut Smeltzer dan Bare
(2009) yaitu :
1. Perforasi
Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum, dan letak
usus halus. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan 11suhu 39,50C
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat akibat
perforasi dan pembentukan abses.
2. Peritonitis
Peritonitis yaitu infeks ipada sistem vena porta ditandai dengan panas tinggi 39 C
– 4 0 C menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang jarang
3. Radang atau inflamasi
Menjadi kronis dan dapat menyebabkan obstruksi pada leher apendiks, sehingga
akan menyebabkan retensi mukus dan kemudian menimbulkan mukokel.
4. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon
dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila
Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
g. Diagnosa pembanding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding, seperti:
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut
lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan
leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.
2. Demam Dengue Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit
meningkat.
3. Kelainan ovulasi Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan
nyeri perutkanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi
4. Infeksi panggul Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah
perut lebih difus.
5. Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu.
Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan,
akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok
hipovolemik.
6. Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam
rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal.•
Endometriosis ovarium eksterna Endometrium di luar rahim akan memberikan
keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di
tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
7. Urolitiasis pielum/ ureter kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.
8. Penyakit saluran cerna lainnya
Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti
divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut,
pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam
tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks (Riwanto et al., 2010

h. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang
akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui
proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan
ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung
dilakukan pengangkatan appendix.
4. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
5. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi
usus halus atau batu ureter kanan.
i. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik Contoh antibiotik yang dapat menjadi pilihan adalah
cefotaxime, levofloxacin, metronidazole, gentamisin.
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage  (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi
luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.
b. Adapun Penatalaksanaan pre,op dan pasca operasi apendiks yaitu :
1. Sebelum operasi
a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
b. Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
c. Rehidrasi
d. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena.
e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai.
f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
a. Apendiktomi.
b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa
hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan.
3. Pasca operasi
a. Observasi TTV.
b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
c. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan.
e. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
f. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak.
g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat
tidur selama 2×30 menit.
h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
i. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai
dengan :
a. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis
c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran
ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih
tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi .
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai
dengan:
a. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi
lagi.
b. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
c. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan
istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan
lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu
sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi
abses dengan atau tanpa peritonitis umum.

c.Manajemen nyeri non farmakologi


dengan intervensi relaksasi mencakup latihan pernafasan dalam, relaksasi progesif,
relaksasi guided imagery,dan meditasi (Brunner & Suddart, 2014).
Konsep Asuhan keperawatan
Apendiks
I. Pengkajian

a. Data demografi

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama: Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah (local: pada

titik mc burney). Sifat: nyeri tekan lepas.

2) Riwayat kesehatan sekarang: Pasien mengatakan nyeri pada daerah

abdomen kanan bawah yang menembus kebelakang sampai punggung,

mengalami demam tinggi

3) Riwayat kesehatan dahulu: Apa pernah dioperasi colon.

4) Riwayat kesehatan keluarga: Apakah anggota keluarga ada yang

mengalami jenis penyakit yang sama.

c. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon

1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan

Kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan olahraga, yang

mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.

2) Pola nutrisi dan metabolisme


Klien mengalami gang. pemenuhan nutrisi akibat pembatasan intake

makanan/minuman sampai peristaltik usus kembali normal. Terdapat

anoreksia, mual muntah, nyeri tekan, peristaltik usus ditandai distensi

abdomen.

3) Pola Eliminasi

Penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa nyeri karena tidak biasa

BAK ditempat tidur  akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola

eliminasi alvi akan mengalami gang. yang sifatnya sementara karena

pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi. Gejala: konstipasi

pada awitan awal, diare (kadang-kadang). Tanda: distensi abdomen, nyeri

tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau taka da bising usus. Ada

ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang serta tidak bisa

mengeluarkan urin secara lancer. Pada sis. Integumen terdapat oedema,

turgor kulit menurun, sianosis, pucat.

4) Pola aktifitas-latihan

Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri,

aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest. Gejala: malaise. Ada

distensi vena jugularis, pucat, edema, TD >110/70mmHg; hipertermi. Sis.

hematologi : peningkatan leukosit, tanda infeksi dan pendarahan. Frek.

nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya sumbatan jalan

nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada

ronchi, whezing, stridor. Terdapat takikardia, takipnea, pernapasan

dangkal, kesulitan pergerakkan karena proses penyakit


5) Pola sensorik dan kognitif

Ada/tidak gang. sensorik nyeri, penglihatan, pendengaran, kemampuan

berfikir, mengingat masa lalu, orientasi orang, waktu, tempat. Kesadaran

composmentis.

Gejala: nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang

meningkatkan berat dan terlokalisasi pada titik McBurney (setengah jarak

antara umbilicus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan,

bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi

atau infark pada apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri/gejala tak jelas

(sehubungan lokasi apendiks).

Tanda: perilaku berhati-hati; berbaring ke samping atau telentang dengan

lutut ditekuk; meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena

posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak. Nyeri lepas pada sisi kiri

diduga inflamasi peritoneal.

6) Pola Tidur dan Istirahat

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat

mengganggu kenyamanan pola tidur klien.

7) Pola Persepsi dan konsep diri

Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala

kebutuhan harus dibantu.  Klien mengalami kecemasan tentang keadaan

dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.

8) Pola hubungan
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan

peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.

9) Pola Reproduksi seksual

Ada larangan berhubungan setelh pembedahan dalam beberapa waktu.

10) Pola penanggulangan  stress

Kalau stres mengalihkan di hal lain atau murung sendiri, menutup diri

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Klien rutin beribadah, dan tepat waktu.


Diagnosa yang mungkin muncul

Pre operasi

1. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cedera biologis

2. Kekurangan volume cairan (00027) berhubungan kehilangan cairan aktif

3. Hipertermia (00007) b.d penyakit

Post operasi

1. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cedera fisik

2. Resiko infeksi (00004). Faktor resiko: pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (tindakan invasif)

RENCANA KEPE PRE OPERASI

No dx TUJUAN/KRITERIA
INTERVENSI (NIC) RASIONAL
(NANDA) EVALUASI (NOC)
1. Nyeri  Memperlihatkan pengendalian 1. pengkajian: kaji skala nyeri (0- 1. Untuk mengetahui sejauh
akut nyeri, yang dibuktikan oleh 10), kaji lokasi, kualitas, waktu, mana tingkat nyeri dan
(00132) indicator sebagai berikut: dan penyebab nyeri. merupakan indiaktor secara
berhubu - Mengenali awitan nyeri 2. Pemberian analgesic: dini untuk dapat memberikan
ngan - Menggunakan tindakan menggunakan agen-agens tindakan selanjutnya
dengan pencegahan farmakologi untuk mengurangi/ 2. Menghilangkan nyeri,
agen - Melaporkan nyeri dapat menghilangkan nyeri sehingga mempermudah
cedera dikendalikan 3. Manajemen nyeri: meringankan kerja sama saat intervensi
biologis  Menunjukkan tingkat nyeri atau mengurangi nyeri sampai terapi

yang dibuktikan oleh indicator pada tingkat kenyamanan yang 3. Fokus perhatian kembali,

sebagai berikut dapat diterima oleh pasien. meningkatkan relaksasi dan

- Ekspresi wajah Berikan aktivitas hiburan. dapat meningkatkan

- Gelisah Durasi episode 4. Manajemen nyeri: Ajarkan kemampuan kooping.


tehnik untuk pernafasan 4. napas dalam dapat
nyeri
diafragmatik lambat / napas menghirup O2 secara
- Merintih dan menangis
dalam adequate sehingga otot-otot
- Gelisah
menjadi relaksasi sehingga
dapat mengurangi rasa nyeri.
2. Kekuran  Kekurangan volume cairan akan 1. Pengkajian: Kaji membrane 1. Indicator keadekuatan
gan teratasi, dibuktikan oleh mukosa, kaji tugor kulit dan sirkulasi perifer dan hidrasi
volume keseimbangan cairan dan asam- pengisian kapiler. Awasi seluler. Penurunan haluaran
cairan basa, hidrasi yang adekuat, dan masukan dan haluaran, catat urin pekat dengan
(00027) status nutrisi: asupan makanan warna urine/konsentrasi, berat peningkatan berat jenis
berhubu dan cairan yang adekuat jenis. diduga dehidrasi/kebutuhan
ngan  Keseimbangan elektrolit dan 2. Manajemen cairan: Berikan peningkatan cairan.
kehilang asam-basa akan tercapai, minuman jernih atau berikan 2. Meningkatkan keseimbangan
an cairan dibuktikan oleh indicator cairan sesuai kebutuhan, cairan dan mencegah
aktif gangguan sebagai berikut tingkatkan asupan oral komplikasi akibat kadar
(sebutkan 1-5:gangguan (misalnya, sediakan sedotan, cairan yang abnormal atau
ekstrem, berat, sedang, ringan, dan beri cairan diantara waktu yang tidak diharapkan. Hal
atau tidak ada gangguan) makan) ini dilakukan untuk
- Frekuensi nadi dan 3. Manajemen meminimalkan kehilangan
irama jantung apical elektrolit:meningkatkan cairan
- Frekuensi dan irama keseimbangan elektrolit 3. Mencegah komplikasi akibat
napas dalam tubuh dari kadar elektrolit serum
- Kewaspadaan mental 4. Terapi Intravena (IV): yang tidak normal atau yang

dan orientasi kognitif memberikan dan memantau tidak diharapkan

- Elektrolit serum cairan dan obat intravena 4. Mengatur atau meningkatkan


5. Manajemen nutrisi: keseimbangan cairan dalam
membantu atau menyediakan tubuh
asupan makanan dan cairan 5. Meningkatkan dan
dalam diet seimbang. Berikan mempertahankan
perawatan mulut sering keseimbangan nutrisi dalam
dengan perhatian khusus pada tubuh. Dehidrasi
perlindungan bibir. mengakibatkan bibir dan
mulut kering dan pecah-
pecah.
3. Hiperter  Pasien akan menunjukkan 1. Pemantauan tanda vital 1. Mengumpulakan dan
mia termoregulasi, yang dibuktikan 2. Regulasi suhu: pantau suhu mnganalisis data
(00007) oleh indicator gangguan minimal setiap 2 jam, sesuai kardiovaskuler, pernapasan
b.d sebagai berikut (sebutkan 1-5: kebutuhan. Ajarkan/lakukan dan suhu tubuh untuk
penyakit ekstrem, berat, sedang, ringan, upaya mengatasi hipertermi: menentukan serta mencegah
atau tidak ada ganggua) kompres, sirkulasi cukup, komplikasi
- Peningkatan suhu kulit pakaian longgar dan kering, 2. Mencapai atau
- Hipertermia, berkeringat pembatasan aktivitas. mempertahankan suhu tubuh

- Dehidrasi 3. Aktivitas kolaborasi: berikan dalam rentang normal

- Mengantuk obat antipiretik 3. Mengobati hipertermi dan


mengembalikan suhu tubuh
- Denyut nadi radialis
dalam rentang normal.
- Frekuensi pernapasan
POST OPERASI
No Dx TUJUAN/KRITERIA HASIL
INTERVENSI (NIC) RASIONAL
(NANDA) (NOC)
1. Nyeri  Memperlihatkan pengendalian 1. pengkajian: kaji skala nyeri (0- 1. Untuk mengetahui sejauh

akut nyeri, yang dibuktikan oleh 10), kaji lokasi, kualitas, waktu, mana tingkat nyeri dan

(00132) indicator sebagai berikut: dan penyebab nyeri. merupakan indiaktor secara

berhubun (sebutkan 1-5: tidak pernah, 2. Pemberian analgesic: dini untuk dapat memberikan

gan jarang, kadang-kadang, sering, menggunakan agen-agens tindakan selanjutnya

dengan atau selalu) farmakologi untuk mengurangi/ 2. Menghilangkan nyeri,

agen - Mengenali awitan nyeri menghilangkan nyeri sehingga mempermudah kerja

cedera - Menggunakan tindakan 3. Manajemen nyeri: meringankan sama saat intervensi terapi

fisik pencegahan atau mengurangi nyeri sampai 3. Fokus perhatian kembali,

- Melaporkan nyeri dapat pada tingkat kenyamanan yang meningkatkan relaksasi dan

dikendalikan dapat diterima oleh pasien. dapat meningkatkan

 Menunjukkan tingkat nyeri Berikan aktivitas hiburan. kemampuan kooping.

yang dibuktikan oleh indicator 4. Manajemen nyeri: Ajarkan 4. napas dalam dapat menghirup
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tehnik untuk pernafasan O2 secara adequate sehingga

sangat berat, berat, sedang, diafragmatik lambat / napas otot-otot menjadi relaksasi

ringan, atau tidakn ada) dalam sehingga dapat mengurangi

- Ekspresi nyeri pada 5. Dorong ambulasi dini rasa nyeri.

wajah 5. Meningkatkan normalitas

- Gelisah atau ketegangan fungsi organ, contoh

otot merangsang peristaltic dan

- Durasi episode nyeri kelancaran flatus, menurunkan

- Merintih dan menangis ketidaknyamanan abdomen

- gelisah
2. Resiko  Factor resiko infeksi akan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi 1. Mengumpulkan data dan

infeksi hilang, dibuktikan oleh (mis. Suhu tubuh, denyut memperhatikan infeksi,

(00004). pengendalian resiko komunitas: jantung, drainase, penampilan sehinggan dapat ditentukan

penyakit menular, status imun; luka, sekresi, penampilan urine, tindakan selanjutnya.

keparahan infeksi, dan suhu kulit, lesi kulit, keletihan, 2. mencegah meluas dan
penyembuhan luka: primer dan dan malaise) membatasi penyebaran

sekunder 2. Perawatan luka insisi: organisme infektif /

Pertahankan teknik aseptik pada kontaminasi silang.

perawatan luka insisi / terbuka, 3. Mencegah dan mendeteksi

bersihkan dengan betadine dini infeksi

3. Perlindungan infeksi 4. terapi ditunjukkan pada

4. Kolaborasi tim medis dalam bakteri anaerob dan hasil

pemberian antibiotic aerob gra negatif.


Daftar pustaka

Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2. Jakarta : EGC


Sjamsuhidajat R, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hlm. 755-762.
Awan Hariyanto & Rini Sulistyowati. (2015). buku ajar keperawatan medikal bedah 1.

Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction Publishing Jogjakarta.

Anda mungkin juga menyukai