Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN

PENDAHULUAN
A. Apendisitis
1. Pengertian

Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda

asing batu feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan

dari apendiks verivormis (Nugroho, 2011). Apendisitis merupakan

peradangan yang berbahaya jika tidak ditangani segera bisa menyebabkan

pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins, 2011). Apendisitis adalah suatu

peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal

(Reksoprojo,2010).

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau

umbai cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga

memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang

umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010).

2. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis menurut Nurafif & Kusuma (2013) terbagi menjadi 3

yaitu :

a. Apendisitis akut, radang mendadak di umbai cacing yang memberikan

tanda, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.


b. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut bagian

kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini

terjadi bila serangan apendisitis akut pertama sembuhspontan.

c. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan

bawah lebih dari dua minggu (sumbatan di lumen apendiks, adanya

jaringan parut dan ulkus lama di mukosa), dan keluhan hilang setelah

apendiktomi.

3. Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi faktor

penyebabnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus

disamping hyperplasia jaringan limfe, batu feses, tumor apendiks, dan cacing

askaris dapat juga menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga

menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena parasit seperti

E.Histolytica (Sjamsuhidajat, 2010).

4. AnatomidanFisiologi

a. Anatomi

Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendiks merupakan suatu organ

berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan


diameter 0,5-1 cm dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian

proksimal dan melebar dibagian distal. Pada bayi, apendiks berbentuk

kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah ujung, keadaan ini

menjadi sebab rendahnya kejadian apendisitis pada usia tersebut (Sjamsu

hidayat& de Jong, 2012 ). Apendiks, disebut juga apendiks vermiformis

merupakan organ yang sempit dan berbentuk tabung yang mempunyai otot

serta terdapat jaringan limfoid pada dindingnya. Letak apendiks sekitar satu

inci (2,5 cm) di bawah juncturai leocaecalis dan melekat pada permukaan

postero medial caecum. Apendiks terletak di fossa iliacadextra, dan dalam

hubungannya dengan dinding anterior abdomen, pangkalnya terletak

sepertiga keatas di garis yang menghubungkan spinailiaka anterior superior

dan umbilikus. Apendiks berisima kanan dan mengosongkan diri secara

teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya

kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap

infeksi yang biasa disebut apendisitis (Snell, 2014).

b. Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari.Lendir tersebut secara normal

dicurahkan ke lumen dan selanjtnya mengalir menuju sekum. Adanya

hambatan pada aliran lendir di muara apendiks dapat menjadi salah satu

penyebab terjadinyaa pendisitis. Di sepanjang saluran cernater dapat imun

oglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associates Lymphoid

Tissue) yakni IgA. Imun oglobul ini tusan gatefektif sebagai pelindung

terhadap infeksi. Namun apabila seseorang menjalani prosedur

apendektomi, maka tidak akan mempengaruhi imun tubuh, sebab jumlah

jaringan limf di area ini sangat kecil dibandingkan denganjumlahnya di


saluran cerna dan seluruh tubuh (Sjamsuhidayat& de Jong, 2012).

5. Patofisiologi

Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan

oleh fses yang terlibat atau fekalit. Sesuai dengan pengamatan epidemiologi

bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan makanan yang rendah serat.

Pada stadium awal apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.

Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan peritoneal.

Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan

berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan. Dalam

stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen yang

menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks

menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi

nekrosis ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh

omentum, abses local akan terjadi (Burkit, Quick & Reed,2007).


WOC APENDISITIS

Etiologi

Obstruksi lumen apendiks oleh: Infeksi kuman dari colon (E.


- Fecalith (massa feses yang keras) Coli)
- Hiperplasia dari folikel limfoid
- Benda asing (seperti biji cabai, biji jeruk)
- Tumor apendiks
- Pelekukan/terpuntirnya apendiks
- Oklusi eksternal usus oleh perlekatan

Fecalith, benda asing, tumor, Infeksi kuman E.coli


dll

Obstruksi lumen apendiks Reaksi antigen


dengan Ig A

Ig A tidak dapat
Peningkatan tekanan
melawan antigen
intra lumen
kuman

Penekanan pembuluh darah


lumen

Iskemia jaringan
Kematian sel
(nekrosis)/kerusakan
jaringan

Inflamasi apendiks

APENDISI
TIS
Pre Op

Respon peradangan Reaksi inflamasi B1 B2

Pelepasan mediator nyeri Merangsang sintesa dan Iritasi jaras N. Vagus Iritasi jaras N. Vagus
(histamin, bradikinin, pelepasan zat pirogen
prostaglandin, serotonin) oleh leukosit pada
jaringan yang meradang
Bronkokontriksi Penurunan kecepatan dan
kekuatan kerja jantung
Merangsang nosiseptor pada
ujung saraf bebas Menstimulasi pusat Penurunan ratio ventilasi
serabut tipe C termoregulator di
hypothalamus Kapasitas difusi menurun CO menurun

Pengiriman impuls nyeri ke


medulla spinaslis (N. Peningkatan suhu Suplai oksigen menurun Insufisiensi pengisian
Thorakalis X) tubuh sistem arteri

Kerja napas meningkat

Nyeri difus di Hiperthermi Penurunan aliran


epigastrium Dyspnea darah sistemik

MK : Ketidakseimbangan suhu
Nyeri menjalar ke RLQ tubuh (Hiperthermi) MK : gg. Perfusi jaringan
abdomen
MK : Gg. Rasa MK : Pola nafas tidak
nyaman nyeri efektif

B3
B4 B5

Reaksi inflamasi
Peningkatan Respon inflamasi
akumulasi pus di
Merangsang hipothalamus apendiks
Peningkatan vaskularisasi

Siklus bangun dan Perforasi apendiks


tidur terganggu Permeabilitas pembuluh darah meningkat
Infeksi meluas ke
vesica urinaria
Somnolen
Kebocoran cairan
Sistitis intravaskuler ke intertisiel
Penurunan kesadaran

MK : Nyeri saat Oedema


Resiko Cidera mikturisi

Peningkatan tekanan
MK : gg. Eliminasi
intra abdominal
urine

Penekanan gaster

Mual, muntah

Anoreksia MK : Kekurangan volume


cairan
Intake tidak
adekuat

MK :
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan

B6 - Tindakan invasif :
(Apendiktomi)
Distensi abdomen - Perubahan status
Metabolisme meningkat kesehatan
akibat adanya radang
Spasme abdomen - Ketidaktahuan
Aktivitas seluler - Koping individu tidak
meningkat efektif
Nyeri

MK :
Pemecahan Mobilisasi terbatas - Ansietas
karbohidrat, lemak, - Kurang pengetahuan
protein lebih banyak
MK : Hambatan
mobilitas fisik
Malaise

MK : Intoleransi
aktivitas

Post Op
Pembatasan cairan pasca Terputusnya jaringan Luka
operasi (puasa)

Terputusnya pembuluh Pemajanan MO


Intake cairan menurun darah
MK : Resiko infeksi
MK : Resiko kekurangan volume Perdarahan
cairan

MK : Resiko syok
hipovolemik
1. ManifestasiKlinis

Menurut Wijaya AN dan Putri (2013), gejala-gejala permulaan pada

apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar umbilikus diikuti

anoreksia, nausea dan muntah, ini berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam

beberapa jam nyeri bergeser ke nyeri pindah ke kanan bawah dan

menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc. Burney, nyeri

rangsangan peritoneum tidak langsung, nyeri pada kuadran kanan bawah saat

kuadran kiri bawah ditekan, nyeri pada kuadran kanan bawah bila peritoneum

bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, dan mengedan, nafsu makan

menurun, demam yang tidak terlalu tinggi, biasanya terdapat konstipasi, tetapi

kadang-kadang terjadi diare.

2. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada apendisitis menurut Smeltzer dan Bare (2009).

yaitu :

a. Perforasi

Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum, dan

letak usus halus. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan

suhu 39,50C tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis

meningkat akibat perforasi dan pembentukan abses.

b. Peritonitis

Peritonitis yaitu infeksi pada sistem vena porta ditandai dengan panas

tinggi 390C – 400C menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang

jarang.

3. PemeriksaanPenunjang

Pemeriksaan penunjang post operasi apendiktomi menurut Wijaya dan Putri


(2013), yaitu:

c. Laboratorium

Pada pemeriksaan ini leukosit meningkat rentang 10.000 –hingga 18.000 /

mm3, kemudian neutrofil meningkat 75%, dan WBC meningkat sampai

20.000 mungkin indikasi terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah)

d. Data PemeriksaanDiagnostik

Radiologi yaitu pada pemeriksaan ini foto colon menunjukkan adanya

batu feses pada katup. Kemudian pada pemeriksaan bariumenema

:menunjukkan apendiks terisi barium hanya sebagian.

4. Penatalaksanaan

Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga (Brunner

& Suddarth, 2010), yaitu:

e. Sebelumoperasi

1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi ketat

karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien diminta tirah

baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai

adanya apendisitis. Diagnosis ditegakkan dengan lokasi nyeri pada

kuadran kanan bawah setelah timbulnya keluhan.

2) Antibiotik

Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan

antibiotik, kecuali apendiksitis tanpa komplikasi tidak memerlukan

antibiotik. Penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotik

dapat mengakibatkan abses atau preforasi.

f. Operasi

Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu apendiktomi.


Apendiktomi harus segera dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi.

Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum dengan

pembedahan abdomen bawah atau dengan laparoskopi. Laparoskopi

merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner & Suddarth,

2010).

Apendiktomi dapat dilakukan dengn menggunakan dua metode

pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan konvensional

laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang merupakan teknik

pembedahan minimal invasive dengan metode terbaru yang sangat efektif

(Brunner & Suddarth, 2010).

1) Laparatomi

Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke

dalam rongga perut. Prosedur ini memungkinkan dokter melihat dan

merasakan organ dalam untuk membuat diagnosa apa yang salah.

Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif, laparatomi semakin

kurang digunakan dibanding terdahulu. Prosedur ini hanya dilakukan

jika semua prosedur lainnya yang tidak membutuhkan operasi, seperti

laparoskopi yang seminimal mungkin tingkat invasifnya juga

membuat laparatomi tidak sesering terdahulu. Bila laparatomi

dilakukan, begitu organ-organ dalam dapat dilihat dalam masalah

teridentifikasi, pengobatan bedah harus segeradilakukan.

Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan perut. Operasi

laparatomi dilakukan bila terjadi masalah kesehatan yang berat pada

area abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila klien mengeluh nyeri

hebat dan gejala-gejala lain dari masalah internal yang serius dan
kemungkinan penyebabnya tidak terlihat seperti usus buntu, tukak

peptik yang berlubang, atau kondisi ginekologi maka dilakukan

operasi untuk menemukan dan mengoreksinya sebelum terjadi

keparahan lebih. Laparatomi dapat berkembang menjadi pembedahan

besar diikuti oleh transfusi darah dan perawatan intensif (David dkk,

2009).

2) Laparoskopi

Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh mulai

dari iga paling bawah samapi dengan panggul. Teknologi laparoskopi

ini bisa digunakan untuk melakukan pengobatan dan juga mengetahui

penyakit yang belum diketahui diagnosanya denganjelas.

Keuntungan bedah laparoskopi :

a) Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali, memudahkan

dokter dalampembedahan.

b) Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka operasi

pasca bedah konvensional. Luka bedah laparoskopi berukuran 3

sampai 10 mm akan hilang kecuali klien mempunyai riwayat

keloid.

c) Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga penggunaan

obat-obatan dapat diminimalkan, masa pulih setelah pembedahan

lebih cepat sehingga klien dapat beraktivitas normal lebihcepat.

g. Setelah operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya

perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau gangguan pernafasan.

Baringkan klien dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan baik apabila

dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu klien dipuasakan sampai
fungsi usus kembali normal. Satu hari setelah dilakukan operasi klien

dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua

dapat dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari ke tujuh dapat diangkat

dan dibolehkan pulang (Mansjoer, 2010).


A. Asuhan Keperawatan Klien denganApendiktomi pre post

1. Pengkajian

a. Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,

pendidikan, diagnosa medis, tanggal, pengkajian diambil, dan tanggal

pengkajian, diambil, dan identitas penanggung jawab, nama umur,

pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat.

Biasanya sering terjadi pada laki-laki dan perempuan usia 20-40 tahun.

2. Riwayat kesehatan

b. Riwayat kesehatan

 Keluhan utama

Biasanya klien mengeluhkan nyeri pada perut dan berawal dari pusar

lalu bergerak pada bagian kanan bawahperut, mual muntah, demam

ringan dll.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya klien sering memakan makanan yang dibakar seperi ayam bakar,

memakan gorengan, mengkonsumsi makanan daging berlebihan, dan jajan

sembarangan.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya pada penyakit apendisitis bukan penyakit turunan ataupun

menular.

3. Pola persepsi dan penanganan kesehatan

Biasanya pada pasien apendisitis tidak ada masalah pada penanganan kesehatan dan
biasanya klien tidak mengetahui penyakitnya dan pola makan yang tidak sehat dan

ketidaktahuan terhadap penyakitnya

4. Pola nutrisi / metabolisme

Biasanya klien sering memakan makanan yang tidsk sehat dan sering memakan

jajan sembarangantidak memetingkan makanan 4 sehat 5 sempurna. Dan sering

terlambat untuk makan

5. Pola eliminasi

Biasanya pada pola eliminasi klien tidak terganggu

6. Pola aktivitas tidur

Biasanya pola aktivitas tidur klien terganggu karena penyakit yang dirasakan

pasien.

7. Pola kognitif persepsi

Biasanya padapasien apendisitis fungsi indra penciuman, pendengaran,

penglihatam, perasa, peraba tidak mengalami gangguan. Pasien mengalami nyeri

pasien mengetahui penyakit yang dialaminyaakan segera sembuhdengan

pengobatan medis

8. Pola peran hubungan

biasanya pada pola ini tidak ada masalah

9. Pola seksualitas/ reproduksi

Biasanya tidak ada masalah reproduksi

10. Pola perspsi dan konsep diri

Biasanya tidak ada masalah pada pola ini dan klien ingin cepat sebuh dari penyakit

yang dideritanya
11. Pola koping dan toleransi stress

Biasanya klien mengalami stres karena penyakit yang dialaminya dan klien cemas

akan pengobatan yang dilakukan

12. Pola keyakinan nilai

Biasanya klien tidak ada masalah pada pola keyakinan danklien meyakini

agamanya masing-masing

PEMERIKSAAN FISIK

Gambaran
Tanda Vital Suhu : biasanya suhu meningkat
Nadi : biasanya nadi meningkat
TD : biasanya TD meningkat
RR : biasanya respirasi tidak ada masalah
Tinggi badan
Beratbadan Biasanya berat badan klien mengalami penurunan
LILA
Kepala : Biasanya kepala klien tidak ada masalah
Rambut Biasanya rambut masih bersih dan tidak ada gangguan
Mata Biasanya konjutiva klie nanemis dan sclera ikterik penglihatan
Hidung normal
Mulut Biasanya hidung klien tidak ada gangguan
Telinga Biasanya mulut klien tidak ada gangguan
Biasanya pada telinga klien tidak ada gangguan pendengaran baik
Leher Biasanya leher klien tidak ada masalah
Trakea Biasanya tidak ada pembesaran
JVP Biasanya tidak ada pembengkakanjvp
Tiroid Biasanya tidak ada pembesaran kalenjer tiroid
Nodus Limfe Biasanya tidak ada pembesaran nodu slimfe
Dada Biasanya simetriskiri dan kanan dan tidak ada masalah tidak ada
Paru retraksi dinding dada
P biasanya tidak ada nyeri tekan vocal fremitus normal
P biasanya sonor
A biasanya normal tidak ada bunyi abnormal atau vesikuler
Jantung I biasanya ictus cordis tidak tampak
P basanya tidak ada nyeri tekan tidak teraba masa
P biasanya normal redup, batas jantung normal
A biasanya bunyi jantung lup dup atau regular
Abdomen I biasanya abdomen klien datar tidak ada sikatrik
A biasanya terdapat bunyi bising usus normal
P biasanya terdapat nyeri tekan, teraba masa pada perut kanan
bawah
P biasanya timpani
Ekstremitas Kekuatan otot biasanya normal
Muskuloskeletal/Sendi Inspeksi biasanya tidak terlihat peradangan dan normal
Palpas ibiasanya tidak ada nyeri tekan
Vaskular Perifer normal
Integumen Inspeksibiasanyabiasanyakulitterlihatkering
Palpasi biasanya tidak ada nyeri tekan
Neurologi Biasanya saraf pada klientidakadamengalamigangguan
Status mental/GCS 15
Saraf cranial Normal
Reflekfisiologi Normal
Reflekpatologis Normal
Payudara Biasanya tidak ada masalah

Genitalia Biasanya tidak ada masalah

Rectal Biasanya tidak ada masalah

13. Diagnosa

1. Nyeri akut b.d agen cidera fisiologis

2. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif

3. Hipertermi b.d proses penyakit

14. Intervensi keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
 Frekuensi nadi (2-4) Kolaborasi ;
 Pola nafas meningkat (3-  Identifikasi lokasi
4)  Identifikasi skala nyeri
 Kelukan nyeri (2-3)  Identifikasi respon nyeri
 Meringis gelisa (3-4)  Identifikasi faktor yang
 Kesulitan tidur (2-4) memperberat dan
memperingankan nyeri

Terapeutik ;
 Berikan teknik
nonformakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan
tidur

Edukasi ;
 Jelaskan penyebab,
pariode dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri

Kolaborasi ;
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Resiko hipovolemia Status Cairan Manajemen hipovolemia

 Kekuatan nadi (2-4) Observasi ;


 Turgor kulit (3-4)  Periksa tanda gejala
 Output urine meningkat hipovolemia (mis,
(3-4) frekuensi nadi meningkat,
 Dispnea (2-3) nadi teraba lemah, tekanan
 Edema perifer memburuk darah menurun, tekanan
(2-4) nadi menyempit, turgor
 Frekuensi nadi (3-4) kulit menurun, membran
 Tekanan darah (2-3) murkosa, kering, volume
 Kadar Hb (2-4) urin menurun, hematokrit,
 Kadar Ht (3-4) haus dan lemah)
Terapeutik ;
 Hitung kebutuhan cairan
 Berikan posisi modified
trendelembung
 Berikan asupan cairan oral

Edukasi ;
 Anjurkan mempperbanyak
asupan cairan
 Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak

Kolaborasi ;
 Kolaborasi pemberian
produk daerah

Hipertemia Termoregulasi Manajemen hipertemia

 Mengigil memburuk (3-4) Observasi ;


 Suhu tubuh (2-4)  Identifikasi penyebab
 Suhu kulit (2-3) hipertemia (dehidrasi,
terdapat lingkungan panas,
pengunaan inkubator)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolat
 Monitor komplikasi akibat
hipertemia

Terapeutik ;
 Sediakan lingkungan yang
dingin
 Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi ;
 Anjurkan tirah barang

Kolaborasi ;
 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektoralet
intravena, jika perlu

ASKEP TEORITIS POST OP


1. Pengkajian
pengkajian meliputi : nama, kebanyakan terjadi pada laki – laki, umur 20 – 30 tahun,
pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, diagnosa medis, nomor rekam medis, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan

Biasanya pada saat dikaji, pasien dengan post operasi appendisitis paling sering di

temukan adalah nyeri. Nyeri yang dirasakan pasien seperti diremas remas ataupun

rasa nyeri seperti ditusuk tusuk. Saat pengkajian, yang diuraikan dari mulai masuk

tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian. Keluhan padasaat dikaji pasien

yang telah menjalani operasi appendisitis pada umumnya mengeluh nyeri pada luka

operasi.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Tentang pengalaman penyakit sebelumnya, apakah berpengaruh pada penderita

penyakit yang diderita sekarang serta apakah pernah mengalami pembedahan

sebeluumnya.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti

pasien, dikaji pula mengenai penyakit keturunan dan menular lainnya.

3. Pola persepsi dan penanganan kesehatan

Biasanya Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi apabila sakit periksake

dokter,periksa ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.

4. Pola nutrisi / metabolisme

Biasanya Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi porsi makanan tidak

habis, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, mual, muntah dan kenaikan suhu

tubuh.

5. Pola eliminasi

Biasanya Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi BAK dan BAB tidak

mengalami gangguan pada pasien post operasi appendikitis.

6. Pola aktivitas tidur


Biasanya Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi istirahat tidur tidak

mengalami gangguan pada pasien post operasi appendisitis.

7. Pola kognitif persepsi

Biasanya Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi fungsi indra penciuman,

pendengaran, pengelihatan, perasa, peraba tidak mengalami gangguan, pasien merasakan

nyeri,pasien mengetahui penyakit yang dialaminya akan segera sembuh dengan dilakukan

pengobatan medis yang sudah didapatkannya.

8. Pola peran hubungan

biasanyaPada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi interaksi dalam rumah,

linngkungan tidak mengalami gangguan.

9. Pola seksualitas/ reproduksi

Biasanya Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi fungsi reproduksi dan

seksualitas tidak ada gangguan .

10. Pola perspsi dan konsep diri

Biasanya Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi pasien cemas tentang

penyakitnya, pasien percaya diri, pasien berharap penyakitnya segera sembuh dengan

pengobatan medis.

11. Pola koping dan toleransi stress

Biasanya Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi emosi stabil, sabar

dalam proses pengobatan.

12. Pola keyakinan nilai

Biasanya Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi dapat melaksanakan

ibadah agama yang dianutnya dengan kemampuan yang dapat dimilikinya.

PEMERIKSAAN FISIK

Gambaran
Tanda Vital Suhu : biasanya suhu normal ketika tidak sedang dalam keadaan nyeri
Nadi : biasanya nadi normal ketika tidak nyeri
TD : biasanya TD normal ketika tidak nyeri
RR : biasanya respirasi tidak ada masalah
Tinggibadan
Beratbadan Biasanya berat badan klien mengalami penurunan
LILA
Kepala : Biasanya kepala klien tidak ada masalah
Rambut Biasanya rambut masih bersih dan tidak ada gangguan
Mata Biasanya konjutiva klien anemisdan sclera ikterik penglihatan normal
Hidung Biasanya hidung klien tidak ada gangguan
Mulut Biasanya mulut klien tidak ada gangguan
Telinga Biasanya pada telinga klien tidak ada gangguan pendengaran baik
Leher Biasanya leher klien tidak ada masalah
Trakea Biasanya tidak ada pembesaran
JVP Biasanya tidak ada pembengkakan jvp
Tiroid Biasanya tidak ada pembesaran kalenjer tiroid
Nodus Limfe Biasanya tidak ada pembesar annoduslimfe

Dada I biasanya simetriskiri dan kanan dan tidak ada masalah tidak ada
Paru retraksi dinding dada
P biasanya tidak ada nyeri tekan vocal fremitus normal
P biasanya sonor
A biasanya normal tidak ada bunyi abnormal atau vesikuler
Jantung I biasanya ictus cordistidak tampak
P biasanya tidak ada nyeri tekan tidak terabamasa
P biasanya normal redup, batasj Antung normal
A biasanya bunyi jantung lup dup atau regular
Abdomen I biasanya terdapat luka post operasi apendiktomi
A biasanya terdapat bunyi bising usus normal
P biasanya terdapat nyeri tekan akibat post operasi apendiktomi
P biasanya timpani
Ekstremitas Kekuatan otot biasanya normal
Muskuloskeletal/Sendi Inspeksi biasanya tidak terlihat peradangan
Palpasi biasanya tidak ada nyeri tekan
Vaskular Perifer normal
Integumen Inspeksi biasanya terdapak luka pembedahan pada bagian perut
bagian kanan
Palpasi biasanya terdapat nyeri tekan pada bagian luka
Neurologi Biasanya saraf pada klien tidak ada mengalami gangguan
Status mental/GCS 15composmentis
Saraf cranial Biasanya nervus1-12 tidak ada mengalami gangguan
Reflekfisiologi Normal
Reflekpatologis Normal
Payudara Biasanya pada payudara tidak ada mengalami gangguan

Genitalia Biasanya pada genetalia tidak ada mengalami gangguan

Rectal Biasanya pada rectal tidak ada mengalami gangguan

13. Diagnosa

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang

adekuat.

d. Intoleansi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik pasca operasi

e. Kecemasan pemenuhan informasi berhubungan dengan kesiapan

meningkatkan pengetahuan penatalaksanaan pengobatan.

14. Intervensi keperawatan


SDKI SLKI SIKI

Nyeri Akut Tingkat nyeri Manajemen nyeri

 Frekuensi nadi (2-4) Observasi ;


 Pola nafas meningkat (2-4)  Identifikasi lokasi,
 Keluhan nyeri (3-4) karakteristik durasi
 Meringis (2-4)  Indetifikasi skala nyeri
 Gelisah (3-4)  Identifikasi respons nyeri
 Kesulitan tidur(2-4) non verbal
 Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingkan nyeri

Terapeutik :
 Berikan teknik
nonfarmokologi untuk
mengurangi rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi ;
 Jelaskan penyebab, pariode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi ;
 Kolaborasi pemberian
analgtik, jika perlu

Resiko Infeksi Tingkat Infeksi


Pencegahan Infeksi
Obeservasi ;
 Demam (2-4)
 Monitor tanda gejala infeksi
 Kemerahan (3-4)
lokal dan sistematik
 Nyeri (2-4)
 Bengkak membusuk (3-4) Terapeutik ;
 Kadar sel darah putih (2-4)  Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit
pada daerah ederna
 Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien

Edukasi ;
 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara memeriksa
luka
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi ;
 Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
Defisit Nutrisi
Status Nutrisi Manajemen Nutrisi

 Porsi makanan yang Observasi ;


dihabiskan (2-4)  Indentifikasi status nutrisi
 Berat badan atau IMT (3-4)  Identifikasi alergi dan
 Frekuensi makan (2-4) intoleransi makanan
 Nafsu makan (3-4)  Monitor asupan makanan
 Perasaan cepat kenyang (2-4)  Monitor berat badan

Terapeutik ;
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
seusai
 Hentikan pemberian
makanan melalui selang
masogastric jika asupan oral
dapat di toleransi

Edukasi ;
 Anjurkan posisi duduk jika
mampu
 Anjurkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi ;
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan kalori
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan

Anda mungkin juga menyukai