Anda di halaman 1dari 31

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medik


1. Defenisi

Apendik adalah sebuah tabung tertutup berakhir sempit sampai


beberapa inci panjang yang melekat pada sektum (bagian pertama dari
usus besar) seperti cacing. Appendiksitis merupakan radang usus buntu,
diperkirakan usus buntu dimulai ketika pembukaan dari appendik ke
sektum menjadi tersumbat (Meita Shanty, 2011).
Apendisitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peradangan di
umbai cacing (suatu kantong tersembunyi yang terletak dekat katup
ileocecal di kanan bawah abdomen) dikenal sebagai sakit usus buntu.
Mungkin saja terkait dengan sumbatan feses (Mary DiGiulio, 2014).
Apendisitis adalah peradangan pada organ berbentuk tabung,
panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sektum,
appendiks terletak di intraperitoneal lebih tepatnya di daerah iliaka
kanan, dibawah katub iliocecal, tepatnya pada dinding abdomen di bawah
Mc.Burney (De Jong, 2012).

2. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Apendiks (Adam, 2009)


Anatomi saluran pencernaan terdiri dari lambung, usus halus, usus
besar, rektum, dan anus. Apendiks terletak di abdomen sebelah kanan

5
6

membujur keatas dari ileum ke bawah hati. Apendiks menghasilkan


lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di
muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated
Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna
termasuk apendiks ialah imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini
sangat fektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol
poliferasi bakteri, netralisasi lainnya. Namun, pengangkatan apendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit
sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh
tubuh.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-
kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sektum. Lumennya
sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun
demikian, pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya
dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks
terletak di intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks
bergerak, dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak di retroperitoneal, yaitu di
belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon
adensens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan
persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri
viserall pada apendisitis bermua di sekitar umbilikus.
Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya
karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami ganggren (De
Jong, 2012).
7

3. Etiologi

Penyebab apendisitis menurut Sjamsuhidajat, De Jong, (2012)


yaitu:
1) Adanya penyumbatan dalam lumen apediks dikarenakan kebiasaan
makan-makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya apendisitis.
2) Adanya keganasan (karsinoma) pada apendiks..
3) Adanya cacing askaris, erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E.histolytica.
4) Umur : apendistitis dapat terjadi di semua umur tetapi lebih sering
terjadi diantara usia 11-25 tahun.
5) Diet : asupan rendah serat yang dapat mempengaruhi defaksi dan
fekalit yang menyebabkan obstuksi lumen sehingga memiliki resiko
apendisitis yang lebih tinggi.

4. Manisfetasi Klinis

Tanda dan gejala penyakit apendisitis menurut Sjamsuhidajat, De


Jong (2012) yaitu:
Tanda awal : nyeri mulai diepigastrium/region umbilikus disertai mual
dan anoreksia.
a. Nyeri berpindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat
bila berjalan atau batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum local titik Mc. Burney : nyeri tekan, nyeri lepas, defans
muskuler.
b. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung.
c. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan
(rovsing sign).
d. Nyeri kanan bawah bila ditekan disebelah kiri dilepas (Blumberg).
e. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak sseperti nafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan.
f. Mual, muntah dan nafsu makan menurun.
8

g. Demam yang tidak terlalu tinggi.


h. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare.
Gejala-gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan
tidak enak sekitar umbilikus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah,
gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Mc. Burney
kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan
demam ringan dan leukosit meningkat bila rupture apendiks terjadi nyeri
sering sekali hilang secara dramatis untuk sementara.

5. Klasifikasi

Klasifikasi menurut Nanda 2015 dibagi menjadi 3 yaitu:


1) Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria.
Dua faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks.
Selain itu hyperplasia jaringan limfa, fikalit (tinja/batu), tumor
apendiks dann cacing aksaris yang dapat menyebabkan sumbatan
danjuga erosi mukosa apendiks karena parasir (E.histolytica).
2) Apendiksitis rekurens yaitu jika adariwayat neyri berulang diperut
kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan
ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk aslinya
karena fibrosis dan jaringan parut.
3) Apendisitis kronis yaitu memiliki semua gejala riwayat nyeri perut
kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh didinding
apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltrasii sel inflamasi kronik)
dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.
9

6. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen


apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur
fikosis akibat peradangan sebelumnnya atau neoplasma. Feses yang
terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan
akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya
sebagai kausa sumbatan. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinidng apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen,
tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema. Diaphoresis bakteri dan ulserasi mukosa pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilikus dan
epigastrium, nausea, muntah, invasi kuman E.Coli dan
Spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan
muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah
peritonitis local kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik.
Apabila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat hal tersebut akan menyebabkan abstruksi vena, edema
bertambah dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan
yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah, keadaanini disebut
dengan apendisitis sukuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan
terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan ganggren.
Stradium ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi
(Mansjoer, 2010)
10

7. Pathway
Apendiks

- Hiperplasia folikel limfoid Faktor lain:


- Fekalit - Umur
- Benda asing (tumor) Obstruksi
- Erosi mukosa apendiks - Asupan Makanan
(parasite E. Hoistolytica) sekresi mukus berlebih pada apendik
- Stuktur fikosis
Tekanan Intralumen

Edema Hipoksia jaringan apendiks Ulserasi Perforasi

Invasi & Multifikasi


MK: Resiko
ketidakefektifan perfusi
Apendisitis gastrointestinal

Kerusakan kontrol suhu Post Operasi Pre Operasi


Terhadap inflamasi

Febris Anastesi Luka Insisi MK: Ansietas


Peristaltik Usus Kerusakan Pintu masuk kuman
MK: Hipertermi Jaringan MK:
Nyeri
11

Terakumulasi gas & cairan Ujung saraf terputus


MK: Resiko
Distensi abdomen
Infeksi
Mual, Muntah MK: kerusakan
MK: resiko Integritas kulit
kekurangan Anoreksia
volume cairan

MK: ketidakseimbangan
pemenuhan nutrisi

(Nanda, 2015)
12

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan fisik.
1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga
perut dimana dinding perut tampak mengembang (distensi)
2) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa
nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg
sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
3) Tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk/tungkai diangkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di peut semakin parah (psoas sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah
bila pemeri ksaan dubur dan atau alat kelamin menimbulkan rasa
nyeri.
5) Suhu dubur (Rectall) yang lebih tinggi daripada suhu ketiak
(Axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
6) Pada apendiks terletak pada retro sekal maka ujia psosa akan
positif dan tnda prangsangan peritoneum tidak begitu jelas,
sedangkan apabila apendiks terletak di rongga pelvis maka
obturator sign akan postif dan tanda perangsang peritoneum akan
lebih menonjol, (Nanda, 2015)
b. Laboratorium
Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test
protein rektif (CRP). Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga
sekitar 10.000-18.000/mm3. Jika terjdi peningkatan yang lebih dari
itu, maka kemungkinan appendiks sudah mengalami peforasi (pecah).
c. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-Scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan fekalith dan perluasan dari apendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
13

9. Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita


apendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan operasi:
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada
penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa
pemberian antibiotik. Pemberian antibiotic berguna untuk
mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi, sebelum
operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta
pemberian antibiotik sistemik.
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis
maka tindakan yang dilakukan adalah operaso membuang apendiks
(apendiktomi). Penundaan apendiktomi dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
apendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah
terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-
abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses
intraperitonium. Bila terjadi perforasi maka abdomen dicuci
dengan antibiotik. Pasca apendiktomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.
14

10. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada klien dengan kasus apendisitis


(Sjamsuhidajat, 2012)
a. Perforasi apendiks
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam
12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah
24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,
panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut,
dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi,
baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis.
b. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan
komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitis, usus meregang,
dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit
perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis.
c. Abses apendiks
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus.
Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.
Masa ini mula-mula berapa flegmon dan berkembang menjadi
rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis
ganggren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
15

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data


objektif dan subjektif dari klien. Adapun yang terkumpul mencangkup
informasi dari klien, keluarga dan masyarakat, lingkungan atau
budaya. (Mahyar Suara, 2010)
a. Anamnesa
1) Identitas pasien post apendisitis yang menjadi dasar pengkajian
meliputi: nama, kebanyakan terjadi pada laki-laki, umur 20-30
tahun, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, diagnose medis,
nomor rekam medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian.
2) Identitas penanggung jawab, meliputi nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, adagama, alamat, hubungan
dengan klien.
3) Keluhan Utama
Pada saat dikaji, pasien dengan post op operasi apendisitis
paling sering di temukan adalah nyeri. Nyeri yang dirasakan
pasien seperti diremas-remas ataupun rasa nyeri seperti
tertusuk-tusuk.
4) Riwayat kesehatan sekarang
Saat pengkajian, yang iuraikan dari mulai masuk tempat
perawatan sampai dilakukan pengkajian. Keluhan pada saat
dikaji pasien telah menjalani operasi apendisitis pada
umumnya mengeluh nyeri pada luka operasi.
5) Riwayat kesehatan dahulu
Tentang pengalaman penyakit sebelumnya, apakah
berpengaruh pada penderita penyakit yang diderita serta
apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnnya.
16

6) Riwayat kesehatan keluarga


Ada tidak anggota keluarga yang menderita penyakit yang
sama seperti pasien, dikaji pula mengenai penyakit keturunan
dan menular lainnya.
b. Pola kesehatan (11 Pola Gordon)
1) Pola menejemen kesehatan- persepsi kesehatan
Pada pasien apendisitis akut dengan post apendiktomi apabila
sakit periksa ke dokter, periksa ke rumah sakit untuk
mendapatkan pengobatan yang tepat
2) Pola metabolik nutrisi
Pada pasien apendisitis akut dengan post apendiktomi porsi
makanan tidak habis, nafsu makan menurun, penurunan berat
badan, mual, muntah, dan kenaikan suhu tubuh.
3) Pola eliminasi
Pada pasien apendisitis akut dengan post apendiktomi BAK
dan BAB tidak mengalami gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Pada pasien apendisitis akut dengan post apendiktomi
mengalami gangguan saat melakukan aktivitas secara mandiri
karena nyeri di bagian luka operasi.
5) Pola istirahat dan tidur
Pada psasien apendisitis akut dengan post apendiktomi sedikit
mengalami gangguan karena nyeri dibagian luka operasi.
6) Pola persepsi kognitif
Pada pasien apendisitis akut dengan post apendiktomi fungsi
indera penciuman, pendengaran, penglihatan, perasa, peraba,
tidak mengalami gangguan, pasien merasakan nyeri, pasien
mengetahui penyakit yang dialaminya akan segera sembuh
dengan dilakukan pengobatan medis yang sudah
didapatkannya.
17

7) Pola konsep diri dan persepsi diri


Pada pasien apendisitis akut dengan post apendiktomi pasien
cemas tentang penyakitnya, pasien percaya diri, pasien
berharap penyakitnya segera sembuh dengan pengobatan
medis.
8) Pola hubungan peran
Pada pasien apendisitis akut dengan post apendiktomi interaksi
dengan keluarga, teman, tetangga dan lainnya tidak
mengalami ganguan.
9) Pola reproduksi dan seksualitas
Pada pasien apendisitis akut dengan post apendiktomi fungsi
reproduksi dan seksualitas tidak ada gangguan.
10) Pola toleransi terhadap stress- koping
Pada pasien apendisitis akut dengan post apendiktomiemosi
stabil, sabar dalam pproses pengobatan.
11) Pola keyakinan nilai
Pada pasien apendisitis akut dengan post apendiktomi dapat
melaksanakan ibadah agama yang dianutnya dengan
kemampuan yang dapat dimilikinya.
c. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : akan tmpak adanya pembengkakan (swelling)
rongga perut dimana dinding perut tampak mengenvang
(distensi)
2) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa
nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg
sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis
akut.
3) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk/tungkai
diangkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di peut semakin parah
(psoas sign).
18

d. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test
protein rektif (CRP).
2) Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan
Computed Tomography Scanning (CT-Scan). Pada pemeriksaan
USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran sektum.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan proses menganalisis data subjektif dan


objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan
diagnose keperawatan. (Mahyar, 2010). Diagnosa keperawatan
menurut Nanda (2015) pada klien dengan appendisitis adalah sebagai
berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia.
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
d. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan status
hipermetabolik mual, muntah dan anoreksia.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidak adekuatnya pertahanan
tubuh.
f. Resiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dengan proses
infeksi.
19

3. Intervensi Keperawatan
TABEL 2.1
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriterial hasil Intervensi keperawatan
1. Nyeri akut NOC : NIC:
Defenisi: Pengalaman sensori dan Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
emosional tidak menyenangkan yang Defenisi : tindakan pribadi untuk Defenisi : Pengurangan atau reduksi nyeri sampai pada tingkat
muncul akibat kerusakan aktual atau mengontrol nyeri. kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.
potensial atau yang digambarkan Indikator: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara kompherensif yang meliputi
sebagai kerusakan yang tiba-tiba dari 1. Mengenali kapan nyeri lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
intensitas nyeri ringan hingga berat terjadi. atau beratnya nyeri dan factor pencetus.
dengan akhir yang dapat diantisipasi 2. Menggambarkan faktor 2. Observasi adanya petunjuk non verbal mengenai
atau diprediksi dan berlangsung <6 penyebab. ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat
bulan. 3. Menggunakan tindakan berkomunikasi secara efektif.
pengurangan nyeri non 3. Berikan analgesik sesuai anjuran.
Batasan Karakteristik: analgesik. 4. Gunakan komunikasi teraupetik agar pasien dapat
1. Bukti nyeri dengan menggunakan 4. Menggunakan analgesik mengekspresikan nyeri.
standar daftar periksa nyeri untuk 5. Melaporkan perubahan 5. Kaji pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri.
pasien yang tidak dapat terhadap gejala nyeri pada tim 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup:
mengungkapkannya. kesehatan (dokter, perawat). pola tidur, nafsu makan, aktifitas mood, hubungan pekerjaan,
2. Diaphoresis. 6. Mengenali apa yang terkait tanggung jawab peran.
3. Dilatasi pupil. dengan gejala nyeri. 7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan
4. Ekspresi wajah nyeri (mis, mata 7. Melaporkan nyeri yang riwayat nyeri kronis.
kurang bercahaya, tampak kacau, terkontrol. 8. Evaluasi tentang ketidakefektifan dari tindakan mengontrol
gerakan mata berpencar atau tetap nyeri yang telah digunakan.
pada satu focus, meringis). Tingkat nyeri 9. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama
5. Keluhan tentang intensitas nyeri Defenisi: keparahan dari nyeri terjadi, dan tindakan pencegahan.
(mis, skla Wong-Baker FACES, yang diamati atau dilaporkan. 10. Control factor-faktor yang dapat mempengaruhi respon klien
skala analog visual, skala penilaian Indikator: terhadap ketidaknyamanan.
numerik). 1. Nyeri yang dilaporkan. 11. Anjurkan klien untuk memonitor nyeri secara mandiri.
6. Laporan tentang perilaku nyeri/ 2. Panjangnya episode nyeri. 12. Anjurkan penggunaan tehnik farmakologi.
20

perubahan aktivitas (mis, ang-gota 3. Ekspresi nyeri wajah. 13. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah
keluarga, pemberi asuhan). 4. Tidak bisa beristirahat. digunkan.
7. Mengekspresikan prilaku (mis, 5. Kehilangan nafsu makan 14. Tingkatkan tidur/ istirahat yang cukup.
gelisah, merengek, menangis, 6. Perubahan frekunesi nafas. 15. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya. Anggota keluarga
waspada) 7. Perubahan Heart rate. saat tindakan non farmakologi dilakukan, untuk pendekatan
8. Prilaku distraksi. 8. Perubahan tekanan darah preventif.
9. Perubahan pada parmeter fisiologis 16. Monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri.
(mis, tekanan darah, frekuensi
jantung, frekuensi pernafasan, satua Pemberian Analgetik
rasi oksigen, dan end tidal karbon Defenisi : pengunaan agen farmakologi untuk mengurangi atau
dioksida) menghilangkan nyeri.
10. Perubahan posisi untukmenghindari Intervensi :
nyeri 1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan keparahan
11. Sikap melindungi area nyeri. sebelum pengobatan.
12. Sikap tubuh melindungi. 2. Cek riwayat alergi obat.
3. Libatkan klien dalam pemilihan analgetik yang akan digunakan.
Faktor yang berhubungan: 4. Pilih analgetik secara tepat/ kombinasi lebih dari satu analgetik
1. Agen cidera biologis (mis, infeksi, jika telah diresepkan.
iskemia, neoplasma). 5. Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesudah pemberian
2. Agens cedera fisik (mis, abses, analgetik.
amputasi, luka bakar, terpotong, 6. Monitor reaksi obat dan efek samping obat.
mengangkat berat, prosedur bedah, 7. Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek-efek yang tidak
trauma, olahraga berlebihan). diinginkan.
3. Agen cidera kimiawi (mis, luka 8. Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek analhetik
bakar, kapsaisin, metilen klorida, (konstipasi/ iritasi lambung)
agens mustard).
Manajemen lingkungan: kenyamanan
Defenisi : memanipulasi lingkungan untuk kepentingan teraupetik.
Intervensi:
1. Batasi pengunjung.
2. Tentukan hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan.
3. Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih.
4. Tentukan temperature ruangan yang paling nyaman.
5. Sediakan lingkungan yang tenang.
21

6. Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan.


7. Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan.
8. Atur posisi pasien yang membuat nyaman.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC : NIC :


dari kebutuhan tubuh Status nutrisi : asupan makanan Manajemen Nutrisi
Defenisi : Asupan nutrisi tidak cukup dan cairan Defenisi : menyediakan dan meningkatan intake nutrisi yang
untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Defenisi : jumlah makanan dan seimbang.
cairan yang masuk kedalam tubuh 1. Kaji adanya alergi makanan
Batasan karakteristik: lebih dari suatu priode 24 jam. 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
1. Berat badan 20% atau lebih di nutrisi yang dibutuhkan pasien.
bawah rentang berat badan ideal. Indikator : 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
2. Bising usus hiperaktif. 1. Adanya peningkatan berat 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
3. Cepat kenyang setelah makan. badan sesuai dengan tujuan 5. Berikan substansi gula
4. Diare. 2. Tinggi badan 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
5. Kehilangan rambut berlebihan 3. Mampu mengidentifikasi mencegah konstipasi
6. Kelemahan otot pengunyah. kebutuhan nutrisi. 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan
7. Kelemahan otot untuk menelan. 4. Tidak ada tanda tanda ahli gizi)
8.  Miskonsepsi malnutrisi 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9. Kehilangan BB dengan makanan 5. Tidak terjadi penurunan berat 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
cukup badan yang berarti 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
10. Keengganan untuk makan 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
11. Kram pada abdomen dibutuhkan
12. Tonus otot jelek
13. Nyeri abdominal dengan atau tanpa Monitor Nutrisi
patologi Defenisi : Pengumpulan dan analisa data pasien yang berkaitan
14. Pembuluh darah kapiler mulai dengan asupan nutrisi.
rapuh. 1. BB pasien dalam batas normal
15. Kurangnya informasi, misinformasi 2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Faktor yang berhubungan: 4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
1. Ketidakmampuan pemasukan atau 5. Monitor lingkungan selama makan
mencerna makanan atau 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
22

mengabsorpsi zat-zat gizi 8. Monitor turgor kulit


berhubungan dengan faktor biologis, 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
psikologis atau ekonomi. 10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi

3. Hipertermia NOC : NIC :


Definisi : suhu tubuh naik diatas Termoregulasi Perawatan Demam
rentang normal Defenisi : keseimbangan antara Defenisi : Manajemen gejala dan kondisi terkait yang berhubungan
produksi panas, mendapatkan dengan peningkatan suhu tubuh dimediasi oleh pirogen endogen.
Batasan Karakteristik: panas, dan kehilangan panas. 1. Monitor suhu sesering mungkin
1. Kenaikan suhu tubuh diatas rentang 2. Monitor IWL
normal. Indikator : 3. Monitor warna dan suhu kulit
2. Serangan atau konvulsi (kejang). 1. Suhu tubuh dalam rentang 4. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
3. Kulit kemerahan. normal 5. Monitor penurunan tingkat kesadaran.
4. Pertambahan RR 2. Nadi dan RR dalam rentang 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
5. Takikardi. normal. 7. Monitor intake dan output
6. Saat disentuh tangan terasa hangat 3. Tidak ada perubahan warna 8. Berikan anti piretik
kulit dan tidak ada pusing, 9. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
Faktor yang berhubungan: merasa nyaman 10. Selimuti pasien.
1. Penyakit/ trauma. 4. Tidak ada tanda dehidrasi. 11. Lakukan tapid sponge
2. Peningkatan metabolisme 12. Berikan cairan intravena
3. Aktivitas yang berlebih 13. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
4. Pengaruh medikasi/anastesi 14. Tingkatkan sirkulasi udara
5. Ketidakmampuan/penurunan 15. Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
kemampuan untuk berkeringat
6. Terpapar dilingkungan panas Pengaturan Suhu
7. Dehidrasi Defenisi : mecapai atau memelihara suhu tubuh dalam batas normal.
8. Pakaian yang tidak tepat 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan RR
23

4. Monitor warna dan suhu kulit.


5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu

Monitor tanda-tanda vital


Defenisi : pengumpulan dan analisis data kardiovaskuler, pernafasan,
dan suhu tubuh untuk menentukan dan mencegah komplikasi.
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12.
4. Resiko kekurangan volume cairan. NOC : NIC :
Definisi : Penurunan cairan 1. Keseimbangan Cairan. Manajemen Cairan
intravascular, intertisial, dan atau/ 2. Hidrasi Defenisi : Meningkatkan keseimbangan cairan dan pencegahan yang
intraselular ini mengacu pada dehidrasi, Indikator : dihasilkan dari tingkat cairan tidak normal atau tidak dinginkan.
kehilangan cairan saja tanpa perubahan 1. Mempertahankan urine output 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
kadarmatrium. sesuai dengan usia dan BB, BJ 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
urine normal, HT normal 3. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi
24

2. Tekanan darah, nadi, suhu adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
Batasan Karakteristik : tubuh dalam batas normal 4. Monitor vital sign
1. Kelemahan 3. Tidak ada tanda tanda 5. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori
2. Haus dehidrasi, Elastisitas turgor harian.
3. Penurunan turgor kulit/lidah kulit baik, membran mukosa 6. Lakukan terapi IV
4. Membran mukosa kering. lembab, tidak ada rasa haus 7. Monitor status nutrisi
5. Peningkatan denyut nadi, penurunan yang berlebihan 8. Berikan cairan
tekanan darah, penurunan 9. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
volume/tekanan nadi. 10. Dorong masukan oral
6. Pengisian vena menurun 11. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
7. Perubahan status mental 12. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
8. Konsentrasi urine meningkat 13. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
9. Temperatur tubuh meningkat 14. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk.
10. Hematokrit meningkat. 15. Atur kemungkinan tranfusi
11. Kehilangan berat badan seketika 16. Persiapan untuk tranfusi
(kecuali pada third spacing)

Faktor yang berhubungan:


1. Kehilangan volume cairan secara
aktif.
2. Kegagalan mekanisme pengaturan
5. Resiko infeksi NOC : NIC :
Definisi : rentan mengalami invasi dan Pengetahuan klien tentang Kontrol infeksi
multipikasi organisme patogenik yang kontrol infeksi Defenisi : Meminimalkan penerimaan dan transmisi agen infeksi.
dapat menggangu kesehatan. Defenisi : Tindakan untuk 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
mengurangi ancaman kesehatan 2. Pertahankan teknik isolasi
Faktor-faktor resiko : aktual dan potensial. 3. Batasi pengunjung bila perlu
1. Prosedur Infasif 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
2. Ketidakcukupan pengetahuan untuk Indikator : berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
menghindari paparan pathogen 1. Klien bebas dari tanda dan 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan.
3. Trauma. gejala infeksi 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4. Kerusakan jaringan dan peningkatan 2. Mendeskripsikan proses 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
paparan lingkungan/ penularan penyakit, factor 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
25

5. Ruptur membran amnion. yang mempengaruhi petunjuk umum


6. Malnutrisi penularan serta 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
7. Peningkatan paparan lingkungan penatalaksanaannya, kencing.
pathogen 3. Menunjukkan kemampuan 11. Tingkatkan intake nutrisi
8. Imonusupresi untuk mencegah timbulnya 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
9. Ketidakadekuatan imum buatan. infeksi
10. Tidak adekuat pertahanan sekunder 4. Jumlah leukosit dalam batas Perlindungan Infeksi
(penurunan Hb, Leukopenia, normal Defenisi : pencegahan dan deteksi diniinfeksipada pasien berisiko
penekanan respon inflamasi) 5. Menunjukkan perilaku hidup 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
11. Tidak adekuat pertahanan tubuh sehat 2. Monitor hitung granulosit, WBC
primer (kulit tidak utuh, trauma 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
jaringan, penurunan kerja silia, 4. Batasi pengunjung
cairan tubuh statis, perubahan 5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
sekresi pH, perubahan peristaltik) 6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
12. Penyakit kronik 7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

6 Resiko ketidakfeketifan perfusi NOC : NIC :


gastrointestinal Perfusi jaringan: organ Pengurangan perdarahan: gastrointestinal
Defenisi : Berisiko terhadap penurunan abdomninal Defenisi : Pembatasan jumlah kehilangan darah dari saluran
sirkulasi gastrointestinal, yang dapat Defenisi : Kecukupan aliran darah gastrointestinal bagian atas dan bawah dan komplikasi yang terkait.
mengganggu kesehatan. melalui pembuluh kecil dari 1. Evaluasi respon psikologis pasien terhadap perdarahan dan
varises abdomen untuk persepsinya mengenai kejadian tersebut.
26

mempertahankan fungsi organ. 2. Pertahankan jalan nafas jika diperlukan


Faktor resiko : 3. Monitor tanda dan gejala pendarahan yang terus menerus
1. Amnemia. Indikator : 4. Berikan cairan intravena jika diperlukan.
2. Anuerisme aorta abdomen. 1. Tekanan darah dalam batas 5. Monitor tanda-tanda syok hipovolemik.
3. Hemoragi gastrointestinal akut normal. 6. Dokumentasi warna, jumlah dan karakter dari fesek
4. Infark miokard 2. Bising usus dalam batas 7. Monitor pemeriksaan pembekuan darah dan hitung darah lengkap
5. Ketidakstabilan hemodinamika normal. (CBC) dengan diferesiasi sel darah putih, jika diperlukan.
6. Koagulasi intravaskuler diseminata 3. Keseimbangan elektrolit dan 8. Lakukan bilas lambung bila perlu.
7. Stroke asam/basa normal 9. Kaji status nutrisi pasien
8. Trauma 4. Tidak ada kelainan warna 10. Berikan pengobatan (misalnya laktulosa atau vasopressin)
9. Penyakit gastrointestinal (mis, ulkus urine dan bau.
duodenum atau iskemik, pankreatitis 5. Tidak ada mual, muntah,
iskemik). distensi abdomen, difisiensi
10. Penurunan kinerja ventrikel kiri malabsorbsi
11. Masa protrombin abnormal.
12. Masa tromboplastin parsial
abnormal.
27

4. Implemtasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan suatu kegiatan yang


dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dengan maksud
untuk meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan klien untuk
kesembuhan serta mencegah tejadinya komplikasi. Implementasi
dilakukan berdasarkan prioritas masalah saat membuat rencana asuhan
keperawatan. (Mahyar, 2010)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan. Namun, evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap dari
proses keperawatan. Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan
pernaikan. Pada tahap ini, perawat menemukan penyebab mengapa suatu
proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. (Mahyar, 2010)
28

C. Konsep Dasar Nyeri


1. Defenisi

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak


menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan
perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit
atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau
pengobatan. (Brunner & Suddarth, 2015)
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah
yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
(Hidayat, 2009)

2. Fisiologi Nyeri

Reseptor nyeri merupakan suatu organ tubuh yang berfungsi


dalam penerimaan rangsangan nyeri. Reseptor nyeri merupakan ujung-
ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak
memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khusunya pada
visare, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung empedu. Reseptor
nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau
rangsangan. Strimulus tersebut dapat berupa zat kimia seperti
histamine, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asama yang
dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan
oksigenasi. Stimulus yang lain dapat berupa termal, listrik atau
mekanis. Selanjutnya, stimulus yabg diterima oleh reseptor tersebut
ditransmisikan berupa implus-implus nyeri ke sumsum tulang
belakang. (Hidayat, 2009)

3. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri


akut dan kronis. (Hidayat, 2009)
29

a. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan


cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya
peningkatan tegangan otot.
b. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,
biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu dari 6 bulan.

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

a. Arti Nyeri
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan
hamper sebagian arti nyeri merupakan arti yang negative, seperti
membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin,latar belakang
social budaya, lingkungan, dan pengalaman.
b. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif
tempatnya pada korteks (pada fungdi evaluasi kognitif). Persepsi
ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimulasi
nociceptor.
c. Toleransi nyeri
Tolenransi ini erat hubungannya dengan itensitas nyeri yang
dapat mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Factor
yang dapat mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain
alcohol,obat-obatan, hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan
perhatian, kepercayaan yang kuat, dan sebagainnya. Sedangkan
factor yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa
marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan
lain-lain.
d. Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang
terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan
menjerit. Semua ini merupakan bentuk respons nyeri yang dapat
dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti arti nyeri, ingkat persepsi
30

nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan social,


kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia, dan lain-lain.

5. Intensitas nyeri

a. Pengukuran Intensitasi Nyeri


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri bersifat sangat
subjektif dan nyeri dalam intensitas yang dirasakan berbeda oleh
dua orang yang berbeda. ( Andarmoyo, 2013)
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap
nyeri itu sendiri, namun pengukuran dengan pendekatan objektif
juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu
sendiri. (Tamsuri, 2007)
b. Skala intensitas nyeri
1) Skala Intensitas Nyeri Deskritif Sederhana
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VSD)
merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
objekrif. Pendeskripsian VD diranking dari “tidak nyeri”
sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan
klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas
nyeri terbaru yang ia rasakan. Alat ini memungkinkn klien
memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri
(Andramoyo, 2013)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri


Nyeri terkontrol berat tidak

terkontrol
Skala Intensitas Nyeri Deskriftif Sederhana
31

(Andarmoyo, S. 2013).
2) Skala Intensitas Nyeri Numerik
Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale, NRS)
lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata.
Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala
0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi (Andarmoyo,2013)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri sedang Nyeri


Nyeri Hebat

Skala Intensitas Nyeri Numerik


(Andarmoyo, 2013)

3) Skala Intensitas Nyeri Visual Analog Scale


Skala analog visual (Visual Analog Scale) merupakan suatu
garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus
dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada setiap ujungnya.
(Andarmoyo, 2013)

Tidak Nyeri
Nyeri sangat hebat

Skala Intensitas Nyeri Visual Analog Scale


(Andarmoyo, 2013)
32

6. Pengkajian Nyeri

Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah


adanya riwayat nyeri, keluhan seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri,
kualitas, dan waktu serangan. Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan
cara PQRST (A. Aziz Alimul, 2009):
a. P (pemacu) : yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau
ringannya nyeri.
b. Q (quality) : dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul atau
tersayat.
c. R (region) : yaitu daerah perjaanan nyeri.
d. T (time) : lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.

D. Terapi Tehnik Relaksasi Benson


1. Defenisi

Relaksasi benson merupakan relaksasi menggunakan tehnik


pernapasan yang biasa digunakan di rumah sakit pada pasien yang
sedang mengalami nyeri atau mengalami kecemasan. Dan pada
relaksasi benson ada penambahan unsur keyakinan dalam bentuk kata-
kata yang merupakan rasa cemas yang sedang pasien alami. Kelebihan
dari latihan tehnik relaksasi dibandingkan tehnik lainnya adalah lebih
mudah dilakukan dan tidak ada efek samping apapun. (Solehati &
Kosasih, 2015)
Relaksasi benson merupakan pengembangan metode respon
relaksasi pernafasan dengan melibatkan faktor keyakinan pasien yang
dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat
membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih
tinggi (Benson & Proctor, 2011)
Tehnik relaksasi benson adalah untuk menghilangkan nyeri,
insomnia, dan kecemasan. Relaksasi benson merupakan tehnik
relaksasi yang digabung dengan keyakinan yang dianut oleh klien, dan
akan menghambat aktifitas saraf simpatis yang dapat menurunkan
33

konsumsi oksigen oleh tubuh dan selanjutnya otot-otot tubuh menjadi


relaks sehingga menimbulkan perasaan tenang dan nyaman. Teknik ini
merupakan upaya untuk memusatkan perhatian pada suatu fokus
dengan menyebut berulang-ulang kalimat ritual (Kushariyadi, 2011) .

2. Tujuan Relaksasi Benson

Menurut Purwanto (2011), tujuan dilakukan relaksasi benson


adalah untuk menciptakan suasana intern yang nyaman sehingga
mengalirkan fokus terhadap sensasi nyeri pada hipotalamus sehingga
dapat menurunkan sensasi nyeri yang dirasakan oleh individu yang
bersangkutan.

3. Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman sensasi dan emosi yang tidak


menyenangkan, keadaan yang memperhatikan ketidaknyamanan secara
subjektif atau individual, menyakitkan tubuh dan kapan pun individu
mengatakan adalah nyeri. Reseptor nyeri terletak pada semua saraf
bebas yang terletak pada kulit, tulang, persendian, dinding arteri,
membrane yang mengelilingi otak, dan usus. Salah satu
penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk meringankan rasa nyeri
adalah terapi benson. (Solehati & Kokasih, 2015)
Terapi benson merupakan tehnik relaksasi dengan melibatkan
keyakinan yang mengakibatkan penurunan terhadap kosumsi oksigen
oleh tubuh dan oto-otot tubuh menjadi rileks sehingga menimbulkan
perasaan tenang dan nyaman. Apabila O2 dalam otak tercukupi maka
manusia dalam kondisi seimbang. Kondisi ini akan menimbulkan
keadaan rileks secara umum pada manusia. Perasaan rileks akan
diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan conticothropin
releaxing factor (CFR). CFR akan merangsang kelenjar dibawah
otakuntuk meningkatkan produksi proopoid melanocorthin (POMC)
sehingga produksi enkaphalin oleh medulla adrenal meningkat.
34

Kelenjar dibawah otak juga menghasilakan β endorphinr sebagai


neurotransmitter (Yusliana, 2015).
Endorphine muncul dengan cara memisahkan diri dari deyoxyribo
nucleid acid (DNA) yaiu substansi yang mengatur kehidupan sel dan
memberikan perintah bagi sel untuk tumbuh atau berhenti tumbuh.
Pada permukaan sel terutama sel saraf terdapat area yang menerima
endorphine membuat kehidupan dalam situasi normal menjadi tidak
terasa menyakitkan. Endorphine mempengaruhi impuls nyeri dengan
cara menekan pelepasan neurotransmitter di presinap atau menghambat
impuls nyeri dipostsinap sehingga rangsangan nyeri tidak dapat
mencapai kesadaran dan sensorik nyeri tidak dialami (Solehati &
Kokasih, 2015).

4. Prosedur Relaksasi Benson

Menurut Solehati & Kosasih (2015) Adapun langkah-langkah


dalam latihan Teknik Relaksasi Benson adalah sebagai berikut :
a. Langkah Pertama
1) Siapkan pasien, berikan informasi tentang teknik Relaksasi
Benson. Mintalah persetujuan pasien untuk bersedia melakukan
relaksasi tersebut (inform consent).
2) Pilihlah salah satu ungkapan singkat yang mencerminkan
keyakinan pasien. Anjurkan pasien untuk memilih kata atau
ungkapan yang memiliki arti khusus bagi pasien. Fungsi
ungkapan ini dapat mengaktifkan keyakinan pasien dan
meningkatkan keinginan pasien untuk menggunakan teknik
tersebut.
3) Jangan memaksa pasien untuk menggunakan ungkapan-
ungkapan yang dipilih oleh perawat
b. Langkah Kedua
1) Atur posisi pasien senyaman mungkin. Mintalah pasien untuk
menunjukkan posisi yang diinginkan pasien untuk melakukan
terapi Relaksasi Benson
35

2) Pengaturan posisi dapat dilakukan dengan cara duduk, berlutut,


ataupun tiduran, selama tidak mengganggu pikiran pasien
3) Pikiran pasien jangan sampai terganggu oleh apapun termasuk
karena adanya salah posisi yang tidak nyaman yang
mengakibatkan pasien manjadi tidak fokus pada intervansi
c. Langkah Ketiga
a. Anjurkan dan bimbing pasien untuk memejamkan mata
sewajarnya
b. Anjurkan untuk menghindari menutup mata kuat-kuat
c. Tindakan menutup mata dilakukan dengan wajar dan tidak
mengeluarkan banyak tenaga

Anda mungkin juga menyukai