Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

DIAGNOSA MEDIS APENDISITIS DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT

RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun Oleh:
Varadila istika umami
14.401.21.055

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI
2024
A. KONSEP PENYAKIT
1. Anatomi Apendiks

Appendiks vermiformis atau yang sering disebut sebagai apendiks adalah organ berbentuk

tabung dan sempit yang mempunyai otot dan banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang

apendiks vermiformis bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan

aspek posteromedial caecum, 2,5 cm dibawah junctura iliocaecal dengan lainnya bebas.

Lumennya melebar di bagian distal dan menyempit di bagian proksimal (S. H. Sibuea, 2014).

Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah abdomen di region iliaca dextra.

Pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah yang

menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus yang disebut titik McBurney (Siti

Hardiyanti Sibuea, 2014).

Pada apendiks posisi yang normal adalah apendiks yang terletak pada dinding abdomen

di bawah titik Mc. Burney. Untuk menentukan titik Mc.Burney caranya adalah dengan menarik

garis semu dari umbilikal kanan ke anterior superior iliac spina kanan dan 2/3 dari garis tersebut

merupakan titik Mc Burney.

2. Definisi
Apendisitis adalah peradang pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab akut
abdomen yang paling sering. Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut di
kuadran kanan bawah abdomen darurat. Apendisitis adalah proses peradangan apendiks yang
mengenai semua lapisan dinding organ abdomen tersebut. Apendisitis adalah infeksi pada
apendik karena tersumbatnya lumen oleh fekalit (batu feses), hiperplasi jaringan limfoid, dan
cacing usus.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur tetapi paling banyak ditemukan pada usia
20-30 tahun, pada anak terutama terjadi pada usia 6-10 tahun dan pada anak kurang dari satu
tahun jarang dilaporkan karena apendiks pada bayi berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya
dan menyempit kearah ujungnya.(Kasron, 2018)
3. Klasifikasi
Apendisitis dibagi menjadi 2, antara lain sebagai berikut:
a) Apendisitis akut
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberi tanda setempat. Gejala
apendisitis akut antara lain nyeri samar dan tumpul merupakan nyeri visceral di saerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini disertai rasa mual muntah dan penurunan
nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney. Pada titik
ini, nyeri yang dirasakan menjadi lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat.
b) Apendisitis Kronik
Diagnosis appendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lam di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden
apendinsitis kronik antara 1-5%. Appendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi
akut lagi dan disebut appendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas
sudah adanya pembentukan jaringan ikat.
4. Etiologi
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya apendisitis akut ditinjau dari teori Belum
dibedakan menjadi empat faktor, yaitu faktor biologi, faktor lingkungan, faktor pelayanan
kesehatan dan faktor perilaku. Faktor biologi antara lain usia, jenis kela min, ras sedangkan
untuk faktor lingkungan terjadi akibat obstruksi lumen akibat infeksi bakteri, virus, parasit,
cacing dan benda asing dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.(Kasron, 2018)
Penyebab apendisitis belum diketahui secara pasti atau spesifik namun ada beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks di antaranya sebagai berikut:
a) Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya apendicitis (90%) yang diikuti
oleh infeksi.
b) Faktor bakteri Infeksi enterogen merupakan factor pathogenesis primer pada
apendisitis. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk
dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks, beberapa bakteri yang menyebabkan apendisitis antara lain E.coli,
Streptococcus, Bacterodes fraililis, Splanchicus, Lacto-basilus, Pseudomonas, dan
Bacteriodes splanicus.
c) Hiperplasia yang terdapat dalam folikel limfoid, ini adalah penyebab paling terbanyak
dan pembengkakan pada dinding usus.
d) Faktor keturunan Pada radang apendiks diduga juga merupakan factor herediter. Hal ini
juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama yang kurang
serat dapat memudahkan terjadinya fekalith dan mengakibatkan obstruksi
lumen.(Hariyanto, A, Sulistyowati, 2015)
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ependisitis dimulai dengan nyeri abdomen yang bergelombang
(viseral) Pada awalnya, nyeri dirasakan sebagai rasa tidak nyaman yang hilang bila klien
buang angin atau pergerakan usus akan meredakan nyeri tersebut. sayangnya banyak klien
yang mengonsumsi laksatis selama eriode ini, yang menyebabkan ruptur apendiks dan
peritonitis.
Nyeri biasanya dimulai di epigastrium atau daerah periumbikal, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah ketika proses inflamasi menyebar melibatkan permukaan peritonium
parietal, sehingga membawa proses inflamasi ke peritonium Nyeri bertambah berat dan
semakin sering. klien sering menyembunyikan atau melindungi bagian yang sakit dengan
berbaring dan menekukkan tunkai bawah untuk meredakan tegangan pada otot
perut.(Medika, 2014)
Pemeriksaan juga dapat menemukan muntah yang dimuai setelah nyeri dirasa,
anorksia,demam derajat rendah, lidah kotor, dan halitosis (nafas berbau).
Leukositosis ringan biasanya muncul, dengan hitung sel darah putih 10.000-18.000/mm³.
Diagnosis dipastikan dengan nyeri pada titik McBurney, yang terletak di antara krista iliaka
anterior superior dan umbilikus, atau lokasi yang berhubungan dengan lokasi apendiks.
Tanda dan gejala apendisitis adalah:
a) Nyeri pindah ke kanan bawah ( yang akan menetap dan di perberat bila berjalan atau
batuk ) dan menunjukan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc. Burney :
nyeri tekan,nyeri lepas, defans muskuler.
b) Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung.
c) Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Rovsing sign)
d) Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepas (Blumberg)
e) Napsu makan menurun, mual,muntah
f) Demam yang tidak terlalu tinggi.
g) Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang - kadang terjadi diare.
6. Patofisiologi
Peradangan pada apendiks dapat terjadi oleh adanya ulserasi dinding mukosa atau
obstruksi lumen (biasanya feses yang keras). Penyumbatan pengeluaran secret mucus
mengakibatkan perlengketan, infeksi dan terhambatnya aliran darah. Dari keadaan
hipoksia menyebabkaan gangren atau dapat terjadi rupture dalam waktu 24-36 jam. Bila
proses ini berlangsung terus menerus organ disekitar apendiks akan megalami
perlengketan dan akan menjadi abses (kronik). Apabila proses infeksi sangat cepat (akut)
dapat menyebabkan peritonitis. Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius.
Infeksi kronis dapat terjadi pada apendiks, tetapi hal ini tidak menimbulkan nyeri didaerah
abdomen.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh. Hyperplasia
folikel limfoid , fekolit , benda asing , struktur karena fikosis. Akibat peradangan
sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang di tandai nyeri epigastrum. Sekresi mucus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah dan bakteri akan menembus dinding apendiks.
Bila apendiks menjadi terobstruksi, tekanan intraluminal (meningkat, menyebabkan
drainase vena menurun. trombosis, edema, dan invasi bakteri ke lumen. Penurunan ( arteri
terjadi.dengan nekrosis dan invasi dinding usus. Jika proses terjadi secara lambat, infeksi
akan terlokalisasi membentuk dinding oleh struktur yang ada di dekatnya, membentuk
abses. Perkembangan kerusakan vaskular yang cepat akan menyebabkan ruptur dan
pembentukan fistula di antara apendiks dan struktur di dekatnya (kandung kemih, usus
halus, sigmoid, dan sekum).(Medika, 2014)
7. pathway

ParasitE-Histolytica,
Material apendikolit, Kebiasaan rendah serat
Hiperplasia folikel limfoid dan konstipasi
submukosa

Appendiksitis Fekalit (material garam


kalsium, debris

Post Operasi
Pre operasi

Efek anastesi
Luka insisi Pintu
Kekhawatiran masuk
Usus buntu kuman
tersumbat mengalami
GIT
feses, kegagalan Kerusakan
kanker, jaringan Risiko
benda asing Ansietas infeksi
Penurunan
peristaltic
usus Ujung saraf
Peradangan pada
teputus
jaringan usus
Luka
Risiko insisi
disfungsi Nyeri akut
Kerusakan Regangan motilitas
dinding gastrointestina Kerusakan
kontrol suhu
terhadap mukosa jaringan
inflamasi usus
Inflamasi
Ujung syaraf
Stimulus terputus
Hipertermia
ke otak
Infeksi

Mual Gangguan Integritas


muntah Jaringan
Nyeri Bakteri flora
usus meningkat
Resiko
Intoleransi hipovolemia
Aktivitas
Konstipasi
8. Komplikasi
Komplikasi utama appendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi
peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada
anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala
mencakup demam dengan suhu 37,7° C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri ata
nyeri tekan abdomen yang kontinyu. Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan
dalam penanganannya.(Kasron, 2018)
Adapun jenis komplikasi diantaranya sebagai berikut:
a) Appendicular infiltrat: Infiltrat/massa yang terbentuk akhir mikro atau makro
perforasi dari Apendiks yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus
halus atau us besar.
b) Appendicular abscess: Abses yang terbentuk akibat mik atau makro perforasi dari
Apendiks yang meradang yang le mudian ditutupi oleh omenturn, usus halus atau usus
besar
c) Perforasi apendiks
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi dapat diketahui dengan gambaran klinis seperti suhu tubuh
lebih dari 38,50C dan nyeri tekan pada seluruh perut yang timbul lebih dari 36 jam
sejak sakit.
d) Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum (lapisan membran serosa rongga abdomen).
Usus buntu pecah berisi nanah yang memungkinkan bakteri menyebar dalam perut.
Perforasi akan jarang dalam rentang waktu 12 jam setelah timbulnya nyeri, tetapi
meningkat dengan cepat setelah 24 jam. Komplikasi ini termasuk komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.
e) Abses
Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Benjolan ini awalnya selulit dan
berkembang menjadi rongga berisi nanah. Ini terjadi ketika apendisitis memiliki
mikrofosil yang ditutupi dengan kelenjar getah bening atau perikardium.
9. Pemeriksaan Diagnosis
a) Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium bukan hanya ditemukan bakteri saja melainkan nilai
leukosit yang meningkat oleh karena kositosis. Pada penderita appendisitis akan
ditemukan nilai à proses infeksi. Hitung jenis leukosit dengan hasil leueukosit yang
meningkat di atas 10.000/m³ dan nestr di atas 80% dengan rentang normal 47-80%.
Nilai led dan neutrofil akan meningkat secara bersamaan saat fa akut terjadinya
appendisitis dan akan semakin mening pada appendisitis komplikata sedangkan nilai
limfosit ja terjadinya peningkatan pada fase akut bahkan nilai limi akan jauh berkurang
pada appendisitis ganggrenosa atas komplikata.
b) Pemeriksaan radiologi
Ronsen Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kon- tras BaS04 serbuk halus yang
diencerkan dengan per- bandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum
pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa.
c) CT scan dengan kontras oral mempunyai angka sensivitas dan spesifisitas >90%; dapat
memeperlihatkan perdangan periapendikular(“garis-garis lemak”), dilatasi penebalan
apendiks,abses juga dapat menunjukkan patologi yang lain.
d) Ultrasonografi (USG)
USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus
dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura. Ultrasonografi sering
dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan
pasien dengan gejala appendisitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas
USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan
kriteria diagnosis appendisitis acuta adalah apendiks dengan diameter anteroposterior 7
mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa
periappendiks.
e) Pemeriksaan foto rontgen abdomen dapat menunjukkan fekalit, gas apendiks, garis
psoas yang kabur, atau ileus, bagaimanapun pemeriksaan ini mempunyai sensivitas
yang sangat buruk sehingga tidak diindikasikan.
f) Urinalisis dapat menunjukkan hematuria mikroskopik dan pieuria.

10. Penatalaksanaan
Pengobatan definitif dari appendisitis adalah apendiktomi yang merupakan satu-
satunya tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah/mengurangi angka morbiditas.
Selain tinda kan apendektomi yang biasa dilakukan, dapat pula dilakukan apendektomi
laparoskopi. Apendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks yang
meradang. Apendiktomi di indikasikan untuk semua kasus apendisitis akut yang
ditemukan dalam 72 jam pertama, tetapi tidak pada anak-anak. Sesudah 72 jam mungkin
terdapat massa peradangan sehingga apen diktomi dilakukan kira-kira 6 minggu
kemudian. Apabila penderita dijumpai dalam dua hari pertama mengalami serangan
appendisitis akut, maka tidak diperlukan untuk pengobatan yang lain.(Kasron, 2018)
apendiktomi dibagi menjadi 2 yaitu cara laparotomi (metode konvensional) atau
menggunakan Laparoskopi.
1) Apendiktomi Konvensional, Cara pembedahan yang konwen sional atau terbuka
dilakukan dengan membuat irisan pada bagian perut kanan bawah. Panjang sayatan
kurang dari 3 inci (7,6 cm). Dokter bedah kemudian mengidentifikasi semua organ-
organ dalam perut dan memeriksa adanya kelainan or- gan atau penyakit lainnya.
Lokasi apendiks ditarik ke bagian yang terbuka. Para dokter bedah memisahkan
apendiks dari semua jaringan di sekitarnya dan diletakan pada cecum kemu- dan
menghilangkannya. Jaringan tempat apendiks menempel sebelumnya, yaitu cecum,
ditutup dan dimasukkan kembali ke perut. Lapisan otot dan kulit kemudian dijahit.
2) Apendiktomi Laparoskopi. Apendiktomi laparoskopi meng-gunakan tiga lobang
sebagai akses, lubang pertama dibuat di bawah pusar, fungsinya untuk memasukkan
kamera super mini yang terhubung ke monitor ke dalam tubuh, lewat lubang itu pula
sumber cahaya dimasukkan, sementara dua lubang lain di posisikan sebagai jalan
masuk peralatan bedah seperti penjepit atau gunting. Kemudian kamera dan alat-alat
khusus dimasukan melalui sayatan tersebut dengan bantuan peralatan tersebut, ahh
bedah mengamati organ abdominal secara visual dan mengin detifikasi apendiks.
Kemudian apendiks dipisahkan dari semua jaringan yang melekat, kemudian apendiks
secara visual dan mengindetifikasi apendiks. Kemudian apendiks dipisahkan dari
semua jaringan yang melekat, kemudian apendiks diangkat, dan dipisahkan dari
cecum. Apendiks dikeluarkan melalui salah satu sayatan.
Penatalaksanaan medis pada appendisitis meliputi:
a) Sebelum operasi
1) Observasi dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendisitis
seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilaksanakan. Klien
diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Pemeriksaan abdomen dan rektal
serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto
abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di
daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi dan abses intra abdominal
luka operasi pada klien apendiktomi. Antibiotik diberikan sebelum, saat, hingga 24
jam pasca operasi dan melalui
cara pemberian intravena (IV).
b) Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi. Apendiktomi adalah
suatu tindakan pembedahan dengan cara membuang apendiks. Indikasi dilakukannya
operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan berdasarkan
gejala klinis. Pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksan penunjang USG
atau CT scan. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal
dengan insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk memblokir sensasi rasa
sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi pada klien post operasi adalah
termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi distensi abdomen dan menurunnya
peristaltik usus. Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi
apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi terbuka dilakukan
dengan cara membuat sebuah sayatan dengan panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran
kanan bawah abdomen dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan otot
apendiks. Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus Sedangkan pada
laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat 3 sayatan kecil di perut sebagai
akses, lubang pertama dibuat di bawah pusar, fungsinya untuk memasukkan kamera
super mini yang terhubung ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini pula sumber
cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai jalan masuk
peralatan bedah seperti penjepit atau gunting.
c) Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan
di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien dibaringkan dalam
posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan.
Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
11. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN APPENDISITIS
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam proses keperawatan. Di sini, semua data
dikumpulkan secara sistematis untuk menentukan status kesehatan klien. Pengkajian
dilakukan secara holistik dengan memperhatikan aspek psikologis, biologis, spiritual
klien dan sosial. Tujuan pengkajian yaitu untuk mengumpulkan informasi dan
membuat data dasar dari klien. Metode utama yang tersedia untuk pengumpulan data
adalah observasi, wawancara, diagnosis dan pemeriksaan fisik.(Ariana, 2016)
a) Identitas klien
Pada penyakit Apendisitis dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.
(Mansjoer, 2010)
b) Keluhan utama
Apendisitis biasanya memiliki keluhan Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah
dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu
makan.
c) Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus
ke belakang sampai pada punggung, dengan skala nyeri 6/10, terkadang nyeri
datang saat beraktivitas dan membaik saat istirahat dan tidur.
2) Riwayat kesehatan dahulu.
Yang harus dikaji antara lain penyakit pasien sebelumnya, apakah pernah
dirawat di RS sebelumnya, obat-obatan yang digunakan sebelumnya, riwayat
alergi, riwayat operasi sebelumnya atau kecelakaan dan imunisasi dasar.
3) Riwayat kesehatan keluarga.
Yang harus dikaji adalah riwayat penyakit apendisitis dalam keluarga dan
penyakit keturunan dalam keluarga sperti DM, Hipertensi, dll.
4) Alergi : Pernah / memiliki riwayat alergi terhadap obat, makanan , ataupun
binatang.
5) Obat-obatan yang digunakan
6) Apakah Pernah dirawat di RS
7) Keluarga (Disertai genogram)
d) Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan umum. Pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, yaitu
tekanan darah, nadi, RR, dan suhu pada anak. pada anak dengan apendisitis
biasanya nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan
umumnya nafsu makan menurun.
2) Ukuran antropometri. Adalah pengukuran fisik yang dapat diukurdengan alat
pengukur seperti timbangan dan pita meter meliputi: berat badan, panjang
badan, lingkar kepala, lingkar dada dan linglkar lengan.
e) Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan rambut
Kaji bentuk kepala, distribusi rambut dan integritas kulit kepala, kaji tentang
adanya fototerapi, terdapat lesi atau tidak, kaji adanya pusing, sakit kepala,
kehilangan kesadaran.
2) Mata
Bentuk simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada
pembesaran pupil, tidak ada sekret.
3) Telinga
Inspeksi telinga bentuk dan warna, palpasi telinga untuk mengetahui adanya
nyeri, bengkak, lesi.
4) Hidung
Inspeksi keadaan eksternal hidung, kaji tingkat kepatenan jalan napas, apakah
terpasang oksigen, Inspeksi (Hidung simetris, tidak terdapat sekret ataupun
polip, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan). Palpasi (Tidak ada nyeri tekan
di area hidung).
5) Rongga mulut dan faring
Inspeksi rongga mulut, adakah lesi, stomatitis, gusi dan gigi, observasi lidah
dan langit-langit, lakukan tes reflek batuk.
6) Leher
Kaji fungsi otot leher, Palpasi nodus limfatik: lokasi, ukuran, bentuk,
pergerakan, kesimetrisan, karakteristik permukaan Palpasi kelenjar tiroid,
Arteri karotid dan vena jugularis, Palpsitrakea.
7) Dada / paru-paru
Inspeksi: (Bentuk dada simetris, tidak ada benjolan, tidak terdapat jejas,
ekspansi paru-paru kanan dan kiri sama).
Palpasi: (Vocal pemitus kanan dan kiri sama, tidak terdapat nyeri tekan).
Perkusi: (suara paru sonor).
Auskultasi: (Tidak terdapat suara nafas tambahan)
8) Jantung
Inspeksi : Tampak ictus cordis,
Palpasi : Ictus cordis teraba,
Perkusi : Penentuan letak dan batas jantung
Auskultasi : Terdengar peka
9) Abdomen
Inspeksi : Melihat keadaan kulit normal dan bentuk dada simetris
Auskultasi: Bising dan peristaltic usus, bunyi gerakan cairan, bising pembuluh
darah
Perkusi: Tidak adanya pebesaran pada abdomen, adanyaudara dan caira bebas,
penentuan batas dan tanda pembesaran hepar
Palpasi : Adanya nyeri tekan pada abdomen bagian kanan bawah
10) Genetalia
Kaji kebersihan daerah genital, adanya luka, tanda infeksi, bila terpasang
kateter kaji kebersihan kateter dan adanya tanda infeksi pada area pemasangan
kateter, adanya hemoroid.
11) Kulit
Bila terdapat luka maka kaji keadaan luka (kebersihan luka, adanya jahitan,
ukuran luka, adanya tanda infeksi pada luka, keadaan balutan luka pucat),
turgor kulit, adakah edema.
12) Kuku
Inspeksi ketebalan kuku, tekstur, warna, serta kondisi bagian lateral dan
proksimal, palpasi kuku.
13) Ekstremitas
Bentuk ukuran kesimetrisan otot, atropi, kotraktur, temor, tonus, spasme otot,
kekuaan otot, kelainan pada ekstemitas, deformitas, massa, peradangan,
fraktur, peradangan sendi, mobilitas atau rentang gerak sendi
2. Diagnosa
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi appendisitis)
2) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
3) Hipertermi b.d proses infeksi (infeksi)
4) Resiko Hipovolemi b.d kehilangan cairan secara aktif
5) Resiko infeksi d.d efek prosedur invasif (adanya luka operasi)
6) Kerusakan integritas jaringan b.d luk insisi
7) Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan
8) Konstipasi b.d ketidakcukupan asupan serat
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria hasil dan Tujuan Intervensi

1. Nyeri akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen nyeri


berhubungan dengan (I.08238).
agen pencedera Tujuan:
Observasi:
fisiologi (inflamasi
appendicitis) (D.0077) Setelah dilakukan Tindakan 1. Identifikasi lokasi,
keperawatan diharapkan karakter, durasi,
tingkat frekuensi, kulaitas
nyeri dapat menurun dengan nyeri, skala nyeri,
Kriteria Hasil: intensitas nyeri
2. Identifikasi respon
1. Keluhan nyeri dari skala 2
nyeri nonverbal.
(cukup meningkat) ke skala 5
3. Identivikasi factor yang
(menurun)
memperberat
2. Meringis dari skala 2
memperingan nyeri.
(cukup meningkat ke skala 5
Terapeutik:
(menurun)
Berikan teknik
3. Sikap protektif dari skala 2
nonfarmakologis untuk
(cukup meningkat) ke skala 5
mengurangi rasa nyeri.
(menurun)
1. Fasilitasi istirahat dan
4. Gelisah dari skala 2
tidur.
(cukup meningkat) ke skala 5
2. Kontrol lingkungan
(menurun)
yang memperberat rasa
5. Kesulitan tidur dari skala 2 nyeri.
(cukup meningkat) ke skala 5 Edukasi:
(menurun) 1. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Ajarkan teknik non
6. Frekuensi nadi dari skala 2 farmakologis untuk
(cukup memburuk) ke skala mengurangi rasa nyeri.
5 ( membaik) Kolaborasi:
1. Kolaboraasi pemberian
analgetik bila perlu

4.Intoleransi Aktifitas b.d Manajemen Energi Pencegahan infeksi (I.14539)


kelemahan (D.0056) Observasi
(I.05178)
Tujuan: 1. 1. Identifikasi gangguan fungsi

Setelah dilakukan asuhan tubuh yang mengakibatkan

keperawatan 1x24 jam kelelahan

diharapkan manajemen 2. 2. Monitor kelelahan fisik dan

energi dengan emosional

Kriteria hasil: 3. 3. Monitor pola dan jam tidur

1. Aktivitas sehari-hari dari Terapeutik

skala 2 (cukp menurun) ke 4. Sediakan lingkungan nyaman

skala 5 (meningkat) dan daerah stimulus

2. Kekuatan tubuh bagian 5. Lakukan latihan rentang gerak

tubuh dari 2 (cukup pasif/aktif

menurun) ke skala 5 6. Berikan aktivitas distraksi yang

(meningkat) menenangkat

3. Kekuatan tubuh bagian Edukasi

bawah dari skala 3 (sedang) 7. Anjurkan tirah baring

ke skala 5 (membaik) 8. Anjurkan melakukan aktivitas

4. Keluhan lelah dari skala secara bertahan

2 (cukup meningkat) ke 9. Ajarkan strategi koping untuk

skala 5 (menurun) mengurangi kekuatan

5. Dispnea saat aktivitas Kolaborasi

dari skala 2 (cukup 10. Kolaborasi dengan ahli gizi


meningkat) ke skala 5 tentang cara meningkatkan asupan
(menurun) makanan

5.Hipertermia Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia (I.05506)


berhubungan dengan Tujuan: Observasi
proses penyakit (mis. Setelah dilakukan asuhan1. 1. Identifikasi penyebab hipertermia
Infeksi) (D.0130) keperawatan 1x2 jam (mis.dehidrasi, terpapar lingkungan
diharapkan Termoregulasi panas, penggunaan incubator)
berkurang dengan 2. 2. Monitor suhu tubuh
Kriteria hasil: 3. 3. Monitor kadar elektrolit
1. 1. Menggigil dari skala 24. Terapeutik
(cukup meningkay) ke skala5. 1. Sediakan lingkungan yang dingin
5 (menurun) 6. 2. Berikancairan oral
2. 2. Kulit merah dari skala 27. 3. Lakukan pendinginan eksternal
(cukup meningkat) ke skala 5 (mis. Selimut hipotermia, atau
(menurun) kompres dingin pada dahi, leher,
3. 3. Suhu tubuh dari Skala 2 dada, abdomen, aksila)
(cukup memburuk) ke skala 58. 4. Berikan oksigen, jika perlu
(membaik) 9. Edukasi
4. Tekanan darah dari skala 210. 1. Anjurkan tirah baring
(cukup memburuk ke skala 5 Kolaborasi
(membaik)
Kolaborasi

1. Pemberian cairan dan elektrolit


intravena, jika perlu

6.Resiko Hipovolemi b.d Status Cairan (L.03028) Manajmen Hipovolemi (I.03116)


kehilanga cairan secara Tujuan: Observasi
aktif (D.0034) Setelah dilakukan asuhan1. 1. Periksa tanda dan gejala
keperawatan 1x24 jam hipovolemi (mis.frekuensi nadi
diharapkan status cairan meningkat)
dengan 2. 2. Monitor intake dan output cairan
Kriteria hasil: Terapeutik
1. Kekuatan nadi dari skala 23. 1. Hitung kebutuhan cairan
(cukup menurun) ke skala 54. 2. Berikan asupan cairan oral
(meningkat) 5. Edukasi
2. Turgor kulit dari skala 26. 1. Anjurkan memperbanyak asupan
(cukup menurun) ke skala 5 cairan oral
(meningkat) 7. Kolaborasi
3. Dispnea dari skala 28. 1. Kolaborasi pemberian cairan IV
(cukup meningkat) ke skala 5 isotonis (NaCl, RL)
(menurun) 9. 2. Kolaborasi pemberian cairan IV
4. Berat badan (Cukup hipotonis (glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
meningkat) ke skala 510. 3. Kolaborasi peberian produk darah
(menurun)
5. Frekuensi nadi dari skala
2 (cukup memburuk) ke
skala 5 (membaik)
7.Resiko infeksi Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan infeksi (I.14539)
berhubungan dengan Tujuan: Observasi
peyakit kronis (D.0142) Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi

keperawatan 1x24 jam local dan sistemik

diharapkan tingkat infeksi Terapeutik

dengan 1. Berikan perawatan kulit pada

Kriteria hasil: area edema

1. Kebersihan badan dari 2. Cuci tangan sebelum dan

skala 2 (cukp menurun) ke sesudah kontak dengan pasien dan

skala 5 (meningkat) lingkungan pasien

2. Nafsu makan dari skala 2 Edukasi

(cukup menurun) ke skala 3. Jelaskan tanda dan gejala infeksi

5 (meningkat) 4. Anjurkan meningkatkan asupan

3. Kemerahan dari skala 3 nutrisi

(sedang) ke skala 5 5. Anjurkan meningkatkan asupan

(membaik) cairan

4. Kadar sel darah putih Kolaborasi

dari skala 2 (cukup 1. Kolaborasi pemberian imunisasi,

memburuk) k skala 5 jika perlu

(membaik)
5. Kultur urine dari skala 2
(cukup memburuk) ke skala 5
(membaik)
8.Gangguan integritas Integritas kulit dan jaringan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
jaringan b.d luka insisi (L.14125) Observasi
(D.0129) Tujuan: 1. 1. Identifikasi penyebab gangguan
Setelah dilakukan asuhan integritas kulit
keperawatan 1x24 jam
2. Terapeutik
Integritas kulit dan jaringan
3. 1. Lakukan pemijatan pada area
dengan penonjolan tulang, jika perlu
Kriteria hasil: 4. 2. Gunakan produk berbahan
1. 1. Elastisitas dari skala 2 ringan/alami dan hipoalergikpada
(cukup menurun) ke skala 5 kulit sensitif
(meningkat) 5. 3. Hindari produk berbahan dasar
2. 2. Perfusi jaringan dari skala alkohol pada kulit kering
2 (cukup menurun) ke skala 6.
5 Edukasi
(meningka) 7. 1. Anjurkan minum airair yang cukup
3. 3. Kerusakan jarngan dari
8. 2. Anjurkan meningkatkan asupan
skala 2 (cukup meningkat) ke nutrisi
skala 5 (menurun)
4. 4. Kerusakan lapisan kulit
dari skala 2 (cukup
meningkat) ke skala 5
(menurun)
5. 5. Nyeri dari skala 2 (cukup
meningkat) ke skala 5
(menurun)
6. 6. Perdarahan dari skala 2
(cukup menurun) ke skala 5
(menurun)
9.Ansietas b.d kekhawatir Tingkat Ansietas (L.09093) Reduksi Ansietas (I.09314)
mengalami kegagalan Tujuan: Observasi
(D.0080) Setela dilakukan asuhan1. 1. Idetifikasi saat tingkat ansietas
keperawtan 1x24 jam tingkat berubah (mis. Kondisi, waktu)
ansietas dengan 2. 2. Monitor tanda tanda ansietas
Kriteria hasil: (verbal dan nonverbal)
1. 1. Perilaku gelisah dari skala3. Terapeutik
2 (cukup meningkat) ke skala4. 1. Temani pasien untuk mengurangi
5 (menurun) kecemasan
2. 2. Perilaku tegang dari skala 25. 2. Ciptakan suasana terapeutik untuk
(cukup menigkat) ke skala 5 menumbuhkan kepercayaan
(menurun) 6. 3. Motivasi mengidentifikasi situasi
3. 3. Keluhan pusing dari skala 2 yang memicu kecemasan
(cukup meningkat) ke skala 57. Edukasi
(menurun) 8. 1. Anjurkan keluarga untuk tetap
4. 4. Pola tidur dari skala 2 bersama pasien
(cuku memburuk) ke skala 59. 2. Latih kegiatan pengalihan untuk
(memebaik) menurangi ketegangan
5. 5. Konsentrasi dari skala 210. 3. Latih teknik relaksasi
(cukup memburuk) ke skala 511. Kolaborasi
(membaik) 12. 1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu

10.
Konstipasi b.d Eliminasi Fekal (L.04033) Manajemen Eliminasi Fekal
Ketidakcukupan asupan Tujuan: (I.04151)
serat (D.0148) Setela dilakukan asuhan Observasi
keperawtan 1x24 jam1. 1. Identifikasi masalah usus dan
Elminasi fekal dengan penggunana obat pencahar
Kriteria hasil: 2. 2. Monitor buang air besar (mis.
1. 1. Kontrol pengeluaran feses Warna, frekuensi, konsistensi,
dari skala 2 (cukup menurun) volume)
ke skala 5 (meningkat) 3. 3. Monitor tanda dan gejala diare,
2. 2. Keluhan defekasi lama dan konstipasi, atau inpaksi
sulit dar skala 2 (cukup4. Terapeutik
meningkat) ke skala 55. 1. Berikan air hangat setelah makan
(menurun) 6. 2. Sediakan makanan tinggi serat
3. 3. Distensi abdomen dari7. Edukasi
skala 2 (cukup meningkat) ke8. 1. Jelaskan jenis makanan yang
skala 5 (menurun) membantu meningkatkan keteraturan
peristaltik usus
4. 4. Nyeri abdomen dari skala 29. 2. Anjurkan meningkatkan akivitas
(cukup meningkat) ke skala 5 fisik, sesuai toleransi
(menurun) 10. 3. Anjurkan pengurangan asupan
5. 5. Frekuensi defekasi dari makanan yang meningkatkan
skala 2 (cukup memburuk) ke pembentukan gas
skala 5 (membaik) 11. 4. Anjurkan mengonsumsi makanan
6. 6. Konsistensi feses dari skala yang mengandung tinggi serat
2 (cukup memburuk) ke skala12. 5. Anjurkan meningkatkan asupan
5 (membaik) cairan, jika tidak ada kontraindikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obatsupositoria anak, jika perlu
11. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.(David Mirza
Mahendra, 2021)
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana asuhan keperawatan yang
dikembangkan selama tahap perencanaan. Implementasi mencakup penyelesaian
tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dan
menilai pencapaian atau kemajuan dari kriteria hasil pada diagnosa keperawatan.
Implementasi bertujun untuk membantu pasien mencapai kesehatan yang optimal
dengan promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan
memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh yang berubah dalam berbagai fasilitas
kesehatan seperti pelayanan kesehatan di rumah, klinik, rumah sakit, dan lainnya.
Implementasi juga mencakup pendelegasian tugas dan pendokumentasian tindakan
keperawatan.
Komponen tahap implementasi:
a) Tindakan keperawatan mandiri.
b) Tindakan keperawatan edukatif.
c) Tindakan keperawatan kolaboratif.
d) Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.
12. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses seberapa jauh keberhasilan yang
dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya dalam perencenaan, membanduingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan
dan pelaksanaan.
Evaluasi disusun menggunakan SOAP yang berarti:
a) S: keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga atau pasien setelah
diberikan implementasi keperawatan.
b) O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
c) A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif meliputi
masalah teratasi (perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai
dengan kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan), masalah teratasi sebagian
(perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian
yang sudah ditetapkan), masalah belum teratasi (sama sekali tidak menunjukkan
perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan muncul masalah
baru).
d) P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
DAFTAR PUSTAKA

Ariana, R. (2016). Asuhan Keperawatan Appendisitis.


David Mirza Mahendra. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST
OPERATIF APPENDISITIS. 6.
Hariyanto, A, Sulistyowati, R. (2015). BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I
Dengan Diagnosis NANDA Internasional. Ar-Ruzz Media.
Kasron, S. (2018). ANATOMI FISIOLOGI DAN Gangguan Sistem Pencernaan (A.. CV.
Trans Info Media.
Medika, S. (2014). KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan, EDISI 8. BUKU 2. PT Medika Salemba.
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Asuhan Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai