OLEH :
Friska Rambu Lika Handja Deddi
132023143046
2. Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya.
Sumbatan lumen apendiks
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong, 2010).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis.
Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut (Jong, 2010).
Adapun penyebab perforasi menurut Baretto et al (2010) adalah :
Lambatnya diagnosis dan penentuan kebutuhan pembedahan
Pada pria,tingginya resiko terjadi apendicular faecoliths and calculi
meningkatkan resiko apendisitis perforasi.
Perubahan kekuatan dinding kolon termasuk dinding apendix seiring
bertambahnya usia menjadi penyebab tingginya kejadian apendisitis
perforasi pada lansia.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh penfold et al (2008) pada anak
usia 2-20 tahun, penundaan terapi selama 12-20 jam atau bahkan 48 jam
menjadi faktor penyebab terjadinya apendisitis perforasi pada penderita
apendisitis akut.
3. Patofisiologi
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh
massa feses yang keras atau fekalit,tumor atau benda asing. Obstruksi pada lumen
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan makin lama
mukus tersebut makin banyak,namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intra lumen.tekanan di dalam sekum
akan meningkat.kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan flora kuman di
koolon mengakibatkan sembelit,hal ini menjadi pencetus radang di mukosa
apendiks.perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit,yang
meliputi semua lapisan di dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor
pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen apendiks atau menganggu
motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia,menghambat aliran limfe,terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah dan semakin iskemik karena terjadi
trombosis pembuluh darah intramural(dinding apendiks).pada saat inilah terjadi
apendisitis fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrum. Gangren dan perforasi khas dapat
terjadi dalam 24-36 jam,tetapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena
ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut,tekanan akan terus meningkat.hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah,dan bakteri akan menembus
dinding.peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren.stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.bila dinding
yang telah rapuh itu pecah,akan terjadi apendisitis perforasi.
Pada anak-anak,omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,dinding apendiks
lebih tipis.keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang menjadi kurang
memudahkan terjadinya perforasi.pada orang tua perforasi mudah terjadi karena ada
gangguan pembuluh darah.
4. Klasifikasi
Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan appendisitis
kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010):
a. Appendisitis akut.
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yaitu nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
b. Appendisitis kronik.
Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden appendisitis kronik antara 1-5%.
5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
b. Mual, muntah
c. Anoreksia, malaise
d. Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney
e. Spasme otot
f. Konstipasi, diare
6. Pemeriksaan diagnostik
1. Ultrasonografi untuk massa apendiks dan jika masih ada keraguan untuk
menyingkirkan kelainan pelvis lainnya mis.kista ovarium
2. Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum
dilakukan apendiktomi pada wanita muda
3. CT scan pada pasien lanjut usia atau dmana penyebab lain masih mungkin.
4. Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi.
WOC APENDICITIS
Sumbatan lumen apendiks,
hiperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiks, dan
cacing askaris
Tersumbat fekolit
atau benda asing
Inflamasi apendiks
Edema apendiks
Pembedahan APPENDISITIS
Laparatomi
B1 B2 ( BRAIN) B3(BLOOD) B4 B5 B6
(BREATH) (BLADDER) (BOWEL) (BONE)
tidak ada
masalah
Ansietas Kuman Pe↑ akumulasi Infeksi Pergerakan menurun
menetap di pus di epigastrium akibat nyeri
dinding usus apendiks
MK : Kurang
pengetahuan sistitis Inflamasi dan
perforasi pada MK: Intoleransi
Radang Pada apendiks aktifitas
dinding usus Nyeri saat
BAK
MK : Resti infeksi
MK : Hipertermi Mual dan Muntah
MK : Nyeri
akut
8. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis. Adapun jenis
komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :
a. Abses
b. Perforasi
c. Peritonitis
Asuhan Keperawatan Preoperatif apendiksitis
1. Pengkajian
a. Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus
kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
c. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
anemis.
>110/70mmHg; hipertermi.
3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya
sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada
5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang
penyakit.
7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi
abdomen.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri, aktifitas
biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.
berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala kebutuhan harus
dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga penderita
8) Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik
dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami emosi yang tidak
stabil.
9) Pemeriksaan diagnostic.
spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk mengetahui
d) Pemeriksaan Laboratorium.
anemis.
>110/70mmHg; hipertermi.
3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya
sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada
5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang
penyakit.
7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi
abdomen.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri, aktifitas
biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.
berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala kebutuhan harus
dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga penderita
8) Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik
dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami emosi yang tidak
stabil.
9) Pemeriksaan diagnostic.
spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk mengetahui
d) Pemeriksaan Laboratorium.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien pre operasi apendiks (laparatomi)
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi apendicitis)
(D.0077)
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)
4. Intervensi Keperawatan Pre operatif Apendiksitis.
Berikut merupakan kriteria hasil dan intervensi keperawatan dari diagnose keperawatan
yang muncul pada kasus Apendiksitis (PPNI, 2018, 2019) yaitu :
No. Diagnosa Keperawatan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Hasil
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d Manajemen nyeri (I. 08238)
mengeluh nyeri, tampak meringis, Observasi
bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi 1. Monitor lokasi, karakteristik, durasi,
meningkat, tekanan darah meningkat, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri.
pola nafas berubah, nafsu makan berubah 2. Identifikasi skala nyeri.
dan berfokus pada diri sendiri (D. 0077). 3. Identifikasi respon nyeri non verbal.
4. Identifikasi faktor yang memperberat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dan memperingan nyeri.
selama 3 x 24 jam diharapkan tingkat 5. Identifikasi pengaruh nyeri pada
nyeri (L. 08006) membaik dengan kualitas hidup.
kriteria hasil : Terapeutik
1. Keluhan nyeri menurun 6. Berikan teknik non farmakologis untuk
2. Meringis menurun mengurangi rasa nyeri.
3. Sikap protektif menurun 7. Kontrol lingkungan yang memperberat
4. Gelisah menurun rasa nyeri.
5. Frekuensi nadi membaik (60 – 80 8. Fasilitasi istirahat dan tidur.
x/menit) Edukasi
6. Tekanan darah membaik (110/70 9. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
mmHg – 120/80 mmHg) 10. Anjurkan menggunakan analgetik
7. Pola nafas membaik secara tepat.
8. Nafsu makan membaik 11. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri.
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
2. Hipertermi b.d proses penyakit d.d suhu Manajemen Hipertermia (I. 15506)
tubuh diatas normal, kulit merah, kulit Observasi
terasa hangat (D. 0130). 1. Identifikasi penyebab hipertermi
2. Monitor suhu tubuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Monitor haluaran urine
selama 1 x 24 jam diharapkan Terapeutik
termoregulasi (L. 14134) membaik 4. Longgarkan atau lepaskan pakaian
dengan kriteria hasil : 5. Berikan cairan oral
1. Suhu tubuh membaik (36,5 – 37,5 °c) Edukasi
2. Suhu kulit membaik 6. Anjurkan tirah baring
3. Mengigil menurun Kolaborasi
4. Frekuensi nadi membaik (60 – 80 7. Kolaborasi pemberian cairan dan
x/menit) elektrolit intravena, jika perlu
5. Tekanan darah membaik (110/70
mmHg – 120/80 mmHg)
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien intra operasi apendiks (laparatomi)
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. efek agen farmakologis (anestesi) (D.0001)
b. Risiko perdarahan d.d. Tindakan pembedahan ( D.0012)
c. Risiko cedera d.d. perubahan sensasi ( D.0136)
5. Intervensi Keperawatan Intra operatif Apendiksitis.
Berikut merupakan kriteria hasil dan intervensi keperawatan dari diagnosa keperawatan
yang muncul pada kasus Apendiksitis (PPNI, 2018, 2019) yaitu :
No. Diagnosa Keperawatan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Hasil
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. Pemantauan respirasi (I. 01014)
Observasi
efek agen farmakologis (anestesi)
13. Monitor frekuensi,irama, kedalaman
(D.0001) dan upaya napas
14. Monitor pola napas.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
15. Monitor adanya produksi sputum.
selama 2-3 jam, bersihan jalan napas (L.
16. Monitor adanya sumbatan jalan napas.
01001) meningkat dengan kriteria hasil :
17. Monitor saturasi oksigen.
Produksi sputum menurun
Terapeutik
Mengi menurun
18. Atur interval waktu pemantauan sesuai
Wheezing menurun
dengan kondisi pasien
Dispnea menurun
19. Dokumentasikan hasil pemantauan,jika
Sianosis menurun
perlu
Gelisah menurun
Pencegahan aspirasi (I. 01018)
Frekuensi napas membaik (12-
Observasi
20x/mnt)
1. Monitor tingkat kesadaran
Pola napas membaik
2. Monitor status pernapasan
3. Monitor bunyi napas.
Terapeutik
4. Pertahankan kepatenan jalan napas
5. Lakukan pengisapan jalan napas jika
produksi sekret meningkat.