Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN PRE DAN INTRA


OPERASI LAPARATOMI APENDICITIS PERFORATIVE

OLEH :
Friska Rambu Lika Handja Deddi
132023143046

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
Konsep Teori
1. Defenisi
 Apendiksitis adalah inflamasi apendiks vermiformis (kantong buntu di ujung
sekum) (Sodikin, 2011).
 Apendiks merupakan perluasan sekum yang rata-rata penjangnya 10 cm.
ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi, terutama dibelakang sekum
(Muttaqin dan Sari, 2011).
 Apendiksitis akut merupakan kondisi kegawatan yang memerlukan
pembedahan. apendiksitis lebih sering diderita oleh laki-laki daripada wanita
dan prevalensinya pada remaja lebih sering daripada orang dewasa (Suratun
dan Lusiana, 2010).
 Apendiksitis dapat terjadi pada usia dan tersering pada rentang usia 10-30
tahun (Brunner dan Suddarth, 2002).

2. Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya.
 Sumbatan lumen apendiks
 hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
 Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong, 2010).
 Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis.
 Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut (Jong, 2010).
Adapun penyebab perforasi menurut Baretto et al (2010) adalah :
 Lambatnya diagnosis dan penentuan kebutuhan pembedahan
 Pada pria,tingginya resiko terjadi apendicular faecoliths and calculi
meningkatkan resiko apendisitis perforasi.
 Perubahan kekuatan dinding kolon termasuk dinding apendix seiring
bertambahnya usia menjadi penyebab tingginya kejadian apendisitis
perforasi pada lansia.
 Menurut penelitian yang dilakukan oleh penfold et al (2008) pada anak
usia 2-20 tahun, penundaan terapi selama 12-20 jam atau bahkan 48 jam
menjadi faktor penyebab terjadinya apendisitis perforasi pada penderita
apendisitis akut.

3. Patofisiologi
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh
massa feses yang keras atau fekalit,tumor atau benda asing. Obstruksi pada lumen
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan makin lama
mukus tersebut makin banyak,namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intra lumen.tekanan di dalam sekum
akan meningkat.kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan flora kuman di
koolon mengakibatkan sembelit,hal ini menjadi pencetus radang di mukosa
apendiks.perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit,yang
meliputi semua lapisan di dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor
pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen apendiks atau menganggu
motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia,menghambat aliran limfe,terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah dan semakin iskemik karena terjadi
trombosis pembuluh darah intramural(dinding apendiks).pada saat inilah terjadi
apendisitis fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrum. Gangren dan perforasi khas dapat
terjadi dalam 24-36 jam,tetapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena
ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut,tekanan akan terus meningkat.hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah,dan bakteri akan menembus
dinding.peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren.stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.bila dinding
yang telah rapuh itu pecah,akan terjadi apendisitis perforasi.
Pada anak-anak,omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,dinding apendiks
lebih tipis.keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang menjadi kurang
memudahkan terjadinya perforasi.pada orang tua perforasi mudah terjadi karena ada
gangguan pembuluh darah.

4. Klasifikasi
Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan appendisitis
kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010):
a. Appendisitis akut.
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yaitu nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
b. Appendisitis kronik.
Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden appendisitis kronik antara 1-5%.

5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
b. Mual, muntah
c. Anoreksia, malaise
d. Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney
e. Spasme otot
f. Konstipasi, diare

6. Pemeriksaan diagnostik
1. Ultrasonografi untuk massa apendiks dan jika masih ada keraguan untuk
menyingkirkan kelainan pelvis lainnya mis.kista ovarium
2. Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum
dilakukan apendiktomi pada wanita muda
3. CT scan pada pasien lanjut usia atau dmana penyebab lain masih mungkin.
4. Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi.
WOC APENDICITIS
Sumbatan lumen apendiks,
hiperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiks, dan
cacing askaris

Tersumbat fekolit
atau benda asing

Inflamasi apendiks

Edema apendiks

Meningkatnya tekanan intraluminal

Pembedahan APPENDISITIS
Laparatomi

B1 B2 ( BRAIN) B3(BLOOD) B4 B5 B6
(BREATH) (BLADDER) (BOWEL) (BONE)
tidak ada
masalah
Ansietas Kuman Pe↑ akumulasi Infeksi Pergerakan menurun
menetap di pus di epigastrium akibat nyeri
dinding usus apendiks

MK : Kurang
pengetahuan sistitis Inflamasi dan
perforasi pada MK: Intoleransi
Radang Pada apendiks aktifitas
dinding usus Nyeri saat
BAK
MK : Resti infeksi
MK : Hipertermi Mual dan Muntah
MK : Nyeri
akut

MK : Defisit anorexia MK : Hipovolemi


Nutrisi
kebutuhan
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendisitis meliputi :
a. Sebelum operasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendisitis
seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilaksanakan.
Klien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung
jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk
mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis
ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam
setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi. Antibiotik diberikan
sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui cara pemberian
intravena (IV) (Sulikhah, 2014).
b. Operasi : Laparatomi
Laparatomi adalah prosedur vertikal pada dinding perut kedalam rongga perut.
Prosedur ini memungkinkan dokter melihat kondisi bagian dalam perut guna
mencari tahu apa yang menjadi masalah atau penyebab keluhan pasien.
Operasi laparatomi dilakukan bila terjadi masalah kesehatan yang berat pada
area abdomen, misal trauma abdomen,masalah pencernaan dan gangguan di
organ hati,pankreas,limpa dan empedu. Bila klien mengeluh nyeri hebat dan
gejala-gejala lain dari masalah internal yang serius dan kemungkinan
penyebabnya tidak terlihat seperti usus buntu, tukak peptik yang berlubang,
atau kondisi ginekologi maka dilakukan operasi untuk menemukan dan
memperbaikinya sebelum terjadi keparahan. (david, dkk, 2009)

8. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis. Adapun jenis
komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :
a. Abses
b. Perforasi
c. Peritonitis
Asuhan Keperawatan Preoperatif apendiksitis
1. Pengkajian
a. Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus
kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
c. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)

1) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai, konjungtiva

anemis.

2) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD

>110/70mmHg; hipertermi.

3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya

sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada

ronchi, whezing, stridor.

4) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya

infeksi dan pendarahan.

5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang

serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancar.

6) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses perjalanan

penyakit.
7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.

8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi

abdomen.

d. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat


Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan
olahraga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi lamanya penyembuhan
luka.
2) Pola nutrisi dan metabolism.
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan
intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali normal.
3) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa
nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi pola eliminasi
urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena
pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
4) Pola aktifitas.

Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri, aktifitas

biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.

5) Pola sensorik dan kognitif.

Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran, kemampuan

berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.

6) Pola Tidur dan Istirahat.

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat

mengganggu kenyamanan pola tidur klien.

7) Pola Persepsi dan konsep diri.

Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala kebutuhan harus
dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga penderita

mengalami emosi yang tidak stabil.

8) Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik
dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami emosi yang tidak
stabil.
9) Pemeriksaan diagnostic.

a) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.

b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non

spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk mengetahui

adanya komplikasi pasca pembedahan.

c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya

peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.

d) Pemeriksaan Laboratorium.

 Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml.

 Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.


Asuhan Keperawatan Intra operatif apendiksitis
2. Pengkajian
e. Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
f. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus
kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
g. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)

1) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai, konjungtiva

anemis.

2) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD

>110/70mmHg; hipertermi.

3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya

sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada

ronchi, whezing, stridor.

4) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya

infeksi dan pendarahan.

5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang

serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancar.

6) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses perjalanan

penyakit.
7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.

8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi

abdomen.

h. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat


Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan
olahraga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi lamanya penyembuhan
luka.
2) Pola nutrisi dan metabolism.
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan
intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali normal.
3) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa
nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi pola eliminasi
urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena
pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
4) Pola aktifitas.

Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri, aktifitas

biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.

5) Pola sensorik dan kognitif.

Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran, kemampuan

berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.

6) Pola Tidur dan Istirahat.

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat

mengganggu kenyamanan pola tidur klien.

7) Pola Persepsi dan konsep diri.

Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala kebutuhan harus
dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga penderita

mengalami emosi yang tidak stabil.

8) Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik
dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami emosi yang tidak
stabil.
9) Pemeriksaan diagnostic.

a) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.

b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non

spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk mengetahui

adanya komplikasi pasca pembedahan.

c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya

peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.

d) Pemeriksaan Laboratorium.

 Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml.

 Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien pre operasi apendiks (laparatomi)
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi apendicitis)
(D.0077)
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)
4. Intervensi Keperawatan Pre operatif Apendiksitis.
Berikut merupakan kriteria hasil dan intervensi keperawatan dari diagnose keperawatan
yang muncul pada kasus Apendiksitis (PPNI, 2018, 2019) yaitu :
No. Diagnosa Keperawatan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Hasil
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d Manajemen nyeri (I. 08238)
mengeluh nyeri, tampak meringis, Observasi
bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi 1. Monitor lokasi, karakteristik, durasi,
meningkat, tekanan darah meningkat, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri.
pola nafas berubah, nafsu makan berubah 2. Identifikasi skala nyeri.
dan berfokus pada diri sendiri (D. 0077). 3. Identifikasi respon nyeri non verbal.
4. Identifikasi faktor yang memperberat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dan memperingan nyeri.
selama 3 x 24 jam diharapkan tingkat 5. Identifikasi pengaruh nyeri pada
nyeri (L. 08006) membaik dengan kualitas hidup.
kriteria hasil : Terapeutik
1. Keluhan nyeri menurun 6. Berikan teknik non farmakologis untuk
2. Meringis menurun mengurangi rasa nyeri.
3. Sikap protektif menurun 7. Kontrol lingkungan yang memperberat
4. Gelisah menurun rasa nyeri.
5. Frekuensi nadi membaik (60 – 80 8. Fasilitasi istirahat dan tidur.
x/menit) Edukasi
6. Tekanan darah membaik (110/70 9. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
mmHg – 120/80 mmHg) 10. Anjurkan menggunakan analgetik
7. Pola nafas membaik secara tepat.
8. Nafsu makan membaik 11. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri.
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
2. Hipertermi b.d proses penyakit d.d suhu Manajemen Hipertermia (I. 15506)
tubuh diatas normal, kulit merah, kulit Observasi
terasa hangat (D. 0130). 1. Identifikasi penyebab hipertermi
2. Monitor suhu tubuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Monitor haluaran urine
selama 1 x 24 jam diharapkan Terapeutik
termoregulasi (L. 14134) membaik 4. Longgarkan atau lepaskan pakaian
dengan kriteria hasil : 5. Berikan cairan oral
1. Suhu tubuh membaik (36,5 – 37,5 °c) Edukasi
2. Suhu kulit membaik 6. Anjurkan tirah baring
3. Mengigil menurun Kolaborasi
4. Frekuensi nadi membaik (60 – 80 7. Kolaborasi pemberian cairan dan
x/menit) elektrolit intravena, jika perlu
5. Tekanan darah membaik (110/70
mmHg – 120/80 mmHg)

3. Ansietas berhubungan dengan kurang Reduksi Ansietas (I.09314)


terpapar informasi (D.0080) Observasi
1. Identifikasi saat tingkat ansietas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan berubah.
selama 8 jam diharapkan tingkat ansietas 2. Monitor tanda-tanda ansietas verbal dan
(L. 01006) menurun dengan kriteria non verbal
hasil : Terapeutik
1. Verbalisasi kebingungan menurun 3. Temani klien untuk mengurangi
2. Verbalisasi khawatir menurun kecemasan jika perlu
3. Perilaku gelisah menurun 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
4. Perilaku tegang menurun. 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan.
Edukasi
6. Jelaskan prosedur,termasuk sensasi
yang mungkin dialami
7. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
klien,jika perlu.
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian obat antiansietas.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien intra operasi apendiks (laparatomi)
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. efek agen farmakologis (anestesi) (D.0001)
b. Risiko perdarahan d.d. Tindakan pembedahan ( D.0012)
c. Risiko cedera d.d. perubahan sensasi ( D.0136)
5. Intervensi Keperawatan Intra operatif Apendiksitis.
Berikut merupakan kriteria hasil dan intervensi keperawatan dari diagnosa keperawatan
yang muncul pada kasus Apendiksitis (PPNI, 2018, 2019) yaitu :
No. Diagnosa Keperawatan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Hasil
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. Pemantauan respirasi (I. 01014)
Observasi
efek agen farmakologis (anestesi)
13. Monitor frekuensi,irama, kedalaman
(D.0001) dan upaya napas
14. Monitor pola napas.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
15. Monitor adanya produksi sputum.
selama 2-3 jam, bersihan jalan napas (L.
16. Monitor adanya sumbatan jalan napas.
01001) meningkat dengan kriteria hasil :
17. Monitor saturasi oksigen.
 Produksi sputum menurun
Terapeutik
 Mengi menurun
18. Atur interval waktu pemantauan sesuai
 Wheezing menurun
dengan kondisi pasien
 Dispnea menurun
19. Dokumentasikan hasil pemantauan,jika
 Sianosis menurun
perlu
 Gelisah menurun
Pencegahan aspirasi (I. 01018)
 Frekuensi napas membaik (12-
Observasi
20x/mnt)
1. Monitor tingkat kesadaran
 Pola napas membaik
2. Monitor status pernapasan
3. Monitor bunyi napas.
Terapeutik
4. Pertahankan kepatenan jalan napas
5. Lakukan pengisapan jalan napas jika
produksi sekret meningkat.

4. Risiko perdarahan d.d. Tindakan Pemantauan cairan (I. 03121)


pembedahan (D. 0012). Observasi
20. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 21. Monitor frekuensi napas.
selama 2-3 jam, Status sirkulasi (L. 22. Monitor tekanan darah.
02016) membaik dengan kriteria hasil : 23. Monitor waktu pengisian kapiler.
Kekuatan nadi meningkat 24. Identifikasi faktor risiko
Saturasi oksigen meningkat ( 95- ketidakseimbangan cairan.
100%) Terapeutik
Akral dingin menurun 25. Atur interval waktu pemantauan sesuai
Pucat menurun dengan kondisi pasien
Frekuensi nadi membaik (60 – 80 26. Dokumentasikan hasil pemantauan
x/menit) Pemantauan tanda-tanda vital (I. 02060)
Tekanan darah membaik (110/70 Observasi
mmHg – 120/80 mmHg) 6. Monitor tekanan darah
Pengisian kapiler membaik 7. Monitor nadi
(frekuensi,kekuatan,irama).
8. Monitor pernapasan
(frekuensi,kedalaman).
9. Monitor suhu tubuh.
10. Identifikasi penyebab perubahan tanda
vital.
Terapeutik
11. Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
12. Dokumentasikan hasil pemantauan
5. Risiko cedera d.d. perubahan sensasi Pemberian Anastesi (I. 08244)
Observasi
( D.0136)
8. Identifikasi riwayat penggunaan
Setelah diberikan tindakan keperawatan anestesi
selama 2-3 jam, Tingkat cedera (L. 9. Periksa keamanan pada semua
14136) menurun dengan kriteria hasil : peralatan anastesi sebelum anestesi
 Kejadian cedera menurun diberikan
 Luka/lecet menurun 10. Monitor tanda vital sepanjang fase
 Frekuensi nadi membaik (60 – 80 anestesi
x/menit) Terapeutik
 Tekanan darah membaik (110/70 11. Dapatkan persetujuan tindakan
mmHg – 120/80 mmHg) 12. Pastikan ketersediaan peralatan darurat
 Frekuensi napas membaik (12-20 dan resusitasi yang penting
x/mnt) 13. Pastikan keamanan dan keselamatan
selama fase anestesi
14. Pertahankan kepatenan jalan napas
yang adekuat selama fase anestesi
Edukasi
15. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah
prosedur anestesi
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian anestesi,sesuai
indikasi
10. Kolaborasi pemberian obat dan atau
cairan tambahan untuk menjaga
homeostatis fisiologis,jika perlu
4. Pelaksanaan Tindakan keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P., & Perry, 2014).
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada
tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif
terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian
bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons klien terhadap setiap
intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan
lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana
perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya (Wilkinson.M.J, 2012).
Komponen tahap implementasi :
1) Tindakan keperawatan mandiri.
2) Tindakan keperawatan edukatif.
3) Tindakan keperawatan kolaboratif.
4) Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.
5. Evaluasi
Perawat melakukan evaluasi keberhasilan penyuluhan preoperasi dan peningkatan
fungsi fisiologis normal klien, istirahat, dan kenyaman fisik, seperti klien memahami proses
yang terjadi selama intraoperasi dan postoperasi sebelum pembedahan dilaksanakan (Potter
dan Perry, 2005). klien mampu mengungkapkan rasa cemasnya sudah berkurang (Muttaqin
dan Sari, 2011). nyeri dapat yang dirasakan klien dapat berkurang dan TTV klien dalam batas
normal (Wijaya dan Putri,2013).
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Buku Keperawatan Medikal Bedah
Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Medika
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volum
2. Jakarta: EGC
Burkitt, and R. (2007). Appendicitis. In: Essential Surgery Problems, Diagnosis, &
Management . (4th ed.). London: Elsevier Ltd.
Doenges, M. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1, Dewan Pengurus Pusat PPNI. doi:
10.1093/molbev/msj087.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018) ‘Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Retrieved from Http://Www.Inna-Ppni.or.Id.’, Practice Nurse.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2017) Standar Luaran Keperawatan Indonesia, DPP
PPNI.

Anda mungkin juga menyukai