Anda di halaman 1dari 8

KASUS 3

APENDISITIS

DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum.
Infeksi ini mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya. (Wim de Jong et al. 2005)
Apendisitis adalah peradangan apendiks vermiform yang terjadi sebagian besar pada remaja dan dewasa muda. Dapat terjadi pada
semua usia tetapi jarang terjadi pada klien yang kurang dari dua tahun dan mencapai insiden tertinggi pada usia 20-30 tahun. Tidak
umum terjadi pada lansia, namun, rupturnya apendiks lebih sering terjadi pada klien lansia. Apendisitis terjadi pada 7-12 % populasi.
(joyce M. Black )

Klasifikasi berdasarkan stadium klinikopatologis dari Cloud, klasifikasi ini berdasarkan pada temuan gejala klinis dan temuan durante
operasi :
 Apendisitis simple (grade I) : stadium ini meliputi apendisitis dengan apendiks tampak normal atau hiperemi ringan dan edema, belum
tampak adanya eksudat serosa
 Apendisitis supurativa ( grade II) : sering didapatkan adanya obstruksi, apendiks dan mesoapendiks tampak edema, kongesti pembuluh
darah, mungkin didapatkan adanya petekie dan terbentuk eksudat fibrinopurulen pada serosa serta terjadi kenaikan jumlah cairan
peritoneal. Pada stadium ini mungkin bisa tampak jelas adanya proses walling off oleh omentum, usus, dan mesenterium didekatnya.
 Apendisitis gangrenosa (grade III) : selain didapatkan tanda-tanda supurasi didaptkan juga adanya dinding apendiks yang berwarna
keunguan, kecoklatan, atau merah kehitaman (area gangren). Pada stadium ini sudah terjadi adanya mikroperforasi, kenaikan cairan
peritoneal yang purulen dengan bau busuk.
 Apendisitis ruptur ( grade IV) : sudah tampak dengan jelas adanya ruptur apendiks, umumnya sepanjang antimesenterium dan dekat
pada letak obstruksi. Cairan peritoneal sangat purulen dan berbau busuk.
 Apendisitis abses (grade V) : Sebagian apendiks mungkin sudah hancur, abses terbentuk disekitar apendiks yang ruptur biasanya di
forsa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal atau seluruh rongga pelvis bahkan mungkin seluruh rongga abdomen

Menurut klasifikasi klinikopatologi Cloud, apendisitis akut grade I dan II belum terjadi perforasi (apendisitis simpel) sedangkan
apendisitis akut grade III, IV, V telah terjadi perforasi (apendisitis komplikata).

KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat.
Apendisitis akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks
dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan kemerahan.
Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan (Rukmono, 2011).
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum (Rukmono, 2011).
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan
tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen (Rukmono, 2011
d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan
peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya (Rukmono, 2011).
e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal,
subsekal dan pelvikal (Rukmono, 2011).
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga
terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik (Rukmono, 2011).

2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik.
Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan
eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).

Etiologi
Fekolit yang terperangkap dalam lume

Adanya fekolit menyebabkan terjadinya obstruksi sekret appendiks yang disertai pelebaran alaat tubuh. Pelebaran ini mengakibatkan
terjadinya tekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang menyebabkan edema dinding apendiks, karena edema maka resistensi selaput
berkurang dan mudah diserang kuman.

1. Kekakuan appendiks

Sama halnya dengan peyumbatan oleh fekolit, dimana appendiks yang kaku dapat meyebabkan terjadinya obstruksi pada lumen.

2. Bengkak pada dinding usus / tumor appendiks.

Jenis tumor yang paling sering pada appendiks adalah tumor carcinoid. Carcinoid pada appendiks tumbuh mengelilingi rongga, tidak
mempunyai batas yang jelas dan dapat tumbuh infiltrat kedalam lapisan otot sehingga menimbulkan obstruksi pada lumen.

3. Fibrosis yang luas disekeliling appendiks.

Benang fibrin juga akan dapat menyebabkan terjadinya obstruksi pada lumen.

4. Hiperplasia jaringan limfe

Pembesaran jaringan limfe dapat menyebabkan penyumbatan yang berakibat radang pada appendiks.

5. Cacing Ascaris

Cacing ascaris lumbricoides jika masuk appendiks dapat menyebabkan penyumbatan radang sekunder.

6. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti Entamoeba Histolytica dapat menyebabkan terjadi infeksi.
MANIFESTASI KLINIS APENDIKS
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan
menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih
tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.
Kemungkinan Apendistis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado.

Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada
letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal
yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas
dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga
peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
2. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya
di dindingnya.
 Hubungan Patofisiologi dan Manisfestasi Klinis (Wim De Jong).


Penatalaksanaan apendisitis
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis : Puasakan dan Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala.
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik. Pertimbangkan DD/ KET
terutama pada wanita usia reproduksi. Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomy
Perawatan appendicitis tanpa operasi. Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis acuta
bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi
untuk dilakukan operasi Rujuk ke dokter spesialis bedah. Antibiotika preoperative. Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk
menurunkan terjadinya infeksi post opersi. Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob. Antibiotika
preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan
antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi
bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan
Bacteroides.

Menurut Brunner & Suddarth (2000) penatalaksanaan Appendicitis adalah sebagai berikut :
a. Pembedahan diidikasikan jika terdiagnosa appendicitis; lakukan apendiktomi secepat mungkin untuk mengurangi resiko perforasi.
Metode insisi abdominal bawah di bawah anestesi umum atau spinal; laparoskopi.

b. Berikan antibiotic dan cairan IV sampai pembedahan dilakukan.

c. Analgetik dapat diberikan setelah diagnose di tegakkan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisik
· Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan
distensi perut.
· Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan
perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan
bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut
kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
 Nyeri tekan lepas Blumberg (gambar 1A)
 Tanda Rovsing, nyeri alih ke daerah nyeri tekan saat perkusi atau palpasi di kuadran kiri bawah (gambar 1B)
 Tanda psoas positif (nyeri kuadran kanan bawah saat ekstensi panggul kanan) (gambar 1C)
 Tanda obturator (nyeri kuadran kanan bawah saat fleksi dan rotasi internal pada panggul kanan) tergantung pada lokasi apendiksm yang
berhubungan dengan otot-otot ini dan derajat inflamasi apendiks (gambar 1D)
Gambar 1. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan nyeri abdomen kanan. A. Tanda Blumberg, B. Tanda Rovsing, C. Tanda psoas, D.
Tanda obturator
· Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit
diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis.
Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
· Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas
dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha
kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang
kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini
dilakukan pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium. Pemeriksaan darah didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus
dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan
bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu
ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
2. Pemeriksaan Radiologis. Foto polos abdomen Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya
peritonitis) tampak: scoliosis ke kanan, psoas shadow tak tampak, bayangan gas usus kananbawah tak tampak, garis retroperitoneal fat
sisi kanan tubuh tak tampak, 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
3. Appendicogram. Hasil positif bila : non filling, partial filling, mouse tail cut off.
4. Pemeriksan USG. Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai
adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
5. Barium enema. Pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa
pada tepi medial serta inferior dari seccum; pengisisan lengkap dari apendiks menyingkirkan appendicitis.
6. CT-Scan Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila
terjadi abses.
7. Laparoscopi. Tindakan lemeriksaan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat
divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini
didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.
Komplikasi apendiks
1. Perforasi Apendiks

Pecahnya apendiks yang sudah meradang menyebabkan pus masuk ke rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.Pada dinding
apendiks tampak daerah perforasi dikeluarkan oleh jaringan nekrotik. Gejala apendisitis perforasi gerakan dinding perut berkurang,
distensi abdomen, bising usus berkurang dan nyeri saat ditekan.
Faktor penyebabanya adalah usia, durasi gejala, keterlambatan datang atau ditangani

2. Peritonitis

Peradangan di dinding perut yang terjadi akibat dampak dari infeksi bakteri yang telah menyebar ke bagian selaput perut yang ada di
bagian dalam atau peritoneum. Gejala dan tanda yang terjadi biasanya bergantung pada luas peritonitis, dan berat peritonitis. Gejala
yang timbul biasanya demam, leukositosis, nyeri abdomen terus menerus, muntah, abdomen yang tegang dan kaku. Bila infeksi
menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata yang dapat menimbulkan ileus paralitik
3. Nyeri Perut

Infeksi yang ada di radang usus buntu itu dapat semakin menyebar keseluruh bagian perut sehingga menyebabkan nyeri perut semakin
menyebar ke seluruh bagian perut
4. Abses/Nanah

Komplikasi usus buntu juga akan menimbulkan kantong yang berisi nanah atau abses.

Asuhan Keperawatan Apendiks

 Diagnosa Keperawatan Pre Operasi:


1. Nyeri akut b/d agen cidera biologis (Nanda hal: 469)
2. Ansietas b/d ancaman pada status terkini (Nanda hal: 343)
3. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri (Nanda hal: 232)

 Intervensi

No. DX Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


1 Nyeri akut b/d agen cidera Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC hal 559
biologis selama 3x24 jam diharapkan nyeri Manajemen nyeri (kode : 1400 hal 198)
berkurang dengan kriteria hasil : 1. Lakukan pengkajian nyeri
(NOC hal 645) komprehensif yang meliputi lokasi,
Tingkat Nyeri (kode:2102 hal:577) karakteristik, oset/durasi, frekuensi,
1. Pasien melaporkan nyeri kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
Kepuasan Klien: Manajemen Nyeri dan factor pencetus
(kode: 3016 hal:179) 2. Kendalikan factor lingkunagn yang
1. Nyeri terkontrol dapat mempengaruhi respon pasien
2. Pasien dapat mengambil tindakan terhadap ketidaknyamanan (misalnya,
untuk manajemen nyeri suhu ruangan, pencahayaan, suara
bising)
3. Dorong pasien untuk memonitor nyeri
dan menangani nyerinya dengan tepat
4. Ajarkan penggunaan teknik non
farmakologi(seperti, biofeedback,
TENS, hypnosis, relaksasi, bimbingan
antisipatif, terapi music, terapi
bermain, terapi aktivitas, akupressur,
aplikasi panas/dingin dan pijatan,
sebelum, sesudah dan jika
memungkinkan, ketika melakukan
aktivitas yang menimbulkan nyeri;
sebelum nyeri terjadi/meningkat; dan
bersamaan dengan tindakan penurunan
rasa nyeri lainnya)
5. Kolaborasi dengan pasien, orang
terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurunan nyeri non farmakologi
sesuai kebutuhan
Manajemen lingkungan : Kenyamanan
(kode : 6482 hal 192)
1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
mendukung
2. Sediakan lingkungan yang mana dan
bersih

 Diagnosa Keperawatan Post Operasi


1. Resiko kekurangan volume cairan (Nanda hal : 194)
2. Resiko syok hipovolemik (Nanda hal : 424)
3. Resiko infeksi (Nanda hal : 405)

 Intervensi

No. DX Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


1 Resiko kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC hal: 595
cairan selama 3x24 jam diharapkan resiko Manajemen elektrolit (kode: 2000 hal:
kekurangan volume cairan dapat teratasi 166)
dengan kriteria hasil : 1. Monitor manifestasi
(NOC hal 684) ketidakseimbangan elektrolit
Keseimbangan cairan (kode : 0601 hal : 2. Pertahankan kepatenan akses IV
192)
3. Berikan cairak sesuai resep bila
1. TTV normal diperlukan
2. Turgor kulit normal Manajemen cairan (kode: 4120 hal: 157)
3. Membrane mukosa lembab 1. Timbang berat badan setiap hari dan
4. Keseimbangan intake dan output dalam monitor status pasien
24 jam 2. Jaga intake aau asupan yang akurat dan
5. Tidak kehausan catat output (pasien)
3. Monitor status hidrasi (miss,membrane
mukosa lembab,denyut nadi
adekuat.dan tekanan darah ortostatik)
4. Monitor tandatanda vitav pasien
5. Distribusikan asupan cairan selama 24
jam
6. Dukung pasien dan keluarga untuk
membantu pemberian makanan dengan
baik

Anda mungkin juga menyukai