Anda di halaman 1dari 6

1

BAB III
NASKAH ROLEPLAY
(Pengambilan Keputusan dan Advokasi Pasien Kasus Penyakit Kronis pada Anak
Dengan Sistem Hematologi (Thalasemia))

Anak U, usia 6 tahun dirujuk dari salah satu RSU di NTT ke IGD RS X di
Surabaya dengan diagnosa medis Thalasemia Mayor. Anak U diantar seorang
perawat dan kedua orang tuanya (Tn. R dan Ny. M). Menurut orang tua, anak U
sudah menderita Thalasemia sejak umur 2 tahun dan setiap bulan masuk rumah
sakit dengan keluhan pingsan, pucat, sesak nafas, kulit, bengkak seluruh tubuh
dan mata menjadi kuning. Sekarang kondisi anak U sangat memprihatinkan. Hati
dan limpa mengalami pembengkakan akibat penumpukan saat besi (Fe) karena
mendapat transfusi darah setiap kali masuk rumah sakit. Dokter spesialis anak (dr.
S) di RSU Kupang-NTT menyarankan kepada orang tua agar anak U dirujuk ke
RS yang lebih lengkap baik sarana-prasarana maupun sumber daya manusia
kesehatannya, sehingga penanganannya lebih komprehensif dan tepat.

Informasi awal yang sempat dijelaskan oleh dr. S di RSU Kupang kepada
orang tua adalah tindakan transplantasi/cangkok sum-sum tulang. Tn. R dan Ny.
M sangat senang dan antusias dengan rencana tindakan transplantasi sum-sum
tulang pada anak U, karena mereka percaya bahwa dengan tindakan tersebut, anak
mereka bisa sembuh dan bebas dari Talasemia. Apapun tindakan yang
direncanakan, mereka dukung yang terpenting demi kesembuhan anak U. Anak U
merupakan anak tunggal. Setelah dilakukan penanganan awal di IGD, anak U
dirawat di ruangan anak. Di ruangan anak dilakukan pemeriksaan lengkap dan
dikonsulkan ke dokter spesialis Anak sub Hematolog-Onkologi (dr. VR), hasilnya
adalah anak U menderita Talasemia Mayor berat, hati dan limpa mengalami
pembengkakan hebat dan penurunan fungsi serta sum-sum tulangnya mengalami
gangguan atau kelainan, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan
transplantasi autologus (sel induk diambil dari pasien) dan kalaupun dilakukan
tindakan transplantasi, kemungkinan keberhasilannya rendah karena penurunan
2

fungsi hati, limpa dan sum-sum tulang . Dokter menyarankan agar orang tua
menjadi pendonor atau mencari pendonor yang bukan keluarga (transplantasi
alogenik: sel induk diambil dari donor). Tn. R dan Ny. M siap menjadi pendonor
tetapi hasil skrining awal menunjukkan Tn. R menderita Anemia kronik dan
Talasemia minor (resesif) dan Yn. M juga menderita Talasemia minor (resesif),
sehingga tidak layak menjadi pendonor dan dianjurkan mencari pendonor di luar
anggota keluarga. Tn.O sangat tersentuh dengan kondisi anak U dan bersedia
menjadi pendonor, tetapi Tn. R dan Ny. M menolak karena menurut ajaran islam
yang dipahaminya, seseorang “haram” menerima donor organ karena risiko
menimbulkan kerugian atau akibat yang lebih fatal. Sesuai Firman Allah dalam
surat al-Baqarah ayat 195 yang artinya “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan”. Selain itu menurut Tn. R dalam kaidah hukum
islam juga telah disampaikan bahwa :

ُِ ‫حِ َج ْل‬
ُ‫ب َعلَى مقَدَّمُ ال َمفَا ِس ُِد دَ ْرء‬ ُ ‫صا ِل‬
َ ‫ال َم‬

Artinya:ُ “Menghindari kerusakan (resiko) didahulukan atas menarik


kemaslahatan”

Scene I

Narator :Di ruang perawatan (perawatan dan visite hari pertama). Perawat
F sebagai ketua tim, datang ke ruangan pasien.

Perawat F : (Mengucapkan selamat pagi, memperkenalkan diri dan


menjelaskan rencana perawatan hari ini)

“selamat pagi.....nama saya....sebagai perawat...........sesuai


dengan program pagi ini kami akan melakukan pemeriksaan
kembaliُkepadaُAnakُUُuntukُmemantauُkondisinya”

Orang tua : (Membalas salam, tampak cemas dan gelisah tentang kondisi
anak U)
3

Perawat F kembali ke ruangan untu menulis hasil pemeriksaan, Dokter Sp.A


masuk keruangan perawat.

Dokter Sp.A : (Mengucapkan salam dan perkenalan singkat)

selamat pagi bapak-ibu..........sambil memperkenalkan diri.

Orang tua : (Membalas salam) selamat pagi dokter....

Dokter A : (Melakukan pemeriksaan/pengkajian pada anak U dan


menjelaskan rencana pemeriksaan penunjang meliputi darah
lengkap, Zat besi, radilogi, USG, dan DNA

Orang Tua : Itu pemeriksaan apa dokter ? ( tampak cemas, bingung dan tidak
tahu tentang pemeriksaan yang direncanakan)

Perawat F : Meyakinkan orang tua tentang pemeriksaan diagnostik yang


direncanakan pada anak U dan menyapa anak U serta menjelaskan
secara singkat dan benar tentang tindakan yang akan dilakukan.

Narator : Pemeriksaan diagnostik/penunjang pun dilakukan setelah orang


tua setuju dan yakin dengan penjelasan dokter dan perawat F

Scene II

Penyampaian hasil pemeriksaan diagnostik dan rencana tindak lanjut oleh dokter
spesialis anak dan dokter spesialis bedah sub onkologi-hematologi. Visite hari II.
Secara garis besar dokter menyampaikan untuk segera dilakukan transplantasi
sum-sum tulang sebagai alternatif yang terbaik. Namun, sebelum melakukan
prosedur tersebut, keluarga perlu menyiapkan pendonor sum-sum tulang.

Dokter A & : Selamat pagi bapak/ ibu...

Perawat F

Orang Tua : Selamat pagi......

Dokter A : (Melakukan pemeriksaan pada anak U) Bapak-ibu, hasil


pemeriksaan yang kemarin dilakukan pada anak U sudah ada.
4

Saya mau menjelaskan hasilnya dan rencana tindakan yang akan


dilakukan selanjutnya. Mari kita diskusi di ruangan perawat.

Perawat F : (Memfasilitasi dan mendampingi keluarga)

Mari bapak...silahkan duduk

Dokter A : Memberitahu hasil pemeriksaan pada anak U dan rencana


tindakan, yaitu transplantasi sum-sum tulang. Bila orang tua
setuju, supaya dikonsulkan ke dokter spesislis onkologi-
hematologi.

Orang tua : Terima kasih dokter, tetapi kami belum mengerti apa itu operasi
sum-sum tulang? Apakah bisa dilakukan pada anak kecil? Apakah
tidak ada tindakan lain untuk menyembuhkan anak kami tanpa
operasi?

Dokter A : Menjelaskan tentang tindakan transplantasi sum-sum tulang


pada anak dengan Thalasemia dan alternatif lain.

Perawat F : Berusaha menenangkan dan meyakinkan orang tua.

Orang tua : (menyetujui transplantasi sum-sum tulang dan bersedia


melakukan tes kecocokan donor sum-sum tulang)

Keesokan harinya, perawat F menemui keluarga untuk bertemu dengan dokter dan
berdiskusi terkait hasil tes kecocokan pendonor. Setelah dilakukan pemeriksaan,
Tn. R dan Ny. M tidak bisa menjadi pendonor karena mengalami thalasemia
minor, sehingga membutuhkan pendonor non-keluarga. Namun, Tn. R dan Ny. M
menolak karena bertentangan dengan ajaran agama yang dianutnya. Tn. O
menawarkan untuk menjadi pendonor

Dokter A : (Menjelaskan hasil tes kecocokan donor dan keharusan


mengambil pendonor non-keluarga)

Bapak R : (menolak donor sum-sum non keluarga (Tn. O))


5

Perawat F : (membantu dokter menjelaskan kembali tentang manfaat dan


pentingnya operasi sum-sum tulang, perawat menyarankan untuk
konsultasi dengan pemuka agama lain atau yang lebih tahu
tentang keagamaan sesuai keyakinan keluarga)

Bapak R & Ibu M: Menemui pemuka agama Tn. O dengan bantuan perawat F

Ibu M : (Menanyakan apakah donor organ atau transplantasi boleh


dilakukan)

Pemuka Agama: (menjelaskan bahwa transplantasi boleh dilakukan dengan


beberapa kriteria)

Setelah bertemu dengan pemuka agama, Tn. R dan Ny. M memutuskan untuk
tidak melakukan transplantasi sum-sum tulang.

Ibu M & Bapak R : (menemui perawat F dan menyampaikan bahwa keluarga


tidak setuju dilakukan transplantasi sumsum tulang)

Perawat F : (menyiapakan prosedur penolakan tindakan)

Akhirnya, bersama dengan dokter A dan perawat F, bapak R dan Ibu M


menandatangani informed consent penolakan tindakan.

Perawat memiliki peranan penting dalam situasi dilematis seperti ini, di


mana keluarga/ pasien berada pada posisi yang sulit untuk mengambil keputusan
yang terbaik. Dengan komunikasi terapeutik dan pendekatan etik, perawat mampu
memberikan solusi konkret bagi pasien dan keluarga, sehingga pasien dan
keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat. Sekian dan terima kasih.
6

Anda mungkin juga menyukai